Recent Post

Showing posts with label Sinopsis Putri Huan Zhu. Show all posts
Showing posts with label Sinopsis Putri Huan Zhu. Show all posts

[Sinopsis Novel] Putri Huan Zhu/ Huan Zhu Ge Ge II Bagian 15 (ENDING)


Judul Asli : Huan Zhu Ge Ge II-5: Hung Chen Chuo Pan
Pengarang : Chiung Yao (Qiong Yao)
Penerbit : Crown Publishing Co., Taipei – Thaiwan

Judul Bahasa Indonesia: Putri Huan Zhu II-5: Kembali Ke Kota Kenangan
Alih bahasa : Pangesti A. Bernardus (koordinator), Yasmin Kania Dewi, Tutut Bintoro
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama, Mei 2000

Cerita Sebelumnya:
Di balik pengakuannya terhadap status Xiao Yanzi, Xiao Jian punya satu rahasia penting mengenai dendam kesumat keluarganya. Kebahagiaan demi kebahagiaan menghampiri kelompok Xiao Yanzi. Puncaknya, ketika Kaisar sendiri datang ke Nanyang menjemput mereka. Namun kebahagiaan ini nyaris berantakan karena kemarahan Xiao Jian. Dia nyaris melontarkan rahasia yang ditutupinya rapat-rapat di hadapan semua orang.



XV

Akhirnya, Xiao Yanzi dan Ziwei tiba di istana.

Mereka langsung menuju Paviliun Shuofang. Di sana, selain Mingyue, Caixia, Xiao Dengzi dan Xiao Cuozi, juga telah menunggu Selir Ling dan Qing’er.

Qianlong mengajak kedua gadis masuk ke kediaman mereka. “Kami sudah pulang! Kami sudah pulang!”

Seluruh dayang dan kasim Paviliun Shuofang berlutut dan berseru penuh haru, “Putri! Hamba menghadap Putri! Semoga kedua Putri panjang umur hingga seribu tahun!”

Xiao Yanzi maju seraya berseru, “Bukankah sudah berulang kali kubilang jangan berlutut padaku? Cepat berdiri! Biar kulihat apakah kalian baik-baik saja?”

“Kami rindu pada Putri!”

“Setiap hari kami berdoa untuk Putri!”

“Kami menunggu kepulangan Putri!”

“Akhirnya doa kami terkabul dan Putri pulang!”

Xiao Yanzi dan Ziwei amat tersentuh. Selir Ling menyambut mereka dan menarik keduanya dengan tatapan haru. “Akhirnya kita bisa berkumpul lagi! Kalian tampak kurus… kali ini kalian sungguh menderita. Ziwei, bagaimana matamu? Biar kulihat!”

Ziwei menghambur ke pelukan Selir Ling. “Selir Ling! Karena ada orang yang begitu menyayangi dan merindukanku seperti Anda, semua penyakitku sudah sembuh!”

Xiao Yanzi melepas pelukan Selir Ling dan menghambur memeluk Qing’er. “Qing’er! Aku mau memberitahumu kabar besar! Aku tidak sebatang kara! Aku punya kakak! Kakakku namanya Xiao Jian! Dia orang luar biasa!”

“Bicaralah pelan-pelan,” Qing’er tampak terharu. “Kalian sepertinya telah mengalami banyak peristiwa menghebohkan. Aku iri sekali! Inginnya aku ambil bagian di dalamnya!”

Selir Ling tiba-tiba tersadar, “Mana Jinshuo? Kenapa aku tak melihatnya?”

Qianlong buru-buru menjawab, “Dia sudah menikah! Sekarang dia menjadi Nyonya Juragan Graha Huipin! Cepat siapkan seperangkat bekal pernikahan untuk gadis itu!”

“Jinshuo telah menikah?”

“Benar! Anak-anak ini, selain melarikan diri mereka juga mengurus banyak urusan! Menyelamatkan gadis yang akan dihukum bakar, menolong gadis yatim-piatu dan ikut festival sastra. Ada yang bertemu kakaknya, ada yang bertemu adiknya, juga masih bisa mengadakan pernikahan. Sepanjang jalan semua rakyat membicarakan mereka. Kurasa, lain kali bila aku sampai memenggal mereka lagi, satu China akan heboh!”

“Betulkah?” Selir Ling tampak terkejut. “Kalian harus menceritakan semuanya padaku!”

“Tentu saja!” sahut Ziwei.

Qianlong mengajak Selir Ling pergi, “Mari kita pergi dan biarkan kedua Putri ini istirahat. Kalau sudah, kalian harus pergi mengunjungi Istana Zhuning untuk memberi salam pada Ibu Suri.”

Hati Ziwei dan Xiao Yanzi langsung gentar mendengarnya. Qing’er mengetahui keresahan mereka. dia tertawa sambil berbisik pada keduanya.

“Jangan takut, Lao Foye sudah tidak segalak dulu. Hati Beliau telah melunak. Apalagi ketika kalian pergi, istana ini begitu sepi. Beliau telah pasrah menerima kehadiran kalian! Aku bahkan diijinkannya menemui kalian di sini sekarang!”

Setelah semuanya pergi, para dayang dan kasim serempak mengangkat Xiao Yanzi dan Ziwei. Mereka mengelu-elukannya, “Putri Pulang! Putri Pulang!”

***

Selesai membersihkan diri dan beristirahat sejenak, Ziwei dan Xioa Yanzi berdandan. Ditemani Erkang dan Yongqi keempatnya pergi ke Istana Zhuning menghadap Ibu Suri.

Khawatir Ibu Suri akan menyulitkan mereka, Qianlong sejak tadi sudah menunggu di Istana Zhuning. Begitu keempat muda-mudi itu tiba, mereka langsung berlutut.

Ziwei menghaturkan salam dengan tulus, “Salam sejahtera, Lao Foye! Kami telah melakukan banyak kesalahan sampai menyeret Pangeran Kelima dan Erkang. Kami menyadari kesalahan kami, berharap Lao Foye sudi menerima dan memaafkan kami!”

Ibu Suri menatap mereka. hatinya amat tersentuh. Dia menghembuskan napas. “Sudahlah! Tak perlu berulang kali minta maaf. Sebenarnya setiap kali bertemu, aku ingin kalian duduk di sekelilingku dan menceritakan rahasia-rahasia kalian. Dengan begitu, barulah aku menjadi nenek sejati! Bukan hanya kalian yang sering tidak berdaya hidup di kalangan keluarga Kaisar. Aku pun begitu. Barangkali mulai sekarang kita mesti mengganti suasana istana yang kaku ini dengan kehangatan.”

Kata-kata Ibu Suri membuat mereka sangat senang. Qianlong menoleh ke arah Ibu Suri melontarkan senyuman. “Huang Thaihou, Anda adalah sesepuh dalam keluarga ini. Kebahagiaan seseorang seringkali berada di tangan Anda. Bila Anda dapat membuat kehidupan istana ini seperti keluarga penuh kehangatan, kurasa tidak akan ada kekuatan lagi yang dapat membuat anak-anak ini pergi meninggalkan istana!”

Ibu Suri sungguh terharu mendengar penuturan Qianlong. “Kelihatannya kita perlu beradaptasi dengan orang-orang muda ini! Tidak perlu lagi mengungkit segala hal di masa silam!”

Melihat reaksi Ibu Suri yang positif, Qing’er gitang sekali. Dia memaafkan kesempatan ini berkata, “Lao Foye! Malam ini aku boleh ke Paviliun Shuofang kan? Aku sangat penasaran mendengar cerita petualangan mereka!”

Ibu Suri menatap Qing;er sekilas. “Pergilah! Nanti ceritakan juga padaku, ya!”

***

Malam itu di Paviliun Shuofang ramai sekali. Para dayang dan kasim berkumpul. Qing’er dan Ziwei duduk dekat perapian, mendengar Xiao Yanzi bercerita sambil makan kuaci.

Sementara di Paviliun Shuofang hangat dan penuh keceriaan, sebaliknya di Istana Kunning sunyi dan dingin. Permaisuri sangat marah mengetahui kepulangan mereka. Dia dan Bibi Rong menyusun rencana untuk mengukuhkan gengsinya sebagai Permaisuri.

Keesokan harinya, atas usul Ziwei, mereka memutuskan untuk mengunjungi Permaisuri. Meski awalnya Xiao Yanzi menolak, tapi Ziwei berhasil meyakinkannya untuk memulai hubungan yang baik dengan Permaisuri sejak kepulangan mereka sekarang.

Qianlong kebetulan datang berkunjung ke Paviliun Shuofang untuk menjenguk mereka. Mengetahui keinginan mengunjungi Permaisuri, Qianlong tanpa pikir panjang langsung menemani mereka pergi bersama.

Sesampainya di halaman Istana Kunning, Erkang melihat seorang kasim yang mengamati mereka. Tindak tanduknya mencurigakan dan kelihatannya familier sekali. Ketika dilihatnya lagi dengan seksama, dia terkejut.

“Yongqi! Lihat orang kasim itu! Sepertinya dia pimpinan orang berpakaian hitam yang menyerang kita di Luoyang!”

Yongqi juga mengamati. “Sepertinya memang dia!”

Kasim itu memang Palang. Ketika melihat rombongan Qianlong mendekat, Palang buru-buru menundukkan kepala dan diam-diam hendak pergi.

“Berhenti! Mau lari ke mana kau?” teriak Erkang.

Erkang dan Yongqi langsung melayang mengejar orang itu. “Mereka mengejar siapa?” Qianlong bertanya gusar.

Xiao Yanzi langsung menjelaskan, “Huang Ama! Orang itu yang hendak membunuh kami di Luoyang! Dia bilang sendiri kalau Huang Ama yang memerintahkannya membunuh kami! Akibatnya Erkang terluka parah! Yongqi juga terluka! Mereka menghajar kami habis-habisan!”

Qianlong langsung berteriak lantang, “Pengawal! Lekas kemari! Ada pembunuh!”

Pengawal berbondong-bondong datang dengan senjata terhunus. Mereka langsung mengepung arah yang ditunjuk Qianlong.

Palang berhasil dikepung dan ditangkap. Dia dibawa ke hadapan Qianlong.

“Siapa kau? Siapa yang memerintahkan membunuh kedua Putri dan Pangeran Kelima?”

“Hamba Palang! Sebelum mengetahui siapa yang memberi hamba perintah, Yang Mulia harus berjanji untuk menyelidiki hal ini dengan seksama dan tidak menimpakan semua kesalahan pada hamba!”

“Siapa yang memberimu perintah?” seru Qianlong.

“Permaisuri! Beliau yang memerintahkan hamba untuk membunuh Pangeran Kelima dan kedua Putri!”

“Kurang ajar! Seret dia! Akan kucari Permaisuri untuk membuat perhitungan!”

***

Permaisuri sedang tidak berada di Istana Kunning. Dia bersama Bibi Rong pergi ke Istana Zhuning untuk mengadukan kegalauan hatinya.

Qianlong bersama yang lainnya menuju Istana Zhuning. Palang juga ikut diseret ke sana.

Ibu Suri, Qing’er dan Permaisuri keluar menemui rombongan Qianlong. Melihat Palang yang diseret-seret, Ibu Suri bertanya, “Ada apa ini?”

Permaisuri dan Bibi Rong pucat pasi. Qianlong melotot kepada Permaisuri, “Benarkah orang ini suruhanmu? Kau menyuruhnya membunuh Yongqi dan yang lainnya sewaktu dalam pelarian. Benarkah begitu?”

Permaisuri langsung menyangkal. “Aku tidak kenal dia! Aku tidak tahu siapa dia!”

Melihat Permaisuri bermaksud mangkir, Palang langsung berseru, “Permaisuri! Hamba hanya melaksanakan perintah Anda! Mengapa sekarang Anda bilang tidak mengenal hamba?”

“Siapa kau?”

“Yang Mulia Permaisuri! Hamba Palang!”

“Palang? Nama ini belum pernah kudengar!”

“Permaisuri! Hamba yang membantu melaksanakan keinginan Anda! Hari ini Permaisuri justru tidak mengakuiku! Selama ini, ternyata hamba telah salah memilih majikan! Apakah Anda lupa dulu hamba berhasil menyuap Gao Yuen dan Gao Da untuk meletakkan boneka kain di Paviliun Shuofang? Juga mengutus hamba ke Jinan untuk menyuap kerabat Putri Ziwei dan dukun beranak itu?”

Permaisuri gemetar sekujur tubuh. “Fitnah! Ini semua fitnah!”

Ibu Suri tidak pernah menduga ada kejadian begini. Permaisuri yang begitu dipercayainya…

“Permaisuri! Ternyata kau memasang begitu banyak perangkap untuk menjebak Xiao Yanzi dan Ziwei! Kau gunakan kepercayaanku untuk perbuatan-perbuatan tak berperikemanusiaan! Kau sungguh keterlaluan!”

Permaisuri sungguh terpukul mendengar kata-kata Ibu Suri. Qianlong berseru kepada pengawal, “Kurung orang bernama Palang ini! Lalu interogasi Gao Yuen dan Gao Da!”

Pengawal menyeret Palang pergi. Palang meronta-ronta, “Permaisuri! Anda harus menolong hamba! Selama ini hamba sangat setia pada Anda! Tolong ingatlah hal itu!”

Semakin dipikir, Qianlong semakin marah. Ditudingnya Permaisuri, “Kau Permaisuriku! Tapi tega melakukan hal sekejam ini! Kau tak hentinya mencelakai Ziwei dan Xiao Yanzi! Membuatku menuduh Xia Yuhe! Dan fitnah boneka kain itu… nyaris membuat Ziwei nyaris kehilangan nyawa! Sekarang semua kebenaran terbuka, kau masih tak sudi mengaku! Kalau aku tidak menghukummu, akan sulit bagiku menghapus kebencian ini dari hatiku! Pengawal! Bawa Permaisuri dan penggal kepalanya!”

Sekonyong-konyong, Yongji muncul dan memeluk kaki Qianlong sambil menangis. “Huang Ama! Mohon belas kasihan! Jangan bunuh Huang Erniang! Kumohon jangan bunuh ibuku…”

Ibu Suri menarik Yongji. Tapi anak itu tak mau pergi. Dia menghambur ke pelukan Permaisuri, “Huang Erniang! Huang Erniang!”

Saat itulah Permaisuri sadar sudah tidak ada jalan keluar lagi. Sambil memeluk Yongji, dia jatuh merosot ke lantai dan menangis.

Melihat Permaisuri dan Pangeran Kedua Belas menangis pilu, Ibu Suri yang wajahnya kaku, dan kemarahan Qianlong begitu hebat, tahulah Bibi Rong kalau pertahanan terakhir Permaisuri telah runtuh. Dia maju dan berlutut di hadapan Qianlong, “Yang Mulia, semua masalah ini hambalah yang mengaturnya! Sama sekali tidak ada hubungannya dengan Permaisuri! Semua perbuatan busuk ini hambalah yang bertanggung jawab. Mohon Baginda membunuh hamba saja dan mengampuni Permaisuri!”

Qianlong memelototi Bibi Rong. “Bibi Rong! Pikirmu kali ini aku mau melepasmu? Sekarang aku akan mengabulkan permintaanmu! Aku akan membunuhmu lebih dulu setelah itu baru Permaisuri! Pengawal! Seret Bibi Rong keluar dan penggal kepalanya!”

“Siap!”

Wajah Bibi Rong telah basah oleh air mata. Dia berlutut kepada Permaisuri sambil terisak, “Permaisuri, maafkan hamba! Hamba tidak bisa melayani Anda lagi!”

Permaisuri sungguh shock. Dia mencengkeram Bibi Rong dan berkata pada Qianlong, “Mohon Yang Mulia berbelas kasihan! Mohon Yang Mulia berbelas kasihan!”

Melihat ibunya, Yongqi ikut berlutut. “Huang Ama, kenapa Anda suka memenggal kepala orang? Kumohon ampunilah Bibi Rong!”

Bibi Rong memeluk Permaisuri dan Yongji. “Permaisuri, jaga dirimu… Pangeran Kedua Belas, jaga dirimu…”

Pengawal menarik Bibi Rong. Sementara Permaisuri mengejarnya, “Bibi Rong! Kembali…”

Ziwei yang seperti biasa baik hati, air matanya mulai mengalir menyaksikan peristiwa itu. Dia maju dan berseru, “Tunggu! Huang Ama! Mohon berbelas kasihan! Meski Bibi Rong telah banyak melakukan kesalahan, tapi kesetiaannya kepada majikannya sangat teguh! Mohon ampuni Bibi Rong demi Pangeran Kedua Belas! Atau demi diriku!”

“Tidak bisa! Kesalahannya sangat besar! Sepuluh kepalanya pun tak akan sanggup menebusnya! Aku juga tidak hanya memenggal kepala Bibi Rong! Tapi juga akan memenggal kepala Permaisuri! Siapa pun tak bisa meminta maaf bagi mereka!”

“Huang Ama! Kalau begitu, aku akan menggunakan lempengan emasku untuk mencabut hukuman mati Bibi Rong!’

Qianlong terkesiap. “Ziwei! Lempengan itu hanya bisa digunakan tiga kali!”

“Aku bukan hanya menggunakannya sekali. Selain Bibi Rong, aku juga memohon untuk mengampuni Permaisuri dari hukuman mati! Huang Ama tentu tak akan mencabut kembali hak khususku ini, kan?”

Xiao Yanzi terdorong kekagumannya pada Ziwei. Dia ikut berdiri di sisinya.

“Huang Ama, Anda tahu kalau aku pendendam. Tapi melihat sikap Ziwei, aku pun goyah. Bibi Rong memang musuhku di istana ini. Tapi aku juga ingin memiliki sedikit budi baik. Jika lempengan emas Ziwei belum cukup untuk mengampuni Bibi Rong dan Permaisuri, aku masih punya lempengan emasku…”

“Sudah! Jangan memakai lempengan emas itu lagi!” Qianlong mengibas kesal.

Melihat Ziwei dan Xiao Yanzi bicara, Yongqi dan Erkang ikut membujuk Qianlong. Ibu Suri melihat kegigihan keempatnya langsung tersentuh.

“Yang Mulia, jarang sekali ada anak-anak yang memiliki hati sebaik mereka. juga bijaksana seperti ini… Amitabha! Ini merupakan berkah dari leluhur kita!”

Ibu Suri lalu mendelik ke arah Bibi Rong. “Bibi Rong! Kau sudah tahu bagaimana harus menyesali perbuatanmu?”

Bibi Rong sungguh tak menyangka, pada detik ini justru Ziwei dan kawan-kawanlah yang memohon pengampunan untuknya. Semua rasa sesal, terharu, juga tersentuh berkumpul jadi satu. Dia tahu kesalahannya sangat besar. Namun semua ini dilakukannya demi Permaisuri. Bibi Rong pun menangis dan bersujud di hadapan Ziwei berempat.

“Hamba berterima kasih pada Putri Ziwei, Putri Huan Zhu, Pangeran Kelima dan Tuan Muda Fu…”

Ibu Suri berkata lembut pada Qianlong, “Yang Mulia, ampunilah mereka yang patut diampuni!”

Qianlong mengambil keputusan. “Bibi Rong! Hari ini anak-anak telah membantumu meminta pengampunan dariku! Namun meski kau lolos dari hukuman mati, kau tetap harus dihukum fisik. Pengawal! Seret dia ke halaman lalu pukul dengan tongkat seratus kali!”

Para pengawal menyeret Bibi Rong keluar. Permaisuri segera mengejar. Dia berhasil mendapatkan Bibi Rong yang sudah direbahkan pada sebuah bangku. Lalu, dengan tubuhnya sendiri, Permaisuri melindungi Bibi Rong.

“Paduka! Mohon belas kasihan lagi! Bibi Rong sudah tua! Jangankan seratus kali, lima puluh kali pukulan saja dia tak sanggup menanggungnya! Tolong berikan lagi pengampunan baginya!”

Qianlong menatap Permaisuri dengan dingin. Dia tak berkata apa-apa.

Yongji ikut berseru, “Huang Ama! Ampunilah Bibi Rong! Huang Ama…”

Qianlong berpaling melihat Yongji yang ditahan inang pengasuhnya. Dia berseru memerintahkan, “Pengasuh! Antar Pangeran Kedua Belas ke Istana Yanxi! Mulai sekarang, dia dalam pengasuhan Selir Ling!”

Permaisuri amat terkejut mendengarnya. Dia melihat Yongji yang ditarik pergi dan menyerukan namanya, “Huang Erniang! Huang Erniang!’

Permaisuri melepaskan Bibi Rong dan mengejar Yongji. “Yongji! Yongji!”

Qianlong segera menginstruksikan para pengawal memukul Bibi Rong.

“Satu! Dua! Tiga…,” para kasim menghitung sementara tongkat mereka berayun. Bibi Rong melolong-lolong kesakitan.

Ziwei sungguh tidak tega. Dia menarik Qianlong dan mengiba, “Karena Huang Ama melarangku memakai lempengan emasku, kumohon dengarkanlah puisiku!”

“Membaca puisi? Pada saat-saat begini kau mau membaca puisi?”

“Benar! Setelah puisiku selesai, Huang Ama boleh menuntaskan hukuman Bibi Rong.”

“Baik! Cepat bacakan puisimu itu!”

Ziwei membaca puisinya dengan suara jernih mendayu-dayu.

“Bulan pindah ke Graha Barat tanpa suara. Nelayan pulang ke rumah menggulung jala. Tak perlu payung setelah langit cerah sehabis hujan. Pandai besi beristirahat sambil minum teh. Penebang kayu turun gunung. Pemburu memanggil anjingnya untuk kembali. Wanita cantik turun dari papan jungkat-jungkit. Penjual minyak berganti profesi berkelana mengelilingi dunia!”

Alis Qianlong bertaut. Dia tidak mengerti sama sekali maksud puisi itu.

Namun Erkang langsung paham. Dia berkata dengan penuh hormat pada Qianlong, “Yang Mulia, dalam puisinya tadi, Ziwei telah menyebut kata ‘Bu Da’ – tidak memukul, sebanyak delapan kali!”

“Delapan kata ‘tidak memukul’?”

“Benar!” Erkang menjelaskan. “Bulan pindah ke Graha Barat ranpa suara berarti ‘Bu Da Geng’ – tidak bersuara. Nelayan pulang menggulung jala berarti ‘Bu Da Yu’ – tidak melaut. Tidak perlu paying setelah langit cerah sehabis hukan berarti ‘Bu Da San’ – tidak membawa paying. Pandai besi istirahat minum teh berarti ‘Bu Da Tie’ – tidak menempa besi. Penebang kayu turun gunung berarti ‘Bu Da Cai’ – tidak memotong kayu. Pemburu memanggil anjingnya kembali berarti ‘Bu Da Lie’ – tidak berburu. Wanita cantik turin dari papan jungkat-jungkit berarti ‘Bu Da Qiuqian’ – tidak main jungkat-jungkit. Penjual minyal berganti profesi berkelana keliling dunia berarti ‘Bu Da You’ – tidak menjual minyak!”

Qianlong akhirnya memahami maksudnya. Dia terpana.

Qing’er ikut meyakinkan Qianlong. “Yang Mulia, kalau lempengan emas dan puisi tidak memukul tak membuat Kaisar goyah, setidaknya Anda tetap tersentuh pada bakat dan kepandaian Ziwei yang digunakannya untuk menolong Bibi Rong. Mohon Yang Mulia jadilah seperti yang dikatakan dalam puisi itu: ‘bulan berpindah ke Graha Barat tanpa suara’, dan ‘langit yang cerah sehabis hujan’. Setuju, bukan?”

Xiao Yanzi tak mau ketinggalan. Dia ikut buka mulut. “Huang Ama! semua orang sudah memohon. Jadi, sudahi sajalah…”

Qianlong menghembuskan napas keras-keras. “Sudahlah! Aku tak akan melawan anak-anak ini lagi! Pengawal! Hentikan pukulannya!”

Tubuh Bibi Rong merosot dari bangku. “Bibi Rong!” Qianlong sepertinya masih perlu mengeluarkan kata-kata ancaman. “Lain kali kalau kau melakukan kesalahan lagi, aku pasti akan memotong-motong tubuhmu! Waktu itu, meski ada sepuluh lempengan emas ditambah sepuluh puisi tidak memukul, semuanya tak akan bisa menyelamatkanmu!”

Air mata Bibi Rong bercucuran. Dia merangkak dan bersujud di hadapan Qianlong, “Hamba menyadari kesalahan hamba! Mulai saat ini hamba akan membersihkan hati dan menjadi orang yang baru!” Setelah itu, Bibi Rong juga bersujud di hadapan Ziwei dan kawan-kawan.

“Sekarang kau dan Permaisuri kembalilah ke Istana Kunning untuk mengurung diri dan merenungkan kesalahan kalian!”

Permaisuri dan Bibi Rong mematuhi perintah. Tersaruk-saruk, keduanya bergandengan menuju Istana Kunning.

***

Meski Qianlong telah mengampuni Permaisuri dan Bibi Rong, malamnya di Istana Yanxi, emosinya naik lagi ketika melihat Yongji menangis.

“Kau jangan merengek terus seperti anak kecil! Mulai sekarang masa anak-anakmu sudah usai! Kau sudah harus belajar jadi orang dewasa!” bentak Qianlong. “Siapa suruh ibumu begitu brengsek! Tanggunglah hal ini maka kau bisa menjadi lelaki sejati yang sanggup menanggung beban berat! Kalau tidak, selamanya kau akan jadi seperti bayi! Tak boleh menangis lagi! Aku paling tidak suka melihat anak laki-laki menangis!”

Yongji menatap Qianlong ketakutan. “Tapi…, aku ingin melihat Ibuku di Istana Kunning…”

“Jangan sebut-sebut ibumu lagi! Anggap saja dia sudah mati! Mulai sekarang, Selir Ling adalah ibumu!”

Qianlong membentak sambil memukul meja. Membuat Yongji kaget sekali. Selir Ling bergegas menengahi. “Pangeran Kedua Belas, kalau Huang Ama bicara, harus disimak baik-baik, ya! Di tempatku ini enak, kok! Ada Putri Ketujuh dan Kesembilan, juga ada Pangeran Kecil. Di sini jauh lebih ramai daripada Istana Kunning!”

“Tapi….”

“Tidak ada tapi-tapian!” hardik Qianlong.

Yongqi tersentak. Dia pun menangis keras, “Huaaaa….!!!”

Tiba-tiba dari luar terdengar seruan kasim mengumumkan kedatangan Ziwei dan Qing’er.

Begitu kedua gadis itu masuk, Selir Ling seolah bertemu dengan penolongnya. “Ah, kebetulan sekali kalian datang! Ziwei, cepat kau nasihati Huang Amamu. Sejak tadi dia terus memarani Pangeran Kedua Belas. Pangeran Kedua Belas terus ingin menemui ibunya, aku sungguh tidak tahu harus bagaimana…”

Qianlong tahu kedatangan Ziwei dan Qing’er pasti ada sangkut pautnya dengan Yongji.

“Ziwei! Kau sudah membacakan puisi tidak memukul. Lalu sekarang apakah kau akan membacakan puisi lagi untuk Pangeran Kedua Belas?”

“Benar! Aku akan membaca puisi. Singkat saja: ‘Ibu berpisah dari putra, putra terpisah dari ibu. Siang hari tak lagi bercahaya, yang terdengar hanya tangisan’!”

“Ini puisi yang tidak cocok dengan keadaan sekarang!” tukas Qianlong. “Aku memisahkan mereka demi masa depan Yongji! Mengikuti ibu semacam itu hanya akan membuat telinga dan matanya tercemar. Kalau sudah dewasa, akan jadi apa dia?”

“Yang Mulia,” kata Qing’er. “Lao Foye sengaja mengutus kami kemari untuk memohon bagi Permaisuri dan Pangeran KeduaBelas. Lao Foye berkata kalau dia akan bertanggung jawab langsung mengawasi Pangeran Kedua Belas hingga dia tumbuh dewasa! Mohon Baginda bersedia mengembalikan Pangeran Kedua Belas kepada Permaisuri!”

Ziwei menyambung dengan senyun tipis. “Selain itu, Huang Ama tidak boleh membuat Selir Ling menanggung tanggung jawab berat. Itu sangat tidak adil.”

“Kenapa bisa tidak adil?”

“Karena Anda akan membuat posisi Selir Ling serba susah! Pangeran Kedua Belas putra kandung Permaisuri, akan banyak mata yang akan mengawasinya. Selir Ling tidak mungkin bisa memukul, memarahi ataupun mengaturnya meski semua itu demi alasan kebaikannya. Orang-orang pasti akan menggunjingkannya! Apalagi, Selir Ling sudah sibuk sekali oleh ketiga anaknya. Bagaimana dia harus membesarkan mereka semua?”

Qianlong terpana. Selir Ling menghembuskan napas lega. “Kata-kata Ziwei cocok sekali dengan pemikiraku. Aku pun mengemban banyak tanggung jawab. Bagaimanapun, hamba tidak akan bisa mengganti posisi ibu kandungnya sendiri!”

Ziwei meneruskan, “Huang Ama, aku kembali demi ketentraman keluarga. Aku ingin sekali berdamai dengan Permaisuri. Kumohon Huang Ama membantuku. Ijinkan aku melakukan perbuatan baik pada Permaisuri. Kembalikan saja Pangeran Kedua Belas ke istana Kunning. Setuju, kan?”

Qianlong akhirnya berkata pada Yongji. “Kakak Ziweimu ini sangat pandai membujuk. Kelak kau harus ingat baik-baik kebaikan hatinya! Jangan melupakannya! Pulanglah ke Istana Kunning bersamanya!”

Ziwei menekuk lutut. “Terima kasih, Huang Ama! mengenai masa depan Pangeran Kedua Belas, Anda jangan khawatir. Seorang ayah harimau, mana mungkin memiliki putra kelinci?”

Qianlong tertawa mendengar perumpamaan Ziwei.

***

Di Istana Kunning yang berselimut kabut duka, Permaisuri dan Bibi Rong menangis bersama.

Teringat Yongji, isak tangis Permaisuri kian menjadi. Bibi Rong melupakan rasa sakit di tubuhnya akibat pukulan siang tadi dan sibuk mengusap air mata Permaisuri.
Tiba-tiba terdengar seruan kasim yang mengumumkan kedatangan Ziwei, Qing’er dan Yongji.

“Pangeran Kedua Belas? Benarkah itu Pangeran Kedua Belas?” seru Permaisuri.

“Benar! Itu Pangeran Kedua Belas!” sahut Bibi Rong.

Terhuyung-huyung mereka sampai ke pintu dan melihat Ziwei serta Qing’er menggandeng tangan Yongji.

“Permaisuri, aku telah meminta kembali Pangeran Kedua Belas untukmu,” kata Ziwei.

Qing’er ikut menyambung, “Permaisuri, Lao Foye berpesan bahwa Anda harus menghargai semua yang Anda miliki sekarang. Jangan sampai kehilangan semuanya lagi!”

Air mata Permaisuri mengalir deras. Dipeluknya Yongji erat-erat. Pada saat bersamaan, seluruh kebenciannya pada Ziwei berubah menjadi rasa terima kasih dan penyesalan yang dalam.

***

Setelah semua masalah Permaisuri berakhir dan keadaan kembali tenang, Ibu Suri kembali memikirkan masalah perjodohan Qing’er.

Hal itu amat membebani hatinya sehingga dia memanggil Erkang secara pribadi ke Istana Zhuning.

“Aku akan berterus terang mengapa memanggilmu kemari,” kata Ibu Suri. “Aki sengaja menyuruh Qing’er pergi agar dapat membucarakan masalah ini leluasa denganmu. Aku sudah mengerti cintamu pada Ziwei. Ziwei itum mau tidak mau harus kuakui sangat berbakat. Jadi, aku memutuskan untuk merestui kalian. Tapi dengan satu syarat: kau juga harus menikahi Qing’er!”

Erkang terkesiap. “Lao Foye! Hamba tidak bisa melakukan itu!”

“Mengapa? Qing;er gadis yang baik hati. Dia hanya memiliki perasaan khusus padamu! Jika kau menikahi mereka berdua sekaligus, kau tak akan rugi!”

“Lao Foye, baik Ziwei maupun Qing’er, keduanya bukanlah dewi! Mereka hanya wanita, yang punya kelembutan, kepekaan, rasa cemburu dan egoisme khas wanita. Jangan memandang hamba terlalu tinggi! Sebenarnya hamba tidak sanggup mencintai dua wanita pada saat bersamaan! Pada akhirnya jika ini dipaksakan, hati kami bertiga akan hancur! Semuanya akan tamat!”

Begitu kata-kata Erkang selesai, Qing’er sudah keluar sambil bertepuk tangan. “Erkang! Kata-katamu bagus sekali! Aku sangat kagum padamu!”

Erkang dan Ibu Suri sama-sama terperanjat. Erkang menatap Qing’er dengan pandangan menyesal. “Qing’er, maafkan aku…”

“Tak ada yang perlu dimaafkan! Kata-katamu tadi sangat masuk akal!” Qing’er lalu berkata pada Ibu Suri. “Lao Foye, Anda selalu saja menyingkirkanku untuk pembicaraan yang melibatkan diriku. Apakah itu Anda lakukan untuk memaksa Erkang? Hamba tidak menginginkan Erkang! Karena di hatinya sudah ada Ziwei. Kalaupun hari ini Erkang terpaksa setuju, akulah yang akan menolaknya! Erkang benar, kalau hal ini dipaksakan, yang terluka adalah kami bertiga. Tapi aku paling menderita. Karena cinya mereka berdua mereka saling memiliki, sementara cintaku hanya bertepuk sebelah tangan!”

Ibu Suri terpengarah mendengar penuturan Qing’er. “Aku tahu kau mempertahankan harga dirimu....”

Qing’er memohon pada Ibu Suri, “Bolehkah aku dan Erkang bicara empat mata?”

Dengan enggan, Ibu Suri mengiyakan. Qing’er dan Erkang pun keluar ke taman bunga.

“Tadi itu Lao Foye mengambil inisiatif sendiri. Kau jangan menyangka aku yang menginginkannya ya!” Qing’er berkata sesampainya di lluar.

Perasaan Erkang terhadap Qing’er begitu rumit. “Kuharap kau tadi tidak tersinggung. Kau telah berulang kali menolongku, Ziwei, Xiao Yanzi dan Pangeran kelima. Aku ingin sekali membalas budimu…”

“Tak perlu mengatakannya lagi!” potong Qing’er. “Orang sepintar aku, mana mau menyelinap masuk di antara kalian hanya untuk menjadi kambing congek? Itu menghina diriku sendiri. Memangnya aku kelak tidak bisa punya pujaan hati lagi?”

Mata Erkang berbinar. “Qing’er, kau sudah berubah!”

“Apa?”

“Kau bukan lagi gadis kecil kekanakan yang selalu berdiri di sampaing lao Foye. Kau sudah berubah menjadi wanita sejati. Ziwei pernah mengatakan kau seperti api yang terkubur dalam gunung es. Di luar tampak alim dan dingin, tapi di dalam begitu membara dan bergejolak!”

Qing’er terpana. “Ziwei bilang begitu? Ternyata Ziwei sangat memahami diriku!”

Qing’er kembali melanjutkan. “Kurasa, kita akan terus bersahabat sampai tua. Aku tidak ingin menghancurkan hubungan seindah ini!”

“Aku juga! Kita akan bersahabat selamanya dan itu tak akan berubah!” kata Erkang tulus.

***

Selesai bicara dengan Erkang, Qing’er kembali ke Istana Zhuning dan bicara kepada Ibu Suri.

“Lao Foye, mohon jangan menjodohkanku lagi dengan Erkang. sekarang dia sudah seperti saudara saja bagiku.”

“Tapi, bukankah dulu hanya dia yang kau sukai?”

“Sekarang rasa suka itu masih ada. Tapi bukan lagi untuk Erkang. melainkan untuk seseorang dalam imajinasiku. Aku berharap bisa seperti Ziwei, memiliki pasangan yang hanya mencintai dirinya seorang.”

“Mana ada pria semacam itu di lingkungan kita? Jika kau tidak menikahi Erkang sekarang, bagaimana nasibmu nanti?”

“Aku tahu Lao Foye sangat menyayangiku. Anda memikirkan masa depanku. Begini saja, berikan saja aku hak untuk menentukan perjodohanku. Kalau suatu hari aku telah bertemu pria yang tepat, aku pasti akan mengatakannya pada Lao Foye dan waktu itu, bantulah aku untuk ‘membereskannya’!”

Ibu Suri menyerah. “Baiklah kalau begitu. Bila kau telah bertemu pria itu, jangan tidak memberitahuku, ya!”

Qing’er seperti baru terbebas dari beban berat. Dia tertawa lepas.

***
Hari itu bersama dengan Qing’er, Ibu Suri mendatangi Paviliun Shuofang.

“Ziwei! Xiao Yanzi! Aku sengaja datang menengok kalian! Apa ada yang kurang di Paviliun Shuofang ini?” Ibu Suri bertanya penuh perhatian. “Apa selimutnya cukup? Apa masih perlu membuat beberapa pakaian musim dingin lagi?”

Ziwei dan Xiao Yanzi terkejut. Ini pertama kalinya Ibu Suri bicara lemah lembut begini terhadap mereka. Erkang dan Yongqi yang juga berada di sana juga tidak kalah heran. Mereka bersama memberi salam hormat sambil mengucapkan terima kasih.

“Duli, Lao Foye! Kami tak kekurangan apa pun! Terima kasih atas perhatiannya!”

Ibu Suri menatap Erkang yang tampak gelisah. Erkang khawatir Ibu Suri akan membahas soal Qing’er lagi dengannya. Tapi rupanya Ibu Suri membicarakan soal lain.

“Erkang, bagaimana kabar ibumu? Kurasa kali ini dia amat menderita karena kepergianmu!”

Erkang terkejut sekaligus senang ditanyai seperti itu. Dia menjawab, “Duli Lao Foye, sejak hamba pulang, ayah dan ibu gembira sekali. Semuanya baik-baik saja!”

“Lalu, kapan adikmu, Ertai akan pulang?’

“Ertai sebenarnya sudah akan berangkat ke Beijing. Tapi rupanya Saiya mengandung, jadi mereka menunda keberangkatan mereka.”

“Wah, bagus sekali! Tampaknya adikmu selangkah lebih maju darimu! Kurasa, pernikahan kalian pun tak boleh dirunda lagi! Besok aku akan menemui Kaisar untuk membicarakan hal ini!”

Yongqi tak dapat menahan diri berkata, “Jadi, Lao Foye tidak menentang pernikahan kami?”

Ibu Suri menatap Yongqi serta Xiao Yanzi. Dia menarik keduanya dengan masing-masing tangan.

“Yongqi, calon istrimu ini bukan aku yang memilih, jadi awalnya aku kurang puas. Tapi kalian telah memakai kenyataan untuk membujukku. Aku pun tersentuh. Aku tak menentang kalian lagi! Aku telah menerima kalian, dan berharap kalian juga menerimaku!”

Yongqi dan Xiao Yanzi sungguh terharu. Mereka berujar, “Terima kasih banyak, Lao Foye!”

Ibu Suri melepas tangannya dan beralih ke Erkang-Ziwei. “Ziwei, Erkang, kalian berdua telah menghadapi begitu banyak cobaan. Tapi sangat berkeyakinan satu sama lain. Mau tak mau, aku memberikan restuku! Aku tidak akan menghalangi kalian lagi!”

Ziwei merasa amat bahagia. “Lao Foye, aku tak menginginkan hal lain selain restu dari Anda!”

Xiao Yanzi merasa gembira. “Jadi, lain kali kalau aku salah bicara, apa Lao Foye akan marah padaku?”

“Tidak!” Ibu Suri berujar sambil tersenyum tipis. “Aku hanya akan menganggapnya sebagai keajaiban Kota Kenangan!”

“Kota Kenangan?” Xiao Yanzi berseru kaget. “Bagaimana Lao Foye bisa tahu kata-kata itu?”

“Aku yang memberitahunya,” timpal Qing’er. “Semua kisah kalian sewaktu di luar istana, kuceritakan pada Lao Foye. Dan Lao Foye sangat berminat mendengarkan!”

Ibu Suri menggandeng Ziwei dan Xiao Yanzi dan berkata lembut, “Cucu-cucuku, dulu di antara kita ada begitu banyak kesalah pahaman. Apakah kalian tidak lagi menyalahkan Nenek?”

“Nenek?!” Xiao Yanzi membelalakkan mata.

“Ya, Nenek! Bukankah di keluarga biasa, panggilan seperti itu lumrah? Aku ingat, ada yang pernah bilang kalau panggilan Lao Foye itu terdengar aneh. Jadi sekarang aku inginnya menjadi nenek yang biasa-biasa saja!”

Xiao Yanzi sungguh terharu dan senang. “Nenek! Aku bahagia sekali! Aku sudah punya ayah, kakak dan sekarang juga punya Nenek!”

“Lao Foye! Anda membuat kami mensyukuri keputusan kami untuk kembali ke sini!” seru Ziwei.

Ibu Suri pun mendekap kedua gadis itu erat-erat.

***

Akhirnya, Graha Huipin dibuka kembali.

Upacara pembukaannya berlangsung meriah. Xiao Yanzi, Ziwei, Erkang dan Yongqi ikut hadir di sana.

Wajah Liu Qing, Liu Hong dan Jinshuo tampak sumringah. Jinshuo berkesempatan bicara pada Ziwei dan Erkang,

“Nona, Tuan Muda Erkang, aku tak hentinya berterima kasih pada kalian! Dulu aku begitu bodoh, nyaris menyalah artikan maksud baik kalian! Sekarang aku sangat bahagia dan puas.”

Xiao Yanzi langsung memotong perkataan Jinshuo. “Kalian semua mestinya berterima kasih padaku! Kalau bukan karena aku yang bisa jadi Putri Huanzhu, mana mungkin kalian semua bisa bertemu seperti ini?”

“Kata-kata Xiao Yanzi benar sekali!” timpal Yongqi. “Kalau dia tidak jadi Putri, entah kisahku akan seperti apa?”

“Juga kisahku! Entah akan diceritakan bagaimana?” nimbrung Xiao Jian.

“O, kalau begitu, tetap Xiao Yanzi yang paling hebat, ya?” seru Liu Hong.

“Memang benar!” kata Xiao Yanzi berbangga diri.

Suara tambur dan gong bersahut-sahutan. Orang-orang berparade menyerukan yel-yel kesuksesan bagi Graha Huipin.

Saat prosesi pembukaan selesai, tamu-tamu dipersilakan memasuki Graha Huipin. Ketika Xiao Yanzi dan kawan-kawan tengah sibuk mengurus para tamu, Qianlong dan Fulun mendadak muncul.

“Ha ha! Akhirnya aku juga bisa menyaksikan pembukaan Graha Huipin!” seru Qianlong sambil tertawa-tawa.

Semuanya terkejut. Erkang berseru, “Ayah! Tuan Besar! Mengapa kalian datang ke sini?”

“Tuan Besar ingin memberi selamat langsung pada teman-teman kalian! Aku pun menemani Beliau ke sini!” kata Fulun.

“Mari duduk! Silakan duduk!”

“Huang Ama! mengapa tidak bilang jika hendak kemari? Benar-benar mengejutkan!” Yongqi kegirangan.

Ziwei, Xiao Yanzi dan Yongqi buru-buru menyiapkan kursi di sebuah meja bundar dan menambahkan beberapa pasang sumpit. Semua sibuk melayani Qianlong. hanya Xiao Jian yang agak menjauh dan mengawasi semua orang.

Dilihatnya Qianlong yang tidak berbasa-basi. Lalu ganti melihat Xiao Yanzi yang usil, ceroboh, lugu… tiba-tiba dia merasa ragu. Sungguhkah Xiao Yanzi ini adik kandungnya?

Semula Xiao Jian hendak mengajak Xiao Yanzi menemui Qinghui Shetai sekembalinya ke Beijing. Tapi sampai sekarang hal itu belum terlaksana. Xiao Yanzi tidak pernah minta penjelasan lebih soal masa lalunya. Hanya Xiao Jian yang merasa was-was. Dulu Qinghui Shetai bilang pernah merawat beberapa anak di klentengnya. Sungguhkah yang dimaksud Qinghui Shetai sebagai adik kandungnya adalah anak yang mirip dengan Putri Huanzhu ini?

Sementara Xiao Jian tengah melamun, Qianlong telah duduk dan lain-lainnya mengelilinginya. Cawan-cawan arak disiapkan. Mereka hendak bersulang.

Qianlong mengangkat cawannya. “Kebahagiaan kalian adalah kebahagiaanku juga! Liu Qing, Liu Hong, Xiao Jian! kalian telah banyak membantu anak-anakku! Aku mengucapkan banyak terima kasih paling tulus dari hatiku! Mari, kita semua bersulang!”

Mendengar Qianlong menyebut namanya, Xiao Jian tamapk terkejut. Secara refleks, dia mengangkat cawannya dan mereguk isinya sampai habis.

Cawa-cawan diisi kembali. Qianlong tiba-tiba berkata pada Xiao Jian, “Xiao Jian! kisah mengenai dirimu dan Xiao Yanzi masih tidak terlalu kupahami. Bisakah kau menjelaskannya padaku?”

Xiao Jian tidak menyangka Qianlong akan bertanya seperti itu. Jantungnya berdebar. Melihat Qianlong yang tulus, sadarlah Xiao Jian kalau dendam dan kebencian masa lalunya mungkin telah mereda. Hatinya terasa lapang ketika dia berkata,

"Anda tak perlu memahaminya. Karena aku pun tidak terlalu tahu dengan jelas. di dalam kehidupan manusia, ada banyak hal yang tidak jelas. hidup penuh kebahagiaan serta ketenangan jauh lebih berharga dari apapun. Pribadi Anda yang sangat welas asih sangat jauh dari perkiraanku semula!”

“Bagus sekali pujianmu! Kata-kata tadi, artinya sangat besar bagiku!” ucap Qianlong.

“Juga bagiku!”

Erkang menatap Xiao Jian. dengan penuh kekaguman, ditepuk-tepuknya bahu Xiao Jian dan berkata lantang, “Mari! Kita bersulang sekali lagi demi persatuan kita kembali! Demi… sesuatu peristwa yang merubah dendam dan kebencian menjadi kebahagiaan! Mari bersulang!”

Xiao Jian menatap Erkang penuh makna.

“Ganbei!” seru Qianlong.

“Ganbei!” seruan sukacita menggelegar. “Ganbei!”

Xiao Jian langsung menenggak habis cawannya. Dilihatnya Xiao Yanzi terus-menerus. Seandainya dia pun telah salah mengakui Xiao Yanzi selaku adiknya, peristiwa ini tetap merupakan hadiah dari Tuhan untuk mengenyahkan beban dan kepedihan dalam hidupnya!

***

Dalam sekejap mata, musim dingin telah tiba. Hujan salju telah turun beberapa kali dan udara menjadi sangat dingin. Namun di Paviliun Shuofang, suasana tetap hangat dengan api perapian yang senantiasa menyala.

Hari itu, Qianlong mengunjungi Paviliun Shuofang. Dengan penuh semangat dia berseru, “Aku membawa kabar gembira! Pernikahan kalian akan segera dilaksanakan!”

Mereka semua terpana. Erkang langsung bertanya, “Yang Mulia! Apakah Anda sudah menetapkan harinya?”

“Tentu saja! Kalau tidak, kalian pasti sudah gelisah setengah mati!”

Wajah Xiao Yanzi dan Ziwei merah padam. Mereka menggeliat gelisah. “Mana mungkin?”

Qianlong memelototi kedua gadis itu. “O, jadi tidak mungkin? Baiklah, kalau begitu tidak usah buru-buru! Kalian tinggal saja di sini dua tahun lagi!”

Erkang dan Yongqi langsung cemas mendengarnya. Yongqi tersipu sambil berkata, “Huang Ama, Tuan Putri mungkin tak ingin buru-buru, tapi Pangeran maunya cepat-cepat…” (Xixixixi)

“Ha ha!” Qianlong terbahak. “Pokoknya pernikahan kalian tak boleh ditunda lagi! Aku sengaja kemari untuk mendiskusikannya dengan kalian. Begini, setelah tahun baru, pada tanggal dua bulan dua, itu adalah hari baik. Kupikir aku bisa menikahkan kalian di hari yang sama. Kalau tidak, berarti Yongqi yang terlebih dahulu menikahi Xiao Yanzi, baru tiga bulan kemudian Ziwei menikah. Bagaimana?”

Erkang mana mungkin bisa menunggu tiga bulan lagi? Dia buru-buru berkata, “Hamba rasa, bagus sekali jika kami bisa menikah pada hari yang sama. Ziwei dan Xiao Yanzi dekat seperti saudara kandung. Apalagi, istana cukup menyelenggarakan satu kali pesta pernikahan saja! Pada hari yang sama, Kaisar menikahkan putri dan memperoleh menantu perempuan. Dua kebahagiaan ganda berlangsung, ini merupakan keberuntungan!”

“Baiklah! Kalau begitu, kita laksanakan di hari itu saja! Tapi Paviliun Shuofang ini selamanya akan menjadi kediaman bagi kedua Putri. Para kasim dan dayang tetap tinggal di sini dan kedua Putri boleh kapan saja kembali untuk tinggal!”

Mata Erkang berbinar. Dia berseru gembira, “Terima kasih, Yang Mulia! Hamba pasti akan mematuhi perintah!”

Yongqi juga ikut berseru, “Terima kasih, Huang Ama!”

Sementara Ziwei dan Xiao Yanzi tampak malu-malu kucing.

***

Hari-hari berikutnya sibuk dengan persiapan pernikahan.

Beberapa hari sebelum pernikahan, Permaisuri dan Bibi Rong datang ke Paviliun Shuofang membawa dua helai pakaian pengantin. Kedua pakaian itu bermotif burung phoenix dan disulam dengan benang emas.

Permaisuri menyerahkan pakaian yang dibawanya seraya berkata tulus, “Ziwei, Xiao Yanzi, aku tidak tahu bagaimana cara menyampaikan penghargaan serta terima kasihku. Hanya ini yang bisa kulakukan, membuat pakaian pengantin kalian! Aku dan Bibi Rong bekerja keras mengerjakannya. Pakaian ini terbuat dari kain terbaik dari seluruh negeri. Sulamannya kami kerjakan sendiri! Kami harap kalian sudi menerimanya.”

Ziwei dan Xiao Yanzi terpana. Tidak pernah membayangkan Permaisuri akan melakukan hal seperti itu.

Bibi Rong menatap keduanya seraya berkata penuh hormat, “Setiap sulaman pada pakaian ini, mengandung ucapan maaf. Pakaian ini merupakan kumpulan dari permintaan maaf yang tak terhitung jumlahnya! Mohon Putri berdua sudi menerimanya!”

Ziwei mengulurkan tangan menerima pakaian dari Permaisuri dan Bibi Rong. Lalu tanpa menahan diri, dipeluknya Permaisuri erat-erat.

“Inilah saat yang paling kurindukan! Tuhan akhirnya mengabulkan doaku!”

Permaisuri balas memeluk gadis itu erat. Air matanya mengalir. Sementara Xiao Yanzi menyaksikan semuanya dengan pelupuk mata basah.

Beberapa saat kemudian, Permaisuri melepaskan pelukan Ziwei dan bertanya pada Xiao Yanzi, “Xiao Yanzi, bagaimana dengan kau?”

Xiao Yanzi juga menerima pakaian pengantinnya dan menghembuskan napas, “Aku sungguh tidak tega pada orang yang bersikap baik padaku. Kedatangan kalian seperti ini membuatku kehabisan kata-kata!”

Bibi Rong berlutut dan bersujud tiga kali. “Putri berdua, mohon maafkan semua kesalahan hamba!”

Setelah itu, Bibi Rong menggandeng tangan Permaisuri berlalu di tengah udara dingin.

***

Akhirnya tanggal dua bulan dua pun tiba.

Sesuai adat Dinasti Qing, pernikahan Kerajaan berlangsung pada malam hari. Di halaman Paviliun Shuofang menyala lampion aneka warna. Rombongan pemain musik memainkan musik pernikahan dengan gembira.

Dayang istana berpakaian bagus hilir mudik membawa nampan berisi camilan yang akan dihidangkan kepada para tamu. Liu Qing, Liu Hong, Jinshuo dan Xiao Jian juga hadir.

Suasana di aula sangat ramai karena kedua Putri tengah berdandan di sana. Ziwei dan Xiao Yanzi mengenakan pakaian yang dibuatkan Permaisuri dan Bibi Rong. Mingyue, Caixia, Selir Ling, Qing’er juga Jinshuo, sibuk mendandani mereka.

“Kalian jangan memerahi pipiku seperti pantat monyet!” komentar Xiao Yanzi.

“Aduh! Hari ini kau sudah jadi pengantin! Kenapa masih bilang kata ‘pantat’ segala?” sergah Selir Ling.

“Lho? Pengantin kan juga punya pantat!” Xiao Yanzi kembali menyebut kata itu.

“Ya ampun! Kau sebaiknya berhenti mengoceh! Pengantin wanita itu mestinya pendiam!”

“Aku tegang sekali! Sebentar lagi pasti banyak ritual yang harus dilakukan! Kalau tegang, aku jadi suka bicara. Bagaimana kalau nanti aku melakukan kesalahan?”

“Kau tenang saja! Nanti kau akan didampingin pendamping yang akan memberimu instruksi. Kau tak mungkin melakukan kesalahan!” tukas Selir Ling.

“Xiao Yanzi, begitu cadar pengantin menutup wajahmu, kau jangan bicara lagi! Kalau pengantin wanita bicara, orang-orang akan menertawakanmu!” Qing'er ikut memberi petunjuk.

Xiao Yanzi terus menelan ludah. Dia mengangguk dengan tegang.

Selir Ling tiba-tiba teringat sesuatu. “Apelnya! Cepat ambil apel kemari!”

Pada pernikahan adat Manchu, mempelai wanita mesti membawa buah apel dalam genggamannya. Selir Ling meletakkan kedua apel masing-masing ke tangan Ziwei dan Xiao Yanzi. “Pegang yang erat! Jangan sampai jatuh, ya!”

Ziwei memegang erat apelnya, sementara Xiao Yanzi langsung menggigit dan mengunyahnya.

“Astaga! Kenapa apelnya kau makan?”

Xiao Yanzi terpana, “Aku lapar sekali! Kenapa ketika mendapat sebutir apel tak boleh dimakan?”

“Karena apel itu salah satu benda keberuntungan dalam pernikahan. Ia mewakili kedamaian seperti yang diinginkan!”

“Kalau begitu, bukankah lebih aman jika menelan ‘kedamaian’ itu dan menyimpannya di perutku?”

“Tidak boleh begitu!” Selir Ling nyaris pingsan. “Cepat ambil apel pengganti! Cepat!”

Para dayang mengambil apel pengganti bagi Xiao Yanzi. Belum sekejap, Selir Ling histeris lagi. “Astaga! Di mana kunci kebahagiaan? Kita melupakan benda itu!”

“Sepertinya masih di Istana Zhuning. Lao Foye menyimpannya. Biar aku ke sana untuk ambil!” kata Qing’er.

“Baik! Lekaslah kau ke sana!”

Qing’er buru-buru keluar. Tanpa sengaja dia bertabrakan dengan Xiao Jian di pintu.

Xiao Jian dengan sigap mengulurkan tangan menangkap Qing’er agar tidak terjatuh. Qing’er menengadahkan kepala dengan kaget. Melihat raut wajah pria asing yang tampan itu, Qing’er tanpa sadar bergumam, “Kau Xiao Jian kah?”

Xiao Jian juga terpana. Dia spontan berkata, “Kau Qing’er?”

“Benar…, aku Qing’er!”

“Qing’er…, sudah lama aku mendengar namamu…”

“Aku juga…”

Keduanya saling menatap beberapa saat sampai terdengar suara Selir Ling dari aula, “Qing’er! Kunci kebahagiaannya sudah ketemu! Rupanya terselip di sini!”

Qing’er hendak kembali lagi ke dalam tapi baru beberapa langkah dia berbalik lagi menatap Xiao Jian yang ternyata masih terus melihatnya.

“Qing’er! Qing’er! Di mana kau???” teriak Selir Ling.

Qing’er tersadar dan buru-buru menyahut, “Ya! Ya! Aku datang!” Barulah dia benar-benar masuk ke aula.

Xiao Jian masih terpaku di tempatnya. Gadis tadi seperti dewi yang ditemuinya dalam mimpi.

Liu Qing menghampiri dan menepuk bahunya, “Kau sedang lihat apa?”

Xiao Jian bergumam sepeti orang mabuk, “Berkali-kali mencarinya di kerumuman, ternyata dia ada di bawah cahaya lentera!”

Liu Qing bengong melihat Xiao Jian.

Akhirnya, kedua mempelai selesai berias. Cadar mereka telah dikenakan dan dengan lemah gemulai berjalan keluar menuju tandu pengantin.

Liu Qing, Liu Hong dan Xiao Jian seretak berseru, “Ziwei! Xiao Yanzi! Selamat ya!”

Para tamu bertepuk tangan dan petasan diledakkan berkali-kali. Ketika tandu diangkat, rombongan musik, pembawa lampion dan arak-arakan bergerak bersamaan.

Erkang dan Yongqi telah menunggu di depan gerbang Paviliun Shuofang. Mereka menunggang kuda, tampak gagah dan diliputi sukacita.

Namun keempatnya tidak pernah menyangka kejutan apa yang akan mereka peroleh nanti…

***

Upacara yang panjang akhirnya usai. Erkang menatap pengantinnya yang bercadar merah duduk tenang di tepi ranjang. Para pengiring pengantin berdiri di sisi-sisinya, membawa nampan berisi aneka perlengkapan pengantin.

Erkang menatap pengantinnya dengan penuh perasaan. Jantungnya berdegup kencang. “Ziwei,” katanya dalam hati. “Akhirnya aku berhasil menyuntingmu. Aku bersumpah, mulai hari ini, dalam kehidupan kita akan selalu diliputi kebahagiaan!”

Pengiring pengantin mempersilakan Erkang membuka cadar. Karena grogi, tangan Erkang sampai gemetaran. Cadar terbuka dan perlahan-lahan meluncur jatuh. Erkang menatap mempelainya dan sejurus kemudian dia melompat kaget.

“Haaaah???”

Xiao Yanzi menengadah dan tampak kaget sekali. Dia ikut berteriak, “Haaaah???”

Menyaksikan kejadian ini, para pengiring pengantin juga berteriak, “Haaaah???”

Dan dalam sekejap kamar pengantin pun heboh. Xiao Yanzi mengomel panjang lebar, “Aku disuruh tidak boleh bicara, eh tahu-tahunya malah orang lain yang melakukan kesalahan! Sebenarnya kenapa bisa sampai salah begini?!!”

Para pengiring pengantin segera berteriak nyaring, “Cepat tutup lagi cadarnya! Beritahu pemimpin upacaranya! Mempelai wanitanya salah antar! Mempelai wanitanya salah antar!!!”

***

Di tempat Yongqi, suasana juga sama kacaunya. Para pengiring pengantin lekas-lekas menutup kembali cadar Ziwei dan membawanya ke tempat Erkang. Ini sungguh kejadian pernikahan langka pada masa Dinasti Qing!

Akhirnya, Ziwei sampai juga di kamar pengantinnya. Ketika Erkang membuka cadarnya, keduanya bertatapan penuh perasaan.

Para pengiring pengantin mempersilakan keduanya bersulang dan mengikat bagian bawah jubah mereka sesuai adat.

“Ziwei, akhirnya kau menjadi mempelaiku! Sudah susah payah aku menanti, ketika harinya tiba, aku malah dikejutkan sampai sekujur tubuhku berkeringat dingin! Ziwei, sekarang, kita akan bersama-sama selamanya!”

Ziwei tersenyum bahagia. Namun pada saat bersamaan dia menyadari kalau pernikahan bukanlah akhir dari semua kisah mereka. Melainkan awal lain dari kehidupan mereka…

***

Bagaimana dengan Xiao Yanzi dan Yongqi?

Setelah mempersilakan pasangan pengantin minum arak dan mengikat tepi bawah jubah mereka, para pengiring pengantin pun undur diri dari kamar.

Xiao Yanzi menhembuskan napas. “Apa sekarang aku sudah boleh bicara?”

“Tentu saja! Sekarang kau sudah boleh bicara,” ujar Yongqi penuh perasaan.

Xiao Yanzi serta merta merasa rileks. “Sudah tersiksa seharian, aku malah dikirim ke tempat Erkang! Muka Erkang sampai biru saking kagetnya…”

“Kau tidak lihat aku sih…, mukaku juga sudah berubah jadi hijau tadi…,” Yongqi menatap mata bulat bening serta wajah cantik mempelainya. Perasaan cinta menyusup dan memenuhi seluruh hatinya.

“Oh Tuhan, kau cantik sekali! Jangan bergerak! Aku mau melakukan sesuatu!”

Yongqi menunduk hendak mencium Xiao Yanzi.

Di luar jendela, Liu Qing, Liu Hong, Jinshuo, Xiao Jian dan beberapa tamu lain berusaha mengintip. Ada yang tertawa, ada juga yang menabrak kusen jendela dengan berisik.

Xiao Yanzi serta merta terperanjat. Dia langsung mendorong Yongqi menjauh dan berteriak keras, “Di sana ada maling!” Xiao Yanzi melompat menuju jendela. “Maling sialan! Kau mau lari ke mana???”

Xiao Yanzi lupa kalau tepi bawah jubahnya diikat bersama jubah Yongqi. Sehingga Yongqi ikut terhempas olehnya. Mereka melayang dan jatuh bersama seraya berseru, “Huaaaaa….!!!”

SELESAI

Akhirnya, selesai juga sinopsis novel Putri Huanzhu Bagian kedua ini.

Setelah bersama cerita ini selama enam bulan, saya sangat lega akhirnya bisa kelar. Mohon maaf jika ada kalanya penulisan tersendat sehingga jeda antara satu episode ke episode lainnya cukup lama baru diposting.

Terima kasih atas antusiasme pembaca PD terhadap sinopsis ini. Terus terang, saya beberapa kali nyaris berhenti dan tak mau melanjutkan. Tapi membaca komentar-komentar sinopsis selalu bisa memberi semangat baru. Paling tidak, saya harus menyelesaikan sesuatu yang sudah saya mulai. Dan syukurlah, saya berhasil melakukannya.

Saya tidak akan menulis sinopsis Putri Huanzhu bagian III. Alasan pertama karena saya sudah tidak punya novelnya. Alasan kedua karena menurut saya, kisahnya sudah tidak relevan. Mestinya, Qiong Yao menulis kisah sambungan tentang Xiao Jian dan Qing’er saja. Xiao Yanzi serta yang lainnya hanya ditempatkan sebagai tokoh-tokoh pendukung. Terus-terusan menjadikan Xiao Yanzi sebagai sorotan utama dengan karakter yang tidak berkembang tentu saja membosankan.

Putri Huanzhu remake mulai tayang di China 1 Agustus ini. Mudah-mudahan untuk cerita usai kedua pasangan ini menikah, lebih bagus dari yang pernah dibuat dulu. Kita berharap saja ia juga diputar di Indonesia kelak.

Usai proyek Putri Huanzhu, saya belum tahu mau menulis apalagi di blog PD. Kemungkinan saya mengundurkan diri sebagai penulis dan hanya menjadi pembaca blog keren ini. Bagi sesiapa yang ingin membaca tulisan saya yang lain, boleh mengunjungi web: Merlinschinesestories@blogspot.com – yang memuat tulisan-tulisan fiksi saya mengenai sejarah China. Atau yang sudah berteman dengan saya di facebook boleh mampir membaca beberapa catatan saya di sana.

Sekarang saya bisa kembali ke aktivitas lama yang sudah sangat dirindukan. Membaca majalah National Gaeographic tiap minggu dan menonton saluran televisi satelit. Novel-novel saya juga sudah berjejer menggoda minta dibaca. Ada Si Cantik dari Notre Dame, Tetralogi Bumi-Manusianya Pramoedya Ananta Toer serta The Pilgrimage karya Paulo Coelho dan masih ada beberapa lagi...

Saya juga mau mengucapkan terima kasih banyak pada keluarga besar Rainbow Family yang telah memberi kesempatan memosting tulisan di blog ini. Spesial buat Ari, thanks, thanks a lot! Kaulah penncetusnya!

Dan untuk semua pembaca, komentator, para pendukung, mohon maaf jika ada kata-kata atau alinea yang disensor dalam sinopsis ini. Namanya juga sinop, pasti ada cut sana -cut sini. He he…

Untuk semuanya: terima kasih dan terima kasih beribu kali! Panjang Umur Putri Huanzhu! Wanshui!

***

Catatan Penutup dari Tante Qiong Yao:

Ada alasan mengapa saya menulis bagian kedua Putri Huanzhu. Pertama karena besarnya sambutan edisi pertama dan yang kedua, karena bagian pertama hanya berakhir pada pengakuan Qianlong terhadap Ziwei.

Ini novel terpanjang yang pernah saya tulis. Saya begitu sibuk sehingga tidak mengira, untuk membuat buku kedua ini saya telah menulis sekitar satu juta lima ratus kata!

Bagian yang ingin saya singgung di sini adalah mengenai Selir Xiang. Sebenarnya wanita seperti apakah Selir Xiang itu? Apa yang membuatnya jauh-jauh meninggalkan tempat asalnya di Xinjiang dan masuk istana menjadi Selir? Berbagai misteri yang belum dapat dijelaskan masih melingkupinya.

Imajinasi saya sangat tinggi. Berbagai legenda ditambah teori dari arkeolog membuat saya terbius untuk memecahkan teka-teki Selir Xiang. Saya memberanikan diri merekayasa cerita lain mengenai dirinya.

Mengenai Xiao Jian yang meragukan hubungannya dengan Xiao Yanzi, saya menyediakan tempat bagi pembaca untuk memikirkannya sendiri. Qianlong saja bisa salah mengakui Putri, bagaimana Xiao Jian tidak bisa salah mengakui adiknya? Lalu tentang Qing’er dan Xiao Jian, adakah kemungkinan keduanya bisa bersatu? Meski Ibu Suri telah memberi Qing’er hak khusus untuk menentukan perjodohannya sendiri, akankah dia merestui Qing’er bersama pria semisterius Xiao Jian?

Dalam sejarah resmi, Pangeran Kelima Yongqi hanya hidup sampai berumur 25 tahun. Dalam kisah ini saya telah samar-samar menulisnya sebagai ‘Pangeran yang mati muda’. Silakan pembaca berimajinasi sendiri.

Oleh karena itu, pertahankanlah sikap santai waktu menikmati kisah ini. Isinya memang agak absurd, aneh, romantis sekaligus dramatis… Namun saya telah menulisnya dengan segenap kemampuan yang saya miliki.


Qiong Yao,
Taipei, Keyuan,
8 Maret 1999.


[Sinopsis Novel] Putri Huan Zhu/ Huanzhu Ge Ge II Bagian 14


Judul Asli : Huan Zhu Ge Ge II-5: Hung Chen Chuo Pan
Pengarang : Chiung Yao (Qiong Yao)
Penerbit : Crown Publishing Co., Taipei – Thaiwan

Judul Bahasa Indonesia: Putri Huan Zhu II-5: Kembali Ke Kota Kenangan
Alih bahasa : Pangesti A. Bernardus (koordinator), Yasmin Kania Dewi, Tutut Bintoro
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama, Mei 2000

Cerita Sebelumnya:
Xiao Jian dan Yongqi benar-benar terlibat perang dingin pada episode yang lalu. Setelah mengalamai serangkaian tuduhan akibat kecemburuan Yongqi, Xiao Jian sungguh tidak tahan lagi. Akhirnya dia membeberkan rahasia yang selama ini dia pendam. Xiao Yanzi selama ini mengira dia sebatang kara, sama sekali tidak menyangka, ternyata Xiao Jian adalah saudara laki-laki yang selama ini mencari-carinya.



XIV

Malam setelah Xiao Jian mengakuinya sebagai saaudara, Xiao Yanzi tidak bisa tidur.

Dia berjalan mondar-mandir dalam kamar, terus-terus bicara sendiri, “Aku tidak sebatang kara…, aku punya kakak! Xiao Jian! Setelah sekian lama mengenalnya, kenapa tak terpikirkan kalau dia kakakku? Ha ha!”

Ziwei dan Liu Hong jadi sulit tidur juga gara-gara kelakuan Xiao Yanzi. Mereka melihat gadis yang bicara dan tertawa sendiri itu sudah seperti orang gila. Ziwei turun dari ranjang dan menarik tangan Xiao Yanzi. “Tak lama lagi subuh! Ayo lekas tidur!”

“Tidak mau!”

“Kenapa?”

“Selama ini hal-hal baik jarang terjadi padaku. Aku yakin ini cuma mimpi! Saat aku terbangun, kakakku sudah hilang!”

“Semalaman kami mendengar kau bicara sendiri hingga kuping kami hampir berair!” seru Liu Hong. “Sudah cukup kamu merasakan kesenanganmu! Cepat tidur! Besok saat kau bangun, kakakmu masih berada di sini!”

“Ssst…! Jangan ribut! Kau akan membangunkan para peri! Kalau mereka marah dan tidak jadi memberiku kakak bagaimana?”

“Celaka! Orang ini sudah sinting!” Liu Hong menarik selimut sampai kepala. “Terserah kalau kau mau begadang! Tapi aku mau tidur!”

Xiao Yanzi menahan Ziwei dan berkata memelas, “Ziwei, kumohon jangan tidur! Temani aku ngobrol, ya?”

“Kau mau mengobrol apa?”

“Aku punya kakak! Aku benar-benar punya kakak lho!”

“YA AMPUN! Tidak adakah yang lain??”

“Yang lain?” Xiao Yanzi terkekeh. “Xiao Jian punya adik, dan adiknya itu aku!”

Bruk! Ziwei menjatuhkan diri ke ranjang, nyaris pingsan mendengarnya.

***

Keesokan harinya, Xiao Jian mengajak Xiao Yanzi pergi berdua saja.

Keduanya tiba di sebuah bukit di luar kota. Ada beberapa masalah pribadi yang ingin dibicarakannya dengan adiknya itu.

Xiao Jian menceritakan ringkasan kisah keluarga mereka. “Ayah kita bernama Fang Chun. Dia pria hebat yang menguasai sastra serta kungfu, tampan juga berbakat. Karena terlalu menonjol, dia menjadi agak sombong sehingga suka menyinggung perasaan orang lain…”

“Pokoknya ayah kita pria hebat! Ibu kita juga! Dia wanita luar biasa! Keluarga kita sangat tepelajar, punya tanah, harta dan rumah. Hanya saja, sekarang tanah kita sudah tak bersisa. Setelah ayah dan ibu meninggal, keluarga kita jadi berantakan!”

“Jadi…, siapa musuh keluargakita sebenarnya? Katamu dendam keluarga kita telah terbalaskan, bagaimana caranya?”

Xiao Jian menatap Xiao Yanzi sesaat. “Xiao Yanzi, kau telah kuakui sebagai saudara kandung. Aku ingin kau mempertahankan segala sifat istimewamu: gembira dan penuh semangat. Jangan sampai kau menghilangkannya! Jangan pula pusatkan pikiranmu untuk dendam. Ayah dan ibu telah meninggal cukup lama. Aku telah melupakan dendam itu. kau tak perlu melibatkan diri.”

“Jadi.., apakah kau telah membunuh musuh itu?”

“Tidak…, aku tidak membunuhnya. Kurasa musuh itu sudah tidak ada. Dia telah mati.”

“Mati begitu saja? Enak betul dia!”

“Xiao Yanzi, tidak semua dendam perlu dibalas. Anggap saja semuanya telah berlalu.”

Xiao Jian mengalihkan perhatian Xiao Yanzi. “Ayo, mari lihat pedang warisan ini! Di atasnya terukir lambing keluarga kita. Kau masih ingat saat kita pertama kali bertemu? Kau merebut pedang ini dan memainkannya. Waktu itu aku belum yakin kau adikku. Aku belum bisa langsung mengakuimu. Tapi mendengar suara dan tawamu, hatiku pun terhibur!”

Xiao Yanzi menerima pedang itu dengan takzim. “Ketika itu, sama sekali tidak terlintas di pikiranku kalau ini pedang ayahku, pedang keluargaku!”

”Ayah menggunakan pedang ini mengalahkan jagoan-jagoan Jiangnan. Ilmu pedang keluarga kita sangat terkenal. Tunggu setelah keadaan stabil. Aku akan pelan-pelan mengajarimu.”

Mata Xiao Yanzi berbinar. “Sungguh? Kau mau mengajariku?”

“Tentu!” Xiao Jian mengambil serulingnya. “Seruling ini juga dulu sering dibawa ayah kita. Konon, setiap kali meriup seruling ini, burung-burung akan mendekat. Sama seperti Hanxiang yang bisa mengundang kupu-kupu!”

Xiao Yanzi mengagumi seruling itu, “Aku…, aku juga mau belajar meniupnya…”

Xiao Yanzi menengadahkan kepala menatap langit. Dia sangat terharu. Diangkatnya kedua tangannya, satu tangan memegang seruling, tangan lain memegang pedang. Lalu dia berteriak, “Ayah! Ibu! Aku dan kakak telah bersatu kembali! Apakah kalian melihat kami? Aku sangat bahagia! Aku sangat terharu!”

Melihat Xiao Yanzi seperti ini, mata Xiao Jian memancarkan cahaya. Dalam hati dia berjanji, apa pun yang terjadi kelak, dia pasti akan mempertahankan kebahagiaan gadis itu!

***

Sore itu mereka semua berjalan-jalan di jalan-jalan Nanyang. Xiao Yanzi tampak gembira, menjumpai setiap orang yang ada di jalan dan mengenalkan Xiao Jian sebagai kakaknya.

“Tenangkan dirimu! Kalau kau begini, semua orang akan mengira kau sinting!” kata Ziwei.

Xiao Yanzi memegang tangan Ziwei lalu berputar-putar, “Ziwei! Kuberitahu, aku punya marga dan nama! Juga punya kakak!”

Yongqi mengulurkan tangan dan meraba kening gadis itu. “Kau tidak demam, kan? Sepanjang hari kau hanya mengucapkan kata-kata ini. Apa kau tidak lelah?”

“Tidak! Tidak!” Xiao Yanzi berputar menuju Erkang, “Erkang, kuberitahu ya, aku punya kakak!”

Erkang menatap Xiao Jian. “Kenapa kau tidak segera mencarikan obat untuknya? Entah sampai kapan dia bicara begini terus!”

Xiao Jian merasa terharu. Dipeluknya Xiao Yanzi. “Kau sungguh membuatku tersanjung! Menyesal sekali bsaru sekarang aku mengakuimu. Kalau tahu kau begitu bahagia, dari dulu semestinya aku sudah mengakuimu. Sudahlah, jangan bicara begini terus. Karena, kau akan mirip orang gila!”

Xiao Yanzi berdiri di tengah jalan dan berteiak-teriak, “Aku punya kakak! Aku punya kakak!!!”

Kisah Xiao Jian dan Xiao Yanzi yang saling mengaku saudara kandung ini membawa kebahagiaan bagi semua orang. Namun bagi Erkang dan Ziwei yang jeli tetap merasa ada kecurigaan.

Malamnya, Erkang dan Ziwei menghampiri Xiao Jian yang sedang duduk sendirian di sebuah gazebo. Dia tengah meniup serulingnya.

Selesai Xiao Jian meniup serulingnya, Ziwei berpuisi, “Duduk di bawah kebun memainkan seruling, di kejauhan tampak dinding megah. Malam ini, untuk siapakah anngin bertiup?’

Xiao Jian menatap Erkang dan Ziwei dengan kagum. “Kau sangat puitis! Wanita yang sangat berbakat! Kau dan Erkang benar-benar pasangan serasi!”

“Di Kota Kenangan aku bukan apa-apa,” kata Ziwei. “Kau belum kenal Qing’er! Dialah yang patut disebut wanita puitis dan berbakat! Ibarat bara di bawah gunung salju. Permukaannya begitu dingin membeku, di dalamnya sangat panas bergejolak!”

Xiao Jian terpana. “Ada wanita seperti itu? Kau membuatku penasaran! Qing’er itu siapa?”

“Di Kota Kenangan ada banyak wanita. Kota itu adalah dunia wanita. Tapi wanita paling cantik di Kota Kenangan adalah Qing’er!”

Xiao Jian tidak percaya. “Kau membuatnya terdengar seperti dewi. Wanita paling cantik di dunia ini hanya kau dan Xiao Yanzi!”

“Itu karena kau belum pernah bertemu Qing’er. Kalau tak ada dia, kau dan Xiao Yanzi tidak akan pernah saling mengakui sebagai saudara. Aku dan Xiao Yanzi punya Qing’er yang selalu membantu kami di dalam istana. Di luar istana, kami punya Xiao Jian yang selalu siap membantu. Anehnya, kalian berdua tidak pernah saling mengenal!”

Xiao Jian tepekur mencoba menggambarkan sosok Qing’er dalam pikirannya. Membicarakan Qing’er, Erkang agak salah tingkah. Dia segera mengingatkan, “Ziwei, kau tampaknya sudah terlalu jauh melenceng dari maksud awal.”

Xiao Jian segera menyadari sesuatu. “Kalian sengaja mencariku? Apa ada yang ingin dibicarakan?”

“Benar! Kami kesulitan sampai menunggu Xiao Yanzi tidur baru bisa menemuimu. Kami ingin kau menuntaskan ceritamu,” kata Ziwei.

Erkang menatap Xiao Jian dan bertanya serius, “Siapa sebenarnya musuh bebuyutan yang telah membunuh ayahmu?”

Xiao Jian menatap Erkang dan Ziwei dengan waspada. “Kau sangat terus terang. Xiao Yanzi juga terus menanyakan itu. Tapi aku tidak pernah mau menjawabnya! Mengapa kalian anggap aku bakal sudi memberitahu kalian?”

“Kita sudah demikian dekat, apa yang tidak bisa diberitahukan?” sanggah Erkang. “Apa karena dendam itu belum terbalaskan? Atau karena musuhmu itu sangat kuat? Apa kau mencemaskan keselamatan Xiao Yanzi? Kalau memang begitu, lebih baik ceritakan pada kami! Apakah kau tidak merasa beban berat untuk menyimpan semua itu sendirian? Di sinilah gunanaya teman. Percayalah padaku dan Xiao Yanzi!”

“Kalau kalian menganggapku seperti saudara sendiri, jangan paksa aku mengatakannya! Mohon hormati hakku untuk menyimpan rahasia ini sendiri!”

“Kalau kau tetap tak mau bilang, itu artinya cuma ada satu alasan!” Erkang terus memburu Xiao Jian. “Musuhmu itu punya hubungan dengan kami….”

Xiao Jian terlonjak kaget. Dilihatnya Erkang sesaat lalu tertawa. “Ha ha! Kalian boleh menebak! Boleh mengarang! Tapi aku tetap tidak akan pernah mengatakannya!”

“Kaligrafi, lukisan, musik, catur, puisi, arak dan wanita selalu ada dalam kehidupannya,” Xiao Jian berdeklamasi. “Namun sekarang lima hal di antaranya yang berubah menjadi: serulling, pedang, sungai, gurun, puisi dan teh!”

“Puisi yang bagus sekali! Tidak ada satu katapun yang berhubungan dengan balas dendam!”

“Guruku adalah seorang biksu. Beliau tahu aku dipenuhi dendam kesumat. Maka beliau sering menasihatiku bahwa, kata paling bermakna dalam kehidupan ini adalah ‘memaafkan’! dia juga memintaku bersumpah untuk tidak membunuh. Dan aku telah bersumpah. Jadi dendam kesumat itu telah terkubur di dasar hatiku. Dia tak pernah jadi tujuan utama dalam hidupku!”

Erkang dan Ziwei menghembuskan napas lega. “Syukurlah! Karena bukan menjadi tujuan utama hidupmu, kami percaya itu juga tak akan menjadi tujuan utama Xiao Yanzi!”

Xiao Jian paham kalau Erkang dan Ziwei mengkhawatirkan Xiao Yanzi. “Kalian tenang saja! Dia begitu riang dan ceria. Kalau aku sampai membuatnya menjadi pendendam, arwah ayah dan ibuku pasti tidak tenang. Mereka pasti tak akan memaafkanku!”

Ziwei menatap Erkang lal, lalu berkata tenang, “Kalau begitu, kita hormati saja hak Xiao Jian!”

Erkang mengangguk. Xiao Jian kembali meraih serulingnya dan memainkan sebuah lagu.

***

Keesokan harinya, Xiao Yanzi dan kawan-kawan turun ke jalan untuk mengamen.

Tapi hari itu usaha mereka gagal. Orang-orang rupanya banyak yang berbondong-bondong ke bagian timur kota, mellihat ini, Xiao Yanzi langsung tertarik. Ditahannya seseorang untuk ditanyai.

“Semua orang pergi ke lapangan di depan sana! Hari ini ada lomba sastra oleh Pejabat Meng! Pemenangnya bisa memperoleh banyak uang! Pejabat Meng akan memberi banyak pertanyaan. Tapi soal-soalnya tidak mudah. Sebab kita harus membuat duizi – kalimat berpasangan, pantun bersambut, puisi dan menebak teka-teki! Yang kalah, nantinya disuruh minum arak!”

Erkang, Ziwei, Yongqi dan Xiao Jian langsung bersemangat. “Wah, ada acara sebagus ini? Sungguh tidak merepotkan! Kenapa kita tidak ikut serta?” Erkang berkata senang.

Akhirnya mereka semua mengikuti sayembara itu. Sesampainya di lapangan, orang sudah banyak datang berdesak-desakan. Di tengah lapangan berdiri sebuah panggung. Pejabat Meng berumur kurang lebih lima puluh. Dia duduk di tengah-tengah panggung dan kiri-kanannya duduk beberapa laki-laki berambut putih yang tampak ramah. Di kedua sisinya terdapat banyak guci dan cawan arak besar. Para gadis cantik berdiri di samping masing-masing guci.

Terdengar suara gong dipukul. massa menjadi tenang. Pejabat Meng mengulurkan tangan dan mengumumkan, “Hari ini kita kembali mengadakan festival sastra yang diselenggarakan setaun sekali! Aku telah menyediakan hadiah lima puluh tael perak bagi pemenang. Setiap peserta harus menjawab pertanyaanku. Yang salah jawab akan dihukum minum arak. Kalian boleh berebut menjawab!”

Orang-orang bertepuk tangan dan berseru-seru. Erkang bertanya, “Apakah lomba ini perorangan atau tim?”

“Ikut secara perorangan boleh, per kelompok juga boleh!”

Saat itu sudah ada beberapa kelompok yang mengumumkan identitas mereka.

“Kami kelompok Rembulan!”

“Kami kelompok Angin Sepoi!”

“Kami kelompok Anggun!”

“Dan kami ini satu keluarga! Nama kelompok kami ‘Pasti Menang – Tidak Bakal Kalah’!” teriak Xiao Yanzi.

Wohohoho! Semua orang terkejut. Mereka menatap ke arah orang yang berani omong besar itu!

“Nama apa itu? lihat saja kelompok lain, namanya bagus-bagus!” kata Yongqi.

“Kita sebut saja kelompok kita dengan sebutan Ziyan!” Erkang mengusulkan. “Demi dua orang paling istimewa dalam kelompok ini!”

“Bagus! kita namakan saja begitu! Pokoknya aku yang bertugas minum arak!” tukas Xiao Jian.

“Aku pasti tidak bisa menjawab pertanyaan. Jadi, apa yang harus kulakukan?” tanya Liu Hong.

“Kau bertugas mengawasi Xiao Yanzi! Jangan sampai dia terlalu sering membuka ‘mulut emasnya’ itu!” Ziwei tertawa.

“Hei, jangan meremehkan aku, ya! Siapa tahu ada juga soal yang bisa kujawab?” Xiao Yanzi memonyongkan mulut.

Terdengar suara gong dipukul. pejabat Meng menyebut tema pertama, “Babak pertama akan segera dimulai. Kalian kuminta membalas peribahasa empat kata. Kata pertama dan ketiga harus sama dengan peribahasaku. Peribahasa kasar atau mengandung makna sial tidak boleh digunakan. Baik, aku mulai. Qian Yan Wan Yu – ribuan kata tak terucapkan!”

Qian Hu Wan Huan – ribuan kata membujuk seseorang!” Erkang berseru.

Qian Tou Wan Shu,” Pejabat Meng berkata lagi.

Qian Tao Wan Gua – ribuan pisau mencincang hingga hancur!” Xiao Yanzi spontan berteriak.

Orang-orang langsung berteriak riuh. Dewan Juri mengumumkan, “Kelompok Ziyan dihukum minum arak karena mengucapkan peribahasa pembawa sial!”

“Waduh! Aku lupa membungkam mulutnya!” sesal Liu Hong.

Gadis cantik datang membawa secawan besar arak. Xiao Jian terpana. “Besar sekali cangkirnya!”

“Minum arak! Minum! Minum!” kerumunan berteriak. Xiao Jian terpaksa menandaskan araknya.

Kelompok lain telah melanjutkan peribahasa dan Pejabat Meng menimpali.

Qian Shan Wan Shui – ribuan gunung, puluhan ribu sungai!”

Qian Niu Wan Yang – ribuan sapi, puluhan ribu kambing!” Xiao Yanzi tak dapat menahan diri berteriak.

“Dihukum minum arak! Kelompok Ziyan kembali dihukum minum arak!’ Dewan Juri mengumumkan.

Ziwei dan lain-lainnya memelototi gadis itu. secawan besar arak kembali dihidangkan dan Xiao Jian tampak pasrah meminumnya.

Tiba-tiba, Pejabat Meng menggant tema. “San Xin Liang Yi – tiga hati dua maksud!”

Pei Xing Dai Yue – berselimut bintang, bertopi rembulan!” Erkang menukas.

Xiao Yanzi spontan berteriak lagi, “Pei Ma Dai Xiao – memakai baju berkabung!”

“Minum arak! Kelompok Ziyan kembali minum arak!” Dewan Juri berseru.

Xiao Jian berkata pada Xiao Yanzi, “Kau tak usah buka mulut lagi! Kalau aku minum terus sebanyak ini, kalian bakal harus memanggulku keluar dari tempat ini!”

“Aish, aku selalu kalah cepat membungkam mulutnya!” sesal Liu Hong. “Biasanya kalau disuruh belajar peribahasa, kau paling bego! Kenapa sekarang kau terus mencerocos?”

“Baik, baik! Aku tidak akan bicara lagi!” Xiao Yanzi membungkam mulutnya sendiri.

Kini sudah tiba babak kedua. membuat Duizi – puisi berpasangan. Pejabat Meng mengumumkan soal dengan suara jernih, “Bulan sabit bagaikan busur. Bulan pucat (bulan sabiit setelah purnama) bagaikan busur. Dawai atas bagaikan busur. Dawai bawah bagaikan busur. Nah, silakan Anda timpali!”

Kerumunan penonton terbengong. Sementara kelompok lain sibuk berdiskusi, Ziwei sudahmaju dan menimpali, “Aku akan coba membuat kalimat pasangannya. 'Kabut pagi seperti renda. Kabut malam seperti renda. Sungai timur bagaikan renda. Sungai barat bagaikan renda'!”

Pejabat Meng terkagum. Spontan dia berseru, “Nona sungguh berbakat!” Dia lalu membuat dua Duizi lagi dan Ziwei menimpalinya dengan mudah.

Lalu, Pejabat Meng mengganti tema. “Aku akan memberi soal modifikasi Duizi. Silakan Anda sekalian membuat pasangannya! 'Di taman bunga, persik mekar mewangi, teratai mekar mewangi, mawar mekar mewangi. Bunga-bunga mewangi, menwangi, mewangi'!”

Ziwei berdiskusi dengan Erkang dan Yongqi. Sementara Xioa Yanzi, entah memikirkan apa tiba-tiba tertawa sendiri.

“Membuat Duizi itu tidak susah. Aku pernah belajar sedikit. Tadi itu sih, aku bisa membuat pasangannya! Pasangannya adalah… Ha ha ha!”

“Kenapa tertawa? Itu susah sekali! Lebih baik kau diam agar aku tak dihukum minum arak lagi!” bentak Xiao Jian.

Pejabat Meng tersenyum dan mempersilakan Xiao Yanzi, “Silakan Nona menimpalinya!”

Xiao Yanzi menahan tawanya dan berkata lantang, “Baik! 'Di jalan besar, tahi manusia bau! Tahi babi bau! Tahi anjing bau! Tahi-tahi bau, bau, bau'!”

Semua orang langsung tertawa tergelak-gelak. Pejabat Meng dan Dewan Juri ikut tertawa, tak tahu harus menghukum minum arak atau memberi pujian.

Di tengah tawa seperti itu, tiba-tiba seseorang berseru, “Itu Putri Huanzhu dan Putri Mingzhu! Aku mengenali mereka! mereka putri rakyat jelata!”

Xiao Yanzi dan kawan-kawan langsung terperanjat. Pejabat Meng dan Dewan Juri sontak berdiri dan menghampiri kelompok Ziyan.

“Sungguhkah kedua Putri yang datang kemari?”

Kerumunan orang menjadi histeris dan entah siapa yang memulai, mereka berteiak-teriak, “Panjang umur Putri Huanzhu! Panjang umur Putri Mingzhu!”

Pejabat Meng menatap Erkang dan Yongqi, “Kalau begitu, salah satu dari Anda adalah Pangeran Kelima…?” Dengan sigap Pejabat Meng berkatatakzim, “Kalian sungguh orang sejati yang tak menunjukkan identitas asli! Hamba punya mata tapi tak bisa mengenali Gunung Agung di depan mata….!”

Erkang buru-buru berkata pada Pejabat Meng, “Kami bukan orang-orang yang Anda maksudkan! Kalian salah mengenali orang! Maaf, kami mohon diri!”

Erkang dan yang lainnya buru-buru meninggalkan tempat itu tergesa-gesa. Kerumunan orang masih berseru-seru. Erkang berkata heran, “Kita harus segera berangkat! Jejak kita telah tercium! Kenapa mereka sampai mengenali kita, ya?”

***

Di kediaman Keluarga He semuanya berkemas secepat kilat.

Xiao Kezi menahan Xiao Yanzi. “Kalian sungguh akan pergi? Bukankah kalian akan lebih lama tinggal di sini?”

“Tak disangka kalian masih juga dikenali orang,” gumam Nyonya He. Dia lalu meletakkan sekantong uang ke tangan Xiao Jian. “Ini ada sedikit bekal perjalanan. Terima saja, sepanjang jalan nanti, kalian pasti akan membutuhkannya!”

“Ah, kami merasa tidak enak. Sudah menerima banyak bantuan, masih juga menerima uang dari Anda,” Yongqi merasa jengah.

Xiao Jian menerima uang itu dan menyimpannya. “Ini maksud baik, tak boleh ditolak,” katanya tertawa. “Apalagi kita memang sedang bokek. Pemberian ini tulus, maka kita boleh menerimanya. Teima kasih!”

Erkang berujar sambil tertawa, “Tadinya kukira kita bisa memenangkan lima puluh tael perak di sayembara itu. tapi siapa sangka, uangnya belum sampai ke tangan, jejak kami sudah ketahuan!”

“Mungkin karena kita terlalu bersemangat menunjukkan kebolehan kita,” keluh Xiao Yanzi.

“Justru kaulah yang membuat semua orang terkagum-kagum,” kilah Ziwei sambil tertawa.

“Ha ha! Aku setuju! Aku tidak habis pikir bagaimana dia bisa menciptakan begitu banyak plesetan semacam itu!” makin dipikir, Xiao Jian semakin geli. “Duizi terakhir itu benar-benar sempurna! Bunga dipasangkan dengan tahi. Taman bunga dengan jalan raya. Bau harum dengan bau busuk. Aku benar-benar kagum dia bisa memikirkan itu!”

“Ha! Kau baru tahu sedikit kemampuan adikmu membuat kalimat!” sergah Yongqi. “Aku akan mencatat semua kalimat bagusnya dalam kitab ‘Kumpulan Kata-Kata Mutiara Putri Huanzhu’! di dalamnya ada berbagai jenis kalimat aneh. Kau tahu bagaimana Xiao Yanzi menjelaskan peribahasa San She Er Li – di usia tiga puluh seseorang seharusnya sudah mandiri? Katanya itu berarti tiga puluh orang yang sedang berbaris!”

Semua tertawa-tawa. Meski mereka sedang bersiap melarikan diri, tapi suasana hati mereka tampak riang.

Tiba-tiba seorang pelayan masuk mencari Nyonya He. “Nyonya, di luar ada dua orang yang mencari Tuan Muda Fu!”

Semuanya langsung cemas. Tanpa menunda, Erkang segera keluar. “Akan kulihat siapa. Kalian tetaplah waspada!”

Tak lama, Erkang kembali dan berseru girang, “Ziwei! Coba lihat siapa yang datang!”

Jinshuo dan Liu Qing muncul dengan wajah berdebu.

“Nona!” Jinshuo berteriak.

“Jinshuo!” Ziwei balas berseru dan lekas-lekas menyongsong memeluknya. “Jinshuo! Aku rindu padamu!”

“Aku juga!” ujar Jinshuo. “Tanda-tanda kalian sangat sukar ditemukan. Hampir saja kami menyerah dan berniat meninggalkan kota ini!”

Ziwei mendorong Jinshuo sedikit. “Bagaimana kakimu? Apa sudah pulih?”

“Ya… Liu Qing, dialah yang mengobati kakiku. Dia pintar sekali mengobatinya!” Jinshuo tersipu-sipu.

Ziwei ganti memandang Liu Qing. “Liu Qing, bukankah kau ingin bicara sesuatu denganku?”

Wajah Liu Qing merah padam. “Hm em… Apa yang terjadi dengan kalian? Sepankang jalan tadi kami mendengar nama Putri Huanzhu dan Putri Mingzhu disebut-sebut. Sebenarnya kalian tadi membuat pertunjukan apa?”

“Cuma berbalas peribahasa dan membuat Duizi!” Xiao Yanzi berkata bangga. “Aku punya berita besar untuk kalian! Aku ternyata punya marga dan nama asli. Aku punya kakak! Kuperkenalkan, ini kakakku! Xiao Jian!”

Liu Qing dan Jinshuo keheranan. “Oh, kalian mengangkat sumpah saudara ya? Selamat ya!”

“Bukan! Dia benar-benar kakak kandungku! Kakak kandung!”

“Celaka! Kalau sudah begini, dia tak akan berhenti!” Yongqi menepuk jidatnya.

Xiao Yanzi kembali teringat sesuatu. “Satu lagi. Ini adikku, Xiao Kezi!”

Jinshuo dan Liu Qing benar-benar bingung. “Sepertinya kita telah ketinggalan banyak peristiwa seru,” kaluh Jinshuo.

“Memang,” sahut Ziwei. “Lalu, apakah kalian juga akan menceritakan drama menarik di antara kalian?”

“Hm.., ya ya! Akan kukatakan!” Liu Qing menjawab seraya menggaruk kepala. “Hmmm, ada makanan tidak?”

Semua nyaris pungsan mendengarnya. Liu Hong memaki kakaknya, “Dasar bodoh! Hari itu ketika menyatakan perasaannya pada Jinshuo, kakakku ini juga bicara dulu hal-hal yang tak ada hubungannya! Akhirnya, aku juga yang membantunya bicara!”

“Aih! Kenapa kau beberkan?” Liu Qing salah tingkah.

Semuanya kembali tertawa.

Tiba-tiba, pelayan masuk lagi dan melapor pada Nyonya He. “Celaka! Nyonya! Di luar ada banyak orang yang mematai-matai rumah ini! Sepertinya mereka telah mengepung rumah ini!”

Kakak He yang juga berada di sana berseru cemas, “Cepat ikut aku! Kalian semua harus segera pergi!”

Mereka membawa barang masing-masing dan berlari ke pintu belakang. Kereta kuda telah disiapkan.

Tiba-tiba, sebarisan pengawal kerajaan muncul dan berbaris rapi. Mereka memberi salam, “Salam sejahtera bagi Pangeran Kelima! Salam sejahtera bagi Putri Huanzhu! Salam sejahtera bagi Putri Ziwei! Salam sejahtera Tuan Muda Fu…”

Semuanya terperanjat. Yang laki-laki telah siap menghunus senjata.

“Karena kalian telah mengenalli kami, lekas menyongkir! Jangan memaksa kami melukai kalian!” seru Erkang penuh wibawa.

Para pengawal tidak melawan. Salah satu pengawal berkata hormat, “Majikan kami ingin menemui Tuan Muda Fu!”

“Siapa majikan kalian?”

Lalu terdengar seruan, “Erkang! Letakkan senjatamu! Jangan sampai melukai orang sendiri!”

Erkang kaget sekali. Dia melihat Fulun mendekat. Dijatuhkannya senjata seraya berseru kaget, “Ayah? Mengapa Anda bisa sampai di sini?”

Semua terpaku. Fulun menatap mereka dan berkata dengan penuh perasaan, “Akhirnya aku bisa menemukan kalian! Erkang, bagaimana lukamu? Dan Ziwei, apakah matamu telah diobati?”

Erkang menarik Ziwei berlutut. “Ayah!”

Fulun menatap keduanya terharu. Melihat Erkang baik-baik saja dan Ziwei bisa melihat lagi, beban hatinya langsung hilang. Dia menengadahkan kepala dan bertanya, “Apakah ada tempat kita bisa bicara? Aku ingin bicara dengan kalian, juga dengan Pangeran Kelima dan Putri Huanzhu!”

“Ada!” Kakak He buru-buru mengangguk. Mari kembali ke dalam rumah!”

Tak lama kemudian, Fulun dan keempat muda-mudi itu telah berkumpul dalam sebuah ruangan yang disediakan Kakak He.

“Apa? Huang Ama memaafkan kami? Mungkinkah dia hanya membohongi kami supaya mau kembali?” Xiao Yanzi tidak percaya.

“Xiao Yanzi, apa kau tidak mempercayaiku? Kaisar sendiri yang mengatakan kalau Beliau mengampuni kalian! Masalah Selir Xiang telah berlalu. Beliau tak mengungkitnya lagi! Bahkan, ketika mendengar kalian ada yang terluka dan buta, Beliau cemas bukan kepalang. Sekarang semua kesulitan telah berlalu. Kaisar masih tetap bersikap baik pada kalian. Beliau berulang kali bilang bahwa kalianlah yang dicintainya!”

“Kalau begitu, berarti Huang Ama tidak pernah menguts orang untuk membunuh kami?” tanya Ziwei kebingungan.

“Kalian jangan mencurigai Yang Mulia lagi. Itu akan membuat Beliau merasa malu dan terhina.”

Xiao Yanzi dan Ziwei merasa terharu. “Kami mengerti. Beliau memang Kaisar yang oandai dan bijak.”

“Kalau begitu, kita tak perlu meneruskan pelarian ini lagi!” kata Yongqi girang.

“Benar! Ayo lekas ikut denganku kembali ke istana!” Fulun berseru penuh semangat.

Ziwei langsung menahan Erkang, ditatapnya dengan seksama. Kekasihnya itu langsung mengerti.

“Ayah, aku dan Ziwei akan berdiskusi sejenak. Setelah itu baru kami memutuskan kembali atau tidak.”

Fulun terkejut. “Apa maksudmu? Apa kalian tidak mau kembali meski Kaisar telah memaafkan kalian?’

Erkang berkata pernuh hormat, “Ayah, mohon pertimbangkanlah! Di istana, Ziwei selalu terancam bahaya. Jika dia kembali, mungkinkah dia kembali ke lingkungan yang sama? Kalau kami pergi jauh, siapa tahu itu justru kesempatan kami untuk hidup bahagia…”

“Aku juga ingin pergi jauh…,” Xiao Yanzi menimpali. “Di istana aku tidak pandai peribahasa, tidak tahu tata krama, ini itu serba tidak bisa. Tapi di luar istana hidupku baik-baik saja asal Huang Ama tidak mengejar-ngejar hendak membunuh kami. Apalagi sekarang aku sudah punya kakak, aku tak mau pulang!”

Fulun menatap dua pasang kekasih itu. “Masalah ini sangat serius. Kumohon kalian benar-benar mempertimbangkan diri. Apakah kalian tega mengabaikan perasaan Kaisar?” ditatapnya Erkang. “Apalagi, Erkang, kau juga harus memikirkan aku dan ibumu…”

Erkang dan Ziwei tersentak. Mereka minta diberi waktu dan segera mendiskusikannya di tempat terpisah. Fulun terpaksa harus menunggu.

***

Tapi ternyata, hasil diskusi kedua pasangan itu sudah bulat: tak akan kembali!

Fulun menatap keempat muda-mudi itu. Hatinya sedih.

“Baiklah, kalau kalian memutuskan itu sekarang, aku tak akan memaksa. Tapi aku sudah lama tidak bertemu Erkang. karena itu, aku akan tinggal di Nanyang selama dua minggu, gunakan waktu dua minggu itu untuk memikirkan ulang keputusan kalian. Baru setelah itu aku akan kembali ke Beijing dan melapor pada Kaisar!”

***

Qianlong segera mendapat laporan dari Fulun lewat kurir cepat di Istana Zhuning.

“Syukurlah kalau mereka baik-baik saja. Tapi, katamu mereka tak mau kembali ke Istana? aku sudah memaafkan dan mengampuni mereka! Kenapa masih tidak mau kembali?”

Qing’er dan Ibu Suri kebetulan juga berada di sana. Qing’er lega mendengar semuanya dalam keadaan baik. Tapi mendengar bahwa mereka tak mau pulang, Qing’er merasa perlu mengingatkan Kaisar.

“Yang Mulia, mereka semua telah mengalami kejadian beraneka rupa. Mengingat semua pengalaman mengerikan di masa lalu, keputusan ini tentunya mereka ambil dengan berat hati. Ini wajar. Ada peribahasa mengatakan, ‘Pakaian lama bisa ditambal. Rumah rubuh bisa dibangun kembali. Tapi hati manusia yang luka akan sulit dipulihkan!’ Luka hati bisa dialami siapa saja. Bukan hanya oleh Kaisar tapi juga oleh rakyat jelata. Adakah tabib yang bisa menyembuhkan luka hati? Jika penyakit itu terobati, mereka pasti akan sukacita kembali lagi ke istana!”

Mendengar penuturan Qing’er, wajah Qianlong merona.

***
Setelah Fulun pergi, mereka semua berkumpul dan sibuk membicarakan kejadian tadi.

Xiao Jian menatap Xiao Yanzi dan Yongqi dengan curiga. “Jadi, apa kalian memutuskan kembali ke istana? Pejabat Fu masih tinggal di Nanyang. Itu menunjukkan dia belum menyerah membujuk kalian.”

“Tidak! Aku dan Xiao Yanzi tidak mau kembali,” Yongqi berkata dengan berat hati. “Aku sudah membuat keputusan. Di istana ada banyak Pangeran. Huang Ama tidak akan terlalu kehilangan kalau cuma kehilangan aku seorang!”

“Kalau begitu, semenjak Dinasti Qing berkuasa, kaulah Pangeran pertama yang minggat dari istana. Kelak bagaimana sejarah akan mencatat riwayatmu?”

“Keluarga kerajaan memiliki cara menangani masalah seperti ini,” jawab Erkang. “Jika ada anggota keluarga kekaisaran mengalami hal yang tak ingin diakui istana, mereka akan mengumumkannya telah meninggal. Sama seperti masalah Selir Xiang. Yongqi, kau luar biasa! Kau akan menjadi Pangeran yang mati muda!”

“Aku tidak peduli apa pun yang diumumkan istana mengenai diriku. Sejak menculik Ziwei dan Xiao Yanzi dari kereta tahanan, Pangeran Kelima sebenarnya sudah mati. Yang ada sekarang cuma seseorang bernama Ai Qi!”

“Ai Qi!” panggil Xiao Jian. “Kelihatannya adik perempuanku tidak salah memilih! Kalau demi dirinya kau telah mematikan Pangeran Kelima, aku dengan senang hati merestui kalian sehidup-semati!”

Liu Hong memeikirkan sesuatu. Wajahnya agak muram. “Sayang sekali jika kita tak bisa kembali. Kita masih punya banyak urusan yang tak bisa ditinggalkan. Siapa yang akan merawat orang tua dan anak-anak di rumah kumuh jika aku dan Liu Qing tidak kembali?”

“Aku telah diberitahu Ayah kalau Graha Huipin bisa dikembalikan pada kalian,” kata Erkang.

“Benarkah?” Liu Qing terkejut sekaligus senang.

“Benar!”

Liu Qing girang sekali. Dia berpaling kepada Jinshuo dan berkata, “Nyonya Juragan Graha Huipin, seperti peribahasa ‘menikah dengan siapa akan ikut siapa’. Dengan berat hati kuberitahukan kau tak bisa legi terus mengikuti Ziwei. Kau harus ikut denganku kembali ke Beijing.”

“Nyonya Juragan apa? Kau belum pernah bertanya apakah aku bersedia menikah denganmu atau tidak!”

Liu Qing terperanjat. “Ha? Jadi kau belum memutuskan?”

Xiao Yanzi menepuk bahu Liu Qing. “Kalau begitu ayo tanyakan sekarang! Tanyakan di depan banyak orang!”

Liu Qing malu sekali. “Tanya apa lagi? Pokoknya masing-masing pihak sudah sama-sama tahu, beres kan? Kenapa mesti bertele-tele begini sih?”

“Ayolah, cepat tanyakan!” desak Ziwei sambil tertawa.

“Cepat tanya! Kalau tidak, kami akan membawa Jinshuo. Aku kan belum punya kakak ipar, kulihat Jinshuo cocok juga dijodohkan dengan Xiao Jian!”

“Hei! Kau bicara apa, Xiao Yanzi?” Jinshuo protes. “Memangnya aku tidak punya hak menentukan nasibku sendiri? Seenaknya saja dikirim ke sana-sini!”

Melihat muka Jinshuo yang merah dan malu, Liu Qing jadi geregetan. “Kalian semua memang menyebalkan! Semua sudah tahu jawabannya tapi masih sengaja bertanya!”

Liu Qing lalu berdiri di depan Jinshuo dan dengan lantang berkata, “Jinshuo! Aku ini tidak berpendidikan, dan kalau bicara tidak seenak Erkang atau Yongqi! Aku tidak mengerti kalimat romantis, puisi, segala sumpah pada ini-itu! Seumur hidupku aku hanya paling takut ketika kau terjatuh ke jurang dan kakimu luka! Ketika itu barulah aku sadar kalau aku mencintaimu! Sudah! Ini kata-kata paling romantis yang pernah kuucapkan! Sekarang, kau mau jadi istriku atau tidak?”

“Waaaw! Liu Qing! Kau benar-benar ‘orang dengan kemampuan terpendam, sekali bicara langsung mengagetkan semua orang’!” seru Yongqi.

Mereka mengelilingi Liu Qing dan Jinshuo. Xiao Yanzi berseru-seru, “Nah, Jinshuo, bagaimana jawabanmu? Cepat katakan!”

Muka Jinshuo merah padam. “Apa mau dibilang lagi? Sepertinya aku sudah termakan rayuan lelaki satu ini!”

Ziwei dan Erkang tersenyum puas. “Xiao Jian!” Ziwei berkata penuh semangat. “Bisakah kita meminjam rumah Kakak He untuk melangsungkan pernikahan mereka? Sebelum kita berpisah, aku ingin melihat mereka menikah!”

“Baik! Akan kutanyakan!” Xiao Jian tersenyum.

***

Kakak He dan istrinya setuju rumah mereka dipakai untuk upacara pernikahan. Setelah tiga hari persiapan singkat, Jinshuo dan Liu Qing akhirnya menikah.

Inilah pernikahan kedua yang mereka adakan sejak melarikan diri. Jinshuo tampil cantik memakai baju pengantin. Xiao Kezi menjadi pengiring pengatinnya. Kakak He, istrinya dan Fulun menjadi tamu kehormatan.

Pasangan pengantin itu melangsungkan upacara di bawah tatapan Ziwei dan Erkang yang penuh restu. Ziwei menangis terharu. Di dalam kehidupan ini ada banyak tragedi yang berubah menjadi peristiwa bahagia. Mengubah sesuatu yang kebetulan menjadi hal menakjubkan!

Sejak mereka melarikan diri, inilah saat-saat dimana mereka merasa paling bahagia!

***

Keesokan harinya, Xiao Yanzi memasak aneka hidangan.

“Untuk merayakan begitu banyak kebahagiaan yang kita dapatkan beberapa waktu ini, hari ini aku memasak untuk kita semua! Semua ini aku sendiri yang masak! Tidak dibantu siapapun! Karena kalau aku tidak menunjukkan kebolehanku, kalian akan menggunjingkan daging asam pedasku seumur hidupku!”

“Benar! Hari ini semua masakan Xiao Ynazi! Aku hanya membantunya memotong-motong!” gumam Ziwei tertawa.

“Siap!” semuanya sudah siap mengangkat sumpit.

“Eiiit! Jangan buru-buru! Sebelum makan, aku punya aturan makan! Kalian baru boleh makan setelah mendengarnya!”

“Apa? Aturan makan? Sejak kapan kau jadi seperti cendekiawan?” Liu Qing bertanya.

“Cepat katakan aturanmu! Kami semua sudah lapar!” sahut Erkang.

“Ehem!” Xiao Yanzi berdehem lalu mendeklamasikan ‘aturannya’.

“Semua orang harus makan! Pagi harus makan, siang harus makan, malam juga harus makan! Saat lapar harus makan, saat kenyang pun juga boleh makan…”

Semuanya terpingkal-pingkal. Yongqi menjelaskan pada Xiao Jian, “Aslinya, ini adalah esai yang ditulis Xiao Yanzi: Ru Ren Yin Shui – Bagaikan Orang Minum Air. Dulu dia membuat esai tentang aturan minum, sekarang dia mengubahnya menjadi aturan makan! Waktu esai pertamanya, Huang Ama berkomentar kalau Konfusius bisa tenggelam jika membaca esainya!”

Xiao Jian tak dapat menahan tawanya. Xiao Yanzi terus saja berdeklamasi, “Laki-laki harus makan. Perempuan harus makan. Anak-anak mesti makan, orang tua juga harus makan. Anjing, kucing, babi, manusia harus makan! Malam ini kita harus makan, besok juga kita harus makan!”

“Sudah selesai?” tanya Erkang. “Jadi kita sudah boleh makan sekarang?”

“Jangan buru-buru! Aku belum selesai!” Xiao Yanzi menghalangi. “Dulu ketika keluar istana bersama Huang Ama dengan menyamar, Ziwei menghidangkan masakan dengan nama-nama indah. Sekarang aku juga akan memberi nama-nama bagi masakanku!”

“Wah! Hebat sekali!” Erkang menjepit sepotong iga. “Ini namanya apa?”

“Yang itu namanya ‘membongkar barang’!” kata Xiao Yanzi.

“Membongkar barang? Kalau dimakan, percernaan bisa kacau dong! Kalau yang ini?” Erkang mengganti makanannya.

“Itu namanya ‘kepala anjing berdarah’!” sahut Xiao Yanzi anteng.

“Haa? Astaga!” Erkang meletakkan hidangan itu dan memandangnya dengan curiga.

Xiao Jian mengambil hidangan dari labu. “Aku mau makan yang ini. Apa namanya?’

“Itu namanya ‘otak mekar’!”

“Hueek! Otak mekar? Kuteliti dulu ah, baru makan!”

“Aku makan daging cincang ini saja ah! Pasti aman!” kata Liu Hong.

“Itu namanya ‘merobek dada-membelah usus’!”

“Apa? Mana ada lauk dinamakan begitu?”

“Untuk alasan keamanan, aku pilih yang vegetarian saja!” Liu Qing menyendok tahu.

“Itu namanya ‘cairan otak yang remuk’!”

“Apa? Kenapa piring demi pirig namanya semakin hebat?”

Bruk! Semua orang meletakkan sumpit. “Kau sengaja ingin merusak selera makan kami ya?” seru Yongqi.

“Dulu Ziwei menamai masakannya indah-indah. Sekarang tiba giliranmu nama-namanya berubah jadi mengerikan! Pantas saja Hanxiang bisa memanggil kupu-kupu sedang kau cuma bisa mengundang lebah!” sambung Erkang.

Xiao Jain tertawa-tawa. “Luar biasa! Kau sudah bisa dibilang sopan karena tidak menyuguhkan. ‘hati dan otak berserakan’, ‘mayat berjalan’….! Sudahlah! Mari makan dan jangan mengingat nama-nama masakan itu lagi! Kita makan, minum arak sambil bermain tebak kata, setuju?”

“Setuju!” Ziwei menyetujuinya. “Mari main supaya kita bisa lupa dengan nama-nama lauk tadi!”

Xiao Yanzi berseru penuh suka cita, “Ayo main! Tapi jangan terlalu susah ya!”

Mereka pun bermain kata dan seperti biasa, Xiao Yanzi selalu yang paling ngawur sehingga membuat yang lain terpingkal-pingkal.

***

Ternyata Fulun memutuskan kembali ke Beijing.

“Kelihatannya keputusan kalian memang tak dapat dirubah lagi. Karena itu aku akna kembali ke Beijing. Tapi besok siang, marilah kita makan bersama di Graha Juixian. Aku sudah memesan tempat di sana. Anggaplah ini jamuan perpisahanku dengan kalian! Ini hanya antara kita berlima. Kawan-kawan kalian tak perlu diajak karena aku masih ingin membicarakan sedikit urusan pribadi!”

“Mau makan-makan lagi? Baiklah! Semua orang harus makan! Hari ini harus makan, besok juga! Kami pasti datang!” seru Xiao Yanzi senang.

***

Siang keesokan harinya, mereka pergi ke Graha Juixian yang memiliki restoran serta penginapan terbesar di Nanyang. Fulun memesan ruangan pribadi bagi mereka berlima.

“teringat sebentar lagi kita akan berpisah, hatiku sungguh sedih. Aku juga ikut sedih bagi Yang Mulia Kaisar. Tidak mudah bagi Beliau untuk mengampuni kalian. Kebesaran hati Yang Mulia semestinya disyukuri. Tapi kenapa kalian justru tak mengindahkannya?”

“Beliau memang bukan ayah biasa,” Ziwei menimpali. “Beliau memiliki kekuasaan untuk menentukan hidup dan mati seseorang. Kekuasaan yang menakutkan! Pertengkaran antara ayah dan anak tentu pernah terjadi. Tapi hanya Beliau yang bisa menjatuhkan hukuman mati pada anaknya begitu Beliau marah!”

“Ha ha ha! Benar sekali, Ziwei! Ayah yang menjatuhkan hukuman mati seperti itu memang hanya aku seorang! Tapi kepalamu masih bertengger, mulutmu juga masih bisa mengeluarkan kata-kata bagus!”

Mereka serta-merta menoleh. Seseorang menggulung tirai dan melangkah masuk. Dan mereka sungguh tak kuasa menyembunyikan rasa terkejut mereka. Orang itu ternyata adalah Qianlong yang tengah menyamar!

Erkang dan Yongqi langsung berlutut.

“Yang Mulia!”

“Huang Ama!”

Xiao Yanzi sungguh tak menyangka Qianlong akan datang ke Nanyang. Lututnya melemas. Dia jatuh berlutut tanpa kuasa menahan diri, “Huang Ama….”

Hanya Ziwei yang tetap berdiri, menatap Qianlong dengan terkejut. Dia menekuk lutut dan berkata lirih, “Yang Mulia!”

Qianlong terkejut. “Ziwei, kau panggil apa aku tadi?”

“Yang Mulia!” sahut Ziwei ringan.

“Kau sudah tak mau mengakuiku sebagai ayah?” Qianlong terpana.

“Andalah yang tidak sudi mengakuiku! Apa Anda sudah lupa?” Ziwei menatap Qianlong dengan berani. “Anda telah mengingkariku. Anda tidak lagi mempercayai ibuku. Aku merasa terhina dan malu. Apalagi, mengingat penantian Beliau selama bertahun-tahun disalah artikan.”

“Luar biasa ucapanmu! Tidakkah kau berpikir, ibumu ikut terseret karena masalah yang kau tombulkan sendiri? Jika kau tidak membohongiku, tidak melarikan selir kesayanganku, mana mungkin aku mempercayai pembohong-pembohonh itu?”

Erkang menngangkat kepala. “Yang Mulia, Anda bilang mereka pembohong? Kalau begitu, apakah kerabat Ziwei memang sengaja berbohong waktu itu?”

“Aku tidak pernah menyelidiki hal ini. Kalau aku benar-benar menyelidiki, berarti aku memang telah mempermalukan Xia Yuhe. Yuhe bukanlah wanita demikian. Waktu itu aku begitu marah hingga gelap mata…,” Qianlong menatap Ziwei. “Benar katamu, aku tidak pantas diakui sebagai ayahmu, karena aku telah salah sangka dan menghina ibumu.”

Ziwei terpana. Dia tak menyangka Qianlong berkata seperti itu.

Qianlong meminta keempat orang itu untuk duduk bersamanya melingkari meja makan. Fulun juga. Yongqi tak dapat menahan diri berkata, “Huang Ama, aku sungguh tak menyangka Anda datang langsung ke Nanyang!”

Qianlong berkata getir, “Aku tak punya cara lain! Aku sudah mengutus beberapa orang untuk mencari kalian. Meminta kalian pulang tanpa melukai seujung rambut pun! Namun akhirnya, tetap saja ada yang terluka…, mendengarnya aku cemas sekali! Jadi aku mengutus Fulun. Kalian tetap tak mau pulang. Jadi harus bagaimana? Mengeluarkan titah memaksa kalian kembali? Atau menjemput sendiri kalian ke sini?”

“Saat ini aku hanyalah ayah yang kehilangan putra-putrinya. Anak-anakku, apakah kalian sudah puas mengembara di luar? Sebentar lagi musim dingin. Bagaimana kalian bisa melewatinya di pengembaraan ini? Paviliun Shuofang selalu terbuka untuk kalian. Para kasim dan dayang di sana setia menunggu. Juga burung nuri yang setiap hari berseru, ‘Salam Sejahtera Putri’!”

“Huaaaa….!” Xiao Yanzi menangis keras. “Huang Ama! Tolong jangan bersikap baik padaku! Lebih baik makilah aku, marahi dan pukul aku! Kalau Anda baik begini, kami tak berdaya! Kami sudah memutuskan tak pernah kembali lagi ke Kota Kenangan! Karenanya, jangan bersikap baik lagi padaku!”

“Kota Kenangan?”

“Benar! Kami menyebut istana sebagai Kota Kenangan. Kami sudah berjalan sampai sejauh ini, tak bisa kembali lagi!” kata Erkang.

Hati Qianlong terasa perih. Dia menguatkan diri, ditepuknya tangan dan muncullah empat dayang istana berjalan masuk membawa nampan lalu meletakkannya di meja. Qianlong berkata pada Ziwei dan Xiao Yanzi.

“Aku membawa makanan kesukaan kalian, puding serta kue-kue favorit. Tapi entah rasanya masih segar setelah melalui perjalanan panjang? Kalian cicipilah dulu…”

Ziwei dan Xiao Yanzi menatap kudapan-kudapan itu dengan berkaca-kaca. Sungguh tak percaya Qianlong mampu melakukan hal itu.

Qianlong bangkit lalu berdiri antara Xiao Yanzi dan Ziwei. Sipeluknya kedua gadis itu. “Putri-putriku, kalian begitu dekat denganku ibarat kedua tanganku sendiri. Mana mungkin aku bisa kehilangan kedua tanganku ini? Aku memang pernah marah, putus asa dan merasa terhina karena kalian menghilangkan selir yang kucintai. Tapi aku telah membiarkan semua itu berlalu. Kalian berdua amat kusayangi, tak kurelakan berkelana seperti ini. Apalagi, ada putra dan pengawal kepercayaanku ikut bersama kalian!”

Xiao Yanzi tak tahan lagi, dia menjatuhkan diri ke dalam pelukan Qianlong dan menangis keras, “Huang Ama… maafkan aku! Aku telah banyak melakukan kesalahan!”

Ziwei merasa tenggorokannya terseumbat. Terbata-bata, dia bicara, “Huang … Ama…!”

Hati Qianlong bagai diremas. Dipeluknya mereka erat-erat. Ruangan itu terasa sunyi. Yang terdengar hanya isak tangis Ziwei dan Xiao Yanzi.

Akhirnya Qianlong menenangkan diri. “Hapus air mata kalian! Lekaslah makan. Lalu kembali ke rumah keluarga He untuk berkemas, ikut kembali denganku ke Kota Kenangan!”

Ziwei menengadahkan kepala menatap Qianlong. “Huang Ama! Anda bersedia melakukan semua ini pada kami, hatiku sungguh terharu! Tapi, kami tetap tak bisa ikut Anda kembali!”

Qianlong terkesiap. Xiao Yanzi juga mengangkat kepala dan berkata, “Aku juga… Aku sudah menemukan kakak laki-lakiku! Aku ingin bersama dengannya. Dia akan mengajak kami ke Yunnan!”

“Kakak laki-laki?” Qianlong keheranan. Fulun segera menghampiri dan menjelaskan sedikit mengenai Xiao Jian.

“Jadi kalian masih menolak untuk kembali?”

“Di Kota Kenangan, aku dan Xiao Yanzi adalah orang asing. Tempat itu sama sekali tak cocok dengan kami!”

“Ada aku yang memegang kendali. Mengapa harus khawatir?”

“Biarpun Huang Ama yang memegang kendali, sesuatu yang buruk tetap saja bisa terjadi! Ketika akhirnya semua orang menuding kami, hati Huang Ama pun goyah!”

Qianlong terpana menatap mereka. Tak dapat berkata-kata.

***

Sekembalinya di rumah keluarga He, Ziwei, Xiao Yanzi, Erkang dan Yongqi masih terbenam oleh keharuan yang mendalam. Pikiran mereka kalut dan diliputi oleh rasa bersalah. Xiao Jian, Liu Qing, Liu Hong serta Jinshuo mengerubungi mereka. dan tak percaya bahwa Qianlong sendiri datang menjumpai mereka.

“Melihat sikap Huang Ama tadi, kurasa kami ini egois sekali! Beliau berusaha mengambil hati kami. Beliau rela melupakan kemarahan kemarahan, tapi kami malah terus bersikeras,” Yongqi berkata.

Ziwei mengusap air matanya. “Beliau datang sendiri ke Nanyang untuk menjemput kami. Mendengar kata-katanya tadi, aku sungguh terharu. Beliau tak pernah mengirim orang untuk mencelakai kita! Beliau juga sudah menyadari masalah ibuku! Hukuman mati itu hanya untuk menakut-nakuti kita…”

“Kurasa lebih baik kalian pulang ke Beijing,” ujar Liu Qing. “Aku akan kembali membuka Graha Huipin. Kalian tetap jadi Putri, pangeran dan menantu Kaisar. Kita bisa bertemu kapan saja. Tak usah terpisah di utara dan selatan!”

Jinshuo menggenggam tangan Ziwei. “Benar Nona! Kaisar telah mengakui keberadaan Nyonya. Beliau telah menyadari kesalahannya. Bagaimanapun Beliau ayahmu. Kembalilah ke istana!”

Sampai sini, Xiao Jian melangkah keluar ruangan sambil menundukkan kepala.

Xiao Yanzi melesat menghalanginya. “Kau kenapa? Kau marah, ya?”

“Tentu saja aku marah! Aku sangat kecewa!” bentak Xiao Jian. “Aku sudah membuat begitu banyak rencana menuju Yunnan. Tapi sekarang, kita selamanya tak akan pernah sampai ke sana!”

“Kami tidak bilang akan kembali ke istana! Kami belum menyetujui keinginan Huang Ama!”

Xiao Jian menatap Xiao Yanzi dalam-dalam. Sorot matanya sarat emosi. Tiba-tiba dia mencengkeram lengan Xiao Yanzi, “Kau tidak boleh kembali! Mengerti? Kau adalah adikku! Kau harus ikut bersamaku! Aku akan melindungimu dan Yongqi! Hidup baik-baik seumur hidup kita!”

Xiao Yanzi membelalakkan mata. Erkang yang berdiri dekat situ merasa bergidik.

“Dengarkan aku! Aku akan memberitahumu…” Xiao Jian berkata serius.

Erkang mendadak maju dan menahan tangan Xiao Jian. “Xiao Jian! Kenapa kau jadi emosional begini? Tak ada yang akan kembali ke istana. Kita tetap akan ke Yunnan. Ayo keluar jalan-jalan sebentar. Aku menemanimu bicara sejenak. Mau kan?”

Xiao Jian menatap Erkang. Perkataan pemuda itu seperti mengisyaratkan dia telah mengetahui sesuatu. Xiao Jian melepaskan tangan Xiao Yanzi, mengikuti Erkang keluar.

Ziwei hanya bisa berkomentar, “Wajar saja kalau Xiao Jian marah. Dia telah bersusah payah membawa kita sampai di sini. Ternyata kita malah ingin kembali. Kurasa kita mesti mempertimbangkan segalanya kembali…”

***

Setelah agak jauh dari kediaman He, Xiao Jian menghentikan langkahnya.

“Apa yang sebenarnya ingin kau bicarakan?” tanyanya pada Erkang.

“Aku ingin membicarakan dendam kesumat pembunuh ayahmu. Bukankah tadi kau nyaris saja menceritakan semuanya? Kalau bukan aku yang menarikmu, kau pasti sudah menceritakan semuanya kan? Bukankah kau pernah bilang tak akan menghancurkan kebahagiaan Xiao Yanzi?”

Xiao Jian terkesiap. “Apakah kau sudah mengetahui semuanya?”

“Aku sebenarnya cuma menebak! Mencoba menghubungkan segala hal mengenai dirimu. Aku sejak dulu curiga latar belakangmu tidak sederhana. Barangkali, orang yang membunuh ayahmu tinggal di Kota Kenangan. Hubungannya sangat erat dengan kami!”

Xiao Jian begitu terkejut hingga mundur beberapa langkah. “Bagaimana… kau bisa tahu?”

“Jadi tebakaknku benar? Pembunuh itu adalah…” Erkang cemas sekali. Jauh dalam hatinya dia masih berharap tebakannya salah.

“Menurutmu siapa?” tantang Xiao Jian.

“Apakah…, dia Tuan Besar???”

Xiao Jian tertawa dingin. “Kau sungguh luar biasa! Aku tak mengira tak dapat menyembunyikan apa-apa darimu! Benar! Dialah yang membunuh ayahku! Naga kalian itu!”

Erkang sangat terpukul. “Siapa… siapa sebenarnya ayahmu?”

“Ayahku bernama asli Fang Zihang. Dulu dia pernah jadi pejabat negara lalu dihukum pancung oleh Qianlong karena kesalahan sastra!”

Xiao Yanzi berkata dengan sejelas-jelasnya. “Ayahku menulis esai yang dianggap mengandung pemikiran makar. Kami sekeluarga pun terancam setelah ayah dihukum mati. Paman-pamanku dipenjara. Hampir seluruh anggota keluargaku terseret masalah ini. Benar! Naga kalian itulah yang telah membunuh ayahku dan Xiao Yanzi!”

Mata Erkang terbelalak. “Jadi, kau punya niat terselubung? Kau sengaja mendekati kami bukan sekedar ingin mengakui adikmu kan? Kau juga ingin masuk istana!”

“Benar! Aku sangat ingin masuk istana untuk balas dendam! Dalam kehidupanku ini, satu-satunya kesempatan adalah ketika aku menyamar sebagai dukun! Saat itu aku begitu dekat dengannya sehingga mudah sekali bagiku untuk membunuhnya! Aku nyaris melakukannya!”

Erkang teringat peristiwa itu dan dia bergidik. “Astaga…! lalu, mengapa kau melepaskan kesempatan itu?”

“Demi kalian! Aku sungguh tak menyangka akan memiliki persahabatan yang tulus dengan kalian. Aku melihat kalian memiliki perasaan kagum, sayang sekaligus benci terhadapnya… karena semua itu, aku tak sanggup menggerakkan tanganku!”

Erkang mendengarkan semuanya sambil menahan napas. “Terima kasih kau tidak melakukannya! Karena pasti akan terjadi kekacauan! Xiao Jian, rahasia ini, sama sekali tak boleh diberitahukan pada Xiao Yanzi!”

“Kenapa? Karena Xiao Yanzi telah mengakui bajingan itu sebagai ayah?”

“Perkataanmu itu terlalu berlebihan! Xiao Jian, kesalahan sastra bisa saja terjadi pada setiap dinasti. Itu kontrol Kaisar terhadap pemikiran orang. Barangkali, suatu hari nanti setiap orang boleh bebas berpikir, berdiskusi, mengutarakan pendapat dan mempercayai agama apapun! Namun belum di jaman ini! Orang-orang yang mati karena kesalahan sastra adalah orang-orang martir yang berjuang demi kebenaran hatinya. Mereka mati demi mempertahankan pemikiran ideal mereka!”

“Sebenarnya Kaisar sangat menyayangi Xiao Yanzi. Beliau jelas tahu dia bukan seorang Putri nemun tetap menganggapnya sebagai bagian dari dirinya. Kalau benar Kaisar telah menyebabkan Xiao Yanzi yatim-piatu, bukankah ini suatu keajaiban kalau sekarang Xiao Yanzi justru diangkat anak olehnya?”

“Maksudmu, biarlah Xiao Yanzi tetap menjadi Putri Huanzhu?”

“Apa jeleknya? Asal dia tidak pernah tahu kejadian sebenarnya, biarlah dia menjadi Putri Huanzhu yang penuh kegembiraan. Kau pernah mengatakan, tak ingin membuat Xiao Yanzi berubah menjadi penuh dendam dan benci… Apalagi, dendammu ini bisa menyeret banyak orang – termasuk adikmu sendiri yang telah kau selamatkan itu! Mana yang lebih penting Xiao Jian? Negara atau dendam keluargamu?”

Xiao Jian terdiam. Dalam batinnya terjadi pergolakan sengit.

Erkang berkata lagi, “Aku ingat, seseorang dulu pernah bilang, kata terindah di dunia ini adalah ‘memaafkan’!”

Xiao Jian mendesah. “Kata itu memang mudah diucapkan, tapi melaksanakannya sulit sekali…”

“Demi Xiao Yanzi, cobalah…”

“Aku mengerti. Jika rahasia ini terbongkar, Xiao Yanzi bakal sengsara. Yongqi adalah putra pembunuh ayah kami, tapi dia juga kekasih Xiao Yanzi! Ini benar-benar dilema bagiku! Beberapa waktu ini aku melihat pengorbanan Yongqi bagi Xiao Yanzi, sungguh membuatku tersentuh. Aku tak dapat memisahkan mereka. Aku tak sampai hati.”

“Aku mengerti. Sekarang, bisakah kau mengendalikan emosimu?”

Xiao Jian berpikir keras. Setelah itu barulah dia mengangguk-anggukkan kepala.

Erkang menghembuskan napas lega. “Xiao Jian! Kau sungguh pantas disebut sebagai pendekar sejati!”

***

Erkang tak punya rahasia apapun kepada Ziwei. Dan ketika Ziwei mengetahui semua ini, tentu saja dia terkejut bukan main. Tapi keduanya sepakat akan menyimpan dahasia ini dari Xiao Yanzi!

Keesokan harinya, Qianlong dan Fulun mengunjungi kediaman keluarga He. Semuanya terkejut melihat kedatangan Qianlong. terlebih Xiao Jian. Dia seperti usai terkena halilintar.

“Xiao Yanzi! Ziwei! Aku datang untuk menemui kawan-kawan kalian! Aku juga ingin bertemu dengan kakak Xiao Yanzi!”

Liu Qing dan Liu Hong diperkenalkan kepada Qianlong. lalu, tibalah Xiao Yanzi mengenalkan Xiao Jian.

“Huang Ama, inilah kakakku: Xiao Jian!”

Xiao Jian berdiri tegak. Menatap Qianlong dengan sorot mata tajam.

Melihat Xiao Jian, mau tak mau hati Qianlong terasa bergetar. Dia merasa pernah melihat Xiao Jian sebelumnya, entah dimana…

Tangan Xiao Jian bergerak, Erkang dan Ziwei melihatnya. Ziwei buru-buru menghambur dan mendorong Qianlong, “Huang Ama, mari duduk di sini!”

Erkang segera berdiri di samping Xiao Jian, berjaga-jaga kalau sampai dia melakukan sesuatu. Atmosfer ruangan itu tanpa sadar berubah menegangkan. Xiao Jian sadar betul Erkang dan Ziwei berusaha melindungi Kaisar darinya.

Qianlong terus menatap Xiao Jian. dalam hati dia merasa pemuda itu sangat misterius.

“Xiao Jian, karena kau adalah kakak Xiao Yanzi, maka kau juga bisa dibilang anakku. Kulihat kau terpelajar dan berbakat, maukah kau ikut ke Beijing? Kau akan kuberi posisi sehingga bisa membanggakan almarhum orang tuamu yang telah lama meninggal.”

Xiao Jian berkata congkak. “Terima kasih atas niat baik Anda! Tapi aku tidak bersedia! Setiap orang punya prinsip. Aku sudah terbiasa berkelana. Aku tak mau memperoleh gelar dengan menjadi pejabat istana!”

Qianlong menanggapi perkataan Xiao Jian dengan jujur, “Baiklah, aku menghargai keinginanmu!”

Qianlong lalu memanggil Ziwei dan Xiao Yanzi.

“Hari ini, di depan kawan-kawan kalian, aku akan memberi kalian hadiah! Kelak dimana pun kalian berada, hadiah ini akan banyak membantu kalian! Seandainya aku kembali menginginkan nyawa kalian, hadiah ini bisa menyelamatkan nyawa kalian!”

Qianlong mengeluarkan dua lempeng emas dari balik bajunya. “Ini lempeng emas Kaisar. Di istana hanya dua orang menteri militer yang punya. Bahkan Fulun tidak memilikinya! Benda ini mewakili perintahku dan mampu membebaskan kalian dari hukuman mati. Lempengan ini bisa dipakai tiga kali, tidak lebih. Aku perlu mebatasi pemakaiannya agar kalian tidak sembarang memakainya.”

Ziwei dan Xiao Yanzi menatap lempengan itu dengan terkejut. “Huang Ama, kami tak bisa menerimanya…” Ziwei tergagap.

“Kau harus menerimanya. Kau hanya boleh bilang terima kasih, tidak boleh menolak!”

Ziwei menatap Qianlong dalam-dalam. Di dasar mata ptia itu terpancar cinta dan kasih. Mata Ziwei pun basah oleh air mata.

Xiao Yanzi mengambil lempengan itu dan menatapnya penuh perasaan. Dia lalu memamerkannya pada Xiao Jian.

“Lihat! Lempengan emasku! Dengan benda ini, kelak aku tak akan dipancung lagi!”

Hati Xiao Jian bergolak. Benarkanh saat ini Qianlong yang berada di hadapannya? Benarkah orang ini merupakan pembunuh ayahnya? Atau merupakan penolong Xiao Yanzi? Xiao Jian kebingungan. Hatinya mau tak mau tersentuh oleh kasih sayang antara Qianlong kepada Xiao Yanzi. Perlahan-lahan, dia pun menarik diri mundur ke belakang.

Melihat bahasa tubuh Xiao Jian yang melunak, Erkang dan Ziwei lega.

Qianlong menatap Ziwei dan Xiao Yanzi bergantian. “Kalian jagalah diri baik-baik. Yunnan sangat jauh. Perjalanannya sangat panjang. Tubuh Ziwei lemah sementara Xiao Yanzi suka berbuat onar. Aku akan meminta Fulun menyiapkan bekal perjalanan bagi kalian. Uang, pakaian dan obat akan disiapkan. Kalian harus siap seandainya terjadi masalah. Aku akan kembali ke Beijing! Kita berpisah di sini saja!”

Qianlong beranjak menuju pintu. Fulun mengikutinya. Tiba-tiba Ziwei melesat dan menarik tangan Qianlong.

“Huang Ama! aku akan pulang bersamamu!”

Erkang menatap Ziwei tekejut. “Ziwei? Bukannya kau telah memutuskan untuk…”

“Ya, aku tahu! Tapi aku baru bertemu ayahku setelah puluhan tahun! Aku ingin bersamanya! Yunnan itu tak akan kemana-mana! Biarlah tempat itu menungguku saja!’

Erkang menghembuskan napas panjang. Dia menghormati kepututsan Ziwei.

Xiao Yanzi mana bisa tahan tanpa Ziwei? Dia akhirnya juga berkata, “Kalau begitu…, aku juga akan pulang bersama Anda…”

Mendengar ini, Xiao Jian marah sekali. Dia berlari keluar ruangan. Erkang mengejarnya.

Erkang berhasil menyusulnya. “Xiao Jian, di dunia ini benci dan dendam bisa dihapuskan. Kejadian masa lalu sudah berlalu. Siapa yang benar atau salah, aku rasa, kau pun tidak tahu dengan jelas. Jadi, sudahilah semua ini!”

Xiao Jian berdiri tegak, “Aku sangat penasaran! Tadi kau sengaja berdiri di dekatku. Seandainya aku gegabah dan menyerang naga kalian itu, apa kau akan bertarung melawanku?”

“Ya! Aku akan bertarung melawanmu! Ziwei juga! Dia bahkan sudah pernah menghadang tusukan pisau ketika Kaisar diserang setahun lalu. Oleh karena itu dia pasti tak akan ragu menghadangmu. Seranganmu mungkin akan melukai Ziwei, atau aku, atau Yongqi, atau bahkan juga Xiao Yanzi!”

Xiao Jian terkejut. Dia tahu Erkang benar. “Jadi kalian rela berkorban demi dia?”

“Benar! Karenanya jangan bertindak sembarangan. Kau kawan sejati kami, kakak kandung Xiao Yanzi! Jangan sampai kau melukai perasaan kami. Jangan biarkan kami turut menjadi korban dendam kesumatmu!”

Melihat Xiao Jian hanya terpana, Erkang menepuk bahunya. “Ayo kembali ke dalam. Kita keluar begitu saja, mungkin Yang Mulia akan merasa sesuatu yang tidak beres!”

Namun di dalam tak seorang pun memperhatikan kepergian Erkang-Xiao Jian. Qianlong tengah memeluk Ziwei dan Xiao Yanzi sambil bergumam, “Jadi kalian memutuskan pulang bersamaku?”

“Ya! Kami telah memutuskan!”

Qianlong menatap Yongqi. “Bagaimana denganmu?”

“Kalau Xiao Yanzi sudah memutuskan kembali, apalagi aku?”

“Erkang, kau sendiri bagaimana?”

“Mereka bertiga telah memutuskan, aku pun demikian. Kami akan ikut pulang bersama Anda…”

Qianlong berkata lembut, “Pertengkaran kita diakhiri sampai di sini, ya? Seperti bibir dan gigi yang begitu dekat, ada kalanya bibir juga tergigit oleh gigi. Tidak mungkin hanya karena kesal sebab tergigit, kita lantas mencabut gigi. Iya, kan?”

Xiao Jian maju selangkah dan berkata pada Qianlong, “Sejak tadi aku telah melihat semuanya. Arti kehadiran seorang ayah rupanya jauh lebih baik pengaruhnya bagi Xiao Yanzi ketimbang seorang kakak. Dia punya ayah yang begitu baik, memanjakan dan melindunginya, maka semestnya aku merasa tenang. Mereka selalu memandang Anda sebagai pemimpin yang bijak. Kini aku paham. Demi seorang pemimpin yang bijak seperti Anda, aku terpaksa ‘melepaskan tanganku’!”

Qianlong sama sekali tidak mengerti makna kata-kata Xiao Jian. Dianggapnya XiaoJian menyanjungnya sehingga Qianlong amat terharu.

Ziwei dan Erkang paham benar maksud pemuda itu. xiao Jian akhirnya dapat memahami semuanya dan melepaskan dendamnya. Mereka sungguh merasa bersyukur…

***

Setelah Qianlong pergi, Xiao Jian segera berkemas dan bersiap pergi meninggalkan semuanya. Xiao Ynazi mati-matian berusaha menahannya.

“Begitu banyak temanmu di sini, ditambah Xiao Yanzi, masak masih tidak bisa membuatmu tetap tinggal?” tanya Erkang. “Aku sangat terharu dengan ucapanmu kepada Kaisar tadi. Kau sungguh tahu bagaimana memaafkan. Aku sungguh tak sanggup mengucapkan selamat tinggal pada kawan sepertimu!”

“Aku juga tidak tega…” sanggah Ziwei.

Yongqi menimpali, “Kata Huang Ama, kalau kembali nanti, Beliau akan menyelenggarakan pernikahan kami. Apa kau tak mau menghadiri pernikahan adikmu sendiri?”

“Benar! Kalau kau tidak mau datang, aku tak mau menikah!” tegas Xiao Yanzi.

“Apaaa? Tidak mau menikah?” seru Yongqi.

Xiao Jian menatap semuanya lalu berkata penuh makna, “Setelah aku pergi, kalian pasti akan merasa lebih baik!”

“Kenapa kau tidak mau kembali ke Beijing?’ sergah Xiao Yanzi. “Baiklah! Kalau begitu, aku ikut denganmu saja ke Yunnan!”

“Xiao Yanzi! Kau jangan plin plan begitu!” seru Yongqi.

Xiao Yanzi memelototi Xiao Jian. “Kakak macam apa kau ini? Ya sudah! Kalau memang mau pergi, pergi saja sana! Tidak usah peduli padaku lagi! Kelak kalau tiga kesempatan memakai lempeng emas telah habis, biarkan saja kepalaku dipenggal jika melakukan kesalahan lagi!”

Samvil berkata begitu, Xiao Yanzi menangis. Xiao Jian buru-buru menghampirinya, “Aduh, dik, kau jangan menangis…”

“Bagaimana aku tidak menangis? Aku marah! Sangat sangat marah!” Xiao Yanzi menghentakkan kaki.

“Baiklah, baiklah!” Xiao Jian menyerah. “Aku ikut kalian ke Beijing! Kau membuatku tak berdaya, kalian semua membuatku tak berdaya…”

Xiao Jian segera memeluk Xiao Jian dengan girang. “Xiao Jian! meski di istana ada segerombolan serigala menghadangku, aku tak takut lagi! Kau sungguh kakak terbaik di duni!”

Xiao Jian menatapnya penuh kasih sayang. Bibirnya tersungging senyuman.

***

Keesokan harinya semua kembali bersama Qianlong.

Qianlong bersama para gadis duduk di atas kereta, sementara para pria menunggang kuda.

“Bagus sekali! Kalian telah kembali ke sisiku. Hari-hari kembali penuh kebahagiaan. Kelak jangan sampai ada keributan lagi…”

“Anda kelak jangan menakut-nakit kami untuk dipenggal…” kata Xiao Yanzi.

“Tapi kalian juga tak boleh membawa kabur selir kesayanganku lagi…”

“Kalau begitu Huang Ama berhenti mengambil selir lagi, dong! Di sana-sini sudah banyak selir lalu mengambil lagi, itu kan namanya keterlaluan…,” ujar Ziwei.

“”Wah, kalian bahkan mau mengurus berapa banyak selir yang harus kumiliki! Sepertinya aku telah terhipnotis oleh kalian, Putri rakyat jelata!”

Xiao Yanzi dan Ziwei tertawa.

“Ziwei! Xiao Yanzi! Ayo kalian menyanyi untukku! Aku sudah lama tak mendengar kalian bernyanyi!”

“Baik!” keduanya pun mulai bernyanyi.

Di luar Erkang dan Xiao Jian saling bertukar pandang.

“Kau denganr nyanyian bahagia itu? Seperti inilah suaranya! Musiknya paling indah dalam kehidupan ini!” ujar Erkang.

“Aku mengerti,” kata Xiao Jian. “Kau tenang saja! Aku tak akan menghancurkan kebahagiaan ini!”

“Kau bahkan bisa ikut menikmatinya!” tambah Erkang.

Xiao Jian tertawa getir. Dalam hidup ini ada banyak hal tak dapat dihapuskan hanya dengan tawa. Di dasar hatinya, kepedihan akan masa lalunya tetap tak pernah bisa dilupakan.

Namun mukjizat telah muncul untuk mengatur susunan kehidupan sehingga melahirkan keharmonisan serta perdamaian. Xiao Jian menyadari sesuatu, dia mungkin ada di salah satu mukjizat itu…


Tamat…?

Belum.


Bersambung ke episode pamungkas yang ke-15.


Friend Link List