Recent Post


[Sinopsis] It's Okay, Daddy's Girl Episode 1

Do you want to share?

Do you like this story?


Disebuah pabrik, atasan mereka sedang mengawasi para karyawannya bekerja. Para atasan sangat menghormati karyawan mereka.
Mobil berjalan di sebuah jalan yang banyak terdapat dedaunan berguguran. Eun Ki Hwan sedang duduk bersama bosnya di kursi belakang. Ia tersenyum pada bosnya lalu mengambil ponsel, Ia menelpon anak perempuannya, Chae Ryung.

Mesin telepon Chae Ryung berbunyi, "Halo, ini Eun Chae Ryung, aku tidak bisa menerima telpon sekarang, tolong tinggalkan pesan, terima kasih"
"Eun Chae Ryung, apakah kau masih tidur? Kau hanya memiliki waktu beberapa jam sampai penerbanganmu," kata Ki Hwan di mesin penerima pesan
Chae Ryung saat itu memang masih tidur.
"Ah! Gosh! Oke aku tahu, aku akan pergi," kata Chae Ryung masih dengan mata terpejam.
"Cepat dan bangun, ambil tiket pesawatmu, paspor, dan telepon ayahmu!"
"Gosh! Sangat berisik!!" Chae Ryung menutupi teleponnya dengan majalah agar suara ayahnya teredam. Ia melanjutkan tidurnya lagi.
"Hey, mengapa kau mengingatkan anak perempuanmu begitu awal, kau terlalu peduli padanya. Mengapa kau tidak berbicara padanya saat perjalanan ke Seoul?" tanya bos Ki Hwan.
"Dia sudah berada tepat dimataku"
"Ah.. kau benar-benar.. anakmu, pekerja wanita.. kau benar-benar mencoba sangat keras untuk bisa diterima oleh mereka. Dimana kau belajar untuk bisa menghandle wanita dengan baik? Jika kita pemilih yang populer, kau akan menjadi sendiri di tempat ini"
"Di usia ini, aku bekerja dengan baik dalam bidang ini dan tidak hidup seperti daun basah, itu semua karenamu, terima kasih," kata Ki Hwan sambil memandang bosnya dengan tersenyum.
"Ah hentikan kata-kata itu. Tetapi apa itu daun basah?"
"Seorang yang tak berguna yang menurunkan semua kesombongan mereka untuk perusahaan dan keluarga agar tidak dipecat. Menempel kepadamu seperti daun basah"
"Hey, hey, hey, mendengarkan itu membuatku takut. Dimana kau belajar ucapan seperti itu?"
"Anak perempuanku"
"Apa?"
Ki Hwan tidak menjawab lagi. Ia memalingkan wajahnya ke jendala sambil tetap tersenyum.

Sebuah mobil tiba di College of Fine Arts. Ae Ryung keluar dari mobil sambil memegangi ponselnya.
"Ah ayah.. Aku sedang sibuk mempersiapkan seminar. Apakah laporan kesehatan ayah sudah keluar?" tanya Ae Ryung.

Ki Hwan ternyata sedang menelpon Ae Ryung di sebuah pasar. Ia sedang belanja ikan.
"Mereka mengatakan tidak ada masalah dengan kesehatanku.. Ah, aku baik-baik saja. Mereka berkata aku hanya perlu minum obat. Tidak, mereka tidak mengeluarkan resep. Perusahaan hanya bisa memberikanku check up secara rutin. Oke, aku akan ke rumah sakit, aku akan pergi."
Ae Ryung sedang menaruh cangkir di meja.
"Ayah, jika kau tetap menganggap enteng itu, aku akan menyetir ke sana. Aku pasti akan mendapat kecelakaan mobil dengan kemampuan menyetirku. Jadi, jika kau ingin menghentikan sopir yang tidak berpengalaman ini di jalan, tolong jaga kesehatanmu terlebih dahulu, kumohon"
Ae Ryung melihat atasannya dan ibunya sudah datang.
"Ayah, aku harus pergi. Direktur di sini" Ae Ryung menutup teleponnya.
Ibu direktur melihat Ae Ryung, "Apa yang telah kau lakukan, meja itu belum di set? Tidakkah kau mengerti kau memberikan ini untuk kesempatan seminar profesor Han?"
"Aku telah mengambil kue kering dari toko roti, mereka tidak bisa mengantar. Aku akan mengatur semuanya dengan cepat," kata Ae Ryung sambil membungkukkan badannya memohon maaf.
"Jika dia tidak bisa menyiapkan acara seperti ini dengan baik, mengapa kau menggunakannya sebagai asisten?" tanya ibu direktur pada anaknya.
"Ibu, mengapa kau berkata seperti itu?"
"Berhenti mengkhawatirkan tentang hal yang tidak berguna, pergi temui Profesor Jean. Tidakkah kau tahu, dia di sini untuk mu?"
Para tamu sudah mulai berdatangan.
"Oh, duduk di sini, Profesor Jean. Dan Profesor Park (direktur) kami duduk setelahnya"
Profesor Jean tersenyum malu, Ibu Profesor Park juga tersenyum. Hanya Profesor Park yang tidak menunjukkan raut wajah senang.
Ae Ryung mengambil kopi lalu menuangkan ke cangkir di setiap tamu yang hadir.

Ibu Profesor Park melihat Ae Ryung dengan wajah masam saat Ae Ryung menuangkan kopi untuknya. saat menuangkan kopi kepada Profesor Park, mereka bertatapan sekilas dan tetap terdiam.
Ki Hwan sampai di rumahnya. (rumahnya kayak di 49 Days, apa mungkin syutingnya di rumah yang sama? tapi enggak tahu juga -ooppie rf-). Ki Hwan masuk rumah dan melihat rumah sangat berantakan. Ia melihat foto keluarganya. Ia memperhatikan foto Chae Ryung dan tersenyum. Telepon Ki Hwan berdering.

"Apa?"
"Aku telah memasak nasi, jadi makan, makan malammu sendiri. Aku akan terlambat. Hanya ada satu alasan mengapa aku datang terlambat. Kau kurang dalam profilmu, jadi aku harus berkorban untuk itu. Apa yang aku katakan, ayah, dia kepala akuntan di perusahaan besar tetapi keluar dari pekerjaannya dan bekerja untuk temannya sebagai seorang pekerja di perusahaan celana panjang?" kata istrinya.

"Jika aku berkata seperti itu, lalu tidak ada keluarga kaya yang akan melihat kita," kata Man Soo -adik ipar Ki Hwan- pada seorang wanita di depannya. Wanita itu memalingkan muka. "Ngomong-ngomong, air yang aku tuang memiliki rasa yang berbeda. Jika kau tidak ingin berbicara tentang alkohol, kita bisa membicarakan tentang keahlian. Kemenakan perempuanku tidak juga segera menikah, sebenarnya aku sudah sangat sedih. Aku terlihat muda, tetapi usiaku 42 tahun. Rambutku masih tampak bagian yang lengkap. Bagian itu.. menyebar.. berpisah.. haha," kata Man Soo panjang dan berusaha tertawa. Tetapi wanita itu tidak juga menunjukkan ketertarikan. jujur dah ooppie nggak ngerti apa yang tu paman bicarain. mau nglawak tapi kagak ada yang lucu, ngomongnya juga lompat-lompat.

Man Soo mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkan foto Ae Ryung saat kecil, "Ibunya sangat membanggakannya, "Jika kau berjalan lurus kearah seseorang yang ada di kereta...," Man Soo terdiam karena wanita itu benar-benar kesal melihat tingkah Man Soo.

Soo Hee -istri Ki Hwan- akhirnya datang setelah menelpon suaminya. "Maafkan aku. Semua keluarga bermartabat tinggi ingin mengambil anak perempuanku. Teleponnya sangat lama, tetapi aku sudah menolaknya. Aku akan mengikutimu dengan teknik pencarian jodohmu"
Owalah.., tu wanita jadi mak comblang ternyata.
"Kami akan mempertimbangkan masa terdistorsi paman. Orang-orangku bekerja hati-hati..," kata wanita itu.
"Kalau begitu katakan padaku dari awal. Nyonya, karena Anda telah bekerja Anda harus memperhatikan, beberapa orang belajar lebih baik langsung. jenis-jenis orang yang lebih matang, dan memiliki rasa dunia nyata"
Mereka membicarakan perjodohan antara keluarga kaya pemilik rumah sakit dengan Ae Ryung anak pertama Ki Hwan.

Ae Ryung sedang membuang sampah di bagian belakang tempat perusahaannya. Direktur mengikutinya dan langsung memeluk Ae Ryung dari belakang.
"Pergilah!" pinta Ae Ryung.
"Hmm.. Aku butuh melakukan ini dan pergi bersiap. Katakan pada mereka untuk pulang dan makan"
"Berhentilah!" Ae Ryung menyentakkan tangan direktur dengan marah.
"Ayo kita katakan semuanya besok bahwa istriku adalah kau, Eun Ae Ryung," kata direktur sambil tersenyum.
"Dia akan baik-baik saja. Kau mengacuhkan anak pertama CEO Lee yang memiliki gelar PhD dan seorang profesor hanya untuk seorang gadis yang bekerja rendahan di galerinya? Motif direktur tidak membuatmu menjadi profesor yang besar. Dia ingin kau menjadi CEO di perusahaannya"
"Ibu bukan seorang yang akan menikah, tapi aku." Direktur berusaha menjelaskan.
"Kita berhenti saja, akhiri semua ini" Ae Ryung melempar sampah terakhirnya dan Ia beranjak pergi. Tetapi direktur menahan tangannya.
"Kau adalah milikku. Aku tidak akan memberikanmu pada laki-laki lain," kata direktur lalu tersenyum kemudian memeluk Ae Ryung.

Ayah sedang mencuci piring di dapur lalu membersihkan dapur. Teleponnya berdering. Telpon dari Chae Ryung
"Apakah kau baru saja bangun sekarang? Apa yang terjadi jika kau kehilangan pesawatmu?"
"Ayah nyalakan komputer, aku sedang terburu-buru," teriak Chae Ryung.
"Apakah ada yang salah? Chae Ryung... Chae Ryung..."
Ki Hwan sudah berada di depan komputer. "Ayah, bisakah kau melihat anak cantik ayah?"
"Apa yang ingin kau beli sampai-sampai kata itu keluar dari mulutmu?"
"Aku tidak ingin kembali ke Korea"
"Apa? Apakah kau gagal dalam kelasmu?"
"Bagaimana bisa prestasiku yang sempurna mendapatkan sebuah kelemahan?"
"Lalu apa?"
"Aku mendapatkan prestasi yang baik, sangat dinamis"
"Apakah kau mendapatkan A plus?"
"Aku katakan padamu, hanya orang bodoh yang mendapatkan prestasi itu"
"Saudara perempuanmu orang yang cantik dan dia selalu mendapat nilai A plus"
"Bicarakan hal yang tak penting seperti prestasi itu nanti, ada sesuatu yang penting yang harus kita diskusikan dan telah aku renungkan"
"Apakah kau mendapatkan kecelakaan?"
"Apa ini? Darah ayahmu sudah naik"
"Tekanan darahmu tidak tinggi"
"Tekanan darahku tinggi. Aku rutin check-up di kantor, mereka bilang tekanan darahku tinggi."
"Berarti karena itu kepalamu mati rasa, bukan karena aku tidak mengangkat telepon. Ayah... Ayo kita buat kesepakatan, tunggu sebentar" Chae Ryung mengambil sesuatu dari mejanya. "Taraaa!!" Ia memperlihatkan kepada ayahnya.
"Apa itu?"
"Ayah, aku tidak berpikir kau akan memblokir kartu kreditku jika aku membeli ini. Jadi aku akan menjual tiketku untuk membeli ini"
"Apa?"
"Jadi, aku tidak berpikir aku bisa pulang ke Korea saat ini, dan masih harus tinggal di sini."
"Apakah kau berbicara tidak mutu?
"Mengapa tidak mutu"
"Ada seratus tas yang sudah kau beli"
"Ini berbeda.. benar-benar berbeda"
"Beda apanyaa? Semua tas sama"
"Ayah, pernahkah kau melihat tas seperti ini? Sebuah tas di dalam tas? Sebuah tas di dalam tas! Ini dibagi ke dalam ruangan juga. Ayah, kau selalu berkata tasku barang-barang tak berguna. Jadi tas ini tidak akan membuat tekanan darahmu naik. Tas ini adalah sebuah tas yang dibuat untukmu"
Di belakang Chae Ryung ada Jong Suk dan Bora, teman kuliah Chae Ryung. Jong Suk memandang Chae Ryung dengan tatapan dalam.
"Aku tidak membutuhkan itu, jadi cepat tutup"
"Jika kau menutup sekarang, aku akan merencanakan untuk tidak pulang"
"Aku akan menunggumu pulang dan apa yang kau katakan? Aku benar-benar membencimu, benar-benar tidak menyukaimu"
"Aku merindukan ayah juga. Lalu, aku akan membeli itu di mall, okay?"
"Apa yang oke?"
"Di mall sedang ada diskon 20% itu lebih baik. Ayah, ini cara untukmu hidup lagi"
"Kalau begitu, beli itu setelah aku mati"
Chae Ryung hanya bengong memandang ayahnya. Jong Suk melemparkan pakaian yang tergeletak di kursinya kepada Bora.
Ki Hwan mendapat sebuah sms. Chae Ryung protes karena mereka sedang berbicara. Ki Hwan mengatakan bahwa Mr Chae telah meninggal. Chae Ryung tidak respek sama sekali, ia bahkan menyesali kematiannya yang terjadi saat Chae Ryung sedang memohon tas pada ayahnya.
Tetapi Ayah tetap bergeming dengan permintaan Chae Ryung. Ia menasehati Chae Ryung bahwa Ia mengirim Chae Ryung untuk mendesain tas bukannya membeli tas.
Chae Ryung mengancam tidak kembali ke Korea. Ia beranjak dari kursinya.
"Berapa harganya?" tanya Ki Hwan.
Chae Ryung segera kembali ke kursinya, "1500 dolar"
"Baiklah kalau begitu, kau akan tinggal di sana." Ki Hwan menutup sambungannya. Chae Ryung memanggil-manggil ayahnya.
"Wow! Ayah menutup duluan? Ini tidak mungkin, bagaimana bisa terjadi?"

"Pulanglah ke Korea dan gunakan pesonamu pada orang-orang. Berhentilah membeli barang-barang di mall," kata Bora menasehati.
"Hanya tinggal membeli, mengapa berdiam diri seperti itu? Dia akan membayarkan untuk itu, jika kau memperlihatkan tagihan kartu kreditmu," kata Jong Suk memberi solusi
"Bagaimana bisa aku menggunakan kartu kredit tanpa ijin? Hanya orang-orang yang tidak memiliki keluarga yang melakukan itu"
"Kalau begitu aku akan membelikanmu"
Chae Ryung menoleh pada Jong Suk. "Kau benar-benar lucu. Apa hubungan kita sehingga kau mau membelikannya untukku?"
"Kalian makan, minum kopi, pergi belanja bersama, dan menggosip. Itu termasuk dalam hubungan," kata Bora.
"Kau benar, itulah kita, dan hanya itu. Jangan berharap melebihi dari ini. Kau bukan tipeku"
Jong Suk kesal mendengar perkataan Chae Ryung tetapi Ia hanya memendam kekesalannya saja.

Ki Hwan bersiap-siap untuk pergi menghadiri upacara pemakaman Mr Chae. Rupanya istri dan adik iparnya baru saja pulang.
"Apakah kau akan pergi ke suatu tempat? Apakah ada upacara kematian?" tanya istrinya.
"CEO Mr Chae meninggal"

Ki Hwan mengajak istrinya menghadiri upacara pemakaman. Tetapi istrinya menolak karena Ia tidak suka menghadiri upacara pemakaman. Adik iparnya menawarkan diri menemani, tetapi Ki Hwan menolak dan memutuskan pergi sendiri.
Setelah suaminya pergi, Soo Hee bertanya pada Man Soo apakah Ho Ryung mendapatkan liburan saat wajib militernya? Ataukah dia sudah kembali?
Soo Hee khawatir anak laki-laki semata wayangnya di bawa oleh keluarga Ah Young dan mungkin saja Ia sedang dimanfaatkan keluarga mereka.

Ternyata benar. hahaha... Ho Ryung sedang bersama keluarga Ah Young. Ho Ryung dijamu dengan baik oleh keluarga mereka. Orang tua Ah Young sangat berharap Ho Ryung akan menikahi Ah Young dan ayahnya akan memberikan mereka rumah karena Ho Ryung satu-satunya anak lelaki di keluarga mereka.
Ho Ryung sedikit mengelak dan menjelaskan bahwa ayahnya lebih sering menghabiskan untuk kedua saudara perempuannya. Ayah Ah Young tentu saja masih tetap membujuk Ho Ryung.

Ki Hwan pulang malam. Di pintu pagar Ia melihat susu tergantung. Tidak ada yang mengambil dari rumah. Ki Hwan pun mengambil susu itu, lalu langsung pergi ke kamar Ho Ryung.
Ki Hwan menyelimuti anak laki-lakinya yang tertidur. Ternyata Ho Ryung belum tidur.
"Maafkan aku karena terlambat. Aku sangat lelah setelah pergi dari rumah mereka." Ho Ryung tak peduli dengan Ayahnya yang membenarkan selimutnya.
"Seharusnya kau mengatakan terima kasih, apa yang kau katakan?"
"Bagaimana bisa orang lain menyukai anak laki-lakinya begitu besar?"
"Aku akan mengadukannya pada Ah Young"
"Jangan katakan pada ibu! Dia berkata 'jika kau tidak ingin melihatku mati, putuskan dia segera. Dia mendekatimu dan keluargamu hanya untuk mendapatkan uang. Apakah kau pikir aku membesarkanmu seperti pangeran hanya untuk menikahkanmu pada rumah tangga seperti itu?" Ho Ryung menampakkan wajah kesalnya.
Ki Hwan hanya tersenyum melihat tingkah anaknya itu, "Tinggal berkata ya dan jangan berpikir tentang itu. Tidurlah" Ki Hwan beranjak pergi.
"Ayah! Apakah kau merahasiakan pembelian sebuah apartemen?"
"Tidak, kenapa?"
"Aku akan keluar dari militer, tidak hanya bekerja dan bermain. Aku akan tidur" Ho Ryung tenggelam dalam selimut. Ki Hwan masih menatap Ho Ryung.

Ki Hwan memasuki kamarnya. Istrinya sedang menggunakan masker.
"Apakah kau menyemprotkan garam?"
"Ya"
"Berapa yang kau tawarkan? Well.., Mr Chae harus pergi dengan tenang, melihat semua anaknya menikah. Dia tidak bisa pergi jika mereka masih dirumahnya tanpa pasangan"
"Bagaimana dia meninggal? Dimana Ia dikubur? Apakah istrinya baik-baik saja? Tidakkan kau seharusnya menanyakan pertanyaan itu?" tanya Ki Hwan.
"Mereka pasti mendapatkan banyak ucapan bela sungkawa. Jadi dia seharusnya tidak bersedih. Tetapi, berapa banyak Ia meninggalkan warisan? Dia tidak menggunakannya dengan berlebihan, jadi aku yakin dia menyimpan banyak. Rumor yang beredar, harta itu bisa menghidupi 3 generasi. Kau seharusnya merekrut dengan pengacara, dokter, dan hakim sebagai anak laki-lakimu"
Ki Hwan tak mendengarkan istrinya. Ia melepas dasi dan langsung masuk kamar mandi.

Beberapa penumpang keluar dari bandara. Ki Hwan sedang menunggu anak perempuannya yang bersekolah di luar negeri. Eun Chae Ryung. Ki Hwan melihat jam tangannya. Ia melihat lagi pintu keluar para penumpang. Akhirnya Ia melihat anak perempuannya yang keluar bersama koper besar.
"Chae Ryung! Chae Ryung! di sini!" Ki Hwan berteriak-teriak memanggil anaknya. Chae Ryung melihat ayahnya. Ia langsung menampakkan wajah cemberut. Ki Hwan langsung mendekati anaknya. "Kebodohan kami, karena kau harus berkorban jauh-jauh datang kemari. Aku sangat senang bertemu denganmu, anakku" Ki Hwan langsung memeluk anaknya.
Chae Ryung masih cemberut, "Aku tidak menyukaimu ayah"
"Mengapa kau tidak menyukai ayahmu? Baru beberapa detik kau hanya melihatnya?"
Chae Ryung mengeluarkan katalog tasnya. "Ini!"
"Baiklah, baiklah... Aku akan membelikanmu nanti"
"Benarkah??" raut wajah Chae Ryung langsung berubah, "Anak ayah ini sangat merindukan ayah.. Ayo pergi. Dorong itu" Chae Ryung mencium pipi Ayahnya lalu meminta ayahnya mendorong kopernya.

Bora dan Jong Suk masih di bandara menunggu jemputan. Bora sedang menelpon Ibunya.
"Ibu, mengapa sopir Kim yang kesini?Apakah lebih penting bisnis besar?" Jong Suk melihat Bora dengan sinis. "Apakah sopir Kim, kau? Baiklah aku akan tutup. Aku harus menelpon sopir Kim"
Bora melihat Jong Suk yang masih berdiri di sampingnya, Ia berubah ramah dan tersenyum, "Apakah orang tuamu tidak datang juga? Apakah mereka memiliki masalah dengan pengadilan sekarang?"
Jong Suk masih melihat Bora dengan sinis, "Kami bertemu di tempat parkir. Pergilah" Jong Suk langsung pergi meninggalkan Bora.
"Hey! Park Jong Suk. Kapan kita bertemu lagi?" Bora kesal karena Jong Suk tak mempedulikannya.

Ternyata Jong Suk tidak dijemput. Ia pulang naik taksi.
"Lembah Seo Eul," tebak sopir taksi pada Jong Suk.
"Ya, itu tujuannya. Ah tidak, aku ingin ke Mall desainer Chungdam," kata Jong Suk.
Sopir taksi merasa aneh dan melihat Jong Suk dari kaca spion tengah. Tetapi Ia menuruti permintaan Jong Suk.

Ae Ryung diajak ibunya ke sebuah departemen store.
"Mengapa kita di sini?" Ae Ryung berusaha melepaskan cengkraman ibunya.
"Harga satu potong baju di sini cukup untuk hidup satu bulan dengan pasanganku"
"Apakah aku memintamu untuk menyerah hidup berhemat? Kita menghabiskan banyak waktu, jadi aku hanya ingin melihat sekeliling."
Seorang pegawai menyambut mereka.
"Apakah ada item terbaru ditempat ini?"
"Jika kau berjalan di tempat ini...." Pegawai itu menuju sebuah baju yang telah dipakaikan disebuah patung dan menunjuknya sebagai item terbaru.
"Oh.. ini sangat bagus.. sangat bagus..," kata Sook Hee, ibu Ae Ryung. Ia berjalan lagi ditemani dengan pegawai mall. Sook Hee membisikkan sesuatu pada pegawai itu tanpa terdengar oleh Ae Ryung. "Kalau anakku mencoba pakaian ini, jika aku memberimu sebuah tanda, potong label harganya, sehingga Ia tidak bisa melihatnya." Ae Ryung melihat Ibunya berbisik pada pegawai tapi Ia tidak mengetahui pembicaraan mereka.

Ki Hwan sedang bersama Chae Ryung di dalam mobil menuju rumah. Chae Ryung terus saja memegangi hapenya.
"Segera setelah kau pulang, kau tidak berbicara padaku, tetapi menulis pesan siapa?" tanya Ki Hwan.
"Untuk Bora, karena aku lupa mengucapkan selamat tinggal," jawab Chae Ryung tanpa memperhatikan ayahnya. "Ayah! Ayo beli tasnya setelah aku membandingkan beberapa harga di online. Haruskah kita pergi dan membeli smart phone?"
"Kau melihatku sebagai dompetku, benarkah?"
"Ayah, kau selalu khawatir dimana aku berada. Jika kau mempunyai smart phone, kau bisa mendeteksi dimana kau tepat berada."
"Benarkah? Baiklah aku juga akan memilikinya satu. Aku akan tenang jika aku tahu dimana kamu, Eun Chae Ryung. Setiap waktu kau datang terlambat, aku akan pergi mencarimu" Chae Ryung memperhatikan ayahnya dan tersenyum. Ayahnya juga melakukan hal yang sama.

Ae Ryung dan Ibunya sedang berada di sebuah restoran. Ibunya ingin memperkenalkan Ae Ryung pada anak kenalannya. Ia ingin menjodohkan Ae Ryung dengan anak temannya itu. Mereka menunggu anak laki-laki itu datang. Seorang laki-laki datang.
"Oh di sini," panggil rekan Sook Hee itu pada laki-laki itu.

Sook Hee agak terkejut melihat penampilan anak itu. Dia nampak seorang yang playboy. Ae Ryung tidak tertarik sama sekali.
"Maaf aku terlambat. Ada banyak pasien di rumah sakit"
"Oh, kata pasti membantu ayahmu di rumah sakit?" tanya Sook Hee basa-basi.
"Bukan seperti itu, aku mendapatkan suntikan," katanya sambil menunjuk wajahnya.

Ae Ryung benar-benar tidak suka dengan tindakan orang itu. "Ibu, kau juga harus melakukannya." Ia melihat pada Ae Ryung, "Putrimuu juga." Ia mengulurkan tangannya, "Aku Jung Jin Goo"
Ae Ryung tidak membalas uluran tangan Jin Goo, "Aku Ae Ryung," Ia menundukkan kepalanya.
"Kulitmu dan kepribadianmu, semuanya sangat kasar.." kata Jin Goo pada Ae Ryung. Ia berpaling pada ibunya, "Aku berkata padamu aku suka kulit seperti boneka dengan tampilan yang baik." Ia beralih pada Ae Ryung lagi, "Pada saat ini kita harus jujur bukan?"
"Ibumu sepertinya terlambat,"
"Dia berkata dia mencari beberapa tempat dan memasukkannya dalam perdagangan, jadi aku yang akan menghandel ini. Ruangan kopiku lebih baik daripada yang mereka sediakan disini. Ayo kita kesana."

Mereka memasuki sebuah ruangan. Ae Ryung dan ibunya takjub melihat ruangan itu. Ini lebih layak disebut apartemend daripada ruangan untuk mengopi. Jin Goo tersenyum melihat mereka.
"Silahkan duduk dengan nyaman. Menunya adalah kopi, air, jus, dan alkohol apa yang anda inginkan?" kata Jin Goo.
"Tetapi.. tempat apa ini?" tanya Sook Hee.
"Kita datang dari toko kopi lurus ke dalam lift. Ini ruangan hotelku"
"Ini tidak seperti itu, aku tidak tahu. Bagaimana bisa kau mendapatkan ruangan ini?"
Jin Goo mencoba berpikir, "Ah! Ibuku berkata menyewakan ruangan seperti sebuah ruangan hotel itu tidak akan membuat perbedaan."
"Lalu, kau tinggal di sini?"
"Ya, di sini dan di rumah. Tergantung pada kesehatan ayahku," jelas Jin Goo. "Ae Ryung! Kopi?" tawar Jin Goo. Ae Ryung tidak menjawab.

Seorang ibu yang mentereng memakai kaca mata datang memasuki ruangan Jin Goo.
"Aku minta maaf karena keterlambatanku." Semua orang melihat ke arah ibu itu. Ia melepaskan kaca matanya dan memberi salam lalu memperhatikan penampilan Ae Ryung dari bawah sampai atas.

Ho Ryung sedang bercakap dengan ayah pacarnya ditelepon. "Ayah, itu seperti yang aku katakan kemarin, ini bukan perusahaan ayahku tetapi milik temannya. Jadi aku tidak bisa berpikir dia bisa membukakan toko untukmu. CEOnya diambil dari keluarganya." Ho Ryung mendengar suara ayahnya masuk, "Aku harus pergi, maafkan aku, ayah mertua,"
"Apakah kau bodoh?" tanya suara di seberang. Tetapi Ho Ryung sudah menutup teleponnya.

Chae Ryung masuk duluan ke dalam rumah.
"Oh tentara, apakah kau mendapatkan waktu libur karena aku pulang?"
Paman Chae Ryung keluar dari kamarnya, "Oh, Chae Ryungku di sini?"
"Paman!" Chae Ryung dan pamannya langsung berpelukan.
"Apakah kau belajar banyak bahasa Inggris?" Paman Chae Ryung mengambil koper Chae Ryung, "Sini berikan padaku" Ternyata paman langsung membuka tas Chae Ryung dan berharap akan ada oleh-oleh di dalamnya. Ho Ryung juga ikut membuka berharap ada hadiah untuknya.
"Hei!! Hal pertama yang kalian tanyakan adalah hadiah untuk kalian? Tidak ada yang baik untuk kalian, ini semua barang-barangku"
"Apa ini?!" teriak Ho Ryung sambil mengambil sebuah barang.
"Tidak ada apapun!" Chae Ryung langsung merebut barang yang dipegang Ho Ryung. Ki Hwan hanya tertawa melihat tingkah anak dan adik iparnya.

Karena ibu Jin Goo sudah datang, perkenalan antar keluarga di mulai. Mereka duduk di satu meja.
"Direktur benar-benar sepertinya, jika ada pembukaan di Seoul dia akan memaksa tinggal di Busan," kata Sook Hee menceritakan Ae Ryung. Tiba-tiba telepon Ae Ryung berbunyi. Ae Ryung hanya melihat ponselnya.
"Semua orang memperhatikanmu, mengapa kau tidak mengangkat itu?" tanya Jin Goo pada Ae Ryung.
"Ya angkatlah," ibu Jin Goo menimpali.
"Ya" Ae Ryung mengiyakan dengan canggung.
"Itu pasti direktur yang menelpon," kata Ibu Ae Ryung. "Dia mungkin ditelepon untuk diberi pujian karena telah melakukan hal dengan baik di seminar kemarin"
"Dia terlihat baik, atau sesuatu yang terlihat lurus," batin ibu Jin Goo.

Ae Ryung mengangkat teleponnya setelah berdiri dan meninggalkan tempat pertemuan. "Katakan apa yang ingin kau katakan," kata Ae Ryung pada lawan bicaranya.
"Apakah kau pergi ke Seoul karena Profesor Jean? Dia tidak berarti untuku," kata direktur.
"Aku mengerti, aku akan menutupnya sekarang."
"Hello...?! Hello...!"
Semua orang menunggu Ae Ryung kembali. Sook Hee meminum kopinya, tetapi Ia dikejutkan dengan kopi yang terlalu panas. Jin Goo dengan sigap mengambilkan tisu. Sook Hee meminta maaf pada semua orang.
Ae Ryung sudah kembali, "Maafkan aku karena terlalu lama" Ia duduk kembali di kursinya.
"Ibumu berkata itu telepon untuk memujimu karena seminar kemarin, atau tidak?"
"Direktur berkata presentasinya..." Ae Ryung tidak bisa melanjutkan.
"Aku menduga semua yang ibu katakan tujuannya sama," kata Jin Goo. Sook Hee hanya tersenyum.
"Apakah kau mengerti apa yang direktur katakan?" tanya Ibu Jin Goo lagi.
"Dia adalah seorang orang tua, dan sebagai orang tua dia peduli dengan anaknya. Aku mengertinya."
Ibu Jin Goo tak berkata apa-apa dan meminum kopinya. Jin Goo juga meminum kopinya sambil memperhatikan Ae Ryung sebentar.

Ki Hwan, Chae Ryung dan Ho Ryung sedang berada di toko ponsel.
"Wow!! Ini benar-benar baru," kata Chae Ryung. Ia memperlihatkan fitur ponsel yang ia pegang pada ayahnya. "Ini seperti komputer, lihatlah. Ini sangat hebat."
Ki Hwan melihat ponsel yang dipegang Chae Ryung. "Dunia sangat hebat sekarang. Apakah kau tahu artikel di koran, bagaimana kau melakukan semua ini?" tanya Ki Hwan sambil memperhatikan anaknya mengoprasikan ponsel itu (ini namanya tablet sih bukan ponsel. Kalo ponsel kebesaran, kalo ipad kekecilan. kekeke)
"Apakah kau ingin aku mencari tas yang aku cari?"
"Kau membeli ponsel dan disisi lain kau membeli tas?" tanya Ho Ryung tidak percaya.
"Apakah kau cemburu?"
"Aku akan membeli yang baru ketika aku keluar. Jangan ikut-ikutan juga untuk membelinya"

Chae Ryung masih menekan-nekan ponsel barunya itu. Tiba-tiba ada telepon masuk. Chae Ryung memasang head phone dan mengangkat teleponnya.
"Huh! Sangat menyebalkan. Kenapa telepon pertama di ponsel baruku adalah Park Jong Suk? Berapa lama sejak kita sampai di rumah? Kau meminta kita untuk bertemu? Tutuplah, aku bukan pacarmu" Chae Ryung menutup teleponnya.
"Mengapa kau begitu dingin dengan temanmu?" tanya ayahnya.
"Dia seorang idiot, benarkah? Mengapa dia menyukai Eun Chae Ryung, menempel pada orang sepertimu?" kata Ho Ryung.
"Dia bukan seseorang yang tidak memiliki apa-apa. Dia anak laki-laki dari pengacara terkenal."

Saat itu Jong Suk ternyata berada di mall dan sedang membeli tas yang diinginkan oleh Chae Ryung.

Duk Gi sedang menyambut para tamu di sebuah club. Dia menawarkannya pada para pejalan kaki yang melewati depan club. Jong Suk mengamati kegiatan Duk Gi. Jong Suk bersiul memanggil Duk Gi. Saat Duk Gi sudah mendekat, Jong Suk memperlihatkan foto Chae Ryung dari ponselnya. Duk Gi sempat tertawa. Jong Suk langsung merebut ponselnya. (iklan tablet kali yaa.. sama kayak punya Chae Ryung yang tadi)

"Mengapa kau tertawa?" tanya Jong Suk sebal.
"Dia hanya tipemu. Seberapa pun kau berusah dia tetap akan menolakmu."
"Mengapa kau tidak membuatnya dalam suatu keadaan?"
"Keadaan apa yang kau inginkan?"
"Kau ingin melakukannya seperti waktu dulu, dimana membuat mereka cemburu?"
"Tidak seperti itu. Dia tidak tahu laki-laki dengan baik"
"Jadi kau ingin menjadi pangeran penolong yang menolongnya dari ancaman? Berarti bayarannya lebih tinggi"
"Seberapa banyak orang sepertimu menginginkannya? 50? 100?"
"100 terlihat baik. Aku membutuhkan uang muka 30 persen"
Jong Suk tersenyum sinis. Ia mengeluarkan dompetnya.
"Kau masih berhati-hati, tidak mengeluarkannya dengan cek," kata Duk Gi. Jong Suk memberikan uangnya sesuai dengan permintaan Duk Gi.
"Waktunya besok tempatnya di clubmu"
"Baiklah, apakah kau ingin mendapatkan ruangan hotel juga?" Jong Suk hanya tersenyum.
"Tetapi apa yang kau lakukan dengan menggunakan penyerang?"
"Tas tangan"

Keluarga Eun sedang makan bersama. Ayah memotongkan daging dan memberikannya pada Chae Ryung. Ae Ryung makan juga Ho Ryung. Paman melihat semua keponakannya dan bergumam.
"Kenapa kalian tidak mempersilahkan ayah kalian untuk makan?"
"Ayah tambah ikan bakar," pinta Chae Ryung.
"Tambah nasi," pinta Ae Ryung.
"Tambah daging," pinta Ho Ryung.
"Oke, oke .. Ini pelayanan untuk kalian"
Ayah beranjak dari duduknya dan mengambil makanan di dapur. Ia menyiapkan daging dan ikan, serta mengambil nasi.

"Ini cara kami dalam hubungan ayah dan anak," bisik Ho Ryung pada pamannya.
"Kami berakting memakan dengan sangat enak, kami mempersiapkan hadiah untuknya," bisik Ae Ryung.
Chae Ryung masih fokus dengan ponsel barunya, "Tetapi apa yang ibu lakukan, kenapa dia tidak keluar untuk makan?"

Sook Hee ternyata sedang menelpon.
"Aku menelpon karena khawatir dengan apa yang terpikir di situ. Aku hanya ingin berterima kasih tentang yang tadi terjadi," Sook Hee tersenyum. "Hah? Benarkah?"

"Hey Eun Ae Ryung!" panggil direktur pada Ae Ryung melalui ponsel dengan 3G. "Jika kau tidak turun besok, aku akan bertemu dengan anak CEO yang tidak kau suka. Maka kau harus turun sekarang!"
"Kau sepertinya siap bertemu dengannya, kau merasa bersalah atau kau memang ingin bertemu dengannya dan melakukan sesuatu dengannya. Kau ingin aku bertemu denganmu sekarang dan membuat keputusan, apakah aku benar?" tanya Ae Ryung.
"Berhentilah beralasan dan turunlah"
"Besok! Kemarilah, okey!"

Chae Ryung tiba-tiba masuk kamar. "Kakak, bisakah aku mencoba baju baru mereka desainer baju, dia tidak memberikanku satu pun" Chae Ryung langsung duduk di kasur. Ibu mereka ikut masuk kamar juga.

"Anak perempuan tertuaku, aku memiliki kabar baik," katanya pada Ae Ryung. Ia lalu beralih pada Chae Ryung, "Hey Chae Ryung, anak kepala rumah sakit menyukainya"
"Aahh.. pikiran yang baik. Kita tidak perlu khawatir dengan kesehatan ayah, kita bisa mendapatkan operasi plastik dengan gratis. Ini sangat hebat, kau harus menikah dengannya"
Ae Ryung memasang tampang tidak tertarik, "Aku harus menikah karena Kau dan Ibu yang memintaku? Apakah aku salah?"
"Apakah aku mengatakan kau melakukan hal yang salah? Aku berkata ayo hidup dengan memiliki keuntungan, jika saudara iparku seorang yang sukses, itu hal yang baik"
"Dia tidak kaya, ayahnya yang seorang direktur rumah sakit, mengerti itu dengan baik"
"Benarkah itu?" Chae Ryung berdiri. "Itu mengapa kau mencari keluarga yang berstatus ketika kau menikah, itu benarkan?" Chae Ryung berjalan menuju lemari kakaknya.
Ibunya kini mendekati Ae Ryung, "Jika keluarga saling menginginkan, kita bisa menentukan tanggal pernikahan"
"Ini yang kau inginkan, ibu, benarkah?" tanya Ae Ryung."Jika kau menyukai menantu laki-laki, kau tidak peduli apa yang aku inginkan, tetapi menyuruhku untuk menikah. Karena kita hidup dari bagian orang lain dan aku merasa buruk aku harus mengikuti rencana burukmu itu. Aku tidak akan keluar dan memperlihatkan kau bisa mengontrolku apapun yang kau inginkan. Bagaimanapun ini adalah sebuah bentuk kasih sayang atau hobimu, aku tidak akan melakukannya. Jangan melangkah ke situasi yang jauh tanpa aku ketahui karena aku tidak ingin menikah seperti itu"
"Kapan aku mengambil label harga? Dan orang-orang tahu kau sangat pandai. Ya kau akan mendapatkan PhDmu. Ya, aku memiliki seorang anak perempuan yang pandai dan ya aku ingin kau menikah dengan baik, itu hobiku. Aku seorang Ibu yang menyedihkan! Tetapi apakah kau tahu kepandaian bukan segalanya"
Ae Ryung masih menahan amarahnya. Ia langsung mengambil jaket dan pergi.
"Hah! Benar-benar...," keluh Sook Hee. "Hey Chae Ryung cepat bicara dengan kakakmu! Jika dia pergi ke Busan sekarang, dia akan kehilangan kesempatan dengan anak laki-laki pemilik rumah sakit"
Saat itu Chae Ryung sedang memilih-milih baju. "Kalau begitu berikan aku jaket ini"
"Okey! Kau bisa memilikinya, pergilah dan buat perasaan kakakmu lebih baik"
"Aah.. itu mudah seperti makan permen karet," kata Chae Ryung. Ia pergi mencari kakaknya.

Ternyata Chae Ryung membawa semua keluarganya ke karaoke. Chae Ryung dan Ho Ryung bernyanyi bersama. Ibunya memberikan kode untuk mengajak kakaknya bernyanyi. Chae Ryung langsung menarik kakaknya dan mengajaknya bernyanyi. Ae Ryung sudah bisa melupakan permasalahan tadi. Saat giliran ayah mereka bernyanyi, lagu yang dinyanyikan sama dan selalu saja seperti itu, sampai membuat bosan semua orang. Tetapi semuanya tetap saja ikut bernyanyi dengan gembira. Ho Ryung merekam momen itu dengan ponsel baru Chae Ryung.

Ayah membuka pintu kamar Chae Ryung. Ia masuk dan hendak membenarkan selimut Chae Ryung. Tiba-tiba Ia melihat kaki Chae Ryung yang dihiasi. Ia menyentuh kuku kaki Chae Ryung dan tersenyum lalu Ia membenarkan selimut.

Saat itu Chae Ryung bergumam sambil memejamkan mata, "Tinggalkan aku sendiri, ini kebanggaan terakhirku.. hmm"
"Baiklah"
Ayah pergi ke kamar Ho Ryung. Ia juga membenarkan selimut Ho Ryung. Ia mengambil baju wamil Ho Ryung dan membawanya untuk disetrika. Saat ayah sedang menyetrika baju, Ae Ryung turun dari tangga dan melihat ayah.

"Ah! Kenapa bukan ibu atau Ho Ryung saja yang menyetrika itu. Berikan padaku, aku akan melakukannya"
Tetapi ayah menolak, "Aku sebentar lagi selesai, duduklah." Ae Ryung terpaksa menuruti. "Apakah anak perempuan memiliki seseorang yang Ia sukai?"
"Bagaimana kau tahu?"
"Tentu saja aku tahu, aku ayahmu" Ayah memandang Ae Ryung, "Anak perempuanku semuanya sudah tumbuh" Ae Ryung tersenyum mendengarnya.

Sementara itu Chae Ryung tertidur dengan mengigau, "Ayah, tas tanganku, ayah, belikan aku satu. Tas tangan..."
Ayah membawakan kopi untuk Ae Ryung dan untuknya. "Mengapa kau tidak mengatakan sebelumnya?"
"Dia anak direktur"
"Jika ibu tahu, dia akan mencoba bertemu dengan direktur"
"Hanya berpikir begitu saja sudah membuat kepalaku pusing. Aku sedikit memalukan karena membicarakan ini dengan Ayah"
"Memalukan? Apanya yang memalukan? Kita bicara tentang seseorang yang mungkin akan menjadi bagian dari keluarga kita"
"Keluarga?"
"Tentu saja keluarga. Jika kalian menikah, kita akan menjadi keluarga yang makan di meja yang sama"
"Ayah, siapa yang kau inginkan untuk menikah denganku?"
"Hmm.. seseorang yang berpikir bahwa Ae Ryung adalah orang yang penting dalam hidupnya." Saat itu Chae Ryung terbangun karena merasa haus, Ia melihat kakak dan ayahnya saat hendak menuruni tangga. "Untuk anak perempuanku, dia akan menahan penderitaan dan dia hanya membutuhkanmu dalam hidupnya"
"Tidak ada laki-laki seperti itu di dunia. Semua lelaki sekarang ini hanya mementingkan diri sendiri"
"Jika dia tidak memenuhi standarku, aku tidak akan memberikan anakku padanya. Anak perempuanku sangat berharga"
Ae Ryung memegang tangan Ayah. "Aku hanya berpikir satu hal. Seseorang laki-laki yang baik sepertimu, jika laki-laki itu seperti Ayah, aku pikir dia akan memperlakukanku seperti ayah memperlakukanku"
Chae Ryung juga mendengarkan percakapan kedua orang yang disayangnya itu ditangga.
"Ketika aku menghantarkanmu dan memberikanmu, aku tidak berpikir itu tindakan yang tidak efisien, benarkan?"
Ayah menepuk-nepuk tangan Ae Ryung. Ae Ryung mengangguk-angguk sambil menahan air mata.
"Mengapa?"
"Aku tidak tahu, hanya mendengar itu saja aku merasa kau akan pergi. Aku tidak berpikir aku akan menikah"
"Aku tidak pernah berkata untuk tidak menikah. Itu tambahan untuk keluarga kita. Kita akan mendapatkan anggota baru, kau akan mendapatkan orang tua baru, dan kau akan mendapatkan sahabat sepertiku"
"Aku akan menyimpan kata-kata itu dalam hatiku. Seseorang yang berada di sampingku, ayah dan Ibu baru, jika semua itu baik, aku akan menikah. Jika tidak baik, aku tidak akan, oke?" Ayah mengangguk.
Chae Ryung terharu melihat keduanya. Ia bangkit dan beranjak menuju kamarnya. "Ayah seorang yang memiliki suasana hati baik, aku akan meminta tasnya besok... Ah aku haus" Ia memakai penutup matanya lagi dan tidur.

Ayah mengantar Ae Ryung dan Ho Ryung di stasiun. "Jika kau membutuhkanku, atau rindu padaku, telepon ayah," kata Ayah pada Ae Ryung.
Ae Ryung mengangguk. Saat itu Ia melihat sepatu ayah yang sudah mulai lapuk. Ayah juga ikut memperhatikan pandangan Ae Ryung. Tetapi Ia tidak mempedulikannya. "Pergilah," katanya.
Ho Ryung memberi hormat pada ayahnya. "Aku akan pergi" Ia lalu menuruni tangga menuju kereta. "Ayah, pikirkan hadiah yang akan kau berikan ketika aku keluar nanti." Tetapi Ia menaiki tangga lagi dan berbicara dengan ayahnya dari dekat, "Jika ayah Ah Young mengajak ayah bertemu, jangan bertemu dengannya, dia akan berkata sesuatu yang tidak berguna. Baiklah, aku akan pergi" Ho Ryung berlari menuruni tangga lagi

"Ho Ryung!" panggil Ayah. Ho Ryung membuat tanda love dengan tangannya di atas kepala. Ayah melambaikan tangan.

Ki Hwan memasuki kantornya. Seseorang ternyata sudah menunggu di dekat pintu.
"Aigoo... Aku ayah pacar Ho Ryung, Ah Young" (hahaha.. tebakan Ho Ryung bener)
"Oh, ya, hallo"
"Aku ingin berbicara denganmu tentang anak kita. Apakah kau memiliki waktu untuk minum teh?"
"Bisakah kita pergi ke cafe kantor?"
"Baiklah, aku akan melihat kantor ini dan merasakan suasananya"
"Anda sudah datang Pak," kata seorang perempuan.
"Kau tidak pergi ke pabrik?" tanya Ki Hwan.
"Bos memanggilku, jadi aku kembali"
"Apakah ada masalah? Cepatlah pergi"
"Baik" Perempuan itu membungkukkan badan kepada Ki Hwan dan ayah Ah Young lalu pergi.
"Dia seorang yang baik, cantik, dan memiliki tata krama," kata ayah Ah Young.

Ki Hwan dan ayah Ah Young berada di kafe.
"Aku tidak datang untuk minum teh. Aku kebetulan menandatangani pada orang yang salah, dan tidak bisa mengirimkan uang untuk anak perempuanku. Aku mungkin akan kehilangan rumah jika tidak membayar. Aku datang untuk meminjam padamu karena masalahku menjadi masalah kami."
"Berapa yang harus dibayar?"
"Aku tidak meminta untuk 1000 dolar agar bisa dibayarkan. Tetapi jika kau membantu kami membuka toko, kami akan bisa membayar dan menghasilkan uang. Kami bisa memberikan uang pada Ah Young dan beban menantu Eun lebih ringan."
Seseorang datang dan meminta Ki Hwan untuk datang menemui bosnya.
"Hey, kami sedang berbicara. Apa yang kau lakukan?" tanya ayah Ah Young.
"Maafkan aku," dan beralih bicara pada Ki Hwan, "Pak cepatlah.."
"Hey!"
"Tunggu beberapa menit," kata Ki Hwan pada ayah Ah Young.
"Besan,, besan.."

Ki Hwan datang menemui bosnya. Tiba-tiba bosnya melemparkan kertas pada Ki Hwan. "Jika aku tidak memberinya 50.000 dolar, dia berkata dia akan menjual desain baru, laki-laki bodoh. Dia berkata jika aku menelpon polisi, dia tidak akan mendapat uang dan dia akan memberikannya pada saingan kita"
"Siapa yang mengirim ini?"
"Jika aku tahu, aku tidak akan duduk di sini sekarang. Aku akan menekannya dan mengirimkannya ke kematiaannya"
"Apa yang kau lakukan? Apakah kau mengirimnya uang?" tanya Ki Hwan.
Direktur langsung berdiri melepas jasnya, "Kau pikir aku gila!" Ia melempar jasnya ke meja. "Kita harus menangkapnya! Menangkapnya! Aku meminta manajer tim untuk menemukan seseorang yang bisa membawa desain, jadi kau juga harus pergi membantunya menemukan siapa dia. Tidak ada seorang pun yang bisa pergi jika kita tidak bisa menangkapnya"
Ki Hwan menekan kepalanya. Saat itu ponselnya berbunyi. Sekretaris berkata dia tidak yakin kapan kau akan menyelesaikan pekerjaanmu, jadi bekerjalah, aku hendak pergi. Tetapi aku akan menunggu sampai kau membalas pesanku, aku mohon padamu besan

Bora, Chae Ryung, dan Jong Suk sedang di mall. Bora mencoba beberapa pakaian dan menanyakan pendapat Jong Suk. Chae Ryung sedang berbicara dengan ayahnya melalui telepon
"Ya.. Ayah, aku selesai bermain. Haruskah aku pergi kekantormu? Apa maksudmu dengan mengapa? Kita harus membeli tasku. Aku akan mengambil yang terbaik saat aku membeli tasnya." Jong Suk memperhatikan Chae Ryung. "Mengapa tidak? Kau berkata akan membelikannya untukku"

"Ada masalah di kantor, jadi aku tidak tahu kapan ini akan selesai. Ya. Berhentilah berteriak dan telepon aku lagi nanti. Baiklah" kata Ayah. Ki Hwan menutup teleponnya. "Anak perempuanku yang paling kecil merengek," kata Ki Hwan menjelaskan pada sekretarisnya.
"Pak bisakah anda membelikan minum untukku?" tanya sekretaris dan beranjak dari duduknya.

Bora dan Chae Ryung sedang duduk di meja restoran. Bora melihat ke arah toilet. "Apakah dia jatuh ke dalam toilet? Atau dia sedang berbicara dengan seorang gadis?" gumam Dora pada diri sendiri karena Jong Suk tidak juga kembali dari toilet.
Chae Ryung yang sedang memegang makanannya meletakkan makanannya di piring. "Apakah kau menyukai Jong Suk?" tanya Chae Ryung sambil menatap Bora.
Bora terkejut mendengar perkataan Chae Ryung dan mengalihkan pandangannya ke piring. "Ah? Benarkah?"
"Kau tahu dia menyukai lebih dari dia menyukaiku. Apakah kau menikmatinya?"
"Kau membuat orang tidak bersalah menjadi merasa bersalah. Menikmati itu? Menikmati apa?"
"Apakah kalian bertengkar?" tanya Jong Suk yang baru datang.
"Hey Park Jong Suk!" panggil Chae Ryung.
"Hey, Eun Chae Ryung, berhenti, jangan katakan itu," bisik Bora sambil menendang sepatu Chae Ryung pelan.
"Setelah kita makan, mari kita minum dan berbicara," kata Chae Ryung tanpa mempedulikan Bora.
"Aku sebenarnya meminta kalian untuk mengunjungi sebuah club yang populer di sini sekarang, ide bagus."
Chae Ryung mengedipkan mata pada Bora.

Ki Hwan dan manager tim sedang pergi minum.
"Hanya pergi minum, kau bisa membawa anak perempuanmu pergi"
"Kau harus tahu siapa yang melakukan kejahatan itu"
"Dia adalah adik perempuanku"
"Adik perempuan, mengapa?"
"Dia memintaku uang, tetapi aku berkata aku tidak memiliki uang lebih. Aku tidak bisa memberinya uang lebih. Dia dan kakak membawa semua uang yang aku miliki. Jadi dia mengambil notebookku"
"Jika kita memberinya uang, dia tidak akan bertindak terlalu jauh"
"Aku akan berbicara pada bos, dan meminta gajiku lebih awal"
"Jangan katakan padanya, aku akan memberikan uang padamu. Dia akan mengeluarkan solusi jika kau mengatakannya, teatpi kau harus keluar dari pekerjaanmu"
"Aku sangat sedih. Aku tidak ingin memperlihatkan seperti ini padamu. Ini terlihat seperti aku meminta pinjaman"
"Tak apa, aku hidup seperti itu juga. Ketika aku berusia 8 delapan tahun, ayahku meninggal dan ibuku menikah lagi. Ayah tiriku pergi lebih awal juga. Dan Ibuku menjaga kami bertujuh. Saat umurku 20 tahun Ibuku meninggal. Aku harus menjaga saudaraku dan menyekolahkan mereka lalu menikahkan mereka semua. Tetapi mereka hidup lebih buruk dari biasanya, dan kami tidak pernah berhubungan lagi"
Manajer tim tersenyum, "Pertama kali aku melihatmu, hatiku selalu terasa sakit Aku bertanya-tanya mengapa"
"Setelah kau mendengar ceritaku, kau berpikir aku cukup banyak berkorban?"
Manajer tim terdiam.

Chae Ryung sedang berada di toilet club bersama Bora dan Ia sedang berbicara dengan ayahnya lagi melalui telepon. "Ayah cepatlah kemari, ayo pergi membeli tas. Aku harus keluar dari situasiku dan aku akan pergi "
"Hey benarkah?" tanya Bora.
"Aku akan mengirimkan GPS lokasiku sekarang"
"Apakah dia datang?" tanya Bora.
Mereka berdua keluar dari toilet dan menemui Jong Suk yang sedang duduk.
"Ah di sini sangat berisik," kata Bora berusaha mencari perhatian Jong Suk. Tetapi Jong Suk tidak peduli. Ia lalu meminum bir di depannya sekali teguk.
"Apa yang kau lakukan?"

Chae Ryung sedang menunggu ayahnya menjemput. Duk Gi dan Byung Chun, teman Duk Gi mulai mendekati Chae Ryung yang sendirian.
"Unni, mengapa kau pergi lebih awal?"
"Mengapa aku unnimu?"
"Baiklah noona, noona, noona. Mengapa kau siap untuk pergi?"
"Apa maksudmu?"
"Mengapa kau tidak memesan satu tempat sebelum kau pergi? Unni ada laki-laki yang tertarik padamu," kata Duk Gi sambil menarik tangan Chae Ryung.
Chae Ryung menangkis tangan Duk Gi, "Pesan apa? Sangat tidak masuk akal"
Byung Chun tidak membantu Duk Gi hanya berputar-putar disekeliling.
"Lalu bagaimana denganku? Unni aku menyukaimu"
Chae Ryung mulai waspada. Saat itu ayah sudah berada di tempat GPS Chae Ryung. Ia sedang mencari-cari tempat yang tepat. Lalu Chae Ryung menelpon.
"Chae Ryung.."
"Ayah! Selamatkan aku.. Cepat"
"Chae Ryung, Chae Ryung, dimana kau sekarang? Chae Ryung! Chae Ryung!" Ayah mencari-cari Chae Ryung. Dari kejauhan Ia melihat Chae Ryung dibawa oleh dua laki-laki. Ia langsung turun dari mobilnya. Saat membuka pintu Ia tidak melihat kalau ada motor di sampingnya, motor itu oleng beserta pengendaranya.

"Maafkan aku, apakah kau tidak apa-apa?" tanya Ayah pada pengendara motor yang terjatuh. Beberapa orang juga mendekat. Tetapi ayah terburu-buru akan mengejar Chae Ryung. Ia meninggalkan mereka semua.
"Mobilnya, bagaimana dengan mobilnya?" tanya seseorang yang juga menolong. "Hey! kau parkirkan mobilnya" kata orang itu pada pengendara motor. "Bawa ini dan ikuti dia," katanya lagi sambil mengambil motor.


Chae Ryung dibawa ke tempat sepi. Duk Gi menutup mulut Chae Ryung. Sedang Byung Chun pergi bersembunyi di belakang mobil.
"Kau hanya perlu bermain denganku, saat aku berkata dengan baik. Apakah ini yang kau inginkan? Dan akting melawan?"
Byung Chun melihat seseorang datang memanggil Chae Ryung. Ia menoleh ke belakang, kesempatan itu dipergunakan Chae Ryung dengan menggigit tangan Duk Gi lalu menendang tulang keringnya. Chae Ryung langsung berlari mendekati ayahnya.

"Apakah kau tidak apa-apa?" tanya Ayah. Chae Ryung mengangguk lalu Ayah memeluk Chae Ryung.
Duk Gi berjalan mendekat. Ayah melepas pelukannya dan juga mendekati Duk Gi.
"Siapa kau?" tanya Duk Gi.
"Siapa kau mengancam anak perempuanku seperti itu?!" tanya Ayah sambil memegang kerah baju Duk Gi.
"Gosh, Pak, Berhentilah berlaku dengan pakaian tua!" Duk Gi menghentakkan tangan Ayah. "Pada akhirnya, kita akan bermain seperti ini!" Giliran Duk Gi yang mencengkeram kerah Ayah. "Kau tahu sesuatu sebelum kau melibatkan diri?"
"Ayah cepatlah kemari!" teriak Chae Ryung khawatir.
"Chae Ryung telepon polisi jadi dia akan ditangkap," kata Ayah dengan kerah masih di cengkeram oleh Duk Gi.

"Ditangkap? Mencoba membuatku ditangkap? Aku akan melepaskanmu karena kau tua, tetapi kau membuatku gelisah. Kau harus menjaga anak perempuanmu, jadi dia tidak akan memberikan pikiran yang salah"
"Anak ini! Mengapa kau berkata seperti itu tentang anakku! Kau harus mati! mati!" Ayah berusaha mencekik Duk Gi tetapi Duk Gi dengan mudah berkelit dan masih mencengkeram kerah Ayah.

"Mati? Kau pikir aku harus mati?" Duk Gi meludah. "Kau pikir siapa yang akan mati? Aku akan memperlihatkan seperti apa kematian itu" Duk Gi langsung meninju perut Ayah. Chae Ryung terkejut. Ayah kesakitan dan langsung jatuh terduduk.

BACA JUGA SINOPSIS LAINNYA



0 comments:

Post a Comment


Friend Link List