Recent Post


[Sinopsis Novel] Putri Huan Zhu/ Huan Zhu Ge Ge II Bagian 11

Do you want to share?

Do you like this story?


Judul Asli : Huan Zhu Ge Ge II-4: Lang Yi Tian Ya
Pengarang : Chiung Yao (Qiong Yao)
Penerbit : Crown Publishing Co., Taipei – Thaiwan

Judul Bahasa Indonesia: Putri Huan Zhu II-3: Berlari Ke Batas Cakrawala
Alih bahasa : Pangesti A. Bernardus (koordinator), Yasmin Kania Dewi, Tutut Bintoro, Rosi LS
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama, April 2000

Cerita Sebelumnya:
Xiao Yanzi dan Ziwei lolos dari eksekusi pada menit-menit terakhir. Semua berkat bantuan Meng Dan dan Xiao Jian. Yongqi, Erkang, Liu Qing, Liu Hong – bahkan Jinshuo akhirnya bisa bergabung dengan mereka kembali. Dan mereka memulai lembaran kisah baru mereka dalam pelarian.



XI

Sisa hari itu Xiao Yanzi begitu gembira karena telah berhasil menolong Xuxu.

“Hah! Hari ini sungguh baik! Kita memang hebat! Bisa menyelamatkan Xuxu dari pembakaran! Aku senang sekali sudah keluar dari ‘Kota Kenangan’ sehingga bisa menjadi Xiao Yanzi yang dulu lagi! Si walet kecil yang ingin terbang ke angkasa!”

“Kurasa kau sudah berada di langit,” komentar Xiao Jian penuh perasaan. “Kau orang paling bersemangat yang pernah kutemui. Mengenalmu, benar-benar membuatku bahagia.”

“Benarkah?” Xiao Yanzi terpana menatap Xiao Jian.

“Benar! Omong-omong, siapa yang memberimu nama Xiao Yanzi itu?!”


“Entahlah! Seingatku sejak dulu aku dipanggil begitu!”

“Tahukah kau ada puisi yang syairnya begini? ‘Di masa silam, Kaisar berterima kasih pada walet di depan klenteng. Tapi walet itu terbang mencari rumah rakyat jelata.’”

“Hah? Terbang kemana? Rumah apa?”

“Kupikir sekarang kita semua tak punya rumah,” Ziwei menyahut. “Karena tak punya rumah, dimana-mana bisa dijadikan tempat menetap.”

“Kalimatmu itu bagus sekali,” puji Xiao Jian. “Kelihatannya kita seperti yatim-piatu pengembara. Kelak rumah kita ada di segala penjuru. ‘Beratapkan langit, berselimutkan bumi’!”

“Kalau begitu, hari ini rumah kita disini,” timpal Liu Qing. “Dua kamar sudah dipesan. Masing-masing untuk laki-laki dan perempuan.”

“Ayo! Karena kita semua pasti sudah lelah, jadi pergilah mandi dan beristirahat dengan cepat. Besok pagi-pagi kita berangkat lagi!” ujar Erkang.

“Jinshuo dan Liu Hong membagikan pundi-pundi uang. “Kami telah membagi uang dan beberapa benda berharga ke delapan pundi,” kata Jinshuo. “Masing-masing dari kita harus membawa satu. Kita harus menjaganya. Jangan sampai hilang.”

Semua orang menyimpan pundi uangnya masing-masing dengan baik. Erkang lalu berkata, “Urusan Xuxu di desa Chengyi ini sudah selesai. Besok kita harus berangkat sebelum jejak kitatecium oleh tentara. Bagaimanapun, status kita ini masih ‘buronan’!”

***

Keesokan harinya, mereka melanjutkan perjalanan dan sampai di sebuah desa kecil bernama Daun Merah.

Begitu memasuki desa itu, segalanya tampak kusut dan berdebu.

“Di depan sana ada penginapan. Kita sebaiknya beristirahat di sana malam ini,” saran Erkang.

Kereta dan kuda diparkir di depan penginapan. Begitu Xiao Yanzi turun, dia memandang berkeliling. Dilihatnya sekelompok orang berkerumun.

“Kalian masuk saja dulu. Aku menyusul!”

“Kau mau kemana lagi?” tanya Yongqi.

“Pokoknya aku tak bakal hilang!” seru Xiao Yanzi lalu melesat pergi. Yongqi bergegas mengejarnya.

Di salah satu sudut jalan terdengar teriakan-teriakan bersemangat. “Ayo Merah! Menang! Hidup Merah!”

Xiao Yanzi menyeruak dia antara kerumunan. Yongqi juga ikut. Rupanya di tengah-tengah kerumunan itu dua ekor ayam beradu sengit. Orang-orang mengelilingi arena dan terbagi dalam dua kelompok. Masing-masing menyemangati ayam jagoan masing-masing.

“Merah pasti menang! Menang!”

“Hijau yang menang! Menang!”

Dua pemilik masing-masing ayam aduan itu berseru, “Siapa yang mau bertaruh untuk Si Merah?”

“Bertaruh untuk Hijau saja! Pasti menang!”

Beberapa orang sibuk menambah taruhannya. Xiao Yanzi jadi bersemangat. “Aku juga mau bertaruh! Aku pasang dua tael perak untuk si Merah!”

“Xiao Yanzi!” Yongqi terlambat melarang.

Taruhan Xiao Yanzi terlalu besar. Orang-orang di desa kecil itu langsung berbisik-bisik, “Gadis itu dari mana? Taruhannya besar sekali!”

Usai memasang taruhan, Xiao Yanzi lalu berseru, “Hidup Merah! Ayo, Merah! Perlihatkan kebolehanmu! Hajar lawanmu sampai babak belur! Seperti bunga yang berguguran dan air yang mengalir!”

Melihat Xiao Yanzi begitu antusias, banyak orang ikut bertaruh untuk Si Merah.

“Merah! Gigit lawanmu! Serang! Hajar habis-habisan! Sikat! Serang!”

Si Hijau yang tadinya sudah hampir menang tiba-tiba kalah. Sontak kerumunan berteriak keras, “Merah menang! Merah menang!”

Xiao Yanzi begitu bersemangat. “Hidup Merah!” diraupnya semua uang hasil taruhan di depannya.

Si pemilik ayam yang sudah kalah banyak merasa tidak rela. “Nona! Maukah kau bertaruh denganku?”

“Taruhan apa?”

“Pilihlah seekor ayam pilihanmu dan aku akan memilih ayam jagoanku sendiri. Lalu kita adu mereka. siapa yang menang, dia akan mendapat uang! Tapi syaratnya, ayam pilihanmu itu harus kau beli!”

“Baik! Aku pilih satu!” Xiao Yanzi memilih-milih. Pilihannya lalu jatuh ke seekor ayam berbulu hitam. Di belakangnya, Yongqi menarik-narik Xiao Yanzi tapi gadis itu mengabaikannya.

Si pemilik ayam juga telah memilih jagoannya. Xiao Yanzi melihatnya dan dengan pongah berkata, “Si Hitamku akan menghajar ayammu sampai rontok! Ayo taruhan! Lekas adu!”

Xiao Yanzi menaruh seluruh uang yang dimenangkannya tadi. Para penonton lekas mengikuti taruhannya.

“Bertaruhlah untukku!” Xiao Yanzi menggendong ayamnya lalu mengancam, “Hitam, kau jangan mempermalukan diriku! Kau harus menang! Kalau kau sampai kalah, kau akan kujadikan sup ayam!”

Xiao Yanzi meletakkan ayamnya ke tanah. Pertarungan pun dimulai. Dan ternyata, si Hitam menang!

Xiao Yanzi berjingkrak-jingkrak. “Hitamku menang! Hitamku menang! Yongqi, lekas bungkus semua uang kemenangan itu!”

Yongqi mengeluarkan sapu tangan dan membungkus seluruh uang kemenangan Xiao Yanzi.

Si pemilik ayam rupanya masih penasaran. “Nona! Ayo kita bertaruh lagi!”

“Tidak boleh! Hari sudah malam!” potong Yongqi.

Xiao Yanzi juga sudah merasa lelah. “Aku tak mau bertaruh lagi!” katanya sambil menggendong ayamnya.

Pemilik ayam itu bertahan. “Tidak bisa! Aku masih mau bertaruh!”

Xiao Yanzi langsung meradang. “Kalau kubilang tak mau, ya tidak!”

Si pemilik ayam mengulurkan tangan mencengkeram Xiao Yanzi. Melihatnya, Ypngqi langsung melayangkan pukulan ke orang itu.

“Kurang ajar! Lepaskan tangan kotormu itu!”

“Dasar pasangan perempuan dan laki-laki busuk!”

Yongqi kembali menampar orang itu. “Mulutmu yang busuk sekali!”

Akhirnya Xiao Yanzi dan Yongqi terlibat perkelahian dengan orang itu. orang-orang kembali berkerumun untuk melihat dan bersorak-sorai.

Yongqi menangkap si pemilik ayam lalu memelintirnya.

“Aduh! Aduh! Pendekar! Ampuni aku! Ampuuun…”

Yongqi melempar si pemilik ayam ke tanah lalu berkata penuh wibawa. “Awas kalau lain kali kau masih berani kurang ajar, akan kupukul kau sampai mati!”

Pemilik ayam itu mengaduh-aduh. Sementara kerumunan orang-orang bersorak-sorai. “Hidup Pendekar! Hidup Pendekar!”

Xiao Yanzi sangat bangga. Dia memungut kantong uangnya. Sambil memeluk ayamnya, dia pun melangkah pergi diikuti Yongqi di belakangnya.

***

Di penginapan, yang lainnya mulai makan ketika Xiao Yanzi tiba bersama Yongqi.

Xiao Yanzi melempar sepundi uang ke atas meja. Ayamnya terus berkotek, meronta dan mengepak-ngepak.

“Apa itu?” tanya Xiao Jian terkejut.

“Masak kau tidak tahu kalau ini ayam? Ayam berbulu hitam!”

“Kami tahu itu ayam. Tapi untuk apa kau memeluknya?” tanya Erkang.

“Aku membelinya! Namanya si Hitam! Hari ini dia berkelahi sampai menang!”

“Ini ayam aduan,” jelas Yongqi. “Uang dan ayam ini dimenangkan Xiao Yanzi dalam taruhan.”

Mereka semua terkejut. Dan lebih terkejut lagi sewaktu Xiao Yanzi mengumumkan,

“Aku akan memeliharanya!”

“Apa?” Erkang menukas. “Kita dalam pelarian! Mana bisa memelihara ayam?”

“Dia bisa membantu kita mendapat uang!”

“Aku rasa kita masih belum perlu mengandalkan ayam untuk mencari uang kan?”

“Aiya! Kalian jangan kikir lah! Ayam kan makannya tidak banyak! Aku akan memeluknya sambil tidur dan sepanjang perjalanan. Kalian tak usah repot!” Xiao Yanzi bersikeras.

“Kau mau memeluknya sambil tidur?” pekik Jinshuo.

“Ya!”

“Kalau begitu aku tidak mau tidur seranjang denganmu!”

Liu Hong buru-buru menyambung, “Aku juga tidak mau seranjang denganmu!”

Mendengar hal itu, Xiao Yanzi beralih pada Ziwei.

“Ziwei! Kau saja yang tidur seranjang denganku! Kan kita sudah berjanji, susah senang ditanggung bersama. ada ayam, kita peluk bersama!”

“Astaga!” Ziwei nyaris pingsan mendengarnya.

***

Akhirnya, malam itu, Ziwei, Jinshuo dan Liu Hong bersempit-sempitan di ranjang.

Xiao Yanzi tidur di ranjang lain bersama ayamnya. Mereka tidur lelap sekali sampai keesokan paginya belum ada yang bangun padahal matahari sudah meninggi.

Erkang menggedor-gedor pintu kamar para gadis. “Ziwei, Xiao Yanzi! Kalian belum bangun? Kita sudah mau berangkat!”

Xiao Yanzi terkantuk-kantuk meraba-raba. Tiba-tiba dia berseru, “Dimana Hitam?”

Xiao Yanzi terlompat duduk dan seketika terjaga. “Hitam? Dimana kau?”

Erkang kembali menggedor pintu. “Xiao Yanzi! Ziwei! Kalian sudah bangun?”

“Sebentar…!” seru Xiao Yanzi. Dia menghampiri ranjang sebelah dan mengguncang-guncang Ziwei serta lainnya. “Hei, kalian lihat ayamku, tidak?”

Ziwei, Jinshuo dan Liu Hong terbangun mendengar suara ribut Xiao Yanzi.

“Ayam apa? Kok rasanya capek dan mengantuk sekali, ya?” igau Ziwei.

“Benar. Aku mau tidur lagi,” Jinshuo menguap.

Xiao Yanzi berteriak, “Jangan tidur lagi! Si Hitam hilang!”

“Kalau tidak ada Hitam, cari saja si Putih…”

Liu Hong menggeliat. “Tunggu aku berpakaian dulu batu kubantu kau mencari ayammu…” Liu Hong mencari-cari buntalan bajunya. Seketika itu juga dia berteriak kaget, “Mana buntalan baju kita?”

“Kenapa? Ada apa?”

Liu Hong berseru panik, “Mana buntalan kita?” Dia meraba-raba pinggangnya. “Ya Tuhan… pundi uang kalian, masih ada?”

Para gadis meraba pinggang masing-masing dan seketika semua berubah pucat.

“Kita kemalingan! Celaka! Dasar penginapan brengsek!” jerit Xiao Yanzi.

Pakaian yang mereka kenakan kemarin rupanya tidak ikut hilang. Maka, keempat gadis itu buru-buru berpakaian. Begitu pintu kamar mereka terbuka, Erkang, Yongqi, Liu Qing dan Xiao Jian langsung menyerbu masuk.

“Kami kemalingan! Pundi uang dann buntalan pakaian hilang tak berbekas!” Ziwei ketakutan.

“Si Hitamku juga!”

Keempat pemuda terpana mendengarnya.

“Aku akan buat perhitungan dengan pemilik penginapan! Masak ada maling mereka tak tahu? Bagaimana bisa menjamin keamanan tempat ini?”

Xiao Jian berjalan ke jendela untuk memeriksa. Dia memungut sesuatu yang jatuh dekat jendela.

“Kalian terkena perangkap preman kelas atas! Ini Dupa pembius! Pantas kalian tidur lelap sekali. Kurasa ini ulah juragan ayam itu… Karena Si Hitam Xiao Yanzi ikut hilang, kan?”

Emosi Xiao Yanzi langsung naik. “Kalau begitu, akan kucari orang itu untuk membuat perhitungan!”

Xiao Yanzi langsung melesat keluar. Erkang buru-buru berkata pada Yongqi, “Lekas susul dia! Kita tidak boleh melaporkan kejadian ini agar tak menarik perhatian!”

***

Arena adu ayam kemarin sore itu tampak sepi. Di sana Xiao Yanzi berteriak-teriak,

“Para penyabung ayam! Dimana kalian? Kurang ajar! Berani-beraninya kalian mencuri? Cepat keluar!”

Yongqi yang telah menyusul Xiao Yanzi, menarik gadis itu pulang. Sepanjang jalan Xiao Yanzi terus memaki sampai tiba-tiba di jalan mereka melihat sepasukan tentara yang menghentikan orang-orang untuk ditanyai.

“Kalian pernah melihat orang-orang ini? Tiga gadis cantik dan dua pemuda tampan. Coba lihat, pernah bertemu mereka?”

Yongqi dan Xiao Yanzi langsung melesat kembali ke penginapan.

***

Di penginapan, Erkang dan lainnya mencari pemilik penginapan. Awalnya si pemilik mengaku tidak tahu menahu. Tapi setelah didesak terus, dia akhirnya bicara.

“Orang yang suka mencuri memakai dupa bius itu berprofesi sebagai penyabung ayam. mereka adalah Zhang Cun dan Wei Wu. Keduanya bekerja sama dengan pejabat daerah sini. Aku akan memberi kalian alamat mereka. tapi jangan sekali-kali bilang aku yang memberi tahu. Kalau tidak, kelluargaku tak akan selamat!”

“Keterlaluan! Jadi di sini ada aturan macam begitu ya?” geram Erkang.

Pada saat Xiao Jian hendak mendiskusikan untuk merebut barang-barang mereka kembali, Xiao Yanzi dan Yongqi datang tergesa-gesa. Yongqi berkata buru-buru, “Tak usah mencari barang-barang itu! Kita harus segera pergi! Ayo!”

Tak perlu dijelaskan lebih rinci lagi. Melihat ekspresi Yongqi dan Xiao Yanzi, yang lainnya langsung tahu ada yang tidak beres. Jejak mereka telah terendus.

***

Mereka melanjutkan perjalanan dengan terburu-buru.

Sementara berjalan, Xiao Jian berkata pada yang laki-laki, “Mulai malam ini kita mesti bergantian berjaga. Para gadis itu tak dapat menjaga diri. jadi kitalah yang laki-laki mesti waspada. Memikirkan pencuri semalam saja aku sudah ngeri. Untungnya mereka tidak berpikiran lebih jahat lagi pada gadis-gadis itu!”

“Pokoknya mulai malam ini yang laki-laki mesti bergantian jaga! Pertama dari kejaran tentara, kedua dari penjahat!”

Sementara itu, di dalam kereta para wanita, Xiao Yanzi memaki dirinya sendiri.

“Aku memang sial! Sekali menang taruhan malamnya dirampok! Ah, semua ini karena aku terlalu tamak! Akulah yang brengsek!”

Ziwei buru-buru menghiburnya.

“Jangan sedih! Kau hanya tak bisa menahan diri. Mencari sedikit kesenangan itu memang lumrah. Orang-orang jahat itu pasti akan mendapat ganjaran setimpal. Untung pundit uang para pria tidak dicuri. Kita juga masih punya beberapa pakaian yang tidak sempat mereka ambil. Kita masih bisa bertahan asal mampu berhemat. Jadi kau jangan sedihlah.”

“Tapi aku memang sedih… Si Hitamku juga mereka curi…”

Ziwei tertawa. “Justru aku bersyukur hitammu dicuri! Terus terang aku tak sanggup berbagi ranjang dengan ayam!”

Ziwei lalu mendeklamasikan sebait puisi, “Dulu Li Bai pernah menulis: ‘Karena sudah dilahirkan, manusia pasti berguna. Uang yang hilang pun, masih bisa dicari kembali’!” Maksudnya, Tuhan menciptakan manusia pasti karena ada manfaatnya. Kalaupun banyak uang sudah dikeluarkan, pasti masih bisa kembali!”

“Wah, Li Bai ini pintar sekali! Puisi bagus! Tapi aku sangsi bisa mengembalikan uang yang sudah kuhilangkan!”

Usai berkata begitu, Xiao Yanzi tiba-tiba memukul atap kereta. “Berhenti! Berhenti!”

Liu Qing dan Liu Hong menghentikan kereta. Erkang, Yongqi dan Xiao Jian juga menghentikan kuda mereka.

Xiao Yanzi melompat keluar dan berkata, “Yongqi, temani aku kembali ke Desa Daun Merah itu! Aku tetap ingin mencari dua cecunguk itu untuk membuat perhitungan! Erkang, kau dan yang lainnya lanjutkan saja perjalanan!”

Mendengar itu, Liu Hong langsung gusar. “Xiao Yanzi! Kau jangan bikin masalah! Saat begini kita jangan berpencar!”

Xiao Yanzi tak mau mendengarkan. Dia menarik kekang kuda Yongqi. “Ayo cepat! Kita kembali untuk merebut barang-barang kita dan menghajar mereka! Setelah itu baru kita kembali bergabung dengan mereka!”

“Desa Daun Merah itu pasti sudah didatangi tentara! Kalau kita kembali, itu sama saja mengantar nyawa! Barang yang sudah hilang relakan saja!” tukas Erkang serius.

“Aku tidak rela!” seru Xiao Yanzi. “Yongqi! Kau mau menemaniku, tidak?”

“Erkang benar. Mana boleh kita kembali! Naiklah kembali ke kereta! Jangan cerewet!”

“Tidak bisa! Tidak bisa!” Xiao Yanzi menghentak-hentakkan kaki. “Kalau barang-barang itu tidak kembali, aku bisa mati saking kesalnya!”

Xiao Yanzi tak tahan lagi. Dia mengulurkan tangan. “Sini! Naiklah ke kudaku! Aku akan menemanimu merebut kembali barang-barang kita!”

Xiao Yanzi langsung kegirangan. “Xiao Jian! Kau baik sekali! Kau memang teman yang paliiiing baik!”

Xiao Jian menarik Xiao Yanzi naik ke atas kuda. “Kalian boleh jalan duluan! Kami pasti bisa menyusul! Aku bertanggung jawab atas keselamatan Xiao Yanzi! Hia….!”

Kuda Xiao Jian melesat pergi bersama Xiao Yanzi. Yongqi berteriak, “Xiao Yanzi! Baiklah aku ikut!”

Erkang buru-buru menahan Yongqi. “Kau jangan pergi! Karena itu akan membuat kita semakin tercerai berai. Kita menunggu saja di sini! Kungfu Xiao Jian amat bagus. dia pasti bisa melindungi Xiao Yanzi.”

Yongqi tampak kesal sekali.

***

Xiao Jian membawa Xiao Yanzi ke alamat yang diberitahukan pemilik penginapan Yuelai.

Sesampainya di sana, Xiao Yanzi berteriak: “Zhang Cun! Wei Wu! Cepat kembalikan barang-barang kami!”

Kedua juragan ayam itu keluar dan tampak kaget.

“Aiya! Kau ternyata! Barang apa yang harus dikembalikan? Semua uangku telah kau menangkan apa belum cukup?”

Xiao Yanzi maju ke depan. Ditangkapnya tangan Chang Cun dan Wei Wu lalu dibenturnya kepala keduanya. Sejurus kemudian, Xiao Jian mengambil alih. Xiao Yanzi masuk ke dalam dan mencari-cari.

“Buntalannya ada di sini!” Xiao Yanzi berteriak. “Dan aku juga menemukan dupa bius di sini! Akan kunyalakan lalu kutancapkan ke hidung mereka!”

“Ide bagus! Ini akan menjadi senjata makan tuan!”

Kedua pemilik ayam itu mulai ketakutan. “Ampun Pendekar! Ampun!”

“Dimana pundi uang kami? Cepat serahkan!” Xiao Jian bertanya galak.

“Akan kami ambilkan!” seru juragan ayam yang bernama Wei Wu. “Tapi tinggal dua. Yang lainnya sudah kami bagi-bagi.”

Xiao Yanzi merampas kedua pundi uangnya. Lalu dia menendang Wei Wu hingga roboh.

“Kurang ajar! Ternyata kalian telah membagi-bagi uang kami, ya? Aku akan betul-betul menjadikan kalian ayam sajen!”

“Pendekar! Dewi! Ampunilah nyawa kami! Hamba yang hina ini akan terus bersujud pada kalian! “

Tapi kedua juragan itu sudah mabuk asap hio. Tidak lama kemudian keduanya sudah terkapar karena teler.

Xiao Jian menarik pergi Xiao Yanzi. “Kita tak boleh kelamaan di sini! Yang penting kekesalan kita sudah terlampiaskan, itu sudah cukup!”

“Baiklah!” Xiao Yanzi menyahut.

Keduanya keluar dan segera menaiki kuda menyusul yang lainnya. Sementara para tentara semakin merajalela mondar-mandir di desa itu untuk menangkap mereka.

***

Erkang, Yongqi dan yang lainnya tidak kemana-mana. Mereka tetap menunggu sampai Xiao Yanzi dan Xiao Jian kembali bergabung bersama rombongan.

Xiao Yanzi kembali sambil tertawa-tawa. Dari jauh dia sudah melambai dari atas kuda, “Lihat! Aku berhasil mendapatkan kembali barang-barang serta sebagian uang kita!”

“Apakah kau berhasil menghajar mereka?” tanya Yongqi masam ketika Xiao Yanzi sudah turun dari kuda.

“Wah, pokoknya seru! Bajingan-bajingan itu hidungnya kutusuk dupa bius seperti ayam sajen!”

“Benarkah?”

“Benar!” Xiao Jian sama girangnya dengna Xiao Yanzi. “Xiao Yanzi punya cara unik membalas dendam. Aku sungguh kagum padanya. Sekarang mari kita melanjutkan perjalanan sebelum para tentara mengetahui keberadaan kita di sini!”

Mereka pun bersiap berangkat. Di dalam kereta kembali, Xiao Yanzi berkata penuh antusias. “Xiao Jian itu sangat hebat! Dia membantuku membalas dendam pada kedua juragan ayam itu!”

Ziwei menatap Xiao Yanzi dalam-dalam. “Xiao Yanzi, sebaiknya kau menjaga jarak dengan Xiao Jian.”

“Benar!” Jinshuo ikut nimbrung. “Tidakkah kau lihat Pangeran Kelima cemburu? Kau harus bisa menjaga perasaan Pangeran Kelima!”

Xiao Yanzi terpana. Dia sama sekali belum pernah memikirkan hal ini sebelumnya!

***

Jauh dari tempat Xiao Yanzi dan kawan-kawan berjalan, di Paviliun Shuofang, Kota Terlarang, burung nuri Xiao Yanzi mengoceh sepanjang hari,

“Salam sejahtera Putri! Salam sejahtera Putri!”

Mingyue, Caixia, Xiao Dengzi dan Xiao Cuozi mengelilinginya dan merasa sedih.

“Kedua Putri sudah pergi. Jinshuo, Pangeran Kelima dan Tuan Muda Fu juga… Paviliun Shuofang ini begitu sepi. Kaisar, Lao Foye dan Permaisuri tak pernah lagi kemari. Aku sungguh merindukan Putri dan yang lainnya,” kata Caixia.

“Kau jangan bicara begitu. Bisa-bisa aku menangis,” Mingyue mengusap matanya.

Tiba-tiba terdengar seruan kasim, “Kaisar datang!”

Seluruh dayang dan kasim Paviliun Shuofang berlutut dan memberi salam. Qianlong tiba dan heran melihat mereka semua berwajah muram.

“Kalian sedang apa?”

“Yang Mulia, kami sedang memberi makan nuri,” jawab Xiao Dengzi.

“Memberi makan nuri saja bisa membuat mata kalian semua memerah?”

“Baginda, kami memberi makan nuri sambil teringat pada kedua Putri. Makanya kami tak bisa menahan perasaan sedih,” jawab Caixia.

“Oh!” Qianlong terpana sesaat sambil menatap nuri itu. teringat olehnya saat nuri itu membuat keriburan di taman bunga istana.

“Nuri ini namanya si Brengsek, kan?”

“Dulunya memang bernama si Brengsek. Tapi kemudian Putri merubahnya menjadi Penipu Kecil!” Caixia menjawab.

“Brengsek… Penipu Kecil… Nuri peliharaan Xiao Yanzi ini persis sama seperti pemiliknya…,” gumam Qianlong.

Qianlong memandang ke segala penjuru Paviliun Shuofang. terasa begitu sepi. Bahkan rasanya seisi istana terasa amat dingin dan sunyi.

Qianlong teringat pada Ziwei dan Xiao Yanzi. Lalu dia merasa heran sendiri. Kedua gadis itu telah menipunya. Tapi mengapa dia malah merindukan mereka? mereka semua kini berada dimana? Apakah mereka sedang kesulitan sekarang?”

Ketika sedang melamun itu, di luar terdengar seruan kasim yang mengumumkan kedatangan Selir Ling.

Selir Ling masuk ke Paviliun Shuofang bersama seorang pejabat. Pejabat itu bermarga Chu. Dia mengucapkan salam dan Qianlong langsung menanyainya.

“Kalian sudah berhasil menemukan mereka?”

“Lapor Yang Mulia, mereka kini berada di pesisir Liuhe. Di desa Chengyi. Beberapa hari lalu mereka menyelamatkan seorang gadis yang akan dihukum bakar. Menurut saksi mata, mereka semua mirip dengan gambar kedua Putri, Pangeran Kelima dan Tuan Muda Fu. Hamba sudah mengutus orang-orang pilihan buat mengikuti mereka. tinggal menunggu titah Baginda berikutnya…”

“Aku ingin menangkap mereka hidup-hidup! Tidak boleh seorang pun terluka! Seluruh pesisir Liuhe harus digeledah! Tapi mereka harus ditangkap hidup-hidup! Mengerti?”

“Hamba mengerti!”

“Kuberitahu kalian sekali lagi! Kalian tak boleh melukai mereka sedikit pun! Mereka harus ditangkap hidup-hidup! Sekarang pergilah!”

Setelah pejabat Chu undur diri, Selir Ling berkata lembut.

“Yang Mulia, perintah Anda tadi untuk tidak melukai mereka sungguh membuatku terharu. Jika mereka benar-benar berhasil diringkus, bersediakan Paduka memaafkan mereka sekali lagi?”

Qianlong hanya bisa terdiam menatap Selir Ling.

***

Di Istana Kunning, Permaisuri dan Bibi Rong juga sudah mendengar perihal keberadaan Xiao Yanzi dan kawan-kawan.

“Jadi jejak mereka sudah ditmukan? Kenapa Kaisar menginginkan mereka ditangkap tanpa terluka sedikit pun? Bukankah dulu beliau sudah tak sudi mengampuni keduanya? Apa maksudnya Kaisar kini melunak?”

“Benar. Menurut pengamatan hamba, amarah Kaisar telah mereda. Beliau juga telah pasrah menghadapi masalah Selir Xiang. Mungkin sekarang beliau tengah merindukan kedua gadis itu. bagaimanapun juga, Pangeran Kelima adalah putranya. Hamba rasa, jika mereka semua kembali, mereka akan dibebaskan dari hukuman mati.”

“Dibebaskan dari hukuman mati?” Permaisuri tercenung. “Lekas panggil Palang kemari! Aku akan membicarakan masalah rahasia dengannya!”

“Baik, Yang Mulia!”

***

Malam itu rombongan Xiao Yanzi dan kawan-kawan sampai di daerah pegunungan yang berhutan-hutan.

Mereka merasa lelah dan dingin. Tapi tak bisa menemukan tempat melepas penat selain sebuah klenteng bobrok. Erkang dan Yongqi menyalakan obor memimpin rombongan masuk. Yang lainnya ikut di belakang mereka.

Suasana di klenteng itu begitu suram, menyeramkan dan mistis. Jinshuo berkata ketakutan, “Apakah kita benar-benar akan menginap disini? Tempat ini tampak sangat angker. Begitu menyeramkan. Aku akan tidur di kereta saja…”

“Aku juga!” Xiao Yanzi menanggapi.

“Jangan terlalu pilih-pilih!” Erkang berkata tegas. “Mana mungkin kalian bisa tidur di kereta dengan cuaca sedingin ini? Bagaimanapun di sini lebih baik karena bisa melindungi dari angin dan hujan. Di sana ada jerami. Mari tebarkan di lantai lalu tutupi dengan selimut!”

Liu Qing dan Liu Hong memindahkan jerami itu. tiba-tiba dari balik jerami muncul sosok kurus-kering. Rambutnya panjang tergerai sampai ke bahu. Tampak sangat misterius dan menyeramkan.

“Berani-beraninya kau…. Merebut barangku dan mengganggu istirahatku… Hu hu hu…”

Liu Hong terperanjat bukan kepalang. Dia langsung menjerit. “Hantu! Hantu!”

Para gadis lainnya juga menjerit histeris. Erkang mengedarkan obornya melihat berkeliling. Tampaklah sekelompok lelaki dan perempuan berambut terurai. Mereka berdiri dan berusara, “Hu… hu… hu….”

Kumpulan arwah-arwah itu menyeringai dan mengayunkan tangan mereka, berjalan mendekat. Para gadis benar-benar ketakutan hingga menjerit melengking.

“Jangan panik! Jangan lari!” seru Erkang. “Aku ingin melihat baik-baik seperti apa rupa hantu! Seumur hidup aku belum pernah melihatnya!”

“Aku juga!” Yongqi menimpali.

Erkang dan Yongqi tanpa gentar mendekati para hantu itu. Kelihatannya, para hantu itu takut mendekati api. Ketika Erkang hendak membakar rambut salah seorang di antaranya, hantu itu menghindar cepat lalu jatuh tergelincir.

“Aduh! Aduh! Kenapa kalian lebih galak dari kami, para hantu?”

Erkang menginjak dada si hantu sambil membentak, “Kau ini hantu apa? Cepat katakan! Atau kuinjak kau sampai mampus!”

Hantu itu langsung berseru panik. “Pendekar! Ampuni aku! Kami tak ada cara lain… kalau tidak berpura-pura jadi hantu, kami semua tak dapat hidup!”

“Ternyata kalian hantu gadungan!” tukas Liu Qing. “Jinshuo, jangan takut! Mereka cuma hantu-hantuan!”

“Nyalakan lebih banyak obor agar kita bisa melihat mereka dengan jelas!” kata Xiao Jian.

Ternyata di klenteng usang itu banyak obor yang tersampir di dinding. Mereka pun mulai menyalakan obor satu-satu. Tampaklah oleh mereka kalau arwah-arwah itu Cuma pengemis berpakaian kumal dengan wajah lusuh, tirus, terlihat mengenaskan. Mereka berlutut sambil bersujud,

“Para pendekar! Sudah empat hari kami tidak makan… kami hanyalah orang-orang tak berumah... Biasanya kami turun ke desa untuk mengemis di siang hari, malamnya berpura-pura jadi hantu. Kami benar-benar tak punya cara lain! Ampun…!”

Setelah mendengar perkataan si hantu jadi-jadian itu, barulah mereka semua paham. Rasa takut Xiao Yanzi berubah jadi iba dan simpati.

“Jadi kalian sudah tidak makan empat hari?”

Seorang ‘arwah’ wanita merangkak sambil menggendong anak kecil. “Benar! Udara begitu dingin dan anakku sakit. Nona, mohon belas kasihannya. Berilah kami sesuap makanan…”

Ziwei langsung berkata, “Jinshuo, lekas ambilkan cadangan makanan di kereta. Juga obat-obatan, pakaian dan selimut.”

“Baik,” Jinshuo segera keluar.

Para hantu itu kegirangan. Mereka bersujud terus-menerus.

“Dewa-Dewi penyelamat! Bodhisatwa yang hidup!”

Tak lama kemudian di dalam klenteng itu api unggun telah menyala. Mereka menanak nasi. Lauk kering diedarkan. Pakaian serta selimut dibagikan.

Xiao Yanzi mengambil pundit uang yang direbutnya dari penyabung ayam.

“Uang ini toh tadinya sudah dianggap hilang. Sekarang aku akan membagikannya pada kalian semua. Itu lebih baik daripada direbut oleh dua setan judi itu!”

Para pengemis itu lagi-lagi tak menyangka. Mereka terus-terusan bersujud sambil berseru, “Dewa-Dewi Penyelamat! Bodhisatwa yang hidup!”

***

Keesokan harinya mereka kembali melanjutkan perjalanan.

“Kita ini memang baik sekali. Sudah kesulitan masih bisa membantu orang-orang kelaparan seperti semalam. Kelihatannya sebelum sampai tujuan kita benar-benar sudah bokek!” keluh Erkang.

“Ya, sudahlah. Lagipula uang dan harta kan cuma benda mati. Siapa tahu dengan tak punya apa-apa kita justru lebih santai. Kita tak usah takut lagi dengan pencuri dan repot-repot mencarinya kembali,” sindir Yongqi.

Xiao Jian langsung merasa. Dia tertawa. “Soal kemarin itu anggaplah aku yang suka cari gara-gara. Kalaupun Xiao Yanzi tidak mau kembali ke sana, aku akan tetap pergi seorang diri.”

“Semuanya kan sudah selesai,” Erkang menegahi. “Lain kali kita harus selaras dalam pikiran dan tindakan. Jangan meninggalkan rombongan seenaknya saja!”

“Baiklah! Kita janji ya. Ini keputusan bersama,” kata Xiao Jian ceria sehingga mau tak mau Yongqi tertawa juga.

Tak lama kemudian, mereka tiba di celah lembah. Dimana-mana gunung karang menjulang tinggi.

Xiao Yanzi mengetuk-ngetuk atap kereta. “Berhenti! Berhenti!”

Mereka pun berhenti. “Kau kenapa lagi?” tanya Liu Qing.

Xiao Yanzi berlari ke balik sebuah batu. “Ada ‘urusan kecil’ yang mau kuselesaikan!”

“Kutemani kau!” Liu Hong ikut turun.

“Aku juga!” seru Jinshuo.

Tiba-tiba, dari balik batu karang muncul beberapa irang berpakaian hitam. Xiao Yanzi terkejut. Belum sempat bereaksi, orang-orang itu sudah menebarkan jaring ke atasnya. Xiao Yanzi kaget sekali. Dia tak sempat menghindar.

“Siapa kalian? Kenapa menjaringku? Kurang ajar! Cepat lepaskan aku! Toloooong….!!!”

Salah seorang yang berpakaian hitam memanggul Xiao Yanzi dan lari. Liu Hong yang melihatnya langsung berteriak, “Erkang! yongqi! Cepat! Xiao Yanzi diculik!”

Jinshuo yang hendak kembali ke kereta juga dicegat orang berpakaian hitam lain. Orang itu langsung memanggulnya dan kabur. Jinshuo pun menjerit-jerit, “Tolong…! Liu Qing! Liu Hong!”

Yang lainnya terperanjat. Erkang, Yongqi, Xiao Jian dan Liu Qing langsung memutuskan mengejar. Ziwei tertinggal sendirian di kereta.

Tiba-tiba beberapa orang berpakaian hitam menyandera kereta dan melarikannya.

Erkang menoleh. “Celaka! Ziwei sendirian di kereta!”

Kereta melesat cepat. Di dalamnya Ziwei berguncang-guncang. Dia menjerit ketakutan.

“Erkang! tolong aku!”

Erkang segera menuju ke kereta itu tanpa memedulikan keselamatannya sendiri. Dia melompat ke atas sais dan menjatuhkan kusirnya. Mereka jatuh ke tanah dan terlibat pertarungan.

Kereta terus melesat. Ziwei amat ketakutan. Pada satu titik kereta berguncang keras. Ziwei terlempar keluar. Dia jatuh ke lereng berbatu berguling-guling.

Erkang berteriak seperti kesetanan, “Ziweiiiii!!!”

***

Xiao Jian dan lainnya bertarung melawan segerombolan orang berbaju hitam.

Melihat kondisinya kurang menguntungkan, Xiao Jian berteriak keras,

“Xiao Yanzi dibawa ke kiri! Jinshuo dibawa ke kanan! Yongqi, kita mengejar Xiao Yanzi! Liu Qing, Liu Hong, kalian kejar Jinshuo!”

Xiao Jian berhasil melumpuhkan beberapa orang berbaju hitam itu. Di kejauhan dia mellihat Erkang yang berhasil menggapai Ziwei yang terlempar dari kereta. Xiao Jian berseru,

“Erkang! Nanti kita semua ketemu lagi di Desa Sungai Putih di depan sana! Tahu, kan?”

Xiao Jian dan Yongqi pun pergi mengejar Xiao Yanzi. Sementara Liu Qing dan Liu Hong mengejar Jinshuo.

***

Erkang menggendong Ziwei yang terpejam. Wajah gadis itu pucat. Di keningnya ada benjolan besar.

“Ziwei! Ziwei!” panggil Erkang.

Ziwei membuka mata sejenak memandang Erkang. “Xiao Yanzi… Jinshuo…, apakah mereka sudah kembali?”

“Ah, terima kasih, Tuhan! Kukira…” Erkang menghembuskan napas. “Jangan khawatir… Ada aku! Nanti aku akan memeriksa keadaanmu.”

***

Xiao Yanzi dipanggul sambil berteriak-teriak dari balik jala yang membungkusnya.

“Kalian dari mana? Dasar bedebah! Kalian memakai cara licik! Lepaskan aku lalu kita bertarung secara jantan!”

Orang itu sama sekali tidak peduli. Dia terus berlari.

Xiao Yanzi kesal bukan main. Dia menggigit bahu orag itu sekeras-kerasnya.

“Aduh! Aduh!”

“Cepat lepaskan aku! Kalau kau tak mau, bisa-bisa aku mengencingimu!”

Orang berbaju hitam itu terkejut. “”Kau mau apa?”

“Buang air kecil, bodoh! Tadi itu kan aku pergi ke belakang batu besar buat buang air kecil. kau malah memanggulku pergi. Sekarang aku sudah tidak tahan! Apa boleh buat… aku kencing sekarang saja…”

Orang berbaju hitam itu secepatnya menghempas Xiao Yanzi ke tanah. Ketika Xiao Yanzi menengadah, dilihatnya sekelompok orang berbaju hitam mengerumuninya. Seorang pejabat memberi hormat padanya.

“Salam sejahtera, Puteri Huanzhu! Hamba Li Desheng, menghadap Tuan Putri!”

Li Desheng berarti Li yang mendapat kemenangan. Xiao Yanzi melotot kepada Pejabat Li dan berteriak penuh kemarahan, “Kalian berani menjala dan memanggulku? Benar-benar perbuatan tercemar! Begitu pulang ke istana nanti aku pasti akan melapor pada Huang Ama! Akan kurubah namamu dari Li Desheng menjadi Li Dabai – Li yang kalah telak!”

Pejabat Li menghormat Xiao Yanzi sekali lagi. “Mohon Tuan Putri jangan marah! Kami hanya menjalankan tugas. Silakan Putri naik ke kereta!”

Beberapa orang melepas jala Xiao Yanzi dan menggiringnya ke kereta yang muncul dari celah pegunungan.

Wajah Xiao Yanzi merah padam. “Tunggu! Di kereta ini ada jambannya tidak?”

“Jamban?”

“Kalau tidak ada jambannya, aku mau ke hutan sebelah sana sebentar dan kalian semua harus menyingkir dulu!”

Pejabat Li langsung mengerti. “Di atas kereta ada jamban. Silakan Tuan Putri buang air kecil di dalam kereta.”

Xiao Yanzi gusar sekali. “Kalian semua menyingkit! Jangan mengintip! Bagaimanapun, aku ini seorang Putri! Yang berani intip akan kucongkel matanya!”

Pejabat Li pusing tujuh keliling. Dia akhirnya memerintahkan seluruh anak buahnya, “Kalian berjaga di luar kereta saja. Harap Tuan Putri jangan mencari perkara. Jumlah kami banyak. Putri tak akan menang jika melawan kami!”

Xiao Yanzi naik ke atas kereta. Orang-orang berbaju hitam mengepung kereta. Terdengar suara berisik dari dalam kereta. Orang-orang itu terus siaga memusatkan perhatian.

Tiba-tiba, brak! Pintu kereta terbuka dan Xiao Yanzi meloncat keluar.

Orang-orang berbaju hitam itu lebih sigap. Mereka berhasil menangkap Xiao Yanzi. Pejabat Li membungkuk dan berkata, “Putri, sebaiknya Anda tak melawan lagi. Silakan kembali ke kereta!”

Xiao Yanzi kesal sekali sekaligus tak berdaya.

***

Sementara itu, nasib Jinshuo masih tak menentu.

Dia dipanggul orang berpakaian hitam yang membawanya entah sudah berapa jauh. Jinshuo tak henti-hentinya berseru,

“Lepaskan aku! Kau mau membawaku ke mana? Aku mau kembali bersama Nona!”

“Kau ini Putri Huanzhu atau Putri Ziwei?” tanya orang berbaju hitam.

“Bukan keduanya! Aku Jinshuo!”

“Aku tak peduli! Yang penting kuculik kau dulu!”

Orang berbaju hitam it uterus memanggul Jinshuo hingga sampai di hadapan seorang pejabat dengan sebarisan pasukan.

Orang berbaju hitam itu menghempaskan Jinshuo. “Pejabat Qin! Aku sudah menculik Putri!”

Pejabat Qin menatap Jinshuo. Dia pun marah sekali. “Putri apaan? Dia bukan Putri!”

Jinshuo buru-buru berujar, “Aku bukan Putri! Aku hanya pembantu! Lepaskan aku!”

“Meski bukan Putri, kau juga pelarian! Lekas borgol tangan dan kakinya!”

Sekonyong-konyong Liu Qing dan Liu Hong muncul dari balik karang. Mereka melompat sambil menggenggam belati. Liu Qing berhasil menyandera Pejabat Qin dan menempelkan belati ke leher pejabat itu.

“Lepaskan Jinshuo! Kalau tidak, kubunuh pejabat ini!”

Pejabat Qin buru-buru berteriak kepada anak buahnya, “Kalian jangan bertindak sembarangan!”

Orang-orang Pejabat Li hanya bisa terpana. Liu Hong segera menarik Jinshuo pergi. Liu Qing masih terus menyandera Pejabat Qin.

“Maaf, kami harus mengajak Anda! Kalau keadaannya sudah aman, aku akan melepaskan Anda!”

Mereka pun berlari. Diam-diam, seorang prajurit terlatih mengawasi mereka. Dia memanfaatkan situasi dan dengan sigap melompat menerpa Liu Qing hingga terjatuh.

Pejabat Qin segera melepaskan diri dari Liu Qing. “Bunuh mereka!”

Liu Qing dan Liu Hong langsung melayang ke depan dan bertarung dengan beberapa prajurit. Salah seorang prajurit menangkap Jinshuo. Liu Qing menebaskan belatinya. Prajurit itu tersentak kesakitan dan membuang Jinshuo ke samping – ke jurang yang terjal. Jinshuo pun tergelincir jatuh ke jurang.

“Aaah!’ Jinshuo menjerit keras.

Liu Qing dan Liu Hong ikut berteriak, “Jinshuo! Jinshuo!”

Secara spontan, Liu Qing melompat ke dalam jurang. Liu Hong mengikutinya.

Jinshuo mendarat di rumpun tanaman perdu. Melihat Liu Qing dan Liu Hong dia berkata serak, “Aku di sini! Tapi aku tak bisa bergerak!”

“Kami datang!” Liu Qing membalas. Tak berapa lama, Liu Qing dan Liu Hong telah tiba. “Kepalamu terbentur? Mana yang terasa sakit?”

“Kita angkat saja dia. Aku khawatir orang-orang itu mengejar kita sampai ke bawah sini!” kata Liu Hong.

Mereka mengangkat Jinshuo. Tiba-tiba gadis itu menjerit kesakitan. “Kaki kiriku! Sakit sekali…”

Liu Qing menunduk dan memeriksa kaki Jinshuo. “Wah, bisa-bisa sendinya bergeser atau tulangnya patah…”

“Kalau begitu, bagaimana ini?” tanya Liu Hong.

“Liu Hong, kau bantu aku menaikkannya ke pundakku! Aku akan memanggulnya. Kita tak boleh terlalu lama di sini!”

Liu Hong memegang Jinshuo dan membantu Liu Qing untuk memanggulnya. Mereka pun meninggalkan tempat itu melesat masuk ke dalam hutan.

Mereka terus berjalan sampai hari agak sore. Akhirnya terlihat sebuah rumah petani di celah bukit. Mereka pun menghampiri rumah itu untuk menumpang menginap.

Liu Hong memberi setael uang perak pada nyonya rumah. “Kami ingin menginap di rumah Anda. Tolong sediakan sebotol arak, gunting, selembar pakaian bersih dan kain perca. Adik kami jatuh. Dia harus segera diobati. Kami juga minta tolong dibuatkan makanan. Jika ada yang mencari kami, katakan kalian tak pernah melihat kami, mengerti?”

Si nyonya rumah tergiur melihat uang perak itu. “Ada, ada! Kalian ingin apa pun akan kami sediakan!” sahut si nyonya rumah dengna gembira.

Jinshuo telah berbaring di ranjang. Wajahnya pucat dan berkeringat dingin. Liu Qing berkata padanya, “Tabahkan dirimu. Aku biasa mengobati luka semacam ini. Kita lihat apakah aku bisa mengobatimu juga?”

Liu Hong dengan sigap menggunting pipa celana Jinshuo dan terlihatnya pergelangan kaki kirinya yang bengkak sekali.

Jinshuo berteriak kesakitan sewaktu Liu Qing baru meraba kakinya. “Jangan sentuh disana! Rasanya sakit sekali!”

“Untunglah bukan tulang yang patah,” Liu Qing menghembuskan napas. “Hanya persendiannya lepas. Aku harus mengembalikannya ke tempat semula.”

“Ca… caranya?” Jinshuo ketakutan.

“Kau tak usah tahu caranya. Yang penting tahan sebentar lalu selesai. Aku akan melakukannya dengna cepat.”

Liu Hong menuang arak ke kaki Jinshuo. “Percayalah pada Liu Qing. Dia dulu bahkan pernah membantu orang menyambung tulang.”

Liu Qing memberi aba-aba kepada Liu Hong, “Peluk dia. Jangan sampai dia bergerak-gerak.”

Liu Hong memeluk Jinshuo. Sementara itu, Liu Qing dengan sigap menarik kaki Jinshuo sekuat tenaga.

Seketika itu juga Jinshuo menjerit memilukan.

***

Malam itu, Xiao Yanzi dibawa kembali oleh Pejabat Li ke Desa Daun Merah.

Mereka menginap di sebuah penginapan. Kaki-tangan Xiao Yanzi diikat supaya dia tidak lari.

“Pejabat Li! Aku janji tak akan melarikan diri lagi! Jagoanmu begini banyak mengawasiku. Mana mungkin aku bisa meloloskan diri? lebih baik lepaskan saja ikatanku. Rasanya sakit kalau diikat terus seperti ini…”

“Kami terpaksa melakukannya. Aku tak percaya lagi dengan ucapanmu,” Pejabat Li memberi perintah kepada anak buahnya, “Awasi dia baik-baik!”

Xiao Yanzi berteriak kesal. “Pejabat Li! Kalau Huang Ama sampai tahu kau mengikatku seperti sekarang, tidak memperbolehkanku makan, minum, tidur dank e kamar kecil…”

Pejabat Li terpengarah. “Mana pernah aku tidak memperbolehkanmu makan dan minum? Tadi kan kau baru saja makan? Dan siapa bilang aku tak memperbolehkanmu ke kamar kecil?”

Xiao Yanzi terus saja berdebat. “Tapi kalau kau mengikatku begini, bagaimana aku bisa tidur? Coba kau ikat tangan dan kakimu dan rasakan sendiri sakitnya! Kau bukan saja menyakitiku, tapi jufa telah mencemarkan kehormatanku!”

Pejabat Li pusing tujuh keliling. “Baiklah! Lepaskan ikatannya. Tapi dia harus diawasi dengan ketat supaya tidak kabur!”

Beberapa orang melepaskan ikatan tangan dan kaki Xiao Yanzi. Xiao Yanzi meregangkan tubuh dan langsung melompat menuju jendela.

Salah seorang pengawal berhasil menangkapnya dan memukul tengkuknya hingga roboh.

“Aku bukan Pejabat Li yang sudi mendengar omong kosongmu!” bentak orang itu sambil mengikat tangan dan kaki Xiao Yanzi kembali.

Xiao Yanzi berteriak sekeras-kerasnya. “Pejabat Li…. Anak buahmu memukulku….”

Pengawal itu langsung menyumpal mulut Xiao Yanzi dengan sapu tangan. Xiao Yanzi tak bisa lagi bicara. dia hanya bisa meronta-ronta di tempat tidur.

Sementara itu, di luar Xiao Jian dan Yongqi sudah membuntuti Xiao Yanzi sejak tadi. Tapi mereka belum bisa langsung masuk menyelamatkan Xiao Yanzi.

“Aih! Benar-benar tidak menguntungkan! Jumlah mereka jauh lebih banyak. Kita benar-benar kesulitan untuk menolong Xiao Yanzi!”

Xiao Jian memutar otak. “Hei, bukankah kita sekarang berada di Desa Daun Merah?”

“Lalu?”

“Walau dupa pembius ada barang yang amat kubenci, tapi karena situasi sudah genting, mari kita cari kedua ‘tempat dupa’ itu untuk meminjam barang mereka!”

***

Zhang Cun dan Wei Wu lagi-lagi ketiban sial.

Tengah malam begitu, pintu mereka didobrak orang. Xiao Jian dann Yongqi berdiri di depan pintu.

“Halo Zhang Cun! Wei Wu! Kawan lama kalian datang lagi!”

Kedua juragan ayam yang telah tertidur itu langsung bangun dan lari keluar dengan langkah terseok-seok. Begitu melihat Xiao Jian dan Yongqi, mereka jatuh berlutut di tanah dan gemetaran.

“Aduh! Mengapa kalian datang lagi?”

“Keluarkan semua dupa pembius kalian dan perlihatkan pada kami!” perintah Yongqi.

“Tidak ada.. sudah tidak ada lagi… Tempo hari sudah habis dipakai!”

“Bohong! Kalian mau ambil atau tidak? Kalau kucari sendiri dan kutemukan, akan kutancapkan dupa-dupa itu di mata kalian!” bentak Xiao Jian.

“Baik! Baik! Akan kuambilkan!”

Zhang Cun dan Wei Wu merangkak di bawah lemari mencari sekotak dupa pembius.

“Semuanya sudah ada di sini! Tak ada yang lainnya lagi!”

Yongqi merebut kotak itu. “Denga ya! Mulai sekarang kalian tak boleh menipu lagi! Juga tak boleh menggunakan dupa pembius! Lain kali kalau aku mendapati kalian memakai barang beginian lagi, seluruh tubuh kalian akan kupasangi dupa pembius!”

Yongqi dan Xiao Jian pun membawa kotak itu dan pergi tanpa jejak.

***

Yongqi dan Xiao Jian memakai dupa pembius untuk melelapkan Pejabat Li dan anak buahnya dalam buaian tidur.

Tentu saja Xiao Yanzi juga kena dampaknya. Dia tidur lelap sekali. Yongqi dan Xiao Jian dengan mudah memasuki kamar. Mereka melepaskan ikatan Xiao Yanzi dan membawa Xiao Yanzi pergi.

***

Di desa Sungai Putih, Erkang dan Ziwei mulai menghadapi ujian berat.

Setibanya di desa Sungai Putih, Erkang telah memeriksakan Ziwei pada tabib. Tabib belum bisa memastikan diagnosa Ziwei. Tapi sementara, Tabib menduga ada gumpalan darah di kepala Ziwei akibat terantuk cukup keras.

Ziwei dan Erkang malam itu menginap di sebuah penginapan. Ziwei tertidur usai minum obat dan tidak bangun hingga subuh menjelang.

Lilin-lilin sudah pupus. Cahaya fajar perlahan-lahan merembes masuk lewat jendela. Erkang berjaga semalaman di samping Ziwei. Dan ketika gadis itu bangun, Erkang dengan sigap menghampirinya.

“Ziwei? Bagaimana perasaanmu? Sudah agak baikan? Ayo buka matamu. Apa kau bisa melihat sesuatu?”

Ziwei membuka matanya. “Apakah hari sudah terang?”

“Ya! Sudah pagi. Sebentar Tabib akan datang lagi untuk memeriksamu. Kita tunggu diagnosanya hari ini untuk tahu apa yang terjadi padamu…”

Ziwei meraba-raba turun dari tempat tidur. “Aku mau ke jendela… Aku mau melihat matahari terbit.”

“Mari kubantu!”

“Tak usah!”

“Baiklah… Eh, jendelanya di sebelah kirimu…”

Dengan susah payah Ziwei akhirnya sampai di jendela. Dia membukanya tapi sungguh! Dia tidak melihat cahaya apapun! Bahkan sejak bangun tadi!

“Aku tak bisa melihat sinar matahari!” pekik Ziwei. “Semuanya hitam! Kenapa? Kenapa bisa begini?”

Erkang terkejut. Bergegas menghampiri Ziwei. “Tidak mungkin! Aku akan segera memanggil tabib itu kemari untuk memeriksa ulang! Kau hanya terlalu tegang. Jangan emosi. Asal kau beristirahat dengan baik, keadaanmu pasti normal kembali.”

Tak lama, Tabib datang dan memeriksa Ziwei. Usai memeriksa, dia berkata pada Erkang, “Mari kita bicara di luar saja!”

Ziwei langsung memotong. “Tidak perlu bicara di lluar! Di sini saja! Bagaimana? Aku sekarang buta, bukan? Dan ini akan permanent! Katakan! Jangan menyembunyikannya dariku!”

Tabib menatap Erkang meminta persetujuannya. Erkang mengangguk. Tabib pun berkata terus terang,

“Kalian sebaiknya mencari tabib spesial mata di kota besar. Aku bukan tabib ahli. Nona ini kehilangan penglihatannya. Siapa tahu ada hubungan dengan pendarahan akibat benturan kemarin. Matanya sepertinya tak bermasalah. Barangkali setelah gumpalan darah itu hilang, dia dapat melihat lagi. Barangkali juga kondisi psikologinya memperngaruhi mata. Apakah akhir-akhir ini Nona merasa tertekan?”

“Kalau masalahnya memang di psikologinya, apakah penglihatannya bisa pulih?” tanya Erkang.

“Aku tidak tahu. Mungkin begitu. Aku bukan ahllinya. Kalian cari saja tabib spesial yang lain!”

Tabib mengemas barang-barangnya lalu pergi. Ziwei mendengar semua tadi. Kepalanya pening dan dia ambruk.

Erkang segera menghampiri dan memeluknya. Tapi Ziwei mendorongnya menjauh sekuat tenaga.

“Tidak! Aku tidak mau seperti ini! Aku tidak boleh seperti ini!”

Erkang berkata memelas, “Ziwei! Kumohon kau jangan menolakku untuk membantumu! Dalam kondisi sesulit apapun, kita harus menghadapinya bersama-sama! Kalau kau putus asa begini, aku bisa ikut terpuruk juga! Kumohon tegarlah untukku!”

Air mata Ziwei menetes. “Aku bukan siapa-siapa lagi! Aku hanya akan menjadi beban bagimu! Erkang! kumohon kau berjanjilah padaku! Berjanjilah!”

“Baik! Baik! Berjanji soal apa?”

“Lupakan aku! Kembalilah ke Beijing! Minta pada Huang Ama untuk memaafkan kita lalu… menikahlah dengan Qing’er!”

Erkang terkejut bukan kepalang. Dia mungur beberapa langkah.

Ziwei meluncur turun. Dia memeluk kepalanya dan meringkuk dalam-dalam.

***

Sementara itu, Xiao Jian dan Yongqi membawa Xiao Yanzi sampai pada sebuah suangai kecil.

“Mengapa dia tidur selelap ini? Aku sudah memanggulnya cukup lama tapi dia belum bangun-bangun juga! Mungkinkah dia kenapa-napa setelah tekena dua kali dupa pembius?”

“tirinkan dia. Kita basahi wajahnya dengan air!” kata Xiao Jian.

Xiao Jian mengambil air dan membasahi wajah Xiao Yanzi. Yongqi segera menepuk-nepuk pipi gadis itu. “Xiao Yanzi… bangun!”

Xiao Yanzi tiba-tiba terbangun. Dia langsung melayangkan pukulan ke muka Yongqi sambil berteriak, “Kurang ajar! Kau berani menyiramku dengna air dingin? Kupukul kau sampai mati!”

Yongqi tak sempat menghindar. Pukulan Xiao Yanzi mengenainya telak.

Xiao yanzi membuka matanya lebar-lebar. “Oh! Kalian rupanya! Jadi kalian berhasil menyelamatkan aku, ya?”

Yongqi meringis sambil memegang hidungnya. “Aiya! Sudah susah-susah memanggulmu sampai capek tapi kau malah menonjokku seperti tadi!”

Xiao Yanzi langsung merasa malu. Dengan penuh penyesalan dia bertanya, “Maaf… Coba kulihat! Berdarah, tidak?”

Yongqi serta-merta tertawa. “Mana mungkin aku selemah itu terhadap pukulan linglungmu?”

Xiao Jian tak bisa menahan diri untuk berkomentar, “Xiao Yanzi ini cocok dijuluki Pendekar Wanita Linglung! Jurus kungfunya bisa disebut Jurus Kungfu Linglung!”

“Yang paling kukagumi adalah hoki linglungnya itu! setiap kali ada bencana, dia selalu bisa lolos!” Yongqi menimpali.

“Baiklah! Mentang-mentang kalian sudah menolongku, jadi bisa seenaknya mengejekku!” Xiao Yanzi kesal.

Yongqi menahan tawanya. “Baik. Ayo kita segera bergabung dengan yang lainnya!”

“Kita sekarang ada dimana?”

“Di desa Daun Merah. Setelah menyeberangi gunnung ini, kita akan sampai ke Desa Sungai Putih! Kita sudah tidak punya kuda, jadi hanya bisa mengandalkan kekuatan kaki saja. Ayo berangkat!”

“Mana yang lain-lainnya? Ziwei? Jinshuo?”

Yongqi menjawab, “Mudah-mudahan semuanya sudah sampai di Desa Sungai Putih.”

***

Dengan petunjuk –petunjuk minim yang ditinggalkan Erkang, Xiao Yanzi, Xiao Jian dan Yongqi berhasil menemukan penginapan tempat Erkang dan Ziwei menginap.

Tapi begitu mereka masuk, ketiganya langsung merasa ada atmosfer aneh antara Ziwei dan Erkang. keduanya saling berjauhan dan tak bicara satu sama lain.

“Kalian habis bertengkar?” tanya Yongqi hati-hati.

Erkang menjawab letih, “Kemarin Ziwei terlempar dari kereta. Kepalanya terantuk. Dan dia sekarang tak bisa melihat!”

“Tak bisa melihat?” semuanya terkejut.

“Kata Tabib, mungkin bisa sembuh. Mungkin juga tidak. Ziwei sangat terpukul. Aku juga sudah nyaris putus asa…”

Xiao Yanzi menghambur ke sisi Ziwei. “Ziwei! Matamu pasti akan baik-baik saja! Jangan takut! Tabib itu mungkin tak bisa diandalkan. Kita akan cari tabib lain!”

“Tak perlu… Setelah kupikir-pikir, aku akan mengajaknya kembali ke Beijing,” kata Erkang.

“Kembali ke Beijing?” seru Yongqi. “Itu sama saja dengan menjebloskan diri ke perangkap!”

“Tapi… hanya di Beijing yang memiliki banyak tabib ahli!”

Xiao Jian menenangkan diri. “Kalian tak perlu berdebat. Di dunia ini, bukan hanya Beijing yang memiliki banyak tabib handal. Menurutku, kita mesti pergi ke Luoyang. Di Luoyang pasti ada tabib pandai. Lagipula, kalau kita bersembunyi di tempat terpencil cenderung agak rawan. Tapi kalau di kota sebesar dan seramai Luoyang, kita pasti sulit ditemukan.”

Xiao Yanzi mengangguk-angguk dan menggenggam Ziwei erat-erat. “Kita akan ke Luoyang! Di sana pasti ada tabib untuk menyembuhkan penyakitmu! Kau jangan sedih. Kau bukan hanya memiliki Erkang, tapi kami juga…”

Xiao Yanzi tiba-tiba menyadari kalau mereka cuma berlima.

“Mana Jinshuo, Liu Qing dan Liu Hong?”

Erkang menggeleng. Xiao Yanzi, Yongqi dan Xiao Jian saling bertukar pandang dan hanya bisa diam.


Bersambung

BACA JUGA SINOPSIS LAINNYA



0 comments:

Post a Comment


Friend Link List