Do you like this story?
Jam alarm berbunyi Kae-in dan Jin-ho mencoba mematikannya bersamaan. Jin-ho kaget karena ia memegang tangan seseorang dan setelah dilihat ia tambah kaget karena Kae-in tidur disebelahnya, Kae-in juga kaget.
“Jin-ho kenapa kau ada di sini?” tanya Kae-in.
“Ini adalah kamarku” jawab Jin-ho.
“Kamu mengapa menarikku ke kamarmu?” tanya Kae-in lagi.
“Kamu tidak ingat? kamu mengikutiku masuk kemari” kata Jin-ho.
Kae-in lalu membayangkan kejadian semalam.
Kejadian semalam.....“Jin-ho kenapa kau ada di sini?” tanya Kae-in.
“Ini adalah kamarku” jawab Jin-ho.
“Kamu mengapa menarikku ke kamarmu?” tanya Kae-in lagi.
“Kamu tidak ingat? kamu mengikutiku masuk kemari” kata Jin-ho.
Kae-in lalu membayangkan kejadian semalam.
Kae-in memohon agar Jin-ho mau membuatnya jadi wanita, Jin-ho tentu saja langsung menolaknya karena itu berarti “sesuatu” (yg udah gede pasti taulah... hehehe..). Jin-ho menasehati Kae-in walaupun hatinya tertekan seharusnya ia tidak berkata seperti itu pada seorang laki-laki. Jin-ho meninggalkan Kae-in, tapi Kae-in mencegahnya dengan menarik kaki Jin-ho. Di bawah kaki Jin-ho, Kae-in terus memohon agar Jin-ho mau menjadikannya wanita. Ia adalah wanita tapi tak bisa menjadi wanita sesungguhnya, ia lalu mengungkit Jin-ho yang seorang pria tapi malah hidup tidak seperti pria sesungguhnya (gay). Jin-ho kesal, ia berkata hidup sendiri, selesaikan masalah sendiri dan ia bukanlah tipe orang yang suka ikut campur masalah orang lain.
Jin-ho masuk ke kamarnya dan Kae-in mengikutinya, mereka lalu minum-minum lagi hingga mabuk. Jin-ho tak percaya Kae-in tidak mengerti apa yang ia katakan tadi. Jin-ho lalu menjelaskan bahwa jika ia membuat Kae-in menjadi wanita itu adalah sesuatu yang tidak boleh.
“Boleh, mungkinkah jika ada pria dan wanita tidur bersama baru dinamakan cinta?” tanya Kae-in mabuk.
“Kamu pikir seorang pria jika ada kesempatan seperti itu adalah cinta? Ingin menyentuh wanita yang dicintai, ingin memeluknya. Ini adalah keinginan setiap laki-laki” kata Jin-ho.
“Keinginan setiap laki-laki? Dari mana Jin-ho bisa tahu hal ini? (secara dia kan gay... hehe...)” kata Kae-in curiga.
Jin-ho tak mau membahasnya, ia menyuruh Kae-in diam saja dengan menyuruhnya minum lagi.
“Tapi walaupun aku tidak ingin itu. Bukankah juga ada wanita yang tidak ingin menyerahkannya. Aku ingin menjadi wanita seperti itu. Wanita yang bisa membuat hati pria terharu. Tapi tidak ada hubungannya dengan tidur. Jika seperti itu, bukankah mereka seharusnya tidak akan melepaskanku?” kata Kae-in.
Setelah mengatakan itu Kae-in ambruk karena tertidur.
“Boleh, mungkinkah jika ada pria dan wanita tidur bersama baru dinamakan cinta?” tanya Kae-in mabuk.
“Kamu pikir seorang pria jika ada kesempatan seperti itu adalah cinta? Ingin menyentuh wanita yang dicintai, ingin memeluknya. Ini adalah keinginan setiap laki-laki” kata Jin-ho.
“Keinginan setiap laki-laki? Dari mana Jin-ho bisa tahu hal ini? (secara dia kan gay... hehe...)” kata Kae-in curiga.
Jin-ho tak mau membahasnya, ia menyuruh Kae-in diam saja dengan menyuruhnya minum lagi.
“Tapi walaupun aku tidak ingin itu. Bukankah juga ada wanita yang tidak ingin menyerahkannya. Aku ingin menjadi wanita seperti itu. Wanita yang bisa membuat hati pria terharu. Tapi tidak ada hubungannya dengan tidur. Jika seperti itu, bukankah mereka seharusnya tidak akan melepaskanku?” kata Kae-in.
Setelah mengatakan itu Kae-in ambruk karena tertidur.
Kembali keesokan harinya, Jin-ho menyuruh Kae-in segera keluar dari kamarnya.
“Sampai kapan kau akan ada diranjangku?” tanya Jin-ho kesal.
Kae-in hanya tersenyum ia mengucapakn terima kasih karena Jin-ho menemaninya minum tadi malam dan mau mendengarkan curhatnya sehingga ia bisa tidur dengan nyenyak.
“Kamu adalah teman terbaik pemberian ibu untukku” kata Kae-in.
Jin-ho hampir terpengaruh mendengarnya, tapi ia lalu bersikap dingin dan meminta Kae-in segera pergi dari kamarnya karena ia mau bekerja. Kae-in mendekati Jin-ho dan mengingatkan janji Jin-ho tentang janjinya tadi malam.
“Mungkin kata-kata mabuk, aku tidak ingat apa-apa” kata Jin-ho.
Kae-in kaget, ia lalu memancing Jin-ho.
“Jadi kamu pasti juga tidak ingat kata-kata itu. Tidak perlu mengembalikan uang sewamu lagi jika kau keluar” kata Kae-in.
“Wanita ini, kapan aku mengatakannya” kata Jin-ho kesal.
Kae-in tersenyum karena Jin-ho kena pancingannya (haha 1-1 sekarang). Jin-ho tak bisa menghindar lagi. Kae-in terus mendesak Jin-ho karena ia sudah berjanji membantunya berubah menjadi wanita sesungguhnya. Jin-ho terus mengelak ia berkata ia melakukannya karena Kae-in terus mendesak datang ke kamarnya tadi malam.
“Jin-ho kamu terlalu lucu. Bukankah kamu bilang tidak suka berbohong” kata Kae-in.
Jin-ho akhirnya menyerah.
“Dasar. Baiklah akan aku lakukan walaupun aku tahu tidak ada kemungkinan bisa mengubahmu. Tapi kita coba saja lah” kata Jin-ho akhirnya.
Kae-in senang sekali mendengarnya, ia lalu memeluk Jin-ho dan berkata “Jin-ho, kau benar-benar seperti hadiah yang diberikan oleh ibuku kepadaku”.
Jin merasa tidak enak dipeluk seperti itu, ia segera mendorong Kae-in menjauh darinya hingga jatuh keranjang (hatinya berdebar-debar kali ya.. haha..).
“Sudah ku bilang jangan mengacau lagi. Cepat pergi mandi sana” kata Jin-ho kesal.
(ajhuma Kae-in jgn lama meluk oppa min-ho ku..)“Sampai kapan kau akan ada diranjangku?” tanya Jin-ho kesal.
Kae-in hanya tersenyum ia mengucapakn terima kasih karena Jin-ho menemaninya minum tadi malam dan mau mendengarkan curhatnya sehingga ia bisa tidur dengan nyenyak.
“Kamu adalah teman terbaik pemberian ibu untukku” kata Kae-in.
Jin-ho hampir terpengaruh mendengarnya, tapi ia lalu bersikap dingin dan meminta Kae-in segera pergi dari kamarnya karena ia mau bekerja. Kae-in mendekati Jin-ho dan mengingatkan janji Jin-ho tentang janjinya tadi malam.
“Mungkin kata-kata mabuk, aku tidak ingat apa-apa” kata Jin-ho.
Kae-in kaget, ia lalu memancing Jin-ho.
“Jadi kamu pasti juga tidak ingat kata-kata itu. Tidak perlu mengembalikan uang sewamu lagi jika kau keluar” kata Kae-in.
“Wanita ini, kapan aku mengatakannya” kata Jin-ho kesal.
Kae-in tersenyum karena Jin-ho kena pancingannya (haha 1-1 sekarang). Jin-ho tak bisa menghindar lagi. Kae-in terus mendesak Jin-ho karena ia sudah berjanji membantunya berubah menjadi wanita sesungguhnya. Jin-ho terus mengelak ia berkata ia melakukannya karena Kae-in terus mendesak datang ke kamarnya tadi malam.
“Jin-ho kamu terlalu lucu. Bukankah kamu bilang tidak suka berbohong” kata Kae-in.
Jin-ho akhirnya menyerah.
“Dasar. Baiklah akan aku lakukan walaupun aku tahu tidak ada kemungkinan bisa mengubahmu. Tapi kita coba saja lah” kata Jin-ho akhirnya.
Kae-in senang sekali mendengarnya, ia lalu memeluk Jin-ho dan berkata “Jin-ho, kau benar-benar seperti hadiah yang diberikan oleh ibuku kepadaku”.
Jin merasa tidak enak dipeluk seperti itu, ia segera mendorong Kae-in menjauh darinya hingga jatuh keranjang (hatinya berdebar-debar kali ya.. haha..).
“Sudah ku bilang jangan mengacau lagi. Cepat pergi mandi sana” kata Jin-ho kesal.
Chang-ryul tertidur di sofa. In-hae membangunkannya dan berkata “Kamu masih sangat kekanak-kanakan?”.
Chang-ryul bangun dengan kepala pusing akibat mabuk tadi malam. In-hae menanyakan kapan Chang-ryul pulang padahal ia sudah memperingatkan agar Chang-ryul pulang cepat tadi malam. Chang-ryul mengacuhkannya dan berjalan menuju lemari es untuk mengambil minum. In-hae kesal, ia tanya apa Chang-ryul membecinya. Chang-ryul tak kalah kesal ia membanting botol minumannya.
“Keluar!” kata In-hae.
“Kenapa?” kata Chang-ryul.
“Jika kamu terus seperti ini, aku tidak akan nyaman tinggal disini. Kamu tahu uang dalam tabunganku sudah habis untuk pernikahan kita. Dan kamu juga tahu kalau aku masih harus membayar hutang. Tapi kenapa kamu malah mengungkitnya” kata In-hae.
Chang-ryul kesal ia menjawab dengan dingin. “Pertama, rumah ini bukan milikmu. Kedua, bukan aku yang mulai mengungkitnya”.
“Bukankah kau yang menyuruhku mengatakan berpisah” kata Chang-ryul.
“Tapi orang yang menyuruhku berakhir dengan Kae-in” kata In-hae.
“Maksudmu aku adalah orang jahat. Jadi semua akibatnya aku harus tanggung sendiri” kata Chang-ryul.
Chang-ryul menggeleng-gelengkan kepalanya tandak percaya In-hae bisa bicara seperti itu. Chang-ryul mengacuhkan In-hae lagi dan pergi dari sana. In-hae mengejarnya untuk menantang Chang-ryul. Chang-ryul berkata kalau ia sedang tidak mood karena tadi malam minum sampai pagi dan sekarang kepalanya pusing. Ia minta In-hae menunggunya selesai mandi dan baru meneruskan pertengkaran itu lagi. In-hae kesal ia berteriak agar Chang-ryul berbaik hati menyerahkan apartemen ini untuknya. Chang-ryul pun kesal dan berkata bahwa ia sudah minta In-hae menunggunya mandi dulu baru membicarakan masalah itu lagi. Tiba-tiba telepon Chang-ryul berbunyi. Chang-ryul mengangkatnya dan ternyata dari ibunya. Ibunya menelepon sambil menangis Chang-ryul jadi panik dengan keadaan ibunya.
Chang-ryul bangun dengan kepala pusing akibat mabuk tadi malam. In-hae menanyakan kapan Chang-ryul pulang padahal ia sudah memperingatkan agar Chang-ryul pulang cepat tadi malam. Chang-ryul mengacuhkannya dan berjalan menuju lemari es untuk mengambil minum. In-hae kesal, ia tanya apa Chang-ryul membecinya. Chang-ryul tak kalah kesal ia membanting botol minumannya.
“Keluar!” kata In-hae.
“Kenapa?” kata Chang-ryul.
“Jika kamu terus seperti ini, aku tidak akan nyaman tinggal disini. Kamu tahu uang dalam tabunganku sudah habis untuk pernikahan kita. Dan kamu juga tahu kalau aku masih harus membayar hutang. Tapi kenapa kamu malah mengungkitnya” kata In-hae.
Chang-ryul kesal ia menjawab dengan dingin. “Pertama, rumah ini bukan milikmu. Kedua, bukan aku yang mulai mengungkitnya”.
“Bukankah kau yang menyuruhku mengatakan berpisah” kata Chang-ryul.
“Tapi orang yang menyuruhku berakhir dengan Kae-in” kata In-hae.
“Maksudmu aku adalah orang jahat. Jadi semua akibatnya aku harus tanggung sendiri” kata Chang-ryul.
Chang-ryul menggeleng-gelengkan kepalanya tandak percaya In-hae bisa bicara seperti itu. Chang-ryul mengacuhkan In-hae lagi dan pergi dari sana. In-hae mengejarnya untuk menantang Chang-ryul. Chang-ryul berkata kalau ia sedang tidak mood karena tadi malam minum sampai pagi dan sekarang kepalanya pusing. Ia minta In-hae menunggunya selesai mandi dan baru meneruskan pertengkaran itu lagi. In-hae kesal ia berteriak agar Chang-ryul berbaik hati menyerahkan apartemen ini untuknya. Chang-ryul pun kesal dan berkata bahwa ia sudah minta In-hae menunggunya mandi dulu baru membicarakan masalah itu lagi. Tiba-tiba telepon Chang-ryul berbunyi. Chang-ryul mengangkatnya dan ternyata dari ibunya. Ibunya menelepon sambil menangis Chang-ryul jadi panik dengan keadaan ibunya.
Kae-in membawakan kopi untuk Jin-ho. Jin-ho menolaknya dan berkata kalau ia tidak minum kopi. Kae-in kecewa dan berkata bahwa ia melakukannya agar bisa menjadi wanita yang baik. Ia minta Jin-ho meminumnya walaupun sedikit demi ketulusan hatinya. Tapi Jin-ho tak peduli, ia pergi meninggalkan Kae-in dan berkata kalau latihannya akan dimulai. Kae-in senang, ia mengikuti Jin-ho dan menanyakan apa pelajaran pertamanya. Jin-ho melihat Kae-in dan berkata kalau Kae-in sebaiknya berganti baju karena baju yang di pakainya saat ini sudah dipakai beberapa hari di dalam rumah dan diluar rumah. Ia menebak Kae-in keluar kencan juga dengan dandanan seperti itu. Jin-ho berkata bahwa tidak ada pria yanng akan melihat wanita seperti itu. Kae-in beralasan karena takut membuang waktu karena ia hanya ingin bersama pacarnya lebih lama. Kae-in tanya apa itu salah dan apakah bisa sampai ditinggalkan. Jin-ho berfikir sejenak kemudian memberikan pelajan pertama yakni pria tidak akan merasakan daya tarik wanita jika tidak ada harga dirinya. Oleh karena itu mereka membuat pria menunggu wanita karena itu juga merupakan salah satu daya tarik wanita. Kae-in akhirnya sadar dan bersedia memulai latihannya.
Latihan pertama adalah menahan kesabaran. Jin-ho menyuruh Kae-in menahan nafas dalam baskom air. Kae-in tak mengerti maksudnya. Jin-ho menjelaskan selama ini Kae-in takut terlebih dahulu akan ditinggalkan laki-laki. Ia juga menjelaskan bahwa wanita sengaja telat saat kencan adalah untuk melihat apakah pasangannya sabar menunggunya atau tidak.
“Kenapa harus telat 10 menit” kata Kae-in menyela.
Jin-ho terlihat kesal, Kae-in menunduk takut. Kae-in akhirnya mau melakukannya, tapi ia ragu. Jin-ho pura-pura marah karena Kae-in tidak mau menuruti perintahnya. Kae-in akhirnya memasukan wajahnya ke dalam baskom, tapi baru beberapa detik Kae-in sudah menunjukan tanda-tanda tak tahan. Jin-ho yang melihatnya mencoba menahan kepala Kae-in, tapi kepala Kae-in tiba-tiba tidak bergerak. Jin-ho panik, ia menggoyang tubuh Kae-in tapi tidak ada balasan. Lalu tiba-tiba Kae-in bergerak, ia langsung mengeluarkan wajahnya dari air.
“Aku bukan orang jahat, tapi kenapa kau siksa aku seperti ini” kata Kae-in memelas. Jin-ho melihatnya menggeleng tak percaya dan berkata kalau Kae-in tadi hanya bertahan 40 detik.
“Kenapa harus telat 10 menit” kata Kae-in menyela.
Jin-ho terlihat kesal, Kae-in menunduk takut. Kae-in akhirnya mau melakukannya, tapi ia ragu. Jin-ho pura-pura marah karena Kae-in tidak mau menuruti perintahnya. Kae-in akhirnya memasukan wajahnya ke dalam baskom, tapi baru beberapa detik Kae-in sudah menunjukan tanda-tanda tak tahan. Jin-ho yang melihatnya mencoba menahan kepala Kae-in, tapi kepala Kae-in tiba-tiba tidak bergerak. Jin-ho panik, ia menggoyang tubuh Kae-in tapi tidak ada balasan. Lalu tiba-tiba Kae-in bergerak, ia langsung mengeluarkan wajahnya dari air.
“Aku bukan orang jahat, tapi kenapa kau siksa aku seperti ini” kata Kae-in memelas. Jin-ho melihatnya menggeleng tak percaya dan berkata kalau Kae-in tadi hanya bertahan 40 detik.
Akhirnya Jin-ho menggunakan cara lain yakni dengan mengurung Kae-in di dalam gudang. Kae-in mencoba mengelak tapi Jin-ho mendorongnya masuk. Diluar Jin-ho mengingatkan Kae-in agar tidak keluar meski terjadi sesuatu di luar. Kae-in minta diambilkan komik untuk menemaninya, Jin-ho melotot dan berkata kalau ini bukan main-main. Kae-in akhirnya berada di dalam gudang, dan Jin-ho di luar menunggu sambil menggambar detail-detail Sang Go-jae. Jin-ho juga beberapa kali menguji Kae-in tapi ia selalu gagal. Jin-ho mengujinya dengan macam-macam kejadian seperti ada tetangga yang datang lah, ajak makan siang lah, dan sampai ada kebakaran. Jin-ho. Tapi akhirnya Kae-in berhasil melewati rintangan itu setelah beberapa jam.
Latihan kedua adalah berjalan digaris lurus. Jin-ho memberikan contoh, kemudian Kae-in mengikutinya. Jin-ho selau memarahi Kae-in karena terus melakukan kesalahan sebagai balasan karena tadi selalu mengkritiknya saat memberi contoh. Latihan kemudian dilakukan dengan meletakan gelas diatas kepala. Baru berjalan sedikit gelas di kepala Kae-in sudah jatuh. Kae-in refleks mau membersihkannya, tapi Jin-ho melarang dan menyuruh Kae-in mengambil sarung tangan saja untuknya karena bila Kae-in yang membersihkan ia bisa kena luka lagi. Kae-in terharu melihatnya, ia minta maaf pada Jin-ho.
“Jin-ho kita berteman selama ya!” kata Kae-in sebelum pergi. Jin-ho heran mendengarnya.
“Jin-ho kita berteman selama ya!” kata Kae-in sebelum pergi. Jin-ho heran mendengarnya.
Latihan ketiga adalah menahan nafsu makan. Saat makan siang Jin-ho memanggang daging tapi Kae-in dilarang makan. Jin-ho bercerita wanita yang habis kencan malam-malam akan makan lagi karena saat kencan mereka menahan nafsu makan mereka. Tapi Kae-in berpendapat lain, ia berkata dihadapan orang yang dicintai seharusnya tidak perpura-pura jadi wanita yang sopan (setuju...). Jin-ho menerima alasan itu. Kae-in mau makan tapi Jin-ho tetap melarangnya karena wanita yang suka makan daging juga tidak menarik bagi laki-laki.
Sang-joon pergi ke Sang Go-jae. Di depan Sang Go-jae ia bertemu dengan Young-soon yang juga mau ke sana. Young-soon menyapa Sang-joon dan berkata apa Sang-joon tidak bertemu satu hari saja dengan Jin-ho sudah kangen padahal mereka satu perusahaan yang setiap hari ketemu. Sang-joon hanya tersenyum-seyum tak mengerti maksudnya.
Mereka lalu masuk bersama dan ikut gabung makan dengan Jin-ho dan Kae-in. Kae-in heran bagaimana Young-soon bisa datang bersama dengan Sang-joon. Young-soon berkata kalau mereka hanya bertemu di depan rumah. Sang-joon yang baru duduk langsung mengambil sumpit Jin-ho dan mengambil makanan. Jin-ho merasa jijik, ia menyuruh Sang-joon mengambil sumpit baru saja yang masih bersih tapi Sang-joon tak menghiraukannya. Young-soon yang melihat pertengkaran itu. Ia merasa mereka adalah pasangan yang romantis. Kae-in mencoba mencegah Young-soon mengungkit-ungkit tentang hubungan mereka. Tapi Young-soon tetap berbicara, ia berkata kalau ia sudah terbiasa dengan hubungan sesama jenis dilingkungannya. Sang-joon kaget dan heran mendengarnya. Kae-in memarahi Young-soon dan berkata kalau Jin-ho tidak suka permasalahan gaynya dibicarakan. Sang-joon tambah kaget dan syok mendengarnya karena perkataan Kae-in tadi malah memperjelas apa yang dikatakan Young-soon. Kae-in ketakutan melihat Jin-ho yang pusing karena ia mengungkit lagi permasalahan gay itu lagi.
Beberapa saat kemudain di kamar Jin-ho, Jin-ho minta maaf dan menjelaskan pada Sang-joon kalau kedua wanita tadi mengganggap mereka pasaangan gay. Sang-joon syok tapi ia kemudian berkata kalau ia akan membantu Jin-ho berpura-pura jadi pasangan gaynya demi kepentingan perusahaan dan agar Jin-ho dibiarkan tinggal di Sang Go-jae terus. Jin-ho kesal mendengarnya karena Sang-joon ikut-ikutan gila seperti wanita-wanita tadi. Sang-joon lalu berpura-pura merayu Jin-ho. Jin-ho kesal dan mengusir Sang-joon pergi dari kamarnya. Di luar Kae-in dan Young-soon jadi tidak enak karena membuat pasangan itu bertengkar.
Melihat kedua wanita itu ada di luar Sang-joon terus berpura-pura jadi pasangan Jin-ho.
“Sayangku” kata Sang-joon berpura-pura sedih karena Jin-ho mengusirnya kemudaian ia pergi dari rumah itu.
Di luar Sang-joon jadi geli sendiri dengan tingkahnya tadi, tapi ia langsung berpura-pura lagi begitu tahu Young-soon menyusulnya. Young-soon menyusul karena ia merasa bersalah. Sang-joon berkata Jin-ho tadi merasa malu karena hubungan mereka ketahuan. Young-soon minta Sang-joon mengerti karena masyarakat memang belum bisa menerima hubungan seperti mereka. Sang-joon berkata kalau ia sudah memahaminya tapi tetap saja ia merasa sedih. Young-soon jadi tidak enak dan bertanya apa yang bisa ia lakukan untuknya. Sang-joon berkata apakah ia boleh memanggil Young-soon “Eonni” (panggilan untuk kakak perempuan dari adik perempuan... haha.. Sang-joon merasa dirinya perempuan).
“Sayangku” kata Sang-joon berpura-pura sedih karena Jin-ho mengusirnya kemudaian ia pergi dari rumah itu.
Di luar Sang-joon jadi geli sendiri dengan tingkahnya tadi, tapi ia langsung berpura-pura lagi begitu tahu Young-soon menyusulnya. Young-soon menyusul karena ia merasa bersalah. Sang-joon berkata Jin-ho tadi merasa malu karena hubungan mereka ketahuan. Young-soon minta Sang-joon mengerti karena masyarakat memang belum bisa menerima hubungan seperti mereka. Sang-joon berkata kalau ia sudah memahaminya tapi tetap saja ia merasa sedih. Young-soon jadi tidak enak dan bertanya apa yang bisa ia lakukan untuknya. Sang-joon berkata apakah ia boleh memanggil Young-soon “Eonni” (panggilan untuk kakak perempuan dari adik perempuan... haha.. Sang-joon merasa dirinya perempuan).
Chang-ryul mengikuti Do-bin ke gym. Do-bin sedang latihan lari dengan memakai earphone sehingga tidak mendengar sapaan Chang-ryul. Baru setelah selesai Do-bin mendengar sapaan Chang-ryul, tapi Chang-ryul sudah ngos-ngosan karena ikut-ikutan latihan lari tadi. Chang-ryul berkata ia kebetulan ada di sana dan mau memberi hormat saja. Do-bin hanya diam karena ia tahu itu bohong. Chang-ryul lalu mau menjelaskan tentang permasalahan pernikahannya dengan In-hae karena ia merasa tidak enak pada Do-bin yang hadir di pernikahan itu. Chang-ryul juga takut kalau In-hae menjelaskan yang tidak-tidak padanya. Do-bin berkata kalau In-hae tidak bercerita apapun, ia juga berkata walaupun In-hae adalah tangan kanannya tapi ia tidak akan mencampuri urusan pribadinya. Chang-ryul tetap memaksa untuk menjelaskan.
Do-bin berkata “Orang yang hidup pribadinya rumit, juga akan rumit dalam mengatasi suatu masalah. Semoga kamu bukan orang yang seperti itu. aku pamit dulu”.
Chang-ryul hanya bisa berdiam diri di sana melihat Do-bin pergi.
Do-bin berkata “Orang yang hidup pribadinya rumit, juga akan rumit dalam mengatasi suatu masalah. Semoga kamu bukan orang yang seperti itu. aku pamit dulu”.
Chang-ryul hanya bisa berdiam diri di sana melihat Do-bin pergi.
Kae-in dengan takut-takut mengintip ke kamar Jin-ho.
“Aku sudah berapa kali mengatakan agar kamu jangan mengatakan gay lagi” kata Jin-ho dingin tanpa melihat Kae-in dibelakangnya.
Kae-in langsung berlutut sambil mengangkat tangan dan berkata “Aku sudah salah”.
“Kamu sudah lupa perjanjian kita, jika ada sekali lagi membicarakan tentang kesukaanku maka kau akan melakukan apapun yang aku suruh” kata Jin-ho.
“Aku akan melakukannya tapi tadi juga bukan aku yang memulai lagipula ini bukan rahasia lagi” kata Kae-in membela diri.
Tapi begitu melihat Jin-ho menatapnya tajam, Kae-in langsung diam dan menunduk. Tiba-tiba ada sms di telepon Kae-in. Kae-in minta ijin menurunkan tangannya.
“Apakah aku menyuruhmu angkat tangan” kata Jin-ho dingin.
“Sepertinya ada pesan penting” kata Kae-in sambil menunjuk hpnya.
“Terimalah, tapi kali ini benar-benar paling terakhir” kata Jin-ho memperingatkan.
Kae-in menggangguk, lalu membuka pesan di hpnya. Kae-in menghampiri Jin-ho dengan senang dan berkata kalau ia mendapat panggilan interview. Kae-in memohon agar Jin-ho membantunya memilih pakaian yang akan ia kenakan. Jin-ho tak peduli ia bertanya kenapa ia harus membantu Kae-in. Sambil menunjukan muka sungguh-sungguh Kae-in berkata kalau ia sungguh-sungguh akan bertobat. Jin-ho malah geli melihat wajah Kae-in itu. Kae-in tersenyum senang karena itu berarti Jin-ho mau membantunya. Kae-in lalu memuji wajah Jin-ho yang halus.
“Aku sudah berapa kali mengatakan agar kamu jangan mengatakan gay lagi” kata Jin-ho dingin tanpa melihat Kae-in dibelakangnya.
Kae-in langsung berlutut sambil mengangkat tangan dan berkata “Aku sudah salah”.
“Kamu sudah lupa perjanjian kita, jika ada sekali lagi membicarakan tentang kesukaanku maka kau akan melakukan apapun yang aku suruh” kata Jin-ho.
“Aku akan melakukannya tapi tadi juga bukan aku yang memulai lagipula ini bukan rahasia lagi” kata Kae-in membela diri.
Tapi begitu melihat Jin-ho menatapnya tajam, Kae-in langsung diam dan menunduk. Tiba-tiba ada sms di telepon Kae-in. Kae-in minta ijin menurunkan tangannya.
“Apakah aku menyuruhmu angkat tangan” kata Jin-ho dingin.
“Sepertinya ada pesan penting” kata Kae-in sambil menunjuk hpnya.
“Terimalah, tapi kali ini benar-benar paling terakhir” kata Jin-ho memperingatkan.
Kae-in menggangguk, lalu membuka pesan di hpnya. Kae-in menghampiri Jin-ho dengan senang dan berkata kalau ia mendapat panggilan interview. Kae-in memohon agar Jin-ho membantunya memilih pakaian yang akan ia kenakan. Jin-ho tak peduli ia bertanya kenapa ia harus membantu Kae-in. Sambil menunjukan muka sungguh-sungguh Kae-in berkata kalau ia sungguh-sungguh akan bertobat. Jin-ho malah geli melihat wajah Kae-in itu. Kae-in tersenyum senang karena itu berarti Jin-ho mau membantunya. Kae-in lalu memuji wajah Jin-ho yang halus.
Jin-ho akhirnya membantu Kae-in membuat masker wajah agar Kae-in besok terlihat segar wajahnya. Tapi karena kebanyakan akhirnya Jin-ho ikut memakai masker itu juga. Saat menunggu masker kering ibu Jin-ho menelepon. Jin-ho mengangkatnya dan memanggil ibunya dengan sebutan nona. Kae-in curiga bagaimana Jin-ho bersikap lembut terhadap seorang wanita. Ibu Jin-ho juga sedang maskeran bareng Hye-mi. Ia kesal karena Jin-ho hari minggu juga tidak pulang ke rumah. Jin-ho minta maaf dan berkata kalau ia sibuk. Kae-in menguping dan tanya apakah yang menelepon wanita. Jin-ho menyingkirkan Kae-in. Ibu Jin-ho curiga, ia tanya Jin-ho sedang dengan siapa. Jin-ho berkata tidak ada siapa-siapa dan berkata kalau itu hanya suara anjing tetangganya. Ibunya tidak percaya, tapi Hye-mi yang ada disisnya berkata mungkin Ibu Jin-ho terlalu kangen maka menganggap anjing sebagai manusia. Ibu Jin-ho akhirnya mau mengerti, ia minta kencan (ketemu maksudnya) sama anaknya. Jin-ho berkata ia tidak bisa pergi sekarang. Kae-in semakin curiga. Jin-ho janji dengan ibunya kalau ada waktu luang pasti akan menemuinya. Kae-in jadi kesal kenapa Jin-ho membuat janji dengan seorang wanita. Ibu Jin-ho juga kesal ia berkata kenapa anjing itu berisik sekali, ia minta Jin-ho pindah saja. Jin-ho menyuruh ibunya menutup telepon saja dan lain kali telepon lagi.
Setelah membersihkan muka, Kae-in menunggu Jin-ho. Ia minta penjelasan siapa wanita yang meneleponnya tadi. Jin-ho tetap tak mau menjelaskan, tapi Kae-in terus mendesak. Kae-in juga menasehati seharusnya Jin-ho tidak ramah pada wanita karena Jin-ho tak mungkin mencintai wanita itu. Jin-ho berkata kalau ia mencintai wanita itu. Kae-in lalu jadi ketakutan. Ia pikir Jin-ho suka dengan segala jenis (Pria ya.. wanita juga ya.. haha). Akhirnya Jin-ho berkata kalau wanita yang meneleponnya tadi adalah ibunya. Kae-in tak percaya, ia lalu tanya kenapa Jin-ho memanggil ibunya nona. Jin-ho beralasan kalau itu memang caranya memanggil ibunya dan ibunya senang dipanggil nona.
Kae-in lalu duduk di pinggir teras dan berkata kalau ia iri dengan hubungan Jin-ho dengan ibunya yang begitu akrab. Kae-in berkata kalau ibunya masih ada ia juga ingin memanggil ibunya dengan sebutan nona. Jin-ho tanya kapan ibu Kae-in meninggal sambil mengikutinya duduk di pinggir teras. Kae-in berkata ketika umurnya 5 tahun, Kae-in juga bercerita seharusnya untuk umur segitu ia bisa mengingat ibunya walaupun sedikit, tapi ia sama sekali tidak ingat. Jin-ho berkata mungkin karena Kae-in terlalu bodoh. Kae-in membenarkannya, Jin-ho jadi tidak enak ia tadi hanya bercanda. Kae-in berkata kalau ia tidak marah karena sepertinya memang seperti itu. Jin-ho lalu berkata mungkin kejadian itu sangat menyakitkan Kae-in kecil jadi saat itu Kae-in memilih untuk melupakan kejadian itu saja agar bisa terus menjalani hidup ini. Kae-in jadi senang dan lega mendengar penjelasan Jin-ho itu.
“Jin-ho, aku belum mengatakan ini padamu kan? Selamat datang di rumahku” kata Kae-in sambil bersandar dibahu Jin-ho.
Jin-ho jadi tidak enak mendengar perkataan Kae-in itu (karena niat tersembunyinya terhadap Sang Go jae).
Kae-in lalu duduk di pinggir teras dan berkata kalau ia iri dengan hubungan Jin-ho dengan ibunya yang begitu akrab. Kae-in berkata kalau ibunya masih ada ia juga ingin memanggil ibunya dengan sebutan nona. Jin-ho tanya kapan ibu Kae-in meninggal sambil mengikutinya duduk di pinggir teras. Kae-in berkata ketika umurnya 5 tahun, Kae-in juga bercerita seharusnya untuk umur segitu ia bisa mengingat ibunya walaupun sedikit, tapi ia sama sekali tidak ingat. Jin-ho berkata mungkin karena Kae-in terlalu bodoh. Kae-in membenarkannya, Jin-ho jadi tidak enak ia tadi hanya bercanda. Kae-in berkata kalau ia tidak marah karena sepertinya memang seperti itu. Jin-ho lalu berkata mungkin kejadian itu sangat menyakitkan Kae-in kecil jadi saat itu Kae-in memilih untuk melupakan kejadian itu saja agar bisa terus menjalani hidup ini. Kae-in jadi senang dan lega mendengar penjelasan Jin-ho itu.
“Jin-ho, aku belum mengatakan ini padamu kan? Selamat datang di rumahku” kata Kae-in sambil bersandar dibahu Jin-ho.
Jin-ho jadi tidak enak mendengar perkataan Kae-in itu (karena niat tersembunyinya terhadap Sang Go jae).
Keesokan harinya Kae-in keluar untuk olahraga. Jin-ho menghampirinya dan bertanya apa tidur Kae-in nyenyak semalam. Kae-in kaget dan menoleh, ia berkata dengan senang kalau ia tidur nyenyak berkat Jin-ho. Tapi Jin-ho jadi kaget melihat wajah Kae-in yang muncul bintik-bintik merah. Kae-in juga kaget melihat wajah Jin-ho yang juga ada bintik-bintik merahnya. Mereka lalu pergi ke kamar mandi untuk melihat dikaca. Kae-in berkata mungkin itu karena masker bikinan Jin-ho tadi malam, ia jadi khawatir dengan interviewnya nanti. Jin-ho tak mau disalahkan ia berkata ini pasti karena Kae-in memasukan telur busuk pada campuran masker tadi malam.
Jin-ho dikantor terus menutup mukanya dengan lap basah. Tae-hoon datang ia heran dengan tingkah Jin-ho. Jin-ho juga heran kenapa Tae-hoon berangkat pagi dan datang keruangannya. Tae-hoon berkata kalau ia ada sesuatu yang ingin dibicarakan. Tiba-tiba Sang-joon juga datang ke ruangan Jin-hoo. Sang-joon bangga Tae-hoon bisa datang pagi, tapi ia jadi heran dengan kelakuan Jin-ho. Jin-ho beralasan kepalanya sedang pusing. Sang-joon berkata kalau sakit sebaiknya minum obat bukan menutup kepala seperti itu. Tae-hoon juga ikut-ikutan, ia tanya apa Jin-ho baik-baik saja tinggal di desa. Jin-ho langsung bangkit karena kaget dan membuka lap basahnya. Ia tanya apa maksud Tae-hoon tadi. Bukannya menjawab, Tae-hoon malah kaget dan menunjuk wajah Jin-ho yang bentol-bentol merah seperti cacar air. Sang-joon juga kaget melihatnya. Jin-ho tak mau membahasnya ia tanya lagi apa maksud Tae-hoon tadi. Sang-joon juga ikut-ikutan tanya. Tae-hoon berkata kalau Sang-joon juga sudah tahu tapi mengapa masih menututup-nutupi, ia mengancam jika mereka berdua masih merahasiakan ini padanya ia kan memberitahu Hye-mi. Sang-joon masih berusaha mengelak. Akhirnya Tae-hoon berkata kalau ia tahu sekarang Jin-ho tinggal di Sang Go-jae dan sekarang di sana hanya ada putri Prof. Park. Itu artinya Jin-ho tinggal dengan seorang wanita. Tae-hoon jadi marah karena Jin-ho meninggalkan Hye-mi demi tinggal di sana. Jin-ho mau menjelaskan, tapi Tae-hoon tidak peduli. Ia juga berkata jika Jin-ho tinggal di sana untuk memanfaatkan putri Prof. Park, itu juga merupakan tindakan jahat karena berbuat licik demi memenangkan tender museum. Sang-joon mencoba menenangkan Tae-hoon dan mengajaknya pergi agar Jin-ho berfikir sebentar.
Jin-ho ke toilet, ia teringat perkataan Kae-in yang menyebutnya hadiah dari ibunya, sambutan Kae-in dirumahnya, permintaan Kae-in untuk menjadi teman. Jin-ho jadi takut kalau Kae-in tahu tujuan sebenarnya ia tinggal di sana.
Ayah Chang-ryul memberitahu Chang-ryul bahwa proyek ini tetap akan di pegang oleh ketua Choi (ayah Do-bin). Chang-ryul tak percaya, yang ia tahu proyek ini ada ditangan Do-bin. Ayah Chang-ryul berakata kalau ketua Choi hanya memberi muka pada anaknya tapi ia tetap pengambil keputusan yang utama. Ayah Chang-ryul berkata kalau Chang-ryul tidak usah khawatir lagi tentang proyek ini karena ia akan pelan-pelan mengatur agar dilakukan perubahan peraturan dan mereka akhirnyalah yang akan menang. Chang-ryul bingung tak mengerti maksudnya. Ayahnya berkata kalau Chang-ryul tak perlu tahu, ia akan tahu itu pelan-pelan nantinya.
Do-bin meminta In-hae menelepon Prof. Park. Setelah tersambung Do-bin meminta Prof. Park agar mau menjadi juri dalam penentuan rancangan museum Damn kali ini. Tapi Prof. Park tetap menolak. Do-bin akhirnya memohon agar Prof. Park memikirkannya lagi. Ia akhirnya memutuskan untuk pergi ke Sang Go-jae menemui putri Prof. Park dengan harapan agar Prof. Park berubah pikiran kalau anaknya yang meminta.
Ayah Chang-ryul memberitahu Chang-ryul bahwa proyek ini tetap akan di pegang oleh ketua Choi (ayah Do-bin). Chang-ryul tak percaya, yang ia tahu proyek ini ada ditangan Do-bin. Ayah Chang-ryul berakata kalau ketua Choi hanya memberi muka pada anaknya tapi ia tetap pengambil keputusan yang utama. Ayah Chang-ryul berkata kalau Chang-ryul tidak usah khawatir lagi tentang proyek ini karena ia akan pelan-pelan mengatur agar dilakukan perubahan peraturan dan mereka akhirnyalah yang akan menang. Chang-ryul bingung tak mengerti maksudnya. Ayahnya berkata kalau Chang-ryul tak perlu tahu, ia akan tahu itu pelan-pelan nantinya.
Do-bin meminta In-hae menelepon Prof. Park. Setelah tersambung Do-bin meminta Prof. Park agar mau menjadi juri dalam penentuan rancangan museum Damn kali ini. Tapi Prof. Park tetap menolak. Do-bin akhirnya memohon agar Prof. Park memikirkannya lagi. Ia akhirnya memutuskan untuk pergi ke Sang Go-jae menemui putri Prof. Park dengan harapan agar Prof. Park berubah pikiran kalau anaknya yang meminta.
Kae-in berjalan lunglai pulang ke rumah, tapi ia tiba-tiba semangat ketika melihat furnitur-furnitur bekas di buang di depan suatu rumah (seandainya di Indonesia ada ya...). Kae-in membawa pulang furniture itu dan mendaur ulangnya lagi. Young-soon yang datang ke rumah Kae-in heran kenapa Kae-in masih bisa melakukan hal itu. Kae-in berkata kalau ia hanya sayang kalau furniture yang masih bagus bahannya dibuang begitu saja. Kae-in lalu tanya apa maksud Young-soon datang kerumahnya. Young-soon berkata kalau ia membawakan bahan-bahan kosmetik untuk orang-orang seperti Kae-in yang malas mandi.
Young-soon lalu heran kenapa Kae-in tidak menunjukan rasa kesalnya padahal ia sudah ditolak kerja, waktu di tinggal Chang-ryul pun ia tidak bereaksi apapun, waktu dikhianati In-hae juga seperti itu. Kae-in juga heran dan menganggap tak ada gunanya marah dan menangisi masalah seperti itu, tapi ia berkata ia kesal saat ia sudah datang untuk interview tapi orang disana malah bilang kalau ia kurang pengalaman kerja. Kae-in berakata kalau dirinya tidak cocok bekerja dalam team. Young-soon berkata kalau teamnya yang tidak cocok kerja dengan Kae-in. Kae-in kesal dan dengan bercanda dengan berkata “Kamu mau matikah”. Kae-in lalu mengalihkan pembicaraan dan berkata kenapa Jin-ho belum pulang juga padahal ia mau membagi kosmetik yang tadi diberikan. Young-soon jadi heran kenapa Kae-in akhir-akhir ini perhatian pada Jin-ho dan melakukan sesuatu bersama-sama terus padahal dulu mereka bertengkat terus. Kae-in tersenyum dan berkata kalau ia sudah terbiasa dengan sikap Jin-ho, ia juga merasa kalau wajah Jin-ho sedikit lucu dan kadang ia mengatakan hal-hal yang bisa membuat hati Kae-in hangat dan tenang. Kae-in mengatakan kalau ia kemarin mengatakan selamat datang ke rumahnya pada Jin-ho. Young-soon semakin curiga, ia mengingatkan agar Kae-in jangan jatuh cinta pada Jin-ho karena seperti yang mereka tahu Jin-ho adalah gay. Kae-in dan berkata kalau itu tidak mungkin.
Young-soon lalu heran kenapa Kae-in tidak menunjukan rasa kesalnya padahal ia sudah ditolak kerja, waktu di tinggal Chang-ryul pun ia tidak bereaksi apapun, waktu dikhianati In-hae juga seperti itu. Kae-in juga heran dan menganggap tak ada gunanya marah dan menangisi masalah seperti itu, tapi ia berkata ia kesal saat ia sudah datang untuk interview tapi orang disana malah bilang kalau ia kurang pengalaman kerja. Kae-in berakata kalau dirinya tidak cocok bekerja dalam team. Young-soon berkata kalau teamnya yang tidak cocok kerja dengan Kae-in. Kae-in kesal dan dengan bercanda dengan berkata “Kamu mau matikah”. Kae-in lalu mengalihkan pembicaraan dan berkata kenapa Jin-ho belum pulang juga padahal ia mau membagi kosmetik yang tadi diberikan. Young-soon jadi heran kenapa Kae-in akhir-akhir ini perhatian pada Jin-ho dan melakukan sesuatu bersama-sama terus padahal dulu mereka bertengkat terus. Kae-in tersenyum dan berkata kalau ia sudah terbiasa dengan sikap Jin-ho, ia juga merasa kalau wajah Jin-ho sedikit lucu dan kadang ia mengatakan hal-hal yang bisa membuat hati Kae-in hangat dan tenang. Kae-in mengatakan kalau ia kemarin mengatakan selamat datang ke rumahnya pada Jin-ho. Young-soon semakin curiga, ia mengingatkan agar Kae-in jangan jatuh cinta pada Jin-ho karena seperti yang mereka tahu Jin-ho adalah gay. Kae-in dan berkata kalau itu tidak mungkin.
Do-bin telah sampai di Sang Go-jae, ia menekan bel dan bicara dengan Kae-in lewat intercom. Do-bin bertanya apa itu benar rumah Prof. Park. Kae-in membenarkan, tapi ia memberitahu kalau ayahnya sedang tidak ada dirumah. Do-bin berkata kalau ia mencari putri Prof. Park bukan Prof. Park nya. Kae-in jadi ketakutan ia menganggap Do-bin adalah mata-mata ayahnya. Young-soon menenangkan dan berkata kalau itu tidak mungkin. Akhirnya Kae-in menemui Do-bin di pintu. Do-bin terkejut ternyata anak Prof. Park adalah gadis yang ada di pernikahan In-hae dan yang makan bersama Jin-ho dulu. Do-bin memberikan kartu namanya, Kae-in menerimanya dengan menunduk karena masih ketakutan. Do-bin lalu bertanya apakah Kae-in adalah teman Jin-ho. Mendengar nama Jin-ho akhirnya Kae-in jadi tenang dan mempersilahkan Do-bin masuk. Kae-in dan Young-soon menyambut Do-bin. Do-bin melihat sekitar dan tertarik melihat furniture yang baru saja di buat Kae-in. Young-soon berkata kalau tadi Kae-in melihat barang bekas dan tiba-tiba ingin memperbaikinya. Ia juga berkata kalau furniture itu akan Kae-in sumbangkan ke toko kue. Do-bin menebak Furniture itu di tunjukan untuk anak-anak. Kae-in kaget dari mana Do-bin tahu maksudnya. Do-bin hanya tersenyum dan melihat furniture itu lagi.
Saat akan pulang Kae-in minta maaf pada Do-bin karena ia bukanlah anak yang bisa mempengaruhi keputusan ayahnya. Do-bin berkata dulu saat pertama kali melihat Kae-in, ia merasa Kae-in adalah orang yang pemberani, jadi ia tidak mempermasalahkan permasalah tentang Prof. Park tadi. Kae-in jadi heran, ia merasa belum pernah bertemu dengan Do-bin. Do-bin hanya tersenyum dan berkata mungkin lain kali mereka akan bertemu lebih sering. Do-bin pamit, Kae-in masih bingung tak mengerti, Young-soon pun berkata kalau ia sama sekali tak mengerti apa yang semua dibicara Do-bin tadi.
Saat akan pulang Kae-in minta maaf pada Do-bin karena ia bukanlah anak yang bisa mempengaruhi keputusan ayahnya. Do-bin berkata dulu saat pertama kali melihat Kae-in, ia merasa Kae-in adalah orang yang pemberani, jadi ia tidak mempermasalahkan permasalah tentang Prof. Park tadi. Kae-in jadi heran, ia merasa belum pernah bertemu dengan Do-bin. Do-bin hanya tersenyum dan berkata mungkin lain kali mereka akan bertemu lebih sering. Do-bin pamit, Kae-in masih bingung tak mengerti, Young-soon pun berkata kalau ia sama sekali tak mengerti apa yang semua dibicara Do-bin tadi.
Kae-in menelepon Jin-ho dan memintanya untuk cepat pulang karena ia hari ini mau menyiapkan masakan untuk Jin-ho. Jin-ho mengerti dan menyanggupinya. Sang-joon berkata kalau Jin-ho seperti pasangan yang baru saja menikah dengan Kae-in. Jin-ho menghindar dengan berkata mau pulang. Tapi saat akan pulang tiba-tiba In-hae datang ke kantor Jin-ho. In-hae menagih janji Jin-ho untuk makan malam bersamanya. Jin-ho tak enak menolaknya, tapi ia juga cemas dengan Kae-in yang menunggunya dirumah. Jin-ho akhirnya tetap memilih pergi dengan In-hae ke restoran.
Kae-in telah menyiapkan banyak masakan di meja makan. Ia dengan senang menunggu kedatangan Jin-ho, tapi setelah sekian lama Jin-ho tak kunjung datang. Di restoran In-hae malah bercerita tentang hubungannya dengan Kae-in. In-hae bercerita kalau waktu SMA keluarganya telah meninggal dan Kae-in membawanya pulang kerumahnya karena ia sudah tidak punya tempat tinggal. In-hae merasa Kae-in adalah pelindungnya baik di rumah maupun di sekolah. Tapi In-hae merasa tindakan Kae-in itu adalah sebuah drama yang menyedihkan (drama = pura-pura). Jadi ia berteriak agar Kae-in tidak pura-pura lagi menjadi orang baik.
“Bukan berpura-pura jadi orang baik. Tapi benar-benar sangat baik” kata Jin-ho mengenai Kae-in.
In-hae kaget, tapi ia berkata karena terlalu sering dikasihani ia ingin sekali-sekali merebut. Orang hanya berpikiran ia jahat karena merebut barang yang tidak bisa dibagikan bersama, tapi orang ini pun ada sedikit hati untuk membaginya.
“Seperti orang bodoh. Jika mengkhianati teman hanya karena ingin merebut milik orang itu. Tentu saja ini adalah tnidakan jahat yang dilakukan orang bodoh” kata Jin-ho.
In-hae kaget, tapi ia lalu tersenyum dan bilang “Benar. Aku cuma orang jahat yang tak cukup jahat. Tapi tak tahu mengapa kata itu cukup berarti. Karena tidak cukup jadi bukan orang yang terlalu jahat kan. Bolehkah aku minum segelas arak”.
“Bukan berpura-pura jadi orang baik. Tapi benar-benar sangat baik” kata Jin-ho mengenai Kae-in.
In-hae kaget, tapi ia berkata karena terlalu sering dikasihani ia ingin sekali-sekali merebut. Orang hanya berpikiran ia jahat karena merebut barang yang tidak bisa dibagikan bersama, tapi orang ini pun ada sedikit hati untuk membaginya.
“Seperti orang bodoh. Jika mengkhianati teman hanya karena ingin merebut milik orang itu. Tentu saja ini adalah tnidakan jahat yang dilakukan orang bodoh” kata Jin-ho.
In-hae kaget, tapi ia lalu tersenyum dan bilang “Benar. Aku cuma orang jahat yang tak cukup jahat. Tapi tak tahu mengapa kata itu cukup berarti. Karena tidak cukup jadi bukan orang yang terlalu jahat kan. Bolehkah aku minum segelas arak”.
Kea-in akhirnya menunggu di luar rumah. Tapi Jin-ho pun tak kunjung datang. Jin-ho mengantar In-hae yang mabuk sampai apartementnya. Di perjalanan In-hae menanyakan apakah Jin-ho benar-benar tidak menyukai wanita. Jin-ho kaget, tapi ia tidak menjelaskan yang sebenarnya. In-hae berkata kalau ia selalu menganggap Jin-ho sebagai pria sesungguhnya. Jin-ho tak mau menanggapinya dan berkata kalau In-hae terlalu banyak minum. Chang-ryul baru sampai di parkiran apatementnya saat melihat mobil Jin-ho. Ia kaget melihat In-hae keluar dari mobil Jin-ho. Dan ia merasa kesal karena In-hae terlihat begitu dekat dengan Jin-ho.
Saat masuk ke dalam apartemennnya In-hae langsung diintrogasi Chang-ryul yang lagi kesal. Ia menanyakan bagaimana In-hae bisa bersama Jin-ho. In-hae berkata kalau ia tadi makan malam bersama Jin-ho. Chang-ryul kesal, ia bertanya kenapa harus Jin-ho apa In-hae hanya mau membuatnya marah saja. Chang-ryul juga berkata kalau ia tidak ingin lagi bersama dengan wanita sembarangan seperti In-hae. In-hae kesal dikatakan wanita sembarangan, ia berkata wanita sembarangan ini lah yang dipilihnya sehingga meninggalkan Kae-in dulu. Chang-ryul berkata kalau ia dulu mencintai In-hae. In-hae berkata kalau ia juga dulu mencintai Chang-ryul tapi sekarang ia hanya membuatnya menyesal melakukan itu. In-hae mengajak Chang-ryul mengakhiri ini semua dan membiarkan ia mulai dari awal. Chang-ryul merasa In-hae mau berhubungan dengan Jin-ho. In-hae berkata bahwa sekarang itu belum mengetahuinya. Ia berkata kalau ia menyukai Jin-ho karena ia tidak sama dengan Chang-ryul. Chang-ryul kesal dibanding-bandingkan dengan Jin-ho, ia berfikir sekarang memang ia sudah tidak bisa bersama dengan In-hae lagi. In-hae mengejek dengan bertanya apa itu karena Jin-ho yang jadi lawannya sehingga ia merasa cemburu. Chang-ryul tak dapat menahan dirinya, ia menampar In-hae. In-hae kesal tapi ia dengan tenang berkata bahwa ia akan menganggap tamparan itu sebagai biaya perpisahan. In-hae pergi, Chang-ryul baru sadar atas tindakannya dan ia tak bisa menghentikan In-hae lagi.
Jin-ho mampir ketoko roti sebelum pulang. Saat kembali ke mobil ia jadi heran dan tersenyum dengan kelakuannya yang merasa khawatir Kae-in belum makan sehingga ia membelikan roti itu.
Kae-in masih menunggu di depan rumah, tapi saat ia sudah mau masuk mobil Jin-ho datang. Kae-in menunjukan sikap kesal. Jin-ho yang tak mau terlihat perhatian dengan dingin bertanya apa yang dilakukan Kae-in diluar, apa ia menunggunya. Kae-in jujur ia berkata walaupun Jin-ho sibuk seharusnya ia meneleponnya dulu dan mengatakan kalau akan telat pulangnya. Ia berkata kalau ia sudah bersusah payah memasak sup untuk Jin-ho. Jin-ho dengan dingin berkata agar Kae-in menganggapnya sudah makan masakan itu saja. Kae-in berkata kalau masakannya kali ini benar-benar enak.
“Aku sudah bilang kau anggap saja aku sudah memakannya. Apa mungkin kau belum makan karena aku?” kata Jin-ho.
Kae-in mengelak dan berkata kalau ia telah memakannya masakannya sampai habis, ia lalu melihat bingkisan yang di bawa Jin-ho. Ia berusaha merebut, tapi Jin-ho mencegahnya dengan mengingatkan Kae-in tentang kesabaran hati seorang wanita. Kae-in kesal karena ia pikir itu sebagai tanda maaf kepadanya.
“Benarkah?” kata Jin-ho sambil mempermainkan bingkisan itu didepan Kae-in yang terus mencoba mengambilnya, ia lalu mengangkat tangannya tinggi-tinggi.
“Apa hebatnya tinggi?” kata Kae-in kesal. “Jadi kamu gembira kamu pendek” kata Jin-ho mengejek.
Tiba-tiba perut Kae-in bunyi. Kae-in jadi malu karenanya.
“Aku sudah bilang kau anggap saja aku sudah memakannya. Apa mungkin kau belum makan karena aku?” kata Jin-ho.
Kae-in mengelak dan berkata kalau ia telah memakannya masakannya sampai habis, ia lalu melihat bingkisan yang di bawa Jin-ho. Ia berusaha merebut, tapi Jin-ho mencegahnya dengan mengingatkan Kae-in tentang kesabaran hati seorang wanita. Kae-in kesal karena ia pikir itu sebagai tanda maaf kepadanya.
“Benarkah?” kata Jin-ho sambil mempermainkan bingkisan itu didepan Kae-in yang terus mencoba mengambilnya, ia lalu mengangkat tangannya tinggi-tinggi.
“Apa hebatnya tinggi?” kata Kae-in kesal. “Jadi kamu gembira kamu pendek” kata Jin-ho mengejek.
Tiba-tiba perut Kae-in bunyi. Kae-in jadi malu karenanya.
Karena merasa tidak enak Jin-ho akhirnya mentraktir Kae-in makan di restoran. Kae-in senang sekali tapi ia jadi kepikiran dengan supnya dirumah. Jin-ho lalu mengajak Kae-in pulang saja, tapi Kae-in mengelak ia berkata tidak apa-apa sesekali makan di luar. Kae-in mengambilkan Jin-ho daging ikan dengan tangannya. Jin-ho merasa jijik karena Kae-in belum mencuci tangannya. Kae-in berkata kalau tidak mau jangan di makan dan ia mau mengambilnya lagi. Tapi Jin-ho mencegahnya, ia berkata itu juga tidak apa-apa. Mereka lalu makan bersama, Kae-in bertanya kenapa tiba-tiba Jin-ho pulang telat. Jin-ho berbohong kalau ia telat karena ada masalah pekerjaan. Kae-in juga berbohong dan berkata kalau ia tidak makan juga karena ia sibuk membuat desain baru bukan karena ia menunggu Jin-ho. Kae-in keceplosan dan berkata ia hanya menunggu tidak makan dulu saat masih dengan Chang-ryul. Suasana jadi tidak enak, Jin-ho menganggap tindakan Kae-in dulu bodoh sehingga ia ditinggalkan Chang-ryul.
“Karena itu sekarang aku sungguh-sungguh mau belajar dari anda guru” kata Kae-in.“Sudahlah jangan pura-pura bertobat. Lebih baik cepat habiskan makananmu” kata Jin-ho.
Kae-in tersenyum dan makan dengan lahap. Jin-ho merasa aneh Kae-in bisa tanpa malu makan seperti itu didepannya.
Dalam perjalan pulang Kae-in mengungkapkan kesenangannya karena sudah ditraktir Jin-ho sampai kenyang. Mereka lalu melihat sepasang kekasih yang sedang bermesraan. Kae-in jadi ingat sesuatu, ia bertanya pada Jin-ho apa proyek menjadikan ia wanita sesungguhnya akan berhasil dan ia bisa menerima cinta berikutnya. Melihat wajah kae-in yang memelas Jin-ho merasakan sesuatu, tapi Jin-ho lalu mengalihkannya dengan berpaling dan tak mau menjawab pertanyaan Kae-in.
Kae-in lalu terlihat senang karena melihat permainan pukul-pukulan di jalanan. Tapi saat menghampirinya ia jadi teringat saat ia bermain itu dengan Chang-ryul dan merasa sedih karenanya. Chang-ryul berkata kalau main pukul-pukulan itu bisa melampiaskan tekanan yang ia sedang hadapi. Kae-in lalu dengan ceria menoleh ke arah Jin-ho minta Jin-ho menghampirinya karena ada permainan bagus yang bisa melepaskan tekanan permasalahan yang dihadapi seseorang. Jin-ho menurut dan melihat permainan itu. Kae-in minta uang 500 won untuk main permainan itu. Jin-ho menolak, Kae-in tetap memaksa. Akhirnya Jin-ho memberikan uang itu. Kae-in dengan sekuat tenaga memukul permainan itu. Jin-ho melihat perubahan ekspresi Kae-in setelah memukul permainan itu. Kae-in terus memukul dengan keras setiap ia megingat perkataan Chang-ryul yang menyakitinya. Jin-ho lalu menghentikannya dan berkata sampai kapan Kae-in akan memukul seperti itu, jika ingin merasa nyaman kenapa tidak memukul langsung Chng-ryul saja.
Kae-in berkata kau itu tidak ada gunanya dan tidak akan mengubah apa pun. Jin-ho kaget mendengarnya.
“Aku tetap Park Kae-in yang tidak puasa apa-apa. Tetap hanya seorang yang pemarah dan tidak punya apa-apa” kata Kae-in sedih.
“Jadi yang paling ingin kamu lakukan adalah apa? Harus berkata bagaimana lagi sampai kamu bisa mengerti” kata Jin-ho.
“Aku tak tahu. Sebetulnya harus bagaimana baru bisa berakhir penderitaan ini. Sebetulnya harus bagaimana baru bisa lupa? Aku benar-benar tak tahu” kata Kae-in sedih.
Jin-ho lalu memikirkan sesuatu, ia bertanya apa Kae-in ada waktu sabtu nanti.
Kae-in kaget.
“Kamu luangkan waktu saja dan temani aku pergi ke suatu tempat” kata Jin-ho.
“Pergi ke mana?” tanya Kae-in.
“Pergi ke pesta. Chang-ryul juga akan pergi kesana. Kita biarkan bocah itu melihat bahwa kau bisa hidup dengan baik tanpanya” kata Jin-ho.
“Aku tetap Park Kae-in yang tidak puasa apa-apa. Tetap hanya seorang yang pemarah dan tidak punya apa-apa” kata Kae-in sedih.
“Jadi yang paling ingin kamu lakukan adalah apa? Harus berkata bagaimana lagi sampai kamu bisa mengerti” kata Jin-ho.
“Aku tak tahu. Sebetulnya harus bagaimana baru bisa berakhir penderitaan ini. Sebetulnya harus bagaimana baru bisa lupa? Aku benar-benar tak tahu” kata Kae-in sedih.
Jin-ho lalu memikirkan sesuatu, ia bertanya apa Kae-in ada waktu sabtu nanti.
Kae-in kaget.
“Kamu luangkan waktu saja dan temani aku pergi ke suatu tempat” kata Jin-ho.
“Pergi ke mana?” tanya Kae-in.
“Pergi ke pesta. Chang-ryul juga akan pergi kesana. Kita biarkan bocah itu melihat bahwa kau bisa hidup dengan baik tanpanya” kata Jin-ho.
Kemudian hari Jin-ho mengajak Kae-in berbelanja baju pesta. Kae-in mencoba baju dan Jin-ho merasa terkesan melihat perubahannya, tapi ia jaga imej dan berkata kalau itu tidak bagus dan memintanya ganti baju lagi. Kae-in mencoba beberapa pakaian sebalum akhirnya dapat yang cocok. Kae-in sangat berterima kasih karena Jin-ho mau membayarkannya. Jin-ho berkata itu tidak perlu ia hanya minta Kae-in menjaga kelakuannya nanti di pesta jangan sampai membuatnya malu. Kae-in berkata kalau ini adalah pesta pertamanya ia jadi merasa deg-degan.
Jin-ho lalu mengajak Kae-in ke salon. Saat sampai Jin-ho dengan ramah menyapa pemilik salon yang bertingkah seperti wanita. Pemilik salon juga senang dengan kehadiran Jin-ho, tapi tingkahnya berubah saat melihat Kae-in. Jin-ho memperkenalkan Kae-in adalah temannya dan ia minta pemilik salon menata rambut Kae-in. Kae-in memberi salam, tapi pemilik salon masih tak percaya kalau Kae-in hanya teman Jin-ho. Begitu pemilik salon siap-siap, Kae-in langsung tanya apa pemilik salon juga salah satu pasangan Jin-ho, dan kenapa Jin-ho tak memperkenalkannya sebagai adiknya saja. Jin-ho kaget mendengarnya dan berkata Park Kae-in mau orang lain salah paham lagi. Kae-in lalu ditata rambutnya, awalnya Kae-in merasa takut ia terus melirik Jin-ho yang duduk membaca majalah. Jin-ho juga terus melirik Kae-in, ia senang Kae-in mau ditata rambutnya.
Acara pesta. In-hae terus berada disamping Do-bin menemaninya bertemu rekan-rekan bisnis. Ayah Chang-ryul senang melihatnya, dan berkata kalau kerja Chang-ryul sekarang sangat bagus. Chang-ryul merasa takut, karena ia dan In-hae sekarang sudah pisah.
Kae-in dan Jin-ho baru tiba di tempat pesta. Jin-ho bertanya apa Kae-in sudah siap. Kae-in berkata tidak apa-apa dan Jin-ho tidak perlu cemas karena ia akan ingat selalu ajaran Jin-ho padanya. Mereka lalu masuk dengan bergandengan tangan dan mereka langsung mendapat perhatian tamu yang ada disana. In-hae dan Chang-ryul kaget melihat mereka. Jin-ho dan Kae-in berpapasan dengan In-hae. In-hae heran kenapa Jin-ho meminta Kae-in menemaninya. Jin-ho membenarkan ia telah yang meminta Kae-in menjadi pasangannya. In-hae terlihat kesal. Chang-ryul menghampiri mereka dan ia tidak percaya dengan penampilan Kae-in sekarang. Chang-ryul juga heran kenapa Kae-in ada disana dengan Jin-ho. Kae-in dengan tegas berkata bahwa ia ada urusan makanya datang kesana. Chang-ryul kaget dengan sikap tegas Kae-in. Sang-joon lalu datang menghampiri Jin-ho. Ia kaget saat melihat Kae-in jadi pasangannya. Kae-in berkata ia berdandan sedikit sudah bisa mengubah semuanya. Sang-joon senang sekali mendengarnya, ia meminta Jin-ho menemui ketua Choi dulu.
Jin-ho dan Kae-in lalu pergi meninggalkan In-hae dan Chang-ryul. Chang-ryul langsung menyeret In-hae dan bertanya bagaimana bisa Kae-in dekat dengan Jin-ho juga. In-hae kesal dan menyuruh Chang-ryul bertanya sendiri jika penasaran.
“Kenapa, berdandan seperti itu lalu muncul keinginan untuk memacari dia kembalikah” kata In-hae kesal karena Chang-ryul terus memandangi Kae-in (cemburukah...?!).
Chang-ryul kaget, ia menoleh melihat In-hae. In-hae berkata kalau sikap Chang-ryul seperti itu adalah sifat sebenarnya. In-hae lalu pergi meninggalkan Chang-ryul setelah mengatakan itu.
Chang-ryul kaget, ia menoleh melihat In-hae. In-hae berkata kalau sikap Chang-ryul seperti itu adalah sifat sebenarnya. In-hae lalu pergi meninggalkan Chang-ryul setelah mengatakan itu.
Jin-ho dan Kae-in bertemu dengan ketua Choi. Do-bin kaget Jin-ho memilih Kae-in sebagai teman wanitanya. Kae-in lalu menyapa Do-bin dan berkata kalau ia senang bisa bertemu lagi di sana. Jin-ho kaget Kae-in pernah bertemu Do-bin. Do-bin heran Kae-in tidak menceritakan kejadian itu sama Jin-ho. Kae-in hanya tersenyum. Do-bin menjelasakan kalau ia bertemu Kae-in saat mau minta tolong agar Kae-in membujuk Prof. Park menjadi dewan juri rancangan museum Damn kali ini tapi ditolak (Kae-in g bisa bantu). Jin-ho akhirnya mengerti, tiba-tiba In-hae datang. Ia berkata kalau ia ingin memperkenalkan Jin-ho dengan orang-orang penting. Do-bin menyilahkan Jin-ho pergi, dan berkata bahwa Jin-ho bisa menyerahkan pasangannya padanya untuk dijaga. Jin-ho mengucakan terima kasih, tapi sebelum pergi Kae-in membisikan sesuatu pada Jin-ho.
“Tidak perlu cemaskan aku. Kau pergilah. Aku akan melakukan sesuai dengan yang aku pelajari dengan sempurna” kata Kae-in.
“Itu juga harus membuatku tenang karena kau selalu membuatnya berantakan” kata Jin-ho.
Jin-ho dan Sang-joon akhirnya pergi dengan In-hae dan Kae-in tetap bersama Do-bin.
“Tidak perlu cemaskan aku. Kau pergilah. Aku akan melakukan sesuai dengan yang aku pelajari dengan sempurna” kata Kae-in.
“Itu juga harus membuatku tenang karena kau selalu membuatnya berantakan” kata Jin-ho.
Jin-ho dan Sang-joon akhirnya pergi dengan In-hae dan Kae-in tetap bersama Do-bin.
Di perjalanan Sang-joon heran kenapa Jin-ho mengajak Kae-in bukan ibunya dan menghabiskan banyak uang untuk mengubah Kae-in menjadi seperti itu. Jin-ho berkata kalau ia sedang bosan makanya melakukan hal seperti itu. In-hae menunjukan orang yang harus ditemui Jin-ho. Shang-joon sangat berterima kasih pada In-hae dan menganggap In-hae sebagai bintang keberuntungan.
Do-bin bertanya apa karena Kae-in adalah putri Prof. Park makanya Jin-ho berteman dengannya. Kae-in menggeleng dan berkata kalau Jin-ho sama sekali tak tahu ia putri siapa. Do-bin kaget apalagi saat Kae-in berkata bahwa ia belum lama kenal dengan Jin-ho. Do-bin lalu melirik Jin-ho dan merasa ada sesuatu.
Hye-mi datang dengan Tae-hoon ke pesta itu. Hye-mi kesal karena Tae-hoon mengemudi mobilnya tadi dengan sangat pelan. Ia takut Jin-hoo telah lama menunggunya. Tae-hoon menyangkal dan berkata kalau tadi itu jalanan macet sehingga mereka terlambat. Tae-hoon lalu merayu dan berkata kalau Hye-m pasti jadi wanita yang paling cantik malam itu. Hye-mi akhirnya tidak marah lagi. Mereka lalu berlari ke dalam ruang pesta.
Kae-in syok tak percaya Do-bin menawarinya pekerjaan untuk merancang ruangan anak-anak di museumnya. Do-bin membenarkannya. Untuk menyadarkan dirinya Kae-in terus-terusan minum banyak. Do-bin heran melihat tingkah Kae-in yang seperti itu tapi bisa memakluminya.
Jin-ho dan Sang-joon kembali. Jin-ho heran melihat Kae-in yang meminum minuman banyak ia bertanya apa Kae-in membicarakan hal yang aneh-aneh. Do-bin berkata tidak ada apa-apa ia tadi hanya bicara masalah yang sedikit penting saja. Jin-ho semakin heran. Kae-in dengan bahagia mnejelaskan kalau ketua Choi....
Belum selesai menjelaskan Hye-mi datang berteriak-teriak memanggil dan menghampiri Jin-ho. Hye-mi berkata kalua ia datang untuk menjadi teman wanitanya. Do-bin kaget karena teman wanita Jin-ho ada 2.
Hye-mi kaget “Ada dua? Selain aku siapa lagi. Kamu siapa?” kata Hye-mi memandang Kae-in curiga.
“Aku adalah Park kae-in” kata Kae-in bingung.
Sang-joon mencoba membawa Hye-mi pergi tapi Hye-mi menolaknya dan menarik lengan Jin-ho lagi. Do-bin berkata agar Kae-in menemuinya lagi hari senin besok. Kae-in bahagia sekali dan mengangguk setuju. Sang-joon mau menjelaskan tapi Do-bin keburu pergi.
Belum selesai menjelaskan Hye-mi datang berteriak-teriak memanggil dan menghampiri Jin-ho. Hye-mi berkata kalua ia datang untuk menjadi teman wanitanya. Do-bin kaget karena teman wanita Jin-ho ada 2.
Hye-mi kaget “Ada dua? Selain aku siapa lagi. Kamu siapa?” kata Hye-mi memandang Kae-in curiga.
“Aku adalah Park kae-in” kata Kae-in bingung.
Sang-joon mencoba membawa Hye-mi pergi tapi Hye-mi menolaknya dan menarik lengan Jin-ho lagi. Do-bin berkata agar Kae-in menemuinya lagi hari senin besok. Kae-in bahagia sekali dan mengangguk setuju. Sang-joon mau menjelaskan tapi Do-bin keburu pergi.
“Jin-ho bagaimana ini? Ketua Choi pasti berpikir kau adalah laki-laki playboy yang punya dua wanita” kata Sang-joon berbisik.
Jin-ho bertanya bagaimana bisa Hye-mi sampai datang kesana. Tae-hoon menjawab bahwa ia yang mengantarkan Hye-mi datang kesana.
“Bukankah aku sudah bilang "diam" adalah bantuan sangat besar yang bisa kau lakukan” kata Jin-ho kesal pada Tae-hoon.
“Aku mengira hyung tidak ada pasangan wanita” kata Tae-hoon membela diri.
“Siapa wanita ini?” tanya Hye-mi kesal pada Jin-ho.
Jin-ho tidak enak ia mengajak Hye-mi keluar agar bisa menjelaskan lebih leluasa dan meminta Kae-in menunggunya. Hye-mi menolak karena ia merasa Jin-ho lebih memperhatikan Kae-in daripada dirinya. Kae-in mencoba menenangkan dan berkata kalau ia tidak seperti yang dikira Hye-mi, ia juga merasa Hye-mi tidak tahu tentang "rahasia" Jin-ho. Jin-ho mendekati Kae-in dan berbisik memperingatakan Kae-in tentang perjanjian mereka. Kae-in yang sepertinya sudah sedikit mabuk sehingga mendorong Jin-ho dan berkata sampai kapan Jin-ho mau menyembunyikan permasalahan "itu".
“Menyembunyikan apa?” tanya Hye-mi penasaran.
Jin-ho mendekati Kae-in dan memperingatkan dia lagi.
“Bukankah aku sudah bilang "diam" adalah bantuan sangat besar yang bisa kau lakukan” kata Jin-ho kesal pada Tae-hoon.
“Aku mengira hyung tidak ada pasangan wanita” kata Tae-hoon membela diri.
“Siapa wanita ini?” tanya Hye-mi kesal pada Jin-ho.
Jin-ho tidak enak ia mengajak Hye-mi keluar agar bisa menjelaskan lebih leluasa dan meminta Kae-in menunggunya. Hye-mi menolak karena ia merasa Jin-ho lebih memperhatikan Kae-in daripada dirinya. Kae-in mencoba menenangkan dan berkata kalau ia tidak seperti yang dikira Hye-mi, ia juga merasa Hye-mi tidak tahu tentang "rahasia" Jin-ho. Jin-ho mendekati Kae-in dan berbisik memperingatakan Kae-in tentang perjanjian mereka. Kae-in yang sepertinya sudah sedikit mabuk sehingga mendorong Jin-ho dan berkata sampai kapan Jin-ho mau menyembunyikan permasalahan "itu".
“Menyembunyikan apa?” tanya Hye-mi penasaran.
Jin-ho mendekati Kae-in dan memperingatkan dia lagi.
“Tidak. Hal seperti ini harus cepat dijelaskan sampai rapi. Kamu pikirkan bagaimana kalau nona ini terluka nantinya” teriak Kae-in lagi sambil mendorong Jin-ho menjauh.
Hye-mi kesal dan tak tahan mendengarnyanya (Hye-mi pikir masalah yang disembunyikan itu adalah hubungan Kae-in dan Jin-ho), ia lalu mengambil minuman dan menyiram muka Kae-in dengan itu. Tentu saja semua orang jadi kaget melihatnya.
bersambung.....
credit : maldoeopsi
0 comments:
Post a Comment