Do you like this story?
Judul Asli : Huan Zhu Ge Ge 3: Chen Hsiang Ta Pai
Pengarang : Chiung Yao (Qiong Yao)
Penerbit : Crown Publishing Co., Taipei – Thaiwan.
Judul Bahasa Indonesia: Putri Huan Zhu 3: Indahnya Kebenaran
Alih bahasa : Pangesti A. Bernardus (koordinator), Yasmin Kania Dewi, Tilly Zaman, Wisnu Adi Hartono
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama, Desember 1999 (edisi pertama)
Cerita Sebelumnya:
Kebenaran telah terungkap. Kaisar begitu marah karena merasa telah ditipu mentah-mentah. Dalam luapan emosinya, dia menjebloskan Xiao Yanzi, Ziwei dan Jinshuo ke penjara. Tanpa diketahui Qianlong, di penjara ketga gadis itu rupanya diinterogasi dengan siksaan. Gagal membujuk Kaisar untuk mengampuni Xiao Yanzi dan Ziwei, Yongqi dan Erkang akhirnya memutuskan untuk mendobrak penjara untuk membebaskan mereka.
XV
Pada saat yang hampir bersamaan ketika Yongqi dan lainnya mendobrak penjara, Qianlong tengah berdiskusi dengan beberapa pejabatnya.
“Aku benar-benar ragu apakah bisa mempercayai cerita mereka atau tidak. Aku ingin mendengar pendapat kalian tentang hal ini. Xiaolan, Quanheng, Emin, kalian pernah melakukan perjalanan bersama keduanya. Apa saran kalian bagiku untuk mengambil keputusan tentang mereka?”
Qi Xiaolan, Quanheng, Emin, bahkan Fulun yang juga hadir di situ tak berani langsung bicara. Akhirnya Qi Xiaolan yang duluan maju,
“Ini sebenarnya urusan keluarga Yang Mulia. Cara apapun yang Anda pilih, sebenarnya tidak perlu pertimbangan kami. Putri Huanzhu memang telah melakukan kesalahan besar dengan menyamar sebagai putri palsu. Tapi semua itu dilakukannya karena sifat dasarnya yang spontan. Yang Mulia pasti tahu betul sifat aslinya. Sebagai Kaisar yang menguasai hukum, Anda tentu punya pertimbangan.”
“Sejak Putri Huanzhu masuk istana - dia juga telah melakukan banyak kebaikan. Di antaranya, dia sering membuat Anda senang dan tertawa. Kebaikan-kebaikan inilah bisa dipakai untuk meringankan hukumannya.”
“Lalu, bagaimana dengan Ziwei?”
Qi Xiaolan menjawab, “Sewaktu perjalanan keluar istana dulu, Nona Ziwei sangat setia mendampingi Anda. Pengorbanannya kerika melindungi Anda dengan tubuhnya sendiri benar-benar membuat orang terharu. Sungguh suatu keberanian yang luar biasa! Kalau direnungkan kembali, tak seorang pun yang ragu kalau refleksnya waktu itu adalah ikatan emosional antara anak dengan ayahnya. Anda kini tentunya lebih merasakannya ketimbang orang lain.”
Qianlong sangat tersentuh dengan kata-kata Guru Qi. Qi Xiaolan terdiam sesaat kemudian berkata lagi, “Yang Mulia, kadang-kadang, ketika kita membaca sebuah buku bagus, endingnya berakhir tidak sesuai dengan harapan kita. Kita pasti agak kecewa. Tapi buku bagus tetaplah buku bagus. Bahkan, jika kita mengganti sudut pandang, buku itu menjadi sangat menarik. Anda beruntung mendapat kedua putri yang begitu menyenangkan. Sebaiknya Anda berlapang dada memaafkan mereka.”
Kata-kata Qi Xiaolan seperti air yang menyejukkan. Qianlong seolah disadarkan kembali.
Tiba-tiba seorang prajurit datang melapor, “Yang Mulia! Pangeran Kelima telah memalsukan Titah Kaisar! Bersama kedua Tuan Muda Fu dan dua pendekar, mereka mendobrak penjara lalu melepaskan ketiga wanita itu!”
“Apa?” Qianlong dan lain-lainnya terkejut.
“Pangeran Kelima dan lain-lainnya juga menyerang sipir dan Pejabat Liang!”
Kemarahan Qianlong kembali tersulut.
“Quanheng! Emin!”
“Daulat, Yang Mulia!” kedua panglima Qianlong itu buru-buru menyahut.
“Lekas bawa pasukan dan tangkap mereka!”
Fulun langsung maju. “Yang Mulia! Hamba mohon agar diinstruksikan untuk ikut menangkap mereka!”
Qianlong menatap Fulun dengan marah. “Apakah kau tega menangkap putra-putramu? Jangan-jangan kalian malah bersekongkol dan kau melepas semuanya!”
Fulun bersujud. “Hamba telah gagal mendidik anak! Namun hamba sama sekali tidak bersekongkol dengan mereka! Biarkan hamba ikut pergi menangkap mereka kembali!”
Qianlong mengibaskan tangannya dengan kesal. “Baiklah! Pergilah dan tangkap semuanya hidup-hidup! Tak seorang pun boleh lolos!”
***
Sementara itu, di padang belantara luar kota Beijing, Ertai telah mengucapkan kata-kata perpisahan. Dia memunggungi semuanya dan kembali ke Beijing untuk menghadapi resiko.
Xiao Yanzi menangis melihat kepergian Ertai. Sambil terisak pilu dia berkata, “Jika terjadi sesuatu pada Ertai, aku tak akan memaafkan diriku!”
Ziwei juga sangat cemas. Dia berkata pada Erkang, “Kita harus kembali ke istana! Kata-kata Ertai benar. Pada dasarnya, Yang Mulia adalah orang penuh welas asih. Kita harus bersama menghadap Kaisar. Aku tidak tega membiarkan Ertai seorang diri menggantikan kita semua untuk menerima hukuman!”
Erkang menatap Ertai yang berjalan semakin jauh. Dia memikirkan pengorbanan adiknya untuk semua hal yang mereka lakukan. Rasanya sangat egois jika hanya Ertai seorang yang menanggung semua resiko ini.
Semua orang saling bertukar pandang. Akhirnya Erkang berkata, “Baiklah! Mari kita kembali ke istana! Liu Qing, Liu Hong, kalian tak perlu mengikuti kami lagi agar tidak terimbas hal buruk. Kami sangat berterima kasih pada bantuan dan budi baik kalian berdua!”
Liu Qing dan Liu Hong terkejut hingga wajah mereka memucat.
“Apa kalian benar-benar ingin kembali? Kita sudah bersusah payah mendobrak penjara! Bagaimana kalau ternyata Kaisar tetap marah dan mengeksekusi kalian semua?”
Ziwei menjawab, “Dalam hidup, manusia harus memiliki ketenangan dan kedamaian. Kebahagiaan kami tak ada artinya jika dibangun di atas penderitaan Ertai, Fuqin dan Fulun. Kami tentunya tak sanggup hidup dalam kenangan sedih semacam itu.”
Erkang mengangguk. “Kata-kata Ziwei benar. Kami hidup bahagia di atas penderitaan orang lain adalah suatu hal yang mustahil. Kita semua memang terpaksa mendobrak penjara. Tapi kita semua masih mau kembali untuk menunjukkan kalau kita bersedia bertanggung jawab.”
Liu Qing dan Liu Hong menatap Ziwei, Xiao Yanzi, Jinshuo, Erkang, Ertai dan Yongqi. Keduanya menyadari tak ada gunanya lagi menasihati mereka. Maka, keduanya pun berkata haru, “Kami tak bisa berkata apa-apa lagi selain mendoakan semoga kalian selamat.”
Xiao Yanzi menghambur memeluk Liu Qing dan Liu Hong. Sambil menangis dia berkata, “Aku berterima kasih pada kalian! Aku berterima kasih seratus kali! Seribu kali! Puluhan ribu kali! Kalian tunggulah sampai kami semua selamat kelak! Aku pasti akan mencari kalian untuk membalas budi!”
Akhirnya mereka semua naik ke kereta setelah mengucapkan perpisahan pada Liu Qing dan Liu Hong. Erkang duduk di tempat kusir. Liu Qing dan Liu Hong memandangi kereta yang bergerak kembali ke Beijing sambil melambai-lambaikan tangan. “Sampai jumpa! Jaga diri kalian baik-baik!”
Kereta melaju dan berhasil menyusul Ertai. Ertai terkejut melihat mereka kembali.
Erkang mengulurkan tangan sambil tersenyum lebar. “Naiklah! Kami memutuskan untuk menemanimu. Kita akan menanggung susah dan senang bersama-sama!” (Kegilaan juga kan, Erkang? :D)
Ertai menerima uluran tangan kakaknya dan naik ke tempat kusir, bersama-sama melaju kuda kembali ke Beijing.
Di dekat tembok perbatasan, rombongan Fulun, Quanheng dan Emin tengah dalam perjalanan menangkap mereka. Kedua rombongan ini akhirnya berpapasan.
Erkang dan Ertai langsung turun dari kuda begitu melihat Fulun. Keduanya bersujud.
“Kami telah bersalah pada Ayah! Kami kembali untuk menghadap Kaisar dan bertanggung jawab!”
Yongqi ikut turun dari kereta. Sambil menghormat dengan kedua tangan menyoja, dia berkata, “Semua ini adalah ideku. Mereka hanya mengikutiku. Sekarang kami akan ikut dengan Anda sekalian untuk kembali ke istana!”
***
Sesampainya di istana, Ziwei, Xiao Yanzi, Jinshuo dan lainnya menghadap Kaisar.
Qianlong menatap ketiga gadis yang tubuhnya penuh luka dan tampak mengenaskan. Bukannya marah, dia malah terkejut.
“Apa yang terjadi pada kalian bertiga? Kenapa kalian bisa sampai terluka begini?”
Quanheng maju dan melapor, “Hamba, Emin dan Fulun menjumpai mereka di perbatasan kota. Mereka sedang dalam perjalanan kembali ke istana. Kelihatannya, mereka punya alasan untuk mendobrak penjara. Mohon Yang Mulia mengusutnya dengan seksama!”
Xiao Yanzi serta merta mengadu, “Huang Ama sangat kejam! Lebih baik langsung saja memenggal kami dan bukannya menyiksa kami seperti ini! Pejabat Liang yang korup dan mendendam kami itu memaksa agar kami mau menandatangani surat pengakuan! Kami tak mau tanda tangan sehingga dia mencambuk kami habis-habisan! Apakah Huang Ama sudah saking bencinya sehingga berniat menghabisi nyawa kami semua?”
Qianlong terperanjat. Dia sungguh bingung, tidak tahu apa sebenarnya yang terjadi.
“Pejabat Liang? Siapa dia? Surat pengakuan? Surat pengakuan apa? Aku sama sekali belum memerintahkan siapapun untuk menginterogasi kalian!”
“Tapi, inilah buktinya!” Xiao Yanzi memperlihatkan luka-lukanya bersama Ziwei dan Jinshuo pada sekujur tubuh yang pakaiannya telah tercabik-cabik. “Luka-luka ini bukan tipuan! Apakah Huang Ama memang baru puas setelah membunuh kami?”
Qianlong sangat terkejut melihat luka di sekujur tubuh gadis itu. Hatinya terasa sakit.
“Quanheng! Bawa Pejabat Liang itu kemari!”
“Siap!” Quanheng pun pergi
Ziwei menengadah menatap Qianlong. Mata gadis itu sarat dengan harapan.
“Yang Mulia! Kami kembali untuk mengaku salah dan bertanggung jawab. Kami tahu telah melakukan kesalahan besar. Tadinya kami memang sudah bermaksud melarikan diri. Tapi kami akhirnya kembali untuk menyatakan penyesalan. Kami percaya jauh di libuk hati Anda, masih ada sifat welas asih. Kalaupun kami berar-benar tak dapat lolos dari hukuman mati, mohon ampunilah kedua bersaudara Fu dan Pangeran Kelima!”
Qianlong menatap Ziwei dengan sedih. Hatinya melunak mendengar kata-kata Ziwei.
“Kembalilah ke Paviliun Shuofang untuk beristirahat dan merawat luka-luka kalian. Tabib Hu akan menyusul ke sana.”
Ziwei bersujud. “Sebelum Yang Mulia belum menjamin keselamatan Kakak-beradik Fu dan Pangeran Kelima, saya tidak akan beranjak dari sini!”
Qianlong mengernyit. “Memalsukan titahku dan mendobrak penjara adalah kesalahan serius! Mana mungkin mereka bisa lolos dari hukuman hanya karena permohonanmu? Kau sendiri kini seperti boneka yang terapung-apung di sungai! Tidak bisa menyelamatkan diri sendiri, mengapa masih mau memedulikan orang lain? Kedua Bersaudara Fu ini terlampau lancang. Mana bisa diampuni?”
Fulun langsung ikut bersujud. ”Mohon Yang Mulia sudi mempertimbangkan jasa-jasa hamba selama ini! Hamba hanya memiliki kedua anak laki-laki ini…”
Yongqi ikut bicara, “Huang Ama, kami menyaksikan sendiri siksaan yang mereka alami. Sungguh biadab dan barbar. Jika hal ini tersiar sampai keluar, mau ditaruh dimana wibawa Dinasti Qing yang agung kita? Huang Ama terkenal sebagai seorang penguasa yang bijak dan terpelajar. Apa yang terjadi jika seluruh dunia mengetahui siksaan sekeji itu justru terjadi pada wanita di jaman pemerintahan Huang Ama?”
Akhirnya, Quanheng tiba dengan membawa Liang Dinggui. Pejabat Liang sangat ketakutan. Dia gemetaran sambil bersujud di lantai.
Kemarahan Qianlong akhirnya berpindah ke Pejabat Liang.
“Siapa yang menyuruhmu menginterogasi ketiga gadis ini?”
“Bukankah, Yang Mulia sendiri… yang menitahkan demikian?”
“Sejak kapan aku menyuruhmu?”
“Hamba… Hamba menerima perintah rahasia dari istana… untuk mengiterogasi mereka … dan menandatangani surat pengakuan.”
“Setelah itu…?” Qianlong mengeram. “Apa yang terjadi setelah mereka menandatangani surat pengakuan?” bentaknya.
“Mereka…. mereka akan dibunuh!” Pejabat Liang sungguh ketakutan.
“Siapa yang menyampaikan perintah rahasia itu? Mana surat perintahnya?”
“Hanya… hanya disampaikan secara lisan, Yang Mulia!”
“Oleh siapa?”
“Oleh…. Oleh seorang kasim senior…”
“Lancang! Kau berani melaksanakan perintah hanya dari mulut seorang kasim? Pengawal! Seret dia keluar dan penggal kepalanya!!”
Pejabat Liang panik dan berteriak seperti hewan yang akan disembelih. “Yang Mulia! Ampuni hamba! Tak ada bukti kalau hamba bersalah! Tak ada bukti!”
Tapi Quanheng maju dan memperlihatkan beberapa surat perintah rahasia dengan stempel dari penguasa istana belakang (baca: Permaisuri). Qianlong membacanya. Kemarahannya langsung memuncak.
“Lekas penggal kepalanya! Bukti? Surat-surat ini dan luka-luka di tubuh ketiga gadis itulah buktinya! Apa semua itu masih belum cukup?”
Pejabat Liang dengan tak berdaya diseret keluar untuk menjumpai ajalnya.
Qianlong akhirnya berkata kepada mereka yang berlutut, “Bangkitlah! Masalah ini membuat kepalaku sakit. Amarah juga membuat hatiku sesak. Kalian yang terluka, lekaslah ke Paviliun Shuofang.”
Xiao Yanzi serta-merta berseru, “Jadi, Huang Ama tidak jadi memenggal kepalaku?”
“Kau memang pandai bicara! Kalau aku membunuhmu, seisi ruangan ini akan protes!” jawab Qianlong.
“Huang Ama, juga mengampuni semuanya?”
“Ya! Karena kalian semua telah mengancamku!” Dia menunduk pada Ziwei dan menatapnya dengan penuh rasa sayang.
“Kau memang luar biasa! Kegigihanmu untuk memenangkan pertarungan ini telah terwujud!”
Ziwei balas menatap Qianlong dengan lembut. “Saya tahu… Saya tahu sejak awal akan menang…”
Sekonyong-konyong pandangan Ziwei menggelap. Dia pingsan.
“Ziwei! Ziwei!” seru Qianlong. “Tabib Hu! Lekas tolong putriku!”
***
Di Paviliun Shuofang, Qianlong menunggui Ziwei yang masih tak sadarkan diri.
Pakaian Ziwei telah diganti. Wajahnya diseka dan luka-lukanya diolesi salep luar. Selir Ling mengawasi. Tabib Hu memeriksa Ziwei dan menyimpulkan kalau pemulihan Ziwei kali ini bisa berjalan agak lambat karena tubuhnya melemah.
Ini sudah kedua kalinya Qianlong menunggui Ziwei ketika pingsan. Pertama saat Ziwei tertikam belati. Saat itu status Qianlong sebagai Kaisar. Kini, dia menunggui Ziwei bukan sebagai seorang Kaisar – melainkan hanya sebagai seorang ayah yang cemas.
Luka-luka Xiao Yanzi dan Jinshuo juga sudah diobati. Tapi keduanya belum bisa lega karena Ziwei belum siuman. Begitu pula dengan Erkang, Ertai dan Yongqi.
Akhirnya, pelan-pelan Ziwei membuka kelopak matanya. Begitu melihat Qianlong, dia langsung bangkit dan berseru, “Yang Mulia!”
Selir Ling mendesah lega. “Sudah sadar? Apa ini artinya sudah tak ada masalah lagi?”
Xiao Yanzi langsung menghambur ke ranjang. Dia mengguncang Ziwei, “Kau betul sudah sadar? Kau jangan keseringan mengagetkan kami seperti ini! Kenapa kau begitu lemah? Kan bukan cuma kau yang dipukul! Tapi kenapa hanya kau yang jatuh pingsan?”
Tabib Hu buru-buru menyahut, “Jangan mengguncangnya! Jangan mengguncangnya!” Dia maju dan memeriksa nadi Ziwei kemudian berkata pada Qianlong, “Nona Ziwei sudah melewati masa krisis. Sekarang tinggal diminumkan obat.”
Xiao Yanzi begitu senang dengan keterangan Tabib. Dia segera melesat keluar aula dan mengumumkannya pada Erkang, Ertai dan Yongqi. Ketiga pemuda itu – khususnya Erkang, langsung mendesah lega.
Xiao Yanzi kembali ke kamar. Tampaklah olehnya Qianlong sedang memandang Ziwei lekat-lekat sambil berkata dengan suara parau, “Anak yang malang. Kau sudah banyak menderita.”
Ziwei sangat tersentuh. Dilihatnya Qianlong seperti bermimpi. Apakah lelaki yang berada di hadapannya ini masih seorang kaisar atau telah menjadi ayahnya? Atau malah bukan keduanya?
Jinshuo menghampiri sambil membawa mangkuk berisi obat. Selir Ling membantu Ziwei duduk dan bermaksud menyuapkan obat padanya.
Tapi Qianlong telah mengambil mangkuk tersebut dari Jinshuo dan bersiap menyuapkannya sendiri pada Ziwei. Dia menyendok cairan obat yang masih panas dan meniup-niupnya. Lalu diangsurkan ke mulut Ziwei.
Ziwei begitu tercengang dan nyaris tidak percaya. Rasanya sangat mengharukan. Air matanya menetes. Tanpa sadar dia berujar,
“Dulu, Xiao Yanzi pernah bercerita bahwa Kaisar menyuapinya minum obat hingga dia nyaris pingsan. Sewaktu mendengarnya, aku sangat iri. Sekarang, Kaisar juga menyuapiku minum obat. Aku begitu bahagianya sehingga nyaris pingsan juga…”
Hati Qianlong terasa hangat. “Jangan pingsan lagi! Setiap kali kau pingsan, kau membuatku kaget setengah mati!”
“Baik, aku tak berani pingsan lagi, ” Ziwei menimpali. Dia pun meneguk habis obatnya.
Qianlong mencari-cari bayangan Xia Yuhe dalam diri Ziwei. Tiba-tiba dia menyadari kemiripan antara ibu dan anak itu. Dia heran, kenapa baru sekarang dia tahu?
Mungkin karena Xia Yuhe hanya cinta sesaat Qianlong. Sampai disini, rasa bersalahnya pada Yuhe dan ibanya pada Ziwei berpadu. Tatapannya kini sarat dengan penyesalan dan cinta kasih yang tiada habisnya.
“Apabila kuingat, kau memang telah berulang kali memberiku petunjuk. Tapi aku saja yang tidak bisa menangkapnya dengan jelas. Aku selalu merasa dirimu seperti teka-teki. Dan aku belum berusaha ekstra untuk memecahkan teka-teki itu hingga tuntas.”
“Ketiga aku menjebloskan kalian ke penjara, perasaanku tengah kacau balau dan kalut. Permaisuri juga memanfaatkan kesempatan untuk memaksakan kehendaknya. Aku hanya bermaksud menghukum kalian sebentar. Tak kusangka malah menjebloskan kalian ke kandang harimau.”
Pelupuk mata Ziwei basah lagi. “Yang Mulia tak perlu menyesal. Aku rela meski harus menjalani banyak penderitaan asal bisa mendapatkan datangnya hari ini.”
“Mengapa kau masih memanggilku Yang Mulia? Panggilan itu seharusnya mulai kau ubah sekarang.”
Ziwei menahan napas. “Aku tidak berani. Aku tidak tahu apakah Yang Mulia bersedia mengakuiku atau tidak.”
“Gadis bodoh. Dimana aku bisa mendapat anak perempuan sebaik dirimu yang bisa bermain kecapi, catur, kaligrafi, melukis dan sebaginya? Benar-benar menyerupai diriku!”
Air mata Ziwei jatuh. Kedua kata itupun meluncur dari mulutnya, “Huang Ama!”
Qianlong mengulurkan tangan dan memeluk Ziwei erat-erat. Kini dia paham perasaannya pada Ziwei. Cinta rumit yang dirasakannya selama ini ternyata bukanlah perasaan cinta antara pria dan wanita – melainkan cinta antara ayah dan anak kandungnya.
Jinshuo tak dapat menahan tangis bahagianya. “Akhirnya Nona berhasil melakukannya! Dia berhasil menemukan ayahnya!” Jinshuo menengadahkan kepalanya ke atas dan berdoa, “Nyonya, Anda sekarang bisa beristirahat dengan tenang.”
Xiao Yanzi juga menangis bahagia. Dia berkata, “Aku telah mengembalikan gelar putri pada Ziwei!” Dia menghambur ke pelukan Qianlong. “Huang Ama, aku telah melakukan banyak kesalahan. Juga melanggar banyak aturan. Otakku cuma sebesar udang – tapi aku berhasil membawa putri kandung Huang Ama kembali ke sisimu.”
Qianlong berdehem. “Sekarang aku baru mengerti mengapa kau selalu mencemaskan kepalamu. Untunglah, kepalamu ini kelihatannya tak akan pindah rumah!”
Selir Ling terharu sampai menangis (dia tentu lega Ziwei ternyata jadi putri, bukannya jadi selir baru lagi… hi hi hi). Dia menoleh ke arah para dayang dan kasim.
“Kenapa kalian tidak segera memberi ucapan selamat?”
Xiao Dengzi, Xiao Cuozi, Xiao Luzi, Mingyue, Caixia, Lamei dan Dongxue segera mendekati ranjang dan berseru, “Hamba menghadap Putri Ziwei! Semoga Tuan Putri panjang umur! Wan Shui!”
Yongqi, Erkang dan Ertai yang menyaksikan semuanya sangat kegirangan hingga melompat tinggi-tinggi.
“Dia berhasil melakukannya! Dia berhasil!”
Di tengah-tengah suasana kebahagiaan itu, tiba-tiba terdengar seruan kasim dari luar Paviliun Shuofang, “Permaisuri datang berkunjung!”
Qianlong bergidik. Dia pun benagkit berdiri menemui Permaisuri di aula.
***
Permaisuri seperti biasa, datang didampingi Bibi Rong. Juga serombongan kasim serta dayang.
Yongqi, Erkang dan Ertai yang berada di aula buru-buru menyampaikan salam. Permaisuri menanggapi ketiganya dengan dingin. Dalam hatinya sangat marah mengetahui ketiganyalah yang mendobrak penjara dan membebaskan ketiga gadis itu.
Qianlong keluar menemui Permaisuri bersama Selir Ling. Permaisuri langsung cemburu. Dia tak dapat menahan amarahnya lagi dan berkata ketus, “Rupanya ada reuni keluarga di Paviliun Shuofang ini, ya?”
Qianlong menantang Permaisuri. “Benar! Aku barusan mengakui Ziwei sebagai putriku!”
Permaisuri langsung menyela, “Jadi maksud Yang Mulia, Anda akan mengakui Ziwei dan Xiao Yanzi berdua sebagai Gege?”
“Kenapa? Asal aku senang, aku bisa saja mengakui seluruh gadis yatim dan piatu di seluruh dunia sebagai Gege! Xiao Yanzi pernah bilang, ‘seseorang yang tidak berbuat baik pada orang lain, sama saja tidak berbuat baik pada dirinya sendiri.’ Jika kau seorang yang lapang hati, barulah kau disebut sebagai Permaisuri sejati!”
Permaisuri terperanjat. Dia berkata ketus, “Saya sungguh tidak bisa melihat Yang Mulia diperdaya terus menerus oleh orang-orang hina macam ini! Anda jangan dibuat bingung oleh kedua gadis yang asal-usulnya tdak jelas! Pangeran Kelima dan Kedua Bersaudara Fu memalsukan Titah Kaisar dan mendobrak penjara – tapi tidak dihukum! Sebaliknya, Anda malah memenggal kepala pejabat Liang Dinggui yang jelas-jelas setia pada kita! Apa Anda tidak khawatir akan menjadi tertawaan semua orang?”
Qianlong menggebrak meja dan berteiak, “Permaisuri! Kau sungguh keterlaluan!”
“Yang Mulia, apakah Anda juga akan mendepak dan memenggal saya?” tanya Permaisuri.
Dari balik jubahnya, Qianlong mengeluarkan surat-surat perintah rahasia dan surat pengakuan. Dilemparnya semuanya itu ke atas meja.
“Apakah semua ini perintah rahasiamu? Kau seorang Permaisuri! Perilakumu begitu menjijikkan! Aku bisa saja mengeksekuismu! Tapi tak kulakukan karena kau seorang Permaisuri! Tapi aku akan menjebloskanmu ke penjara yang sama dengan Xiao Yanzi, Ziwei dan Jinshuo untuk diinterogasi sejelas-jelasnya!”
Wajah Permaisuri memucat. Bibi Rong langsung maju dan menarik Permaisuri,
“Yang Mulia, mohon jangan bersitegang dengan Kaisar. Kalian sudah jadi suami-istri dua puluh tahun. Bertahun-tahun berbagi bantal dan peraduan…”
Bibi Rong lalu berlutut di hadapan Qianlong. “Yang Mulia! Anda tentu paling mengetahui tabiat Permaisuri! Apa pun yang dia lakukan, semuanya demi kebaikan Yang Mulia!”
Qianlong mengibaskan tangannya. “Aku sudah bosan mendengar kata-kata itu! Tak ada gunanya lagi!”
Permaisuri mencoba bergeming, “Kesalahan apa yang saya lakukan hingga saya harus ke penjara?”
“Kau memerintahkan seorang kasim untuk memalsukan titahku. Memberi perintah rahasia pada Pejabat Liang untuk menghukum ketiga gadis. Kau juga berniat mencelakai Selir Ling dan Keluarga Fulun. Apakah semua itu masih belum cukup disebut sebagai kesalahanmu?”
Permaisuri membela diri, “Saya tidak pernah menyuruh Liang Dinggui untuk menyiksa mereka! Semua siksaan itu hanya inisiatif Pejabat Liang sendiri! Saya hanya menyampaikan perintah agar dia secepatnya membereskan masalah ini!”
Qianlong berkata mengejek, “Sayangnya Liang Dinggui sekarang sudah mati. Jadi dia tak bisa membuktikannya lagi!”
Permaisuri melihat nafsu membunuh yang begitu liar di mata Kaisar. Tiba-tiba dia merasa Qianlong begitu asing baginya. Dia juga akhirnya paham, Qianlong bermaksud memutuskan segala budi dan cinta dengannya. Permaisuri membayangkan penjara – teringat pada berbagai kisah tentang orang-orang yang masuk ke situ dan tak dapat lagi keluar hidup-hidup. Dia jadi ketakutan. Dan ketakutannya berubah jadi histeria yang berkecamuk di dalam hatinya.
Di aula, pada sebuah meja bundar, terdapat sekeranjang alat-alat menjahit. Permaisuri melesat ke meja itu dan menyambar gunting. Semua orang terkejut. Erkang dan Ertai dengan spontan langsung maju melindungi Qianlong.
“Permaisuri! Apa yang akan kau lakukan?” teriak Qianlong.
Permaisuri melepas mahkota phoenixnya dan memotong gelungan rambutnya. Rambut yang panjang hingga ke pinggang itu langsung meluncur jatuh dan tanpa berpikir dua kali - dia pun menggunting rambut itu hingga separuhnya.
“Sejak dulu nasihat yang baik selalu tidak enak didengar! Karenanya lebih baik aku menggunduli rambut dan menjadi biksuni!”
Semua orang terperanjat. Bibi Rong segera menubruk Permaisuri dan mencegahnya memotong rambut.
“Yang Mulia! Kenapa kau menyiksa dirimu sendiri? Bibi Rong-mu ini benar-benar sakit hati!”
“Huang Erniang, hentikan!” seru Yongqi sambil membantu Bibi Rong merebut gunting.
Rambut Permaisuri berantakan. Dia seperti wanita kesurupan. Permaisuri histeris dan berteriak tanpa kendali. Para dayang maju membantu Bibi Rong dan Yongqi. Meja dan kursi tertabrak bergelimpangan kemana-mana.
Gunting itu berhasil direbut. Permaisuri kehabisan tenaga. Dia merosot di lantai. Sorot matanya kosong menerawang. Qianlong sangat shock. Dia nyaris tidak percaya melihat Permaisurinya yang sudah hampir gila.
Saat itulah Ziwei keluar ke aula. Wajahnya masih pucat. Langkahnya terhuyung-huyung. Tapi ekspresi matanya sangat tenang dan damai. Dia berlutut di samping Permaisuri. Lalu tangannya mulai membereskan rambut Permaisuri yang berantakan.
Mingyue segera mengambil nampan berisi peralatan menyisir dan menyerahkannya pada Ziwei. Ziwei mulai menyisir rambut Permaisuri sambil berkata lembut, “Permaisuri, meski Anda sekarang membenci saya, saya percaya suatu hari Anda pasti akan menyukai saya… Kelak, semarah apapun Anda, jangan sekali-kali menggunting rambut Anda! Orang Manchu sangat menghargai rambut mereka. Karenanya, rambut panjang adalah identitas penting orang Manchu.”
Hati Permaisuri mencelos mendengar perkataan Ziwei yang penuh kelembutan. Gadis itu begitu anggun. Tindak tanduknya yang tenang itu semakin menenggelamkan status Permaisuri selaku ibu negara. Saat itulah dia menyadari kalau dia tak bisa lagi melawan Putri yang berasal dari rakyat jelata ini! Permaisuri pun paham kalau dia akan menghabiskan sisa hidupnya di penjara. Perasaan sedihnya tak dapat lagi ditahan. Tangis Permaisuri pun pecah.
Ziwei telah merapikan rambut Permaisuri menjadi gelung dan menjepitnya dengan tusuk konde. Setelahnya, Ziwei perlahan-lahan mendorong Permaisuri ke pelukan Bibi Rong.
Ziwei lalu bersujud ke arah Qianlong.
“Huang Ama baru saja mengakui keberadaanku. Mohon luluskan satu permohonanku. Maafkanlah Permaisuri. Di penjara itu dulu sudah ada dua Putri, maka jangan biarkan dihuni oleh seorang Permaisuri.”
“Kebesaran hati Huang Ama begitu terkenal. Apalagi Permaisuri telah lama menikah dengan Huang Ama. mohon Huang Ama sudi mengabulkan permintaanku ini sebagai hadiah atas jasa-jasaku.”
Qianlong sungguh tak mempercayai perkataan Ziwei. Semua mata di ruangan itu juga terpusat pada Ziwei.
Karena tindakan Ziwei yang memohon pengampunan bagi Permaisuri, mau tak mau Bibi Rong pun bertekuk lutut. Dia berlutut dengan gaya sempurna dan bersujud memberi hormat pada Ziwei.
Setelah itu, Permaisuri dan robongannya kembali ke istana Kunning.
***
Beberapa hari kemudian, Qianlong sedang berjalan bersama Yongqi, Erkang dan Ertai di taman bunga istana. Xiao Yanzi, Ziwei dan Jinshuo sedang dalam pemulihan. Meski Qianlong senang karena mengakui seorang putri lagi, tapi dia tetap resah memikirkan pernikahan Erkang dan Saiya.
“Yang Mulia, saya tidak bisa menikah dengan Putri Saiya,” kata Erkang.
“Aku paham. Ziwei itu sekarang putriku, mana mungkin aku tega menikahkan pujaan hatinya dengan orang lain? Tapi ini adalah pernikahan diplomasi. Aku telah menyetujui hal ini dan janjiku sebagai Kaisar harus ditepati. Aku, kau dan Ziwei harus berkorban. Ziwei selaku Putri tidak boleh mementingkan kepentingan sendiri dan mengabaikan kepentingan negara.”
Yongqi mencoba bicara, “Huang Ama, mohon carikanlah cara lain. Ziwei dan Erkang itu sudah saling mengikat janji untuk setia. Mereka tak mungkin berpisah.”
Qianlong jadi tersentuh. Ertai juga mengeluarkan pendapat, “Yang Mulia, mohon adakanlah pibu (adu silat) sekali lagi. Dan biarkan seluruh pangeran yang masih lajang ikut serta. Siapa tahu saat itu Putri Saiya akan memilih orang lain…”
Qianlong berpikir-pikir, “Hmm, barangkali inilah caranya…”
Tiba-tiba, terdengar seruan Xiao Yanzi dari arah berlawanan. “Saiya! Kau mau kemana? Ayo bertanding kungfu denganku!”
Qianlong dan lain-lainnya berpaling ke arah suara itu. Dan tampaklah Saiya yang sedang memegang cambuknya dikejar Xiao Yanzi. Ternyata, sekarang kedua gadis yang umur dan sifatnya hampir sama itu telah berteman. Xiao Yanzi tengah mengupayakan agar Saiya mau melepaskan Erkang.
“Putri Huanzhu! Ayo kejar aku!” panggil Saiya.
“Aku akan menghajarmu! Seperti ‘bunga yang berguguran dan air yang mengalir’!” teriak Xiao Yanzi.
“Bunga apa? Air apa?” ejek Saiya. “Aku yang akan menghajarmu! Seperti ‘bunga yang mengeluarkan ingus’!”
Xiao Yanzi terbahak. “Ha ha! Kukira aku yang sering salah bicara! Ternyata kau jauh lebih ngawur! Benar-benar lucu!”
Akhirnya kedua gadis itu sampai di depan Qianlong dan ketiga pemuda. Begitu mellihat Erkang, Saiya langsung lupa sedang dikejar Xiao Yanzi. Wajahnya berseri-seri dan berlari mendekati Erkang.
“Hai Erkang! Kau dari mana saja? Sudah beberapa hari aku tidak melihatmu. Aku juga sudah mencarimu kemana-mana.”
Hegh! Erkang menutup mukanya hendak bersembunyi. Tapi kedapatan Saiya. Mukanya jadi memelas dan patut dikasihani.
Xiao Yanzi memanfaatkan kesempatan saat Saiya sedang terpesona oleh Erkang. Ditariknya cambuk Saiya lalu dibuangnya jauh-jauh.
Saiya terkejut dan berpaling ke arah cambuknya. “Cambukku!”
Tiba-tiba, Ertai melompat dan menangkap cambuk itu. Sambil tertawa, Ertai berseru, “Putri Saiya! Kalau kau menginginkan cambukmu kembali, kejarlah aku!” (kejarlah daku, kau kutangkap! Ha ha!)
Ertai berlari. Saiya berteriak manja, “Kau mau lari kemana? Aku akan menghajarmu! Seperti ‘bunga yang berguguran dan air yang mengalir’!” Dia pun mengejar Ertai.
Qianlong dan yang lainnya melongo.
Ertai terus berlari sambil sesekali menoleh ke belakang.
“Ayo! Cepat susul aku! Kenapa Putri Tibet tidak bisa lari kencang?”
“Siapa bilang aku tidak bisa lari kencang?” Saiya berteriak. “Kembalikan cambukku!”
Ertai tertawa. “Kalau aku tak mau?”
Ertai melemparkan cambuk ke udara dan Saiya meloncat mencoba menangkapnya. Tapi dengan sigap Ertai merebutnya kembali. Ertai melakukan hal itu beberapa kali hingga Saiya pusing tujuh keliling.
Akhirnya Saiya kelelahan dan napasnya terengah-engah. “Aku mengaku kalah! Aku tak mau merebut cambuk itu lagi!”
Saiya merosot duduk di hamparan rumput. Ertai menghampirinya. Melihat pipi Saiya yang kemerahan, Ertai tak tahan untuk menggodanya.
“Apa semua gadis Tibet secantik dirimu?”
Saiya tersenyum malu-malu pada Ertai.
Berikutnya, sejak hari itu, Saiya selalu bersama Ertai.
Saiya mahir menunggang kuda. Dia dan Ertai sering balapan di luar kota Beijing. Mereka sangat menikmatinya.
“Ayo! Kejar aku! Kemahiranku menunggang kuda belum terkalahkan siapa pun!” tantang Saiya.
“Ha! Kau pembual! Jangan-jangan kau cuma omong besar seperti sapi yang cuma tahu mengunyah rumput!”
“Memangnya ada sapi yang tidak doyan rumput? Semua sapi kalau ketemu rumput pasti akan melahapnya! Kalau tidak, sapi itu pasti sapi bodoh!” sambung Saiya sengit.
Ertai tertawa keras. “Ha ha! Jangan-jangan, kau dan Xiao Yanzi itu sebenarnya s yang saudara kembar! Yang satu diadopsi Raja Tibet sebagai putrinya, yang satu lagi mengembara sampai ke Beijing dan menjadi Putri Huanzhu! Tak ada yang tahu siapa orang tua kandung Xiao Yanzi. Mungkin bisa diselidiki dari dirimu!”
Ertai bicara panjang lebar membuat Saiya bingung.
“Kau dari tadi bilang apa, sih?”
“Aku bilang kau sangaaaat manis…,” Ertai mengedipkan sebelah matanya.
Saiya kembali tersenyum malu-malu.
Seperti Xiao Yanzi, Saiya juga memiliki sifat pantang menyerah. Dia sangat menaruh minat pada ilmu bela diri. Dia dan Ertai sering beradu silat. Tentu saja kungfu Ertai melebihi Saiya. Tapi setiap kali bertanding dengan Saiya, Ertai selalu mengalah.
Suatu hari, Ertai sengaja mengalah satu jurus dari Saiya. Dia berhasil didorong Saiya hingga terjatuh.
Ertai langsung mengaduh-aduh. “Aiya! Kakiku patah! Gadis-gadis di sini lemah lembut! Tidak ada yang seliar kau!”
Melihat Ertai yang mengerang, Saiya langsung merasa tidak enak. Dia langsung berlutut di sisi Ertai dan mencemaskan kakinya.
“Mana yang sakit? Aku kan tidak sengaja…”
“Ah, kau memang sengaja!” Ertai pura-pura marah.
“Aku sungguh tidak sengaja!” balas Saiya. “Coba gerakkan, biar kulihat.”
Tiba-tiba Ertai melompat dan tertawa keras. “Aku tidak mungkin selemah itu! Ha ha!”
Saiya menyadari telah tertipu. Dia langsung melompat dan memukul Ertai.
“Kau jahat sekali ya! Beraninya menipuku!”
Ertai langsung berkelit. Saiya pun mengejarnya.
Suatu hari, Ertai membawa Saiya bertamasya ke lembah yang ada pemandangan pegunungan dan sungai. Saiya berbaring di rerumputan sambil menatap langit. Ertai juga berbaring di sampingnya tengah menatapnya.
“Langit di Beijing sangat biru – aku menyukainya!” kata Saiya.
Ertai tidak menyahut. Tak lama Saiya berkata lagi, “Sungai di Beijing sangat bening-aku menyukainya!”
Ertai menunggu. Saiya kembali berkata, “Rumput di Beijing sangat hijau-aku menyukainya!”
Akhirnya Ertai bersuara, “Bagaimana dengan pria Beijing? Apakah kau juga menyukainya?”
“Ya! Aku sangat menyukainya!”
Ertai menopang kepalanya dengan tangan dan memandangi Saiya dengan intens.
“Pria di Beijing bukan hanya Erkang!”
Saiya berpaling ke arah Ertai. Sambil tersenyum manja, dikalungkan tangannya ke leher Ertai.
“Kalau kamu, aku paling, paling, paliiiing suka! Tapi bagaimana dengan Erkang? Bagaimana dong?”
***
Palepen, sang Raja Tibet akhirnya merasa tidak enak pada Qianlong.
“Putri Saiya-ku ini telah kumanjakan dengan berlebihan! Dia bilang telah salah memilih Erkang sebagai calon suami. Sekarang dia lebih memilih Ertai! Mereka kan kakak-beradik, jadi kumohon Yang Mulia memakluminya. Biarlah Erkang buat Putrimu saja!”
Qianlong merasa amat lega. Dia tertawa, “Baiklah! Kalau memang begitu, sebaiknya mempelai prianya diganti saja!”
***
Akhirnya Qianlong pun mengumumkan status resmi Xiao Yanzi dan Ziwei.
“Mulai sekarang, Xiao Yanzi bukan lagi bergelar Huanzhu Gege. Tapi karena semenjak masuk istana dia telah membuatku bahagia, aku akan memberinya gelar lain yakni Huanzhu Chunchu. Dan dia akan dijodohkan dengan Pangeran Kelima!”
(Chunchu adalah gelar puti yang bukan berasal dari keluarga langsung Kaisar. Tapi belakangan Xiao Yanzi masih tetap dipanggil Gege juga. Habis sudah biasa sih!)
Xiao Yanzi senang sekali. Dia langsung berlutut dan mengucapkan terima kasih.
“Terima kasih, Huang Ama! Eh, maksudku… Terima kasih Kaisar!”
Qianlong menatap Xiao Yanzi. “Aku sudah terbiasa dengan panggilan Huang Ama-mu. Lagipula, kau tak akan meninggalkan istana. setelah menjadi menantuku kelak, kau tetap harus memanggilku Huang Ama, bukan?”
Xiao Yanzi merasa terharu. “Baik! Xiao Yanzi akan mematuhi perintah Huang Ama!”
Qianlong tertawa lalu menatap Ziwei. “Aku akan memberi Ziwei gelar resmi ‘Mingzhu Gege. Dia akan dijodohkan dengan Fu Erkang!”
(Mingzhu berarti mutiara cemerlang. Tapi kelak orang istana lebih sering memanggilnya Putri Ziwei. Habis ya, sama, sudah kebiasaan sih! Hi hi!)
Ziwei dan Erkang menghaturkan terima kasih. Selanjutnya, Qianlong mengumumkan status baru Ertai.
“Mulai hari ini, Fu Ertai akan diangkat sebagai Beiche – gelar bangsawan untuk keponakan Kaisar. Dan dia akan dijodohkan dengan Putri Saiya dari Tibet!”
Ertai pun berlutut dan mengucapkan terima kasih.
Qianlong sangat senang dan bahagia.
“Masalah Putri Huanzhu dan Putri Mingzhu telah kuanggap selesai. Kuharap semuanya berjalan baik dan kalian semua bahagia! Sebagai orang tua, aku turut gembira jika melihat anak-anakku bahagia. Ha ha ha!”
***
Meski telah dijodohkan, Qianlong tidak terburu-buru menikahkan Ziwei dan Xiao Yanzi. Sebaliknya, dia ingin kedua gadis itu tinggal satu atau dua tahun lagi bersama dirinya.
Tapi bagi Ertai dan Saiya, pernikahan mereka harus tetap dilaksanakan dalam waktu secepatnya.meski belum menikah, ketiga pasangan itu teah mendapat ijin khusus Qianlong untuk bertemu kapan saja.
Seperti hari itu, keenamnya berkumpul dan menunggang kuda di luar kota Beijing. Saiya berkomentar, “Kuda-kuda di Beijing larinya kok tidak sekencang kuda di Tibet, ya?”
“Siapa bilang?” balas Xiao Yanzi. “Kuda-kuda di Beijing tak kalah dari kuda-kuda Tibet!”
Saiya tertawa sambil berkata, “Kau seperti yang dikatakan Ertai ‘sapi pengunyah rumput’!”
Xiao Yanzi menatap Saiya dengan bingung. “Omongan macam apa itu?”
Ertai mendengar percakapan keduanya langsung tertawa. Saiya mengapit perut kudanya hingga melesat. Xiao Yanzi tak mau kalah, mengejarnya di belakang.
Yongqi langsung cemas. Dia berteriak, “Xiao Yanzi! Hati-hati! Kau baru saja bisa menunggang kuda! Nanti kau jatuh!” - tapi Xiao Yanzi sudah tidak mendengarkan lagi.
Sambil tertawa Erkang menatap Ertai.
“Aku sungguh berterima kasih atas ‘pertolonganmu’ terhadap Saiya!” (ya, bayangkan kalau Ertai tidak mencuri perhatian Saiya, pasti sampai sekarang Saiya masih menguber Erkang).
Ertai menatap Xiao Yanzi dan Saiya yang sedang berpacu kuda. Dia tersenyum tipis sambil barkata, “Tak perlu berterima kasih. Saiya itu punya banyak keistimewaan. Terus terang, sifatnya begitu mirip Xiao Yanzi. Dalam hatiku, dia adalah pengganti Xiao Yanzi!” (Huahahaha! Benar dugaanku, Ertai ini naksir Xiao Yanzi sejak awal!)
Yongqi yang kebetulan mendengarkan langsung menyadari sesuatu. Dia menatap Ertai penuh makna, “Jadi seharusnya, akulah yang berterima kasih padamu ya?” (maksud Yongqi, kalau bukan Ertai sengaja mengalah, mungkin dia masih berkesempatan merebut cinta Xiao Yanzi dari Pangeran Kelima. Hi Hi! Awas Ertai! Begini-begini, Yongqi itu posesif lho!)
Ertai tertawa terbahak. “Baik. Rasa terima kasihmu akan kuterima! Kelak tambahkan ‘bunga’nya juga, ya!”
“Okey! Aku janji kelak kalau kau memerlukan bantuan, aku pasti akan membantumu dengan segala daya upaya!” kata Yongqi.
Ziwei yang berkuda pelan-pelan saling pandang dengan Erkang. Setelah mengalami berbagai kejadian, hati keduanya diliputi kebahagiaan yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata.
Xiao Yanzi akhirnya menyadari yang lainnya tertinggal di belakang. Dia memacu kudanya kembali ke arah mereka sambil berkata, “Kalian sedang apa? Mengapa menunggang kuda berlambat-lambat?”
Ziwei tertawa-tawa sambil menyahut. “Aku tidak mau mempertaruhkan keselamatanku di atas punggung kuda. Bagaimana kalau sampai terjatuh? Hari ini cuaca bagus. angin bertiup sepoi-sepoi. Sangat menyenangkan. Jadi menunggang kuda pelan-pelan saja untuk menikmati pemandangan.”
Xiao Yanzi salah mendengar kata ‘menyenangkan’ Ziwei sebagai ‘memabukkan’. Dia langsung protes, “Memabukkan? Apa maksudmu? Di sini kan tidak ada arak!”
“Ha! Otak encer Xiao Yanzi telah mengental seperti kanji. Dia tak dapat berpikir jernih lagi!” timpal Erkang sambil tertawa.
Saiya juga mendekat. Begitu mendengar Xiao Yanzi menyinggung soal arak, dia langsung saja mencerocos, “Eh, apakah kita akan minum arak dan makan-makan? Bagus sekali itu! Kebetulan aku sedang lapar! ‘Mulutku yang mungil ini memang sangat rakus’! Nah, sekarang kita akan makan kemana?”
Ertai tertawa keras. “Bukan main! Kalau dulu Xiao Yanzi bicara seperti ayam dan bebek, sekarang tambah seorang lagi dari Tibet!”
Semuanya tertawa terbahak-bahak.
Xiao Yanzi berseru, “Aku sedang senang! Aku ingin sekali bernyanyi!”
“Baik, mari kita bernyanyi bersama-sama!” kata Ziwei.
Dan mereka pun bernyanyi. Sebuah lagu yang riang gembira:
“Cuaca hari ini sangat cerah. Di mana-mana terlihat pemandangan indah.
Kupu-kupu, lebah dan burung-burung sibuk beterbangan.
Awan putih juga berarak.
Langkah kuda berayun-ayun. Kelopak bunga yang berguguran menebarkan aroma wangi.
Onta-onta beriringan dengan lonceng berdentang-denting.
Di sini bernyanyi, di sana juga bernyanyi.
Tanah yang membentang hijau dengan cakrawala luas membiru!”
SELESAI
Tanpa terasa, sudah satu setengah bulan saya membuat sinopsis novel Putri Huanzhu. Sejak posting pertama di blog Pelangi Drama 1 Desember 2010, hingga bagian terakhir tanggal 16 Januari 2011.
Special thanks to Ari RF yang pertama-tama mengusulkan sinopsis ini. Berhubung remake Putri Huanzhu tengah syuting di China, Ari mengemukakan ide untuk menyinopsis novelnya yang nota bene sama persis dengan drama seri Huanzhu Gege yang populer sebelas tahun lalu. Berdasarkan blog sina.com, remake Putri Huanzhu akan menampilkan beberapa tokoh baru. Jadi kemungkinan, kisahnya pun tak akan menyerupai novel awalnya lagi.
Awalnya saya tidak pernah berpikir akan membuat sinopsis novel kesayangan ini dan diposting ke blog setenar Pelangi Drama. Pada bagian pertama penulisan muncul beberapa kendala seperti minimnya gambar (piku-piku kalo istilah Ari). Juga keraguan saya soal - apakah pembaca PD akan menerima sinopsis ini di tengah banyaknya recaps drama Korea yang ada di PD? Tapi syukurlah, sepertinya bisa diterima.
Sewaktu menulis sinopsis ini kendala yang paling sering muncul adalah jika suasana hati sedang nggak mood. Itu sangat mempengaruhi tulisan dan kadang-kadang saya memilih untuk berhenti menulis dulu. Terima kasih untuk para family di keluarga RF yang secara langsung atau tidak langsung telah menyemangati saya di saat-saat begitu. Mianhe jika namanya tak bisa saya sebutkan satu per satu. Pokoknya hug! Hug! Kalian semua! :D
Dengan demikian, sinopsis season satu novel Huanzhu Gege ini telah selesai. Saya akan jeda. Dan mempertimbangkan apakah lanjut menulis sinopsis season kedua. Pokoknya menulis sinopsis novel ini membuat saya bernostalgia. Saya juga memiliki kenalan baru, teman-teman baru – asal mudah-mudahan tidak ada musuh baru… wkwkwkwk.
Oya, ini ada sedikit catatan kecil dari Qiong Yao – pengarang novel Huanzhu Gege, yang ditulisnya pada bagian akhir novel. Saya singkat saja ya.
Ilham untuk menulis kisah Putri Huanzhu ini datang dari sebuah makam di Beijing yang bernama Gongzhu Fen – Makam Putri.
Konon, pada masa pemerintahannya, Kaisar Qianlong mengangkat seorang gadis dari rakyat jelata sebagai Gege. Tapi setelah meninggal, Putri ini tidak dimakamkan di kuburab kerajaan sehingga dimakamkan di area itu.
Saya selalu teringat pada makam itu dan akhirnya mulai berpikir untuk mengarang novel ini. Bagaimana seorang Kaisar dengan istri dan anak yang begitu banyak, masih mau mengangkat anak dari kalangan rakyat jelata? Bagaimana pula anak itu – hanya dari kalangan orang biasa beradaptasi dalam lingkungan istana yang ketat?
Saya bukan seorang yang piawai menulis novel berlatar belakang sejarah kerajaan. Maka, ketika saya mulai menulis kisah ini, saya harus terlebih dahulu membaca banyak buku dan referensi (Well, Tante Qiong Yao, sewaktu membuat sinopsis inipun, saya juga membaca banyak referensi lain!). Saya memeriksa gaya berbicara dan tata krama masa itu. Namun bagaimana pun ini adalah novel modern karena pembacanya adalah orang-orang masa kini. Saya telah berusaha menulis dengan pilihan kata paling mudah agar dapat dimengerti.
Saya menulis novel Putri Huanzhu ini selama enam bulan (dan saya membuat sinopsisnya satu setengah bulan, Tante Qiong Yao!). Dan novel ini hanya novel – bukan sejarah! Tokoh semacam Xiao Yanzi adalah gebrakan baru bagi saya. Karakternya belum pernah muncul dalam novel-novel saya sebelumnya. Menulis kepribadiannya adalah tantangan. Saya menghabiskan banyak waktu untuk memikirkan kata-kata yang dipakai Xiao Yanzi. Setelah selesai, saya malah jatuh cinta dengan Xiao Yanzi ini! (wah, saya pun demikian, Tante!)
Perasaan cinta kasih dalam keluarga adalah tema utama semua novel saya. Saya percaya semua anak perempuan di dunia adalah Gege (putri) dan anak lelaki adalah Age (Pangeran). Maka, novel ini saya persembahkan bagi seluruh Gege dan Age di seluruh dunia!
Qiong Yao,
Taipei, Keyuan,
1 Agustus 1997.
Taipei, Keyuan,
1 Agustus 1997.
Nah, segitu dulu temans. Adios Amigos! ;)
0 comments:
Post a Comment