Recent Post


[Sinopsis Novel] Putri Huan Zhu/ Huan Zhu Ge Ge 1 Bagian 4

Do you want to share?

Do you like this story?



Judul Asli : Huan Zhu Ge Ge 1: Yin Chuo Yang Cha
Pengarang : Chiung Yao (Qiong Yao)
Penerbit : Crown Publishing Co., Taipei – Thaiwan.

Judul Bahasa Indonesia: Putri Huan Zhu 1: Kesalahan Masa Silam
Alih bahasa : Pangesti A. Bernardus (koordinator), Yasmin Kania Dewi, Tilly Zaman, Wisnu Adi Hartono
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama, Oktober 1999 (edisi pertama)

Cerita sebelumnya:
Usai insiden arak-arakan, Ziwei dan Jinshuo tinggal di Graha Xuexi. Sementara Xiao Yanzi yang merindukan Ziwei nekat memanjat tembok istana hingga kedapatan oleh para pengawal. Ertai akhirnya melapor perihal Xiao Yanzi dan Ziwei kepada Pangeran Kelima. Yongqi shock. Ternyata, Xiao Yanzi bukanlah Gege yang sesungguhnya.

IV

“Aku… aku sungguh tidak sengaja melakukannya…,” Xiao Yanzi menjelaskan sambil berurai air mata. “Waktu aku terkena panah, kesadaranku hilang. Melihat semua benda yang kubawa, entah bagaimana Huang Ama lalu mengakuiku sebagai putrinya. Waktu aku siuman, Huang Ama begitu baik padaku. Lalu… aku jadi linglung…”

Yongqi terhuyung. “Ya ampun! Kenapa kau bisa linglung?! Perbuatanmu itu bisa membuat Kaisar murka hingga memenggal kepala sembilan suku bangsa!”

“Aku tidak punya kepala sembilan suku bangsa…,” Xiao Yanzi sesungukan. “Aku hanya punya satu kepala…”

Yongqi diliputi kecemasan. Ditunjuknya kepala Xiao Yanzi, “Kepala ini pun sebentar lagi tak dapat dipertahankan!”

“Apakah…, Huang Ama benar-benar bisa memancung kepalaku?” Xiao Yanzi bertanya tidak percaya.

“Tentu saja!”

“Huang Ama begitu baik padaku. Mungkinkah dia tega membunuhku?”

“Huang Ama baik padamu karena mempercayai cerita dan barang buktimu bahwa kau memang darah-dagingnya. Tapi kalau kau ketahuan telah menipunya, dia akan menjadi murka dan membencimu!” Yongqi mendesah. “Aih, pengetahuanmu soal keluarga kerajaan terlalu sedikit!”

Saat ketiga anak muda itu cemas memikirkan masalah ini, tiba-tiba terdengar seruan dari luar,

“Permaisuri datang berkunjung! Permaisuri datang berkunjung!”

Yongqi, Ertai dan Xiao Yanzi langsung pucat-pasi.

Xiao Yanzi lekas-lekas menghapus air matanya. Yongqi dan Ertai bergegas membuka pintu, keluar menyambut Permaisuri. Xiao Yanzi menyusul mereka.

Permaisuri datang dengan serombongan besar dayang, kasim, juga pengawal. Bibi Rong berjalan tepat di belakangnya. Ketiga anak muda itu menghaturkan salam. Permaisuri melihat ketiganya dengan heran.

“Oh, ternyata Wu Ahge – Pangeran Kelima ada di sini. Begitu juga dengan Tuan Muda Fu!” sindir Permaisuri. “Mengapa semua pelayan disuruh berjaga di luar dan pintu serta jendela ditutup? Kalian sedang membicarakan rahasia apa?”

Yongqi segera menjawab dengan waspada. “Huang Erniang terlalu cemas. Hari ini sekolah istana dibubarkan lebih awal, maka aku dan Ertai kemari untuk mengobrol bersama Putri Huanzhu. Putri sampai hari ini belum terbiasa dengan tata krama istana sehingga kurang nyaman bila dilayani para dayang dan kasim.”

“Benarkah begitu?” Permaisuri sangat curiga. Dilihatnya Xiao Yanzi yang sedang mendapat isyarat mata dari Yongqi. Lalu kata Permaisuri kepada Xiao Yanzi, “Kabarnya kemarin malam Putri hendak menyelinap keluar dengan memanjat tembok istana, ya?”

Xiao Yanzi agak terperanjat lalu menggerutu, “Huh! Masalah sekecil itu masa diketahui semua orang sih!”

Melihat Xiao Yanzi yang tidak takut padanya, malah masih bisa bicara ketus, Permaisuri pun jadi murka.

“Kalau hal begitu hanya merupakan masalah kecil, lantas apa yang baru pantas disebut masalah besar bagimu?”

“Memenggal kepala orang! Itu baru disebut masalah besar!” sembur Xiao Yanzi. “Kabarnya, Huang Erniang sangat ingin memenggal kepalaku!”

“Kurang ajar!” Permaisuri berteriak garang. “Berlutut di hadapanku!”

Xiao Yanzi tetap tegak berdiri. Bibi Rong pun maju dan dengan terlatih menendang lutut Xiao Yanzi hingga jatuh berlutut.

“Tampar mulutnya!” seru Permaisuri lagi. Xiao Yanzi langsung berteriak protes, “Huang Erniang! Jangan salah! Jika hendak memukul anjing sekalipun, Anda harus melihat dulu siapa tuannya! Aku bukanlah hamba sahaya Huang Erniang yang bisa dipukul dan dimaki sesukanya! Aku putri Huang Ama!”

Wah, Permaisuri tersinggung berat. “Lancang! Berani-beraninya kau memakai nama Kaisar untuk menekanku! Bibi Rong!” seru Permaisuri lagi. “Tampar mulutnya!”

“Siap!” Bibi Rong menyahut. Yongqi berteriak, berusaha mencegah pemukulan. Tapi Bibi Rong telah maju ke hadapan Xiao Yanzi, mengangkat sebelah tangan dan melayangkan sebuah tamparan keras ke wajah gadis itu.

Xiao Yanzi tak siap melawan. Begitu ditampar Bibi Rong, tubuhnya langsung terhuyung. Kemarahannya meledak.

“Sialan! Memangnya kau pikir kau siapa sampai berani memukulku?!?”

Xiao Yanzi mengepalkan tangannya erat-erat lalu meninju perut Bibi Rong. Dayang senior itu tidak sempat menangkis. Dia jatuh ke belakang sambil berseru, “Aiya! Aiya!”

Xiao Yanzi bangkit, memakai ilmu meringankan tubuhnya naik memanjat pilar. Semua orang terkesima. Mereka menengadah menatap Xiao Yanzi yang berteriak-teriak dari atas,

“Siapa yang berani menangkapku, kalau berani naik ke sini!”

Permaisuri begitu marah sampai mau pingsan rasanya. Dia berseru, “Pengawal! Panggil semua pengawal kemari! Awasi seluruh gerbang dan jendela!”

Yongqi tak dapat menangani situasi ini lagi. Diam-diam dia menyelinap pergi mencari Qianlong. (Iya Pangeran Kelima, lekas panggil ayahmu kemari! Ibu tiri sedang berulah!)

Kaisar tiba terburu-buru di Paviliun Shuofang bersama Selir Ling. Dilihatnya Permaisuri berdiri tegak sambil menahan amarah. Xiao Yanzi bertengger di atas sambil memeluk pilar erat-erat. Sementara sekelompok pengawal berjaga di bawah pilar, kehabisan akal menghadapi sang Tuan Putri.

Semua orang terkejut melihat kedatangan Kaisar dan membungkuk memberi hormat. “Hidup Paduka Kaisar!”

Melihat Qianlong, Xiao Yanzi seperti bertemu juruselamatnya. Dia berteriak dari atas pilar, “Huang Ama! Cepat tolong aku! Di bawah sana ada sekelompok orang yang mau membunuhku!”

Qianlong berseru kepada Xiao Yanzi, “Perbuatan macam apa ini? Lekas turun!”

“Aku tidak mau turun kalau Huang Ama tidak menjamin kepalaku tak akan hilang!”

“Kehilangan kepala apa maksudmu? Aku berjanji, tak ada seorang pun yang akan melukaimu!”

“Huang Ama juga harus berjanji tidak akan menghukumku!” Xiao Yanzi nekat tawar-menawar dengan Kaisar.

Permaisuri langsung menghampiri Qianlong. “Yang Mulia! Anda tidak boleh terus-terusan memanjakan Xiao Yanzi! Dia sungguh tak tahu aturan, tak punya sopan santun, juga tak punya etika dan pendidikan! Hari ini dia telah berkata lancang padaku. Jadi aku memerintahkan Bibi Rong untuk memberinya sedikit pelajaran. Tapi dia malah memukul , berbuat onar dan naik ke atas pilar…”

Qianlong menengadah melihat Xiao Yanzi yang tubuhnya telah bergoyang-goyang karena tidak kuat lagi memeluk pilar. “Yongqi, Ertai! Lekas naik dan bawa dia turun!”

Kedua pemuda itu melayang naik dengan memakai ilmu meringankan tubuh mereka. Keduanya masing-masing menangkap sebelah lengan Xiao Yanzi dan membawanya turun ke bawah – tepat ke hadapan Qianlong.

Begitu sampai di lantai, Xiao Yanzi berlutut dan memelas di kaki Qianlong. “Huang Ama, seumur hidupku sebagai rakyat jelata, meski nasibku sangat getir, tapi tak seorang pun pernah memukulku. Hari ini, setelah aku masuk istana, justru pertama kalinya aku dipukul orang! Betapa menyedihkannya jadi Gege. Banyak orang yang tidak menyukaiku sampai menginginkanku mati! Mereka mengatai asal-usulku yang tidak jelas, namaku jelek dan kata-kataku kasar. Kalau Huang Ama ingin melindungiku, biarkan saja aku kembali jadi rakyat jelata!”

Qianlong membelalakkan mata. Dipandangnya Permaisuri lalu bertanya, “Siapa yang berani menamparnya?”

Bibi Rong langsung jatuh berlutut. “Baginda yang Panjang Umur, hambalah yang melakukannya!”

“Bibi Rong!” Qianlong berteriak. “Kau dayang senior yang melayani Permaisuri. Saat Permaisuri sedang kesal, kau seharusnya memberi sedikit nasihat padanya. Tapi kenapa tidak kau lakukan? Kalian berdua bisanya cuma memanas-manasi keadaan supaya semakin kacau!”

Bibi Rong terperanjat. Dia buru-buru menampar kedua pipinya sambil berkata, “Hamba pantas mati! Hamba pantas mati!”

Permaisuri maju dengan marah dan berkata kepada Qianlong, “Yang Mulia, sayalah yang memerintahkan Bibi Rong menampar Putri Huanzhu. Bibi Rong hanya sekedar menjalankan perintah. Apakah Yang Mulia juga akan menghukumku?”

Qianlong membalas Permaisuri, “Aku tidak ingin menghukum Bibi Rong karena tahu, Permaisuri akan sakit hati karenanya. Tapi kalau Permaisuri begitu sayang terhadap Bibi Rong, kenapa tak bisa melapangkan dada menerima kehadiran Xiao Yanzi? Dia cuma gadis kecil kekanak-kanakan yang tidak tahu apa-apa. Kau seorang wanita terhormat bergelar Permaisuri, kenapa begitu serius memasukkan ke hati kesalahan seorang anak kecil?”

Qianlong memutar tubuhnya ke arah Bibi Rong. “Bibi Rong!’ perintahnya. “Bangunlah!”

Bibi Rong langsung berhenti menampar diri sendiri. Dia bersujud sambil berkata, “Terima kasih atas kemurahan hati Kaisar! Terima kasih atas kemurahan hati Kaisar!”

Permaisuri masih sangat marah hingga giginya gemelutuk. Selir Ling yang sedari tadi diam, maju menghampiri Permaisuri.

“Yang Mulia Permaisuri, Anda jangan marah,” kata Selir Ling. “Tuan Putri memang telah bertindak kasar. Dia juga tidak tahu tata krama. Tapi hatinya sangat baik. Banyak pangeran serta putri kecil yang menyukainya. Hari ini dia cuma berselisih paham dengan Permaisuri. Yang Mulia Permaisuri begitu terhormat dan agung, karenanya saya mohon, janganlah membencinya.”

Qianlong tidak mau ribut berkepanjangan dengan Permaisuri. Bagaimanapun, urusan tata krama istana dan kaputrenan memang berada di bawah kekuasaannya. Maka Qianlong berkata pada Xiao Yanzi, “Masalah ini kuanggap selesai. Nah sekarang, bersujudlah kau pada Permaisuri!”

Xiao Yanzi bergeming sesaat dan menatap Qianlong. Qianlong melemparkan isyarat agar Xiao Yanzi menurut. Jadi, Xiao Yanzi memutar tubuhnya ke hadapan Permaisuri, bersujud setengah hati sambil komat-kamit, “Baiklah, dengan bersujud, aku toh tak akan kehilangan sepotong daging!”

Usai bersujud, Xiao Yanzi berjalan ke sisi Qianlong dan Selir Ling. Permaisuri sangat benci melihat hal itu. Dia pun berkata, “Yang Mulia! Anda harus mendengar kata-kataku sekarang meski Anda suka atau tidak suka! Putri Huanzhu telah dinobatkan sebagai Gege. Semua tindak-tanduknya akan mewakili kehormatan keluarga Kaisar. Kalau dia melakukan kecerobohan, yang malu adalah Baginda sendiri. Tuan Putri begitu nekat dan gegabah. Dia kelak menjadi bahan pergunjingan dan sasaran olok-olok. Karenanya, dia tetap harus dihukum agar menjadi contoh bagi seluruh Selir dan Putri di istana ini!”

Qianlong termangu. Kata-kata Permaisuri ada benarnya juga.

Mendengar Xiao Yanzi masih harus mendapat hukuman membuat Selir Ling cemas. Dia memberanikan diri bicara, “Yang Mulia Permaisuri, meski kelakuan Xiao Yanzi serampangan, mengingat dia tidak dibesarkan di istana, saya mohon maafkanlah dia. Sebenarnya, justu sifat blak-blakan dan naïfnya itulah yang paling disukai Baginda Kaisar. Kalau Permaisuri hendak merubahnya, bukankah itu akan membunuh karakternya? Lagipula, di istana ini sudah cukup banyak Putri yang bersopan-santun. Biarkanlah Xiao Yanzi berbeda dari mereka.” (Hm, kini aku mengerti mengapa bukan Ziwei yang masuk istana. Karena pasti Ziwei tidak ada istimewanya dengan putri-putri Qianlong yang laindan cerita ini jadi monoton…)

Perkataan Selir Ling menyentuh Qianlong. “Yang dikatakan Selir Ling benar. Karena Putri Huanzhu berasal dari kalangan rakyat jelata, mengapa kita tidak mempertahankan sedikit ‘kejelataannya’? aku juga berencana mengurus pendidikannya. Jadi jangan terlalu dipermasalahkan. Nanti dia kaget. Pelan-pelan saja…”

Permaisuri begitu jengkel melihat kekompakan Kaisar dan Selir Ling (karena cemburu, barangkali?) Namun dia tak bisa berkata apa-apa lagi. Dipandanginya Xiao Yanzi sekilas yang tampak kegirangan lalu menghormat Kaisar.

“Baiklah jika begitu kehendak Kaisar. Saya mohon pamit dulu.”

Permaisuri bersama seluruh anak buahnya keluar dai Paviliun Shuofang. Setelah Permaisuri pergi, Qianlong menegur Xiao Yanzi. “Kau jangan terlalu pongah. Apa yang diucapkan Permaisuri tadi ada benarnya. Dia seorang ibu negara – kau malah cari gara-gara dengannya. Kau selalu saja melakukan hal-hal aneh. Menurutmu, aku harus bagaimana terhadapmu?”

“Huang Ama harus lebih sayang padaku dan sedikit saja menuntuku!” tukas Xiao Yanzi.

Qianlong memelototinya lalu tertawa. Yongqi menatap Xiao Yanzi. Sungguh dia sangat memuja putri palsu yang aneh, lincah dan punya banyak akal ini.

***

Malamnya, Yongqi bertemu dengan adiknya yang sebenarnya: Xia Ziwei, di Graha Xuexi.

Ziwei diberi pakaian Manchu oleh Fuqin. Tampak cantik dan anggun. Dia berjalan dengan lemah lembut lalu menekuk lutut menghormat Yongqi.

“Xia Ziwei menghadap Pangeran Kelima.”

Yongqi menatap Ziwei dari atas hingga bawah. Dia terpana.

“Aku Yongqi. Kau tentu tahu kalau generasi kita, namanya semua diberi awalan ‘yong’. Aku sedikit lebih tua darimu. Bisa dibilang, aku kakak kelimamu.”

Mendengar Yongqi yang bersedia mengaku sebagai kakaknya, Ziwei menangis. Sekian lama dia mencari ayahnya dan menderita, kata-kata Yongqi merupakan penerimaan yang tulus terhadap kehadirannya.

“Anda saudara pertama yang kujumpai. Aku sangat berterima kasih kepada Langit karena Anda telah mengakui keberadaanku.”

“Jangan sungkan. Mulai sekarang, panggil saja aku Kakak Kelima.”

“Kakak Kelima,” panggil Ziwei.

Yongqi mengagumi Ziwei. Dia dan Xiao Yanzi – kedua gadis itu begitu bertolak belakang. Xiao Yanzi asal usulnya tidak jelas, nekat dan ceroboh. Sebaliknya Ziwei begitu lemah lembut, elok seperti lukisan dan suaranya seindah puisi.

“Aku tak menyangka, di istana aku punya adik perempuan seperti Xiao Yanzi. Dan di Graha Xuexi aku punya adik lain seperti dirimu.” (Kau sudah menganggap Xiao Yanzi bukan lagi adikumu Pangeran Kelima! Ayo mengakulah!)

“Apakah Kakak Kelima mempercayai kisahku? Apakah Kakak Kelima tidak takut kalau aku cuma berpura-pura?” tanya Ziwei.

Erkang yang menjawab Ziwei. “Sekarang tak ada kecurigaan lagi. Pangeran kelima telah tahu semuanya dan Xiao Yanzi sudah mengaku.”

Ziwei terkejut. “Jadi, dia sudah mengakui semuanya?”

Ertai menyambung, “Benar. Dia sudah mengaku. Dia menangis, minta maaf karena telah bersalah padamu.”

Hati Ziwei terasa amat sakit. “Apakah masalah ini cukup diselesaikan dengan kata maaf saja?”

Erkang menghampiri Ziwei dan berkata, “Kurasa kau harus bertemu dengan Xiao Yanzi. Tapi saat ini Xiao Yanzi sedang mengalami beberapa kesulitan di dalam istana sehingga kami tidak bisa membawanya keluar. Tapi kami pasti mencari jalan. Pangeran Kelima pasti akan membantu kita.”

“Benar,” Yongqi mengangguk. “Xiao Yanzi juga terus memohon padaku agar membawanya keluar dan menemuimu. Tahukah kau? Kemarin malam dia nekat memanjat tembok istana demi menemuimu, ditangkap pengawal dan nyaris terbunuh. Dia membawa banyak perhiasan serta uang untuk diberikan padamu.”

“Benarkah?” Ziwei tak percaya.

“Benar!” sahut Yongqi. “Ziwei, bolehkah aku memohon satu hal padamu?”

“Kakak Kelima jangan sungkan. Jika ada hal yang ingin kau sampaikan, silakan saja.”

Yongqi pun berkata, “Kumohon, kau jangan menyakiti Xiao Yanzi. Bagaimana pun,dia patut dimaafkan.”

Ziwei menatap Yongqi dengan sedih. Pangeran Kelima begitu menyukai Xiao Yanzi, pikir Ziwei. Hingga untuk melindungi Xiao Yanzi, dia barangkali rela kehilangan adiknya yang satu ini! Xiao Yanzi ternyata sangat memikat. Dia mampu menyihir orang-orang di sisinya menyukainya, lalu tanpa sadar mati-matian melindunginya.

Ziwei tidak tahu apakah harus merasa iri terhadap Xiao Yanzi. Melihat Yongqi dan Ertai begitu membela Xiao Yanzi, Ziwei pun menyadari, dia tak dapat membenci saudara angkatnya itu.

Yongqi lalu mengeluarkan sebuah amplop tebal. “Ini dari Xiao Yanzi. Dia memintaku menyerahkannya sendiri padamu.”

Ziwei menerima amplop itu. Seluruh orang dalam ruangan penasaran dengan isi amplop. Mereka mengerubungi Ziwei agar bisa melihat isinya.

“Bukannya kau pernah bilang Xiao Yanzi tidak pernah belajar membaca dan menulis?” tanya Erkang.

“Benar. Aku pernah mengajarinya sekali dan dia lama baru bisa menulis satu huruf. Dia selalu menyalahkan namaku karena paling susah ditulis. Guratan hurufnya terlalu banyak. Aku juga heran bagaimana dia bisa menulis surat sedemikian tebal untukku.”

Pada amplop terdapat huruf Ziwei dalam tulisan cakar ayam. Ziwei membukanya lalu mengeluarkan setumpuk kertas. Dilihatnya satu per satu, ternyata isinya berupa gambar.

Pada kertas pertama, tergambar seekor burung kecil yang dadanya tertancap panah. Burung itu tergeletak di tanah, dikerumuni banyak orang.

“Apakah Xiao Yanzi masuk istana dalam keadaan terpanah? Mengapa tak seorang pun dari kalian yang memberitahuku kalau dia terluka?” tanya Ziwei.

Yongqi terkejut. “Jadi kalian tidak memberitahu Ziwei kalau Xiao Yanzi masuk istana dalam keadaan pingsan dan terluka?” Dipandangnya keluarga Fu yang berkumpul di situ.

Ertai menyahut, “Kusangka, kakakku telah memberitahumu.”

“Aku justru mengira, Ertai yang sudah memberitahumu,” balas Erkang. (iya ya, saya saja yang membuat sinopsis ini, baru sadar kalau Ziwei belum pernah tahu kalau Xiao Yanzi terkena panah di arena berburu itu)

“Anak panahkulah yang mengenainya,” lanjut Yongqi. “Dia sampai harus dirawat empat tabib sekaligus. Huang Ama bersabda, kalau Xiao Yanzi waktu itu tak dapat disembuhkan, maka para tabib itu akan dipenggal kepalanya. Dia dirawat berhari-hari sampai kesadarannya pulih dan sembuh benar.”

Ziwei kembali melihat ke tumpukan kertas. Pada kertas kedua, tergambar si burung kecil tengah berbaring di tempat tidur. Di kejauhan ada sekuntum bunga meneteskan air mata.

Di kertas ketiga, si burung kecil tengah berada di tempat tidur dan sekelompok orang memakaikan mahkota putri ke atas kepalanya. Ada lelaki yang memakai jubah naga – pasti Kaisar – yang berdiri di samping dan menyaksikan semua itu dengan bahagia.

Pada gambar keempat, si burung kecil menjepit mahkota putri di paruhnya. Dia seolah hendak memakaikan mahkota itu ke kepala sekuntum bunga.

Ziwei tersenyum lembut. Matanya berkaca-kaca.

“Sekarang aku mengerti semuanya. Aku tahu sekarang, Xiao Yanzi tidak mungkin menipuku.”

Fulun dan Fuqin mengambil kertas-kertas bergambar itu. “Memangnya dia hendak mengatakan apa di surat ini?” tanya Fulun.

“Mungkin kalian tidak paham. Jadi aku akan menerjemahkannya bagi kalian,” jawab Ziwei.

“Burung kecil ini adalah Xiao Yanzi, sekuntum adalah diriku. Ketika burung kecil tidak bisa kembali karena berada di ambang kematian, sekuntum bunga pasti sedih memikirkan dirinya. Saat burung kecil kebingungan, gelar putri telah dianugerahkan padanya. Burung kecil mengucapkan beribu maaf. Sekuntum bunga, janganlah marah. Suatu hari nanti kebenaran akan terbuka dan burung kecil akan mengembalikan gelar putri kembali padamu serta menebus semua kesalahannya.”

Ziwei membaca surat bergambar itu dengan rima yang tepat dan begitu enak didengar. Semua orang mendengar hingga merasa tersentuh.

“Kau benar-benar seorang Gege sejati,” puji Yongqi.

“Wah, kau ibarat seorang penyair,” puji Ertai pula.

Erkang paling bersemangat. Dia lalu berkata pada Yongqi, “Dua diantara seluruh gadis paling aneh telah bertemu kita. Pangeran Kelima, terima kasih! Panahmu tempo hari sangat jitu!” (maksud Erkang, kalau bukan Yongqi memanah Xiao Yanzi, dia pasti tidak bertemu Ziwei dan Pangeran Kelima tak akan berjumpa dengan Xiao Yanzi).

“Ucapan terima kasihmu aneh sekali,” Yongqi heran.

Tatapan Ziwei dan Erkang bertemu, menyebabkan muka Ziwei memerah karena malu.

Fuqin membolak-balik kertas sambil berkata, “Tak ada satu huruf pun, tapi bisa diuraikan dengan kalimat yang begitu tepat. Pantas kalian bisa menjadi saudara angkat, karena hanya kakak-beradiklah yang memiliki ikatan batin seerat ini.”

Fulun akhirnya benar-benar mengakui keberadaan Ziwei. Dia maju memberi hormat pada Ziwei, “Hamba, Fulun, sungguh beruntung! Seorang putri sejati tinggal di rumah hamba! Jika ada sesuatu yang tidak berkenan selama Tuan Putri tinggal di sini, mohon katakana pada kami!”

Ziwei buru-buru mencegah Fulun membungkuk. Bagaimanapun, Fulun jauh lebih tua dan merupakan salah satu pelindungnya.

“Yang Mulia Fu jangan begitu! Tadi itu aku hanya senang karena menerima surat Xiao Yanzi, sehingga sedikit memainkan kata-kata. Kalian jangan membuatku merasa malu!”

“Aku berani bertaruh,” kata Yongqi. “Huang Ama pasti sangat menyukaimu!”

Mendengar nama Kaisar, Ziwei kembali sedih. “Sejujurnya kukatakan, sejak tahu Xiao Yanzi jadi Gege, aku benar-benar benci dan marah padanya. Namun kini aku mengerti, keberadaanku sebenarnya juga telah membahayakan nyawa Xiao Yanzi. Hari ini setelah membaca suratnya, aku tidak membenci, juga tidak menyalahkan dirinya lagi.”

“Setelah ini, jika aku tetap ingin diakui Kaisar, hanya akan timbul dua kemungkinan. Pertama, Kaisar mempercayai ceritaku dan menghukum mati Xiao Yanzi. Atau Kaisar tidak mempercayai kisahku dan akulah yang dihukum mati. Entah siapa yang akan mati, aku atau Xiao Yanzi, tapi segalanya telah diatur oleh Langit. Xiao Yanzi menggantikan diriku masuk istana lewat suatu kesalah pahaman, membantuku menyenangkan hati Ayahku dan melaksanakan kewajiban selayaknya seorang anak perempuan. Apa lagi yang mesti kusesali? Oleh karena itu, aku telah mengambil keputusan. Kumohon kalian menjaga rahasia ini sebaik-baiknya.”

Erkang tanpa sadar menghampiri Ziwei dan memegang lengannya.”Kelapangan hatimu membuatku sangat kagum! Kau bisa mempertimbangkan segalanya demi kebaikan Xiao Yanzi. Aku berjanji padamu, pengorbananmu tak akan sia-sia, Ziwei! Langit pasti akan memberimu kebahagiaan lain!”

Fulun dan Fuqin terkejut mendengar perkataan Erkang yang meluap-luap. Kedua orang tua itu saling pandang seolah mendapat firasat yang sama…

***

Sekembalinya dari Graha Xuexi, Yongqi menemui Xiao Yanzi di Paviliun Shuofang. Dia menceritakan seluruh kejadian saat Ziwei menerjemahkan surat bergambarnya.

“Jadi dia memaafkan aku? Dia tidak lagi membenciku? Dia benar-benar bilang begitu?”

“Benar,” jawab Yongqi. “Terus terang, di istana ini aku tumbuh bersama begitu banyak Gege. Tapi aku belum pernah melihat yang seperti kau dan Ziwei. Kau begitu blak-blakan dan bebas, Ziwei yang lemah-lembut dan anggun. Kalian benar-benar pasangan sepadan. Setelah melihat terlalu banyak Gege yang sesuai standar kerajaan ini, aku jadi sangat mengagumimu dan Ziwei.”

Mendengar Yongqi bicara panjang lebar, Xiao Yanzi jadi pusing. “Tak usah menjelaskan ‘teori Putri’-mu itu! cukup kau katakana Ziwei tidak memakiku. Tidak membenciku. Serta tidak marah lagi padaku…”

“Tapi…,” mendadak Xiao Yanzi kembali serius. “Aku tetap harus mengembalikan gelar Gege ini pada Ziwei. Bantu aku mengembalikannya tanpa kehilangan kepala, ya. Walau kepalaku cuma satu, tapi aku cukup senang memilikinya.” (ha ha)

Yongqi langsung menegur Xiao Yanzi, “Ssst.. kecilkan suaramu! Apa kau ingin semua orang mendengar rahasiamu? Kau sudah membuat kesalahan pada Permaisuri. Siapa tahu di sekitar sini ada mata-mata Permaisuri….”

Xiao Yanzi memajukan wajahnya dan berbisik-bisik pada Yongqi. “Sebenarnya… apakah Permaisuri itu ibu kandungmu?”

“Bukan!” Yongqi langsung menyanggah. “Tapi karena dia seorang Permaisuri, aku harus memanggilnya dengan sebutan Huang Erniang. Ibu kandungku adalah Selir Yi. Dia sudah meninggal ketika aku masih kecil. Putra kandung Permaisuri adalah Pangeran Kedua Belas – bukan aku! Kalau dia memang ibu kandungku dan aku ketahuan membelamu, bukankah makin celaka? Selama ini saja Permaisuri sudah tidak suka padaku, apalagi sekarang ditambah dengan kehadiranmu.”

Xiao Yanzi dengan lugu bertanya, “Kenapa Permaisuri tidak menyukaimu?”

“Sejak dulu ada persaingan di antara Pangeran untuk satu alasan… (maksud Yongqi pasti perebutan tahta). Ah, kita tidak usah membahasnya! Sekarang, yang penting Ziwei telah memaafkanmu. Kau harus baik-baik jadi Putri Huanzhu. Jangan berbuat onar lagi! Kumohon, belajarlah untuk melindungi dirimu sendiri.”

Xiao Yanzi memukul dada Yongqi seperti anak laki-laki. “Tenang saja, panahmu saja tidak membuatku mati, kok!”

Yongqi menggelengkan kepala sambil tertawa, “Aku masih belum tenang. Kalau akhirnya kau harus mati, lebih baik kau mati ketika terkena panahku. Sekarang ini, aku terus mengkhawatirkanmu…”

“Apa katamu?” Xiao Yanzi terbelalak mendengar Yongqi begitu perhatian padanya.

“Bukan apa-apa!” Yongqi buru-buru membuang muka dan mengalihkan pembicaraan.

“Jangan main rahasia-rahasiaan. Ngomong-ngomong, Huang Ama tadi memanggilku. Dia mengingatkan kalau besok aku mulai belajar bersama kalian para pangeran di bawah bimbingan Guru Qi. Aduh, mendengar kata ‘belajar’, kepalaku langsung bengkak! Mana bisa aku membaca banyak huruf? Nah, bagaimana ini?”

Yongqi tertawa. “Apa yang kau takutkan? Kan ada aku dan Ertai. Kami akan membantumu. Guru Qi biasanya akan mengujimu dulu. Kau lihatlah, kami tak mungkin membiarkanmu malu.”

“Apa? Masih harus diuji lagi?” Xiao Yanzi mendadak lemas. “Matilah aku! Mengapa jadi Gege harus begini repot? Mestinya Ziwei saja yang jadi putri. Dia pasti bisa menghadapi Guru Qi!”

***

Saat Xiao Yanzi sudah bosan jadi Putri, di lain pihak, Ziwei telah memutuskan agar membiarkan Xiao Yanzi terus sebagai putri.

Pagi itu Erkang mengunjungi Ziwei di kamarnya. Dia melihat Ziwei dan Jinshuo telah berdandan rapi seperti hendak berpergian. Seluruh baju yang dipinjamkan Fuqin telah dicuci bersih dan terlipat rapi di atas ranjang.

“Kalian mau kemana?” tanya Erkang.

“Kami baru akan menemui Yang Mulia Fulun, Fuqin juga kau dan Ertai di aula besar untuk berpamitan,” kata Ziwei.

“Ayahku sedang pergi. Begitu pula dengan Ertai. Berpamitan? Mengapa? Apakah ada yang tidak berkenan di hati sehingga kalian buru-buru pergi?”

“Tidak. Bukan begitu!” jawab Ziwei. “Justru kalian sudah sangat baik pada kami sehingga aku merasa tidak enak. Kami sudah terlalu merepotkan. Lagi pula aku harus kembali ke tempat aku semestinya berada.”

“Dimana itu ‘tempat kau semestinya berada’? Apa maksudmu istana? Atau rumah kumuh? Atau kampung halamanmu di Jinan?”

Kata-kata Erkang membungkam Ziwei sesaat. “Terus terang, meski di kolong langit ini begitu luas, aku tidak tahu ke mana aku harus pergi. Tapi yang aku tahu, Graha Xuexi ini bukanlah tempat dimana aku seharusnya berada.”

Jinshuo melihat kedua orang itu lalu minta permisi. “Tuan Muda Fu, hamba keluar dulu. Silakan bicara pelan-pelan dengan Nona.” Jinshuo pun keluar lalu menutup pintu.

Ditinggal berdua saja bersama Erkang membuat Ziwei gelisah. Erkang pun memberanikan diri maju dekat sekali dengan Ziwei.

“Ziwei, terus terang akan kukatakan, aku tak akan membiarkanmu pergi!”

Ziwei kaget. “Mengapa?”

“Karena…,” Erkang mencari-cari alasan. “Kami tahu kau anggota keluarga Kaisar. Kami semua ingin melindungimu. Selain itu, kedudukanmu bisa saja berubah sewaktu-waktu. Apalagi, kami masih ingin mengatur pertemuanmu dengan Xiao Yanzi.”

“Aku sangat berterima kasih pada niat baikmu itu,” kata Ziwei. “Tapi, Graha Xuexi ini tetap bukan rumahku. Mengenai Xiao Yanzi, setelah membaca suratnya, aku tak berminat menemuinya lagi. Asal semua bisa hidup tenang dan damai, aku sudah bersyukur.”

“Tapi…, apakah kau tak ingin bertemu Kaisar sekali saja?” cegah Erkang lagi.

“Kalau sudah bertemu, lantas bagaimana?” tukas Ziwei.

Erkang mulai kehabisan akal. “Jadi kau sungguh ingin pergi?”

“Ya.”

Erkang melihat Ziwei dalam-dalam. Mata gadis itu begitu cantik, berkilauan seperti air. Memabukkan, sampai mengeluarkan perasaan cinta yang selama ini dipendamnya.

“Kalau… kalau aku memintamu tetap tinggal di sini demi diriku, apakah kau bersedia?”

Ziwei terperanjat. Dia mundur dua langkah dengan ekspresi tak percaya memandang Erkang. “Apa maksudmu?”

Erkang menjawab dengan berapi-api, “Kau begitu cerdas dan pintar, apa kau masih belum memahaminya? …..Segala isi hati serta kelembutanmu telah membuatku terhanyut. Perasaanku padamu jadi tak terbendung lagi!”

Ziwei betul-betul terperanjat. Dipandangnya Erkang tanpa mampu berkata-kata….

Tiiit…
to be continued, teman-teman. Jangan lupa ikuti sinopsis terkhir novel pertama Putri Huanzhu ini dimana Xiao Yanzi masuk sekolah istana dan belajar tata krama dari Bibi Rong :D

Bersambung


Written by: http://merlinschinesestories.blogspot.com/

BACA JUGA SINOPSIS LAINNYA



0 comments:

Post a Comment


Friend Link List