Recent Post


[Sinopsis Novel] Putri Huan Zhu/ Huan Zhu Ge Ge 1 Bagian 3

Do you want to share?

Do you like this story?



Judul Asli : Huan Zhu Ge Ge 1: Yin Chuo Yang Cha
Pengarang : Chiung Yao (Qiong Yao)
Penerbit : Crown Publishing Co., Taipei – Thaiwan.

Judul Bahasa Indonesia: Putri Huan Zhu 1: Kesalahan Masa Silam
Alih bahasa : Pangesti A. Bernardus (koordinator), Yasmin Kania Dewi, Tilly Zaman, Wisnu Adi Hartono
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama, Oktober 1999 (edisi pertama)

Cerita sebelumnya:
Dalam kebingungannya, Xiao Yanzi diakui Kaisar sebagai putri. Sementara di luar istana, Ziwei dan kawan-kawan resah mencari Xiao Yanzi yang menghilang. Mereka baru melihat Xiao Yanzi lagi – sebagai Putri Huanzhu, pada parade kerajaan. Ziwei histeris. Dia mengejar tandu Xiao Yanzi hingga para pengawal menyergap dan memukulnya.

III

Kediaman Fulun, Graha Xuexi, adalah rumah yang penuh kehangatan. Ziwei dan Jinshuo dibawa Erkang ke sana setelah insiden arak-arakan.

Istri Fulun, Fuqin, seorang wanita yang berbudi. Melihat Ziwei yang terluka, dia memanggil tabib untuk memeriksa keadaannya. Mengganti pakaian gadis itu dengan yang bersih. Luka Ziwei kebanyakan hanya luka lebam. Tapi Fuqin memperlakukannya seperti kerabat sendiri.

Melihat Fuqin yang begitu baik padanya, Ziwei segera menghaturkan hormat dengan menundukkan kepala. “Fuqin, Xia Ziwei tak tahu telah mendapat anugerah apa sehingga pantas mendapat perlakuan istimewa anda. Xia Ziwei sangat berterima kasih.”

Ziwei yang sopan dan tutur bahasanya halus, membuat Fuqin langsung menyukainya. “Jangan begitu. Nona telah datang ke rumah kami, secara tidak langsung telah menjadi tamu terhormat kami. Jangan sungkan.”

Fuqin membantu Ziwei meminum obatnya. Saat itu, Erkang, Ertai dan Fulun bersamaan masuk ke dalam kamar.

Fulun menanyakan keadaan Ziwei. “Apakah dia sudah baikan?”

“Ya,” jawab Fuqin. “Sudah jauh lebih baik.”

Erkang mendekat ke ranjang sambil melihat Ziwei dengan seksama. Dia terkejut sewaktu melihat, Ziwei yang meski wajahnya terluka dan pucat, namun kecantikan dan kelembutannya tetap terpancar. (Aha, Erkang sepertinya fall in love at the second sight)

Erkang memperkenalkan diri beserta seluruh keluarganya. Melihat keluarga penyelamatnya berkumpul semua di situ, Ziwei perlahan turun dari ranjang dan menyampaikan salam.

“Xia Ziwei memberi hormat kepada Yang Mulia Fulun. Semoga anda sekeluarga senantiasa sehat.” Lalu Ziwei berpaling kea rah Erkang dan Ertai. Dia menundukkan kepala. “Senang bertemu dengan kedua Tuan Muda.”

Fulun juga agak terkejut melihat Ziwei - yang tadinya dia kira perempuan gila di parade, Ternyata dia seorang gadis yang anggun. Seperti Fuqin, Fulun pun langsung berempati pada Ziwei.

“Nona tak perlu sungkan. Hari ini Nona telah membuat keributan di parade. Sebenarnya ada masalah apa?”

Ziwei tidak langsung menjawab. Dia menoleh ke kiri dan kanan.

Erkang memberi isyarat kepada para pelayan. “Kalian semuanya keluar.”

Setelah para pelayan keluar dan pintu tertutup, barulah Ziwei bercerita.

“Margaku Xia, namaku Ziwei. Ibuku bernama Xia Yuhe. Kami tinggal di pinggir Danau Daming, di Jinan, Shandong. Sejak kecil aku tak punya ayah. Ibu tak pernah bicara tentang ayah. Aku juga tak berani bertanya. Karena setiap kali bertanya, Ibu pasti menangis.”

“Sejak kecil, ibu mengusahakan pendidikan terbaik bagiku. Karena tak punya banyak uang, Ibu menjual satu persatu warisan keluarga yang dia miliki demi mendatangkan guru-guru terbaik buatku. Aku diajarkan bermain alat musik, catur, menulis kaligrafi, melukis, puisi dan lagu. Aku juga diajarkan bahasa Manchu. Hingga tahun lalu Ibu sakit keras. Sadar kondisinya tak akan pullih, dia pun memberitahuku siapa ayahku sebenarnya.”

Semua orang mendengarkan Ziwei. Ziwei lalu bercerita perihal dua barang bukti: kipas dan lukisan. Perjalanannya ke Beijing setelah ibunya meninggal. Pertemuannya dengan Xiao Yanzi. Sampai ke hal mereka berdua mengangkat sumpah sebagai saudara.

“Karena aku dan Xiao Yanzi telah menjadi saudara, aku pun menceritakan seluruh kisahku padanya. Awalnya Xiao Yanzi kaget. Tapi kemudian dia mencarikan cara agar aku bisa menemui Kaisar. Lalu tibalah hari berburu. Kami bertiga mendaki tebing di sebelah timur arena perburuan bersama Jinshuo. Namun aku dan Jinshup tidak sanggup mendaki. Aku lalu meminta Xiao Yanzi yang pergi menemui Kaisar dengan membawa kedua barang bukti. Mulanya dia menolak, tapi kemudian bersedia. Sejak saat itu aku kehilangan kabar darinya. Sampai hari ini… aku melihatnya kembali. Tahu-tahu, dia telah menjadi Putri Huanzhu.”

Sampai di sini, semua orang termangu mendengar cerita Ziwei. Kisah Ziwei kedengaran sangat nyata dan sepenuhnya benar.

“Aku bersumpah,” kata Ziwei kemudian. “Seluruh kisahku ini benar. Tapi aku juga tidak menyalahkan orang lain bila menganggap kisahku ini bohong belaka. Sebab kedua barang bukti sudah tak kumiliki lagi. Tapi Tuan-Tuan bisa menyelidiki Xiao Yanzi di tempat tinggalnya di Beijing. Di sana dia memiliki dua teman yang telah mengenalnya sejak lama: Liu Qing dan Liu Hong. Identitasnya sama sekali tidak sulit ditemukan.”

“Bila aku teringat saat Xiao Yanzi menghilang, siang-malam aku mencemaskan serta mendoakannya. Kini, aku sangat sakit hati. Aku tidak peduli apakah aku seorang Gege atau bukan. tapi aku kecewa karena telah kehilangan seorang saudara yang baik serta kesempatan untuk mengenal ayahku.”

Ziwei tidak melanjutkan kata-katanya lagi. Dia menangis.

Fulun merasa prihatin dengan Ziwei. “Aku sudah memahami kisah Nona Xia,” katanya. “Jika yang Nona katakan adalah kenyataan, kami akan mengusahakan keadilan bagimu. Sekarang Nona tinggallah dulu di sini. Rawatlah lukamu hingga sembuh.”

Setelah itu Fulun meminta Fuqin untuk menyiapkan keperluan Ziwei yang lain.

Fulun bersiap meninggalkan ruangan. Erkang dan Ertai mengikuti. Tapi sebelum keluar, Erkang masih mengingatkan Ziwei agar meminum obatnya dengan teratur.

“Aku minta maaf karena telah memerintahkan para pengawal meringkusmu tadi. Tadi itu aku benar-benar tidak punya pilihan lain.”

Ziwei mengerti perkataan Erkang. “Tuan Muda justru telah menyelamatkanku. Jika saja aku jatuh ke tangan orang lain, mungkin aku sudah mati. Terima kasih karena Tuan Muda bersedia membawaku ke rumahmu dan mendengar kisahku yang panjang…”

Erkang melihat Ziwei dalam-dalam. Semakin dilihat, dia semakin terpesona.

***

Usai mendengar penuturan Ziwei, Erkang pergi ke penjara melapaskan Liu Qing dan Liu Hong.

Liu Qing dan Liu Hong ditahan karena berkelahi dengan pengawal ketika hendak mellindungi Ziwei. Setelah melepas kedua kakak-beradik itu, Erkang pergi ke rumah kumuh. Dia bercakap-cakap dengan beberapa penghuni di sana, juga kedua bersaudara Liu. Ucapan mereka persis seperti yang dikatakan Ziwei. Erkang pun memastikan, Ziwei-lah putri yang asli, sementara Xiao Yanzi adalah yang palsu.

Melihat bekas tempat tinggal dan mendengar latar belakang Xiao Yanzi, Erkang pun mengerti kenapa Xiao Yanzi begitu tergoda menjadi putri. Tapi kelakuan Xiao Yanzi ini juga sungguh keterlaluan. Berani membohongi Kaisar adalah kejahatan besar. Bisa mencelakakan banyak orang.

“Kurasa kalian berdua pasti merasa sangat aneh kenapa Xiao Yanzi bisa berubah jadi Putri,” kata Erkang pada Liu Qing dan Liu Hong. “Yah, mungkin karena dia berjodoh dengan Kaisar. Setelah dia dibawa ke istana dari tempat berburu itu, Kaisar sangat menyukainya dan mengangkatnya jadi putri. Maka, kalian lebih baik tidak membeberkan masa lalunya. Daripada nanti menyusahkan diri sendiri.”

Liu Qing merasa ada ancaman dari kata-kata Erkang. Dia menukas, “Xiao Yanzi berubah jadi siapapun boleh. Tapi sayang dia tak bisa mengubah dirinya sendiri. Seperti Sun Gokong yang bisa berubah jadi apapun, tapi dia tetaplah seekor kera!” (Sun Gokong = Kera Sakti).

“Jangan salah!” sergah Erkang. “Sekarang Xiao Yanzi sudah punya gelar dan dilindungi Kaisar. Dia kini anggota keluarga Kerajaan-bukan lagi gelandangan yang hidup di jalan. Aku pun tidak berani mencemari namanya!”

Liu Hong menyadari ancaman Erkang. Dia segera berkata sambil menarik Liu Qing, “Kami mengerti. Kami tak akan berani macam-macam.”

“Baguslah,” ujar Erkang lega. “Mengenai Nona Xia, untuk sementara dia akan tinggal di rumahku. Kemungkinan besar dia tak akan kemari lagi.” Erkang mengeluarkan beberapa uang perak. “Anggap saja ini sedikit pemberian dari Nona Xia. Pakailah untuk membeli keperluan orang-orang yang tinggal di sini.”

Liu Qing memandang Erkang dengan curiga. “Tampaknya, bukan hanya Xiao Yanzi yang berubah menjadi Putri. Ziwei pun telah berubah menjadi peri.”

Erkang kembali ke Graha Xuexi dan menyampaikan hasil penyelidikannya. Kesimpulannya, Xiao Yanzi itu memang putri palsu.

Ertai yang sejak awal menyukai Xiao Yanzi yang polos dan naïf, tidak percaya kalau dia seorang pengkhianat.

“Mana mungkin? Putri Huanzhu itu orang baik. Dia sangat blak-blakan. Orangnya sangat menarik dan lucu. Dia juga ramah dan memandang semua orang seperti saudara. Benar-benar seperti lelaki.” (Mungkin maksud Ertai, Xiao Yanzi itu tomboi)

“Tak peduli kau percaya atau tidak, kenyataannya memang seperti itu,” kata Erkang. “Putri palsu berada di dalam istana. Yang asli ada di sini. Ini suatu kekeliruan besar!”

Fuqin segera menyambung. “Hal ini sungguh tidak baik! Kaisar sangat menyayangi Putri Huanzhu. Dengan mengantar Tuan Putri mengunjungi Kuil Langit, Kaisar telah mengumumkan kepada semua orang kalau dia telah mengangkat seorang putri. Jika kemudian tersiar kabar kalau dia putri palsu, mau dikemanakan muka Kaisar? Waktu itu, pasti akan ada sekelompok orang mendapat hukuman. Salah satunya adalah Selir Ling. Kita sudah tahu kalau sejak dulu Permaisuri berseteru dengan Selir Ling. Ini seperti kesempatan emas bagi Permaisuri untuk menjatuhkan Selir Ling.”

“Istriku, aku sependapat denganmu!” sahut Fulun.

“Maksud Ayah? Kita akan diam saja dan membiarkan putri palsu tetap berada di dalam istana?”

Fulun menjawab Erkang, “Sementara ini, yang bisa lakukan adalah menahan Nona Xia tetap di sini agar tidak berkeliaran di luar. Jangan sampai ada orang lain mengetahui keberadaannya. Rahasia tentang putri asli dan palsu, sementara hanya kita sekeluarga yang tahu. Ini masalah sensitif. Kita keluarga Selir Ling. Jika semua ini terbongkar dan Kaisar murka, kita sekeluarga pun bisa celaka!” (Pada jaman dahulu di China, sistem eksekusi terhadap penjahat besar bisa dilakukan hingga keluarganya – termasuk anak, cucu sampai sepupu – ini dimaksud agar membabat habis penjahat tersebut hingga ke akar-akarnya).

“Lebih baik, kita berusaha perlahan-lahan. Kalian berdua, Erkang, Ertai, sering-seringlah berkunjung ke istana. Coba selidiki apakah tersiar desas-desus, atau coba cari waktu tepat bicara langsung dengan Putri Huanzhu. Tanyakan apakah dia mengenal Xia Ziwei, lalu lihat reaksinya.”

Ertai mengiyakan. Tapi ekspresi tidak puas tetap tampak di wajah Erkang. Fulun memperingati Erkang, “Sekarang ada seorang Xia Ziwei di kediaman kita. Kita belum tahu, dia itu sumber keberuntungan atau malapetaka. Karenanya, kumohon kau jangan bertindak sok pahlawan sebelum menyelidiki semuanya dengan tuntas, mengerti?”

Erkang menyadari kecemasan Fulun. Maka, ditekannya perasaannya, “Baik Ayah. Aku tidak akan bertindak gegabah.”

***

Sementara itu, di istana, Xiao Yanzi sangat memikirkan Ziwei sampai-sampai terbawa ke dalam mimpi.

Dalam mimpi itu, Xiao Yanzi melihat sosok Ziwei yang seperti hantu - berjalan menembus kabut dan menghampirinya.

“Xiao Yanzi, apa kabarmu?” Ziwei bertanya lembut.

“Baik…, eh…, tidak terlalu baik…,” jawab Xiao Yanzi gugup.

“Kau curi kipasku, kau curi lukisanku. Sekarang kau pun mencuri ayahku. Kau tentu sangat senang, kan?”

“Tidak… bukan seperti itu… aku… dengar dulu penjelasanku…”

Tiba-tiba ucapan Xiao Yanzi terputus karena Ziwei melompat ke arahnya dan mencekiknya. Xiao Yanzi ketakutan sekali. Dia berteriak, “Ziwei! Jangan begini! Kita kan saudara angkat. Kumohon….”

Xiao Yanzi teriak-teriak hingga terjatuh dari ranjang.

Dua dayang Xiao Yanzi, Mingyue dan Caixia yang tidur menemaninya langsung menghampiri. Mereka menepuk-nepuknya sambil berkata, “Putri, kau mimpi lagi, ya?”

Xiao Yanzi membuka mata. “Aku ada di mana?” tanyanya linglung.

“Ya, tentu saja di istana, Putri.”

Xiao Yanzi tertegun. “Oh…, kukira di rumah kumuh…”

Mingyue dan Caixia bingung melihat Xiao Yanzi. Tapi keduanya tidak berani berkata apa-apa.

“Sekarang jam berapa?”

“Jam dua malam, Putri.”

Xiao Yanzi mondar-mandir gelisah. Lalu berteriak, “Xiao Dengzi! Xiao Cuozi! Cepat kemari!”

Kedua kasim yang berjaga di luar bergegas masuk. Keduanya setengah mengantuk tapi tetap membungkuk.

“Hamba di sini!”

“Kalian jangan menyebut diri sendiri dengan sebutan ‘hamba’ di sini!” seru Xiao Yanzi.

“Em… Hamba tahu.” jawab kedua kasim.

Mingyue dan Caixia tertawa. Xiao Yanzi melotot ke arah kedua dayang, “Apa yang kalian tertawakan?”

Kedua dayang itu langsung berlutut dan berkata, “Hamba pantas mati!”

Xiao Yanzi kesal sekali. “Apanya yang ‘hamba patut mati’?”Ingat, kalian tidak boleh mengucapkan kata-kata itu di sini! Kalian bukan hamba, mengerti?”

Keempat pelayan Xiao Yanzi membeo, “Hamba mengerti!”

Xiao Yanzi pasrah. Dia beralih ke masalah lain. Dimintanya Xiao Dengzi dan Xiao Cuozi menurunkan tembaga pengait kelambu tempat tidur.

Menjelang jam empat subuh, Xiao Yanzi memakai baju kedodoran dan cadar hitam menutupi wajahnya. (Ninja Xiao Yanzi… kekekek). Perlahan-lahan dia berjalan menuju tembok istana bagian barat.

Xiao Yanzi mengendap-endap. Melihat tak ada orang di sekitar situ, dia pun mengeluarkan seutas tali yang ujungnya terbuat dari kawat tembaga tempat tidur. Diayunkannya lalu dilemparkannya ke atas tembok. Setelah kait itu tersangkut di atas tembok, Xiao Yanzi mulai memanjat.

Tembok istana amat tinggi. Xiao Yanzi kepayahan. Dia mencoba memanjat beberapa kali tapi justru merosot ke bawah berkali-kali pula. Dia mulai mengomel, “Setiap hari makan terus sampai gemuk! Ilmu gingkang – meringankan tubuhku pun lenyap…”

Xiao Yanzi sudah memanjat pertengahan tembok. “Sial! Ada pengawal datang!” dia menjerit dalam hati. Namun, siapa sangka pada saat genting begitu kait tembaga sudah tidak mampu menahan tubuh Xiao Yanzi. Terdengar bunyi ‘Krek!’ – lalu kawat pun putus.

Suara itu menarik perhatian para pengawal. Mereka berseru, “Suara apa itu? Siapa di sana? Ayo lekas keluar!”

Sekonyong-konyong Xiao Yanzi jatuh berdebum. Para pengawal dengan pedang terhunus segera berdatangan mengepung Xiao Yanzi.

Xiao Yanzi ketakutan sekali. Dia berteriak, “Para pahlawan sekalian, ampuni aku!!!”

“Hah? Perempuan?”

Seorang pengawal menyibakkan cadar Xiao Yanzi dengan pedangnya. Sejurus kemudian mereka semua jatuh berlutut dan berseru, “Putri Huanzhu!”

***

Hari masih sangat pagi, Qianlong sudah dikejutkan oleh kedatangan pengawal yang membawa Xiao Yanzi ke kediaman Selir Ling, Istana Yanxi.

Kaisar baru bangun, masih setengah mengantuk. Dia mengucek mata dan tak percaya melihat Xiao Yanzi memakai baju kasim kedodoran, wajahnya kumal. (Mungkin Kaisar mengira dia bermimpi melihat Putri Huanzhu kesayangannya jadi gembel…)

“Ada masalah apa? Mengapa kau berdandan layaknya seorang penyusup?” tanya Qianlong. Dia lalu mengambil seutas tali yang ujungnya dibuat dari kawat tembaga tempat tidur. “Apa ini?”

“Itu ‘Cambuk Cakar Terbang’,” Xiao Yanzi menjawab.

“Hah?” Qianlong semakin kaget.

“Tentu saja bukan ‘Cambuk Cakar Terbang’ sungguhan. Aku mengarangnya….”

“Kau jatuh di mana?” tanya Selir Ling.

“Di tembok istana sebelah barat. Aku terjatuh hingga sekujur tubuhku sakit semua. Aku juga nyaris dibunuh pengawal karena disangka penyusup.”

Qianlong langsung pusing sewaktu membayangkannya. “Jadi kau hendak melompati tembok? Sebenarnya apa maumu?”

Xiao Yanzi merasa sedikit bersalah, “Aku mau jalan-jalan keluar istana. Tapi setiap gerbang dijaga ketat sehingga aku tidak bisa keluar. Memang tinggal di istana menyenangkan – tapi aku juga ingin bertemu dengan teman-temanku yang dulu. Aku benar-benar merindukan mereka!”

Qianlong memelototi Xiao Yanzi. “Menghebohkan! Sekarang kau kan sudah jadi Gege, bukan lagi gadis biasa yang hidup di luar sana. Bagaimana cara ibumu mendidikmu?” Qianlong beralih mengamati tali berkait tembaga. “Dari mana kau belajar membuat benda semacam ini? ‘Cambuk Cakar Terbang’, eh?”

“Aku ingat sekali ibumu adalah seorang wanita yang lembut bagaikan air. Bagaimana mungkin dia bisa mengajarkan cara-cara hidup dunia kangouw – persilatan, macam begini padamu?”

Melihat Kaisar murka, Selir Ling cemas. Berulang kali dia memberi isyarat mata pada Xiao Yanzi agar segera meminta maaf. Tapi gadis itu malah merasa terhina oleh perkataan Qianlong, mengabaikan isyarat Selir Ling dan malah menjawab Kaisar dengan berani,

“Mohon Huang Ama jangan menyinggung-nyinggung soal Ibuku! Coba renungkan, pernahkah Huang Ama mengingat ibuku? Ibu seperti air sedangkan Huang Ama seperti api! Di istana ini Huang Ama punya permaisuri serta begitu banyak selir. Apalah artinya ibuku? Huang Ama sudah lama melupakannya! Kalau memang ingat, Huang Ama tidak mungkin membiarkannya membeku di Danau Daming dan hidup seperti janda sampai ajal menjemputnya!”

Xiao Yanzi merasa tak bisa lagi menahan perasaan kesalnya untuk mewakili Ziwei yang ibunya diabaikan Qianlong. Kaisar, yang seumur hidupnya belum pernah dinbantah seperti itu serta-merta menggebrak meja dan berseru, “Kurang ajar!”

Pada saat Kaisar menggebrak meja, seluruh dayang dan kasim yang ada di ruangan itu langsung jatuh berlutut. Hanya Xiao Yanzi yang tetap berdiri tegak.

Selir Ling buru-buru menghampiri dan mendorong Xiao Yanzi. “Ayo, lekas minta maaf pada Huang Ama. Katakan kau memang bersalah.”

“Apa salahku?” Xiao Yanzi balik bertanya. “Aku tahu, sejak masuk istana ini, cepat atau lambat, seseorang akan memenggal kepalaku!” Lalu dia menambahkan dengan penuh emosi, “Huang Ama, kukatakan yang sejujurnya. Aku bukan seorang Gege! Jadi, biarkan saja aku pergi!”

Pernyataan Xiao Yanzi membuat semua orang yang ada di ruangan itu terkejut. Selir "Ling sangat kaget. Dia menegur, “Putri, mengapa kau bicara begitu? Sekalipun kau bersitegang dengan Huang Ama-mu, kau tetap tak boleh bicara sembarangan. Kau bukan lagi hidup di antara rakyat jelata. Bagaimanapun, ayahmu seorang Kaisar!”

Xiao Yanzi tertawa getir. “Ayahku bukan Kaisar. Siapa ayahku yang sesungguhnya, aku pun tak tahu!”

Qianlong menatap Xiao Yanzi yang mukanya penuh amarah. Sikapnya benar-benar keras kepala dan tidak mengenal kompromi. Keberanian seperti itu tidak pernah ada di antara sekian banyak putra-putri Kaisar. Kalau dipikir-pikir, kata-kata Xiao Yanzi soal Xia Yuhe ada benarnya juga. Qianlong mendesah. Nada bicaranya akhirnya melembut.

Xiao Yanzi, aku tahu telah bersalah pada ibumu. Sebenarnya waktu itu aku telah berencana menjemput ibumu – akan tetapi waktu itu bersamaan dengan kematian Permaisuri Xiao Xian yang membuatku amat berduka hingga tak berniat melakukan apapun.”

“Aku juga mengerti perasaanmu. Selama ini kau memendam amarah padaku dan baru sekarang kau mengungkapkannya. Aku mengerti, ibumu…, dia menyalahkan dan membenciku seumur hidupnya. Tapi ucapanmu tadi yang mengatakan kau bukan putriku - kuharap, jangan kau ulangi lagi.”

Xiao Yanzi menatap Qianlong dengan mata terbelalak. Sungguh dia tak menyangka reaksi Kaisar akan melunak seperti itu. Sementara, Qianlong menganggap sorot mata Xiao Yanzi sebagai pengertian antara ayah dan putrinya. Hati sang Kaisar pun dipenuhi kelembutan dan kepedihan sekaligus.

“Terus terang, di antara sekian banyak putra-putriku, tak seorang pun bernyali besar seperti kau, berani menantangku. Hari ini demi ibumu, aku akan memaafkanmu,” kata Qianlong. “Kemarilah, apa kau benar-benar marah padaku sehingga tak mau mendekatiku lagi?”

Selir Ling segera mencairkan suasana. Dibimbingnya Xiao Yanzi kea rah Qianlong sambil berkata, “Yang Mulia, lihatlah wajah Putri yang mirip anak kucing. Setelah semalam melompat tembok, jatuh dan hampir dibunuh pengawal, dia jadi emosional. Dia kaget, juga lelah.”

Qianlong mengulurkan tangan meraih lengan Xiao Yanzi. Dipandanginya gadis itu baik-baik.

“Dulu waktu aku masih muda, emosiku juga meledak-ledak sepertimu.”

“Hwaaa…,” Xiao Yanzi tiba-tiba berseru. Dia menghambur memeluk Qianlong erat-erat. Suaranya parau berkata, “Sebelum ini aku tak tahu betapa bahagianya puny ayah. Huang Ama, aku sangat takut jika Anda begitu baik padaku seperti ini, maka aku benar-benar tak dapat berpisah dengan Anda!”

Qianlong membalas pelukan Xiao Yanzi. Dengan lemah lebut berujar, “Gadis bodoh, sejak dulu kau adalah Putri Huanzhu yang kusayangi. Mana mungkin aku membiarkanmu meninggalkanku?”

Qianlong mengusap-usap kepala Xiao Yanzi. “Kelak kalau kau ingin keluar istana, jangan melompati tembok lagi. Kita orang Manchu sangat sopan dan terpelajar. Pria dan wanita punya kedudukan yang sama. Sama-sama boleh menunggang kuda dan memanah. Kalau kau ingin keluar istana, berdandanlah sebagai pria dan ajak Xiao Dengzi serta Xiao Cuozi menemanimu agar lebih aman.”

Xiao Yanzi gembira sekali mendengar perkataan Qianlong. Dia langsung bersujud mengucapkan terima kasih.

“Terima kasih Huang Ama! Terima kasih!”

“Tapi ada syaratnya,” Kaisar tersenyum. “Dua hari lagi kau harus pergi ke sekolah Kerajaan untuk belajar bersama para Pangeran. Qi Xiaolan akan mengajarimu secara khusus. Pengetahuan Guru Qi sangat luas. Ibumu belum pernah mengajari cara membuat puisi dan pantun, bukan? Kau akan mengejar ketertinggalan itu.”

Wajah Xiao Yanzi langsung tegang. “Huh! Aku harus belajar! Sungguh menyebalkan! Kenapa sih jadi putri demikian repot?” omelnya dalam hati.

***

Keluar dari Istana Yanxi, Xiao Yanzi berjumpa dengan Yongqi dan Ertai. Keduanya kaget melihat penampilan Xiao Yanzi yang lusuh serta mendengarnya mencoba kabur dari istana semalam.

“Kau benar-benar penuh kejutan! Putri seperti ini belum pernah kutemui dimanapun,”
Yongqi terkagum-kagum. “Mengapa kau berdandan seperti ini?”

Xiao Yanzi melihat sekeliling lalu berkata, “Di sini tidak leluasa. Yuk, ke Paviliun Shuofang untuk membicarakannya.”

Kedua pemuda itu heran tapi mereka tetap mengikuti Xiao Yanzi menuju kediamannya.

Sesampainya di Paviliun Shuofang, keempat pembantu Xiao Yanzi sudah kelihatan mengantuk berat. Xiao Yanzi pun memerintahkan keempatnya untuk tidur.

”Hamba tidak berani tidur!” jawab keempatnya.

Xiao Yanzi marah. Dipelototinya keempatnya sambil berkata, “Sudah kubilang di kediamanku ini, kata-kata seperti: ‘hamba tidak berani’, ‘hamba yang rendah’, ‘hamba patut mati’, tidak boleh diucapkan! Siapa yang mengatakannya maka gajinya akan dipotong! Semakin sering kalian mengucapkannya maka gaji kalian akan ludes semua!”

“Hamba mematuhi perintah!” keempatnya membeo lagi.

Xiao Yanzi benar-benar tidak berdaya. Akhirnya dia mengibaskan tangan sambil berkata, “Sudahlah! Kalian semua pergilah! Kalau belum kupanggil, jangan ada yang masuk kemari.”

“Siap!” keempat pelayan itu akhinya undur diri.

Yongqi yang tinggal di istana dan terbiasa dengan perkataan ‘hamba’ tak habis pikir dengan tindakan Xiao Yanzi.

“Mengapa mereka tidak boleh mengatakan ‘hamba’?”

Kata Xiao Yanzi kepada Yongqi, “Kau sudah terbiasa dipanggil Yang Mulia Pangeran sehingga beranggapan mereka yang bekerja sebagai pelayan, sejak lahir memang telah ditakdirkan jadi budak sahaya. Apa Pangeran Kelima tidak tahu kalau mereka punya ayah dan ibu? Hanya saja karena keluarga mereka tidak mampu, mereka lalu dikirim jadi pelayan. Kasihan sekali bukan? aku dulu bukanlah seorang Putri. Jadi aku tidak menyetujui tata krama semacam ini. Setiap kali mereka bilang diri mereka adalah ‘hamba’, aku jadi sedih.” (Wow, pemikiran Xiao Yanzi ini lebih simple dari seluruh pemikiran filosofis Aristoteles :P)

“Apalagi para kasim,” lanjut Xiao Yanzi lagi. “Sebelum masuk istana, tubuh mereka terlebih dahulu di… di…”

“Dikebiri, maksudmu?” Ertai menyambung perkataannya.

“Benar! Bagaimana menjelaskan hal semacam itu pada mereka? Hal itu membuat mereka bingung terhadap identitas mereka.Mereka lelaki tapi tidak merasa sebagai lelaki. Mereka bahkan tidak merasa menjadi bagian dari manusia seperti kita!”

Xiao Yanzi mendesah. Kemudian, ditatapnya kedua pemuda itu.

“Kembali ke persoalan semula. Kalian mau membantuku atau tidak?”

“Membantumu dalam hal apa?” tanya Yongqi.

“Bawa aku keluar istana! Sebagai pelayan atau kasim kalian pun tidak apa-apa! Pokoknya aku harus keluar istana secepatnya karena Huang Ama tidak mengijinkanku keluar sebelum aku lulus pelajaran Guru Qi!”

Yongqi terkejut. Pada masa itu, seorang putri hanya akan tinggal di kaputrenan dan tidak pernah diperbolehkan keluar istana kecuali pada acara-acara yang amat khusus. Meski istana tempat yang megah dan sangat mewah, para putri hidup terkungkung di dalam kepungan temboknya.

“Ini… kurang baik,” jawab Yongqi.

Ertai menyambung, “Kau mau keluar untuk apa? Kalau kau kepingin sesuatu di luar istana, katakan saja padaku. Aku akan membelikannya untukmu.”

Xiao Yanzi merasa putus asa. “Kalian tidak mengerti! Aku harus keluar untuk menemui seseorang! Aku punya adik angkat bernama Xia Ziwei! Aku rindu padanya! Aku ingin tahu apakah kabarnya baik-baik saja atau tidak? Aku kepingin menengoknya, dan membagi uang serta perhiasan yang kumiliki di sini untuknya. Aku juga ingin bercerita banyak hal padanya!”

Ertai terperanjat. Xia Ziwei! Adik angkat! Rupanya dalam hati si Putri Huanzhu belum melupakan orang yang bernama Xia Ziwei itu!

Pulang ke Graha Xuexi, Ertai menyampaikan ‘temuannya’ itu kepada Erkang dan Ziwei.
Dia juga bercerita tentang Xiao Yanzi yang melompati tembok istana semalam untuk keluar menemui Ziwei.

“Kau katakana padanya kalau Nona Xia ada di rumah kita?” tanya Erkang.

“Tidak. Aku belum berani mengatakannya sebelum berembuk dengan kalian. Tapi menurutku, Putri Huanzhu itu bukan penipu. Dia sangat berperasaan. Dia kelihatan jujur dan masih polos.”

Erkang menatap Ziwei. Dengan hati-hati bertanya, “Maukah kau bertemu dengan Xiao Yanzi?”

Ziwei terkejut. “Apakah bisa? Bagaimana caranya?”

“Caranya ada dua,” jawab Erkang. “Pertama, kau yang menyelinap masuk istana. Yang kedua, dia yang menyelinap keluar istana.”

“Sebenarnya kedua cara ini pun sama-sama beresiko. Xiao Yanzi sudah membuat berbagai keonaran. Orang-orang di istana kini jadi amat memperhatikannya. Khususnya Permaisuri. Dia pasti sudah tidak tahan buat menciduk kepalanya itu. Kelihatannya, masalah ini tak dapat lagi disembunyikan dari Pangeran Kelima. Ertai, kau harus sampaikan hal ini padanya.”

“Aku percaya Pangeran Kelima tidak akan membocorkan rahasia ini!” sahut Ertai.

Erkang kembali menatap Ziwei. “Nona Xia…”

Ziwei memotong, “Bisakah kalian tidak memanggilku Nona Xia? Kalau kalian tidak keberatan, panggil saja aku Ziwei.”

“Baik,” Erkang menjawab. “Kalau begitu kau juga tak perlu lagi memanggil kami dengan sebutan Tuan Muda. Panggil saja Erkang dan Ertai saja.”

Ziwei setuju. Erkang melanjutkan, “Kau mesti mempersiapkan diri untuk pertemuan itu. Kini Xiao Yanzi adalah kesayangan Kaisar. Belum tentu dia mau melepaskan kedudukan putrinya untukmu. Kalau Kaisar tahu dia putri palsu, sesuai hukum istana, dia harus dihukum mati. Nah, apakah kau ingin melihatnya dihukum mati?”

Hati Ziwei terasa kecut. “Aku dan Xiao Yanzi pernah saling bersumpah menjadi saudara. Aku mengucapkan sumpah itu dengan amat tulus. Meski aku sangat marah, dia tetaplah kakakku. Sekarang aku hanya ingin bertemu dengannya. Meminta penjelasan apa sesungguhnya yang telah terjadi. Asal dia bisa memberi penjelasan, aku akan kembali ke Jinan dan menjadi Xia Ziwei seumur hidup.”

Kata-kata Ziwei membuat Erkang jadi tersentuh. Itu artinya, Ziwei tidak lagi mendambakan status putri asal Xiao Yanzi bisa menjelaskan semua hal ini padanya.

“Tapi… kalaupun demikian, kau tak perlu sampai harus kembali ke Jinan. Pertemuan antara manusia kadang penuh misteri. Langit barangkali telah memeiliki rencana lain bagimu.”

Ziwei terpana dengan perkataan Erkang yang sepertinya bermaksud lain. Sementara Erkang terus menatapnya dengan tatapan yang membuat jantung Ziwei deg-degan.

***

Siang itu, Yongqi dan Ertai tergesa-gesa memasuki Paviliun Shuofang menemui Xiao Yanzi.

Xiao Yanzi terkejut melihat kedatangan keduanya yang mendadak. Apalagi wajah Yongqi sangat serius. Belum pernah dia melihat Pangeran Kelima berwajah seserius itu.

Yongqi menyuruh para pelayan keluar ruangan dan menutup seluruh pintu serta jendela. Pembicaraan rahasia segera akan dimulai.

“Ertai sudah memberitahu semuanya padaku. Apa kau mencari seseorang bernama Xia Ziwei?” tanya Yongqi. “Dia sekarang berada di Graha Xuexi – kediaman Fulun. Sekarang, aku dan Ertai menginginkan pengakuanmu. Terus teranglah, kau ini sebenarnya seorang Gege atau bukan?”

Xiao Yanzi tak berani berkata-kata. Ditatapnya kedua pemuda itu dengan was-was.

“Kau bisa mempercayai kami!” kata Ertai. “Kalau aku ingin mencelakaimu, aku tak akan memberitahu Pangeran Kelima terlebih dulu dan kemari untuk mengecek kebenarannya denganmu. Aku tinggal mengantar Ziwei ke hadapan Kaisar dan selesailah semuanya!”

Xiao Yanzi mulai gemetaran. Dia bertanya cemas, “Apakah Ziwei baik-baik saja? Dia pasti membenciku. Dia pasti telah memaki-makiku.”

“Mana mungkin dia baik-baik saja?” sahut Ertai. “Ketika hari parade dia melihatmu, dikejarnya tandumu hingga ditangkap dan dipukuli pengawal. Untung kakakku membawanya ke kediaman kami. Dia kini tinggal di sana hingga sekarang. Setiap hari gundah dan selalu menangis bila mengingatmu.”

Mata Xiao Yanzi mulai berkaca-kaca. Ertai melanjutkan, “Katanya dia sangat ingin bertemu denganmu, sekali saja… mendengar seluruh pengakuan langsung dari mulutmu sendiri. Dia bilang meski kau telah menipunya, kau tetaplah saudaranya!”

Kali ini Xiao Yanzi benar-benar telah menangis. “Aku tidak melakukannya dengan sengaja… Sungguh! Aku tidak sengaja…,” ujarnya.

Yongqi terperanjat menatapnya. “Apa?! Jadi semua kisah itu benar? Kau putri palsu sedang Ziwei adalah putri yang sebenarnya?”

Air mata Xiao Yanzi mengalir semakin deras. Dia mengangguk-angguk cepat.

Yongqi dan Ertai terbelalak menatap Xiao Yanzi. Terutama Yongqi. Dia amat shock.
Ditepuknya kepalanya sambil berujar, “Astaga! Astaga...

Bersambung

BACA JUGA SINOPSIS LAINNYA



0 comments:

Post a Comment


Friend Link List