Recent Post


[Sinopsis Novel] Putri Huan Zhu/ Huan Zhu Ge Ge 1 Bagian 8

Do you want to share?

Do you like this story?



Judul Asli : Huan Zhu Ge Ge 2: Shui Shen Huo Re
Pengarang : Chiung Yao (Qiong Yao)
Penerbit : Crown Publishing Co., Taipei – Thaiwan.

Judul Bahasa Indonesia: Putri Huan Zhu 1: Rahasia Yang Belum Terungkap
Alih bahasa : Pangesti A. Bernardus (koordinator), Yasmin Kania Dewi, Tilly Zaman, Wisnu Adi Hartono
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama, Desember 1999 (edisi pertama)

Cerita Sebelumnya:
Hubungan Erkang dan Ziwei kembali diuji. Kali ini, Ziwei dan Jinshuo sampai meninggalkan Graha Xuexi. Mereka memang berhasil ditemukan. Dan Erkang pun mengajukan gagasan yang selama ini dipikirkannya: memasukkan Ziwei ke istana agar bisa mendekati Kaisar. Ziwei dan Jinshuo masuk istana sebagai dayang Xiao Yanzi. Dan siapa sangka - pada hari pertama masuk, Ziwei sudah bisa bertemu dengan orang yang selama ini dia cari. Ayahnya…

VIII

Qianlong melangkah masuk istana Yanxi dengan tegap dan penuh wibawa. Membuat Xiao Yanzi, Ziwei, Jinshuo dan Fuqin terpaku.

Ziwei akhirnya mendengar suara ayahnya. Kaisar Qianlong menyapa Selir Ling. “Hari ini aku gembira. Masalah Mian Dian (Myanmar) telah teratasi. Mereka rupanya mengirim utusan untuk berembuk…,” dilihatnya Fuqin. Oh, disini sedang ada tamu?”

Fuqin segera membungkuk memberi salam, “Hamba menghadap Yang Mulia Kaisar!”

Qianlong mengangguk dan berkata ceria, “Aku baru saja bertemu Fulun. Kedua putra kalian, Erkang dan Ertai juga bekerja semakin bagus. Kalian sebagai orang tua memang pandai mendidik anak!”

Qianlong melihat Xiao Yanzi. Dia semakin ceria. “Kemari, kemari! Kau memang kuijinkan tidak belajar tata krama – tapi kalau bertemu Huang Ama harus tetap menyapa. Kenapa dari tadi kau bengong di situ?”

Seperti Ziwei, Xiao Yanzi berdebar-debar melihat kedatangan Qianlong. Diliriknya Qianlong dan Ziwei bergantian. Dalam hatinya berseru, “Lihatlah! Ini baru putrimu! Dialah Putri Huanzhu-mu yang sebenarnya!”

Xiao Yanzi dengan canggung mendekati Qianlong. “Xiao Yanzi menyalami Huang Ama,” katanya sambil menekuk lutut dan melambaikan sapu tangan.

Qianlong tertawa, “Hari ini kau tampak serius ya?”

Tiba-tiba Qianlong melihat Ziwei dan Jinshuo yang sedang berlutut. Ziwei juga sedang mengamati Qianlong. Pandangan mereka bertemu, dan seketika jantungnya berdegup semakin kencang. Seharusnya kepalanya menunduk. Tapi dia tak kuasa mengalihkan pandangannya. Di depan itu ayahnya… dia begitu tampan, begitu jangkung, begitu berwibawa…

Qianlong menatap Ziwei lalu berkata, “Bangkitlah! Siapa pun yang melihatku jangan berlutut sampai lupa berdiri!”

Ziwei gugup sewaktu Qianlong bicara padanya. Fuqin lekas-lekas menghampiri, menyentuh lembut bahunya mengingatkan, “Kaisar menyuruh kalian berdiri, cepat ucapkan terima kasih!”

Ziwei segera tersadar dari lamunannya. Dia bersujud dan dengan suara bergetar berkata, “Terima kasih atas kebaikan Yang Mulia!”

Jinshuo mengikuti Ziwei lalu memapah Ziwei berdiri. Panggilan ‘Nona’ nyaris meluncur dari mulutnya. Syukurlah Jinshuo langsung ingat petunjuk Erkang.

“Mereka dayang baru dari Graha Xuexi. Saya berikan untuk Xiao Yanzi,” kata Selir Ling.

“Oh,” Qianlong termangu sesaat lalu menoleh ke arah Xiao Yanzi. “Kenapa kau jadi pendiam hari ini? Biasanya kau banyak bicara…”

Xiao Yanzi terkejut ditegur Qianlong. Segera saja dia mencerocos, “Huang Ama, masalah Mian Dian (Toko Mi) dan Sheng Jiang (Jahe Segar) sudah beres kan?” (Sebenarnya, yang dimaksud Xiao Yanzi adalah Myanmar/ Birma – Mian Dian dan Xinjiang – wilayah muslim di China Barat Laut).

Qianlong bigung. Ditelaahnya kata-kata Xiao Yanzi sesaat lalu tertawa sambil menepuk-nepuk Xiao Yanzi. “Benar, masalah ‘Toko Mi’ sudah selesai. Urusan ‘Jahe Segar’ juga telah teratasi…” Dipelototinya Xiao Yanzi. “Toko Mi, Jahe Segar, apa-apaan itu? Jangan-jangan besok kau akan sebut wilayah bernama ‘Mayou’ – minyak wijen! Katakan pada Guru Qi, aku ingin kau menghapal nama-nama wilayah di perbatasan!”

“Aduh! Bagaimana aku bisa mengerti nama-nama itu?” seru Xiao Yanzi panik. Kepalanya pusing memikirkan belajar bersama Guru Qi. “Bolehkah aku tidak ke sekolah istana besok? Sebab aku punya dayang baru… Ini Ziwei! Dan itu Jinshuo!”

Tanpa disangka-sangka, Xiao Yanzi menarik Ziwei ke hadapan Qianlong. Ziwei kaget sekali. Sebaliknya, Qianlong merasa aneh. Dia hanya memandangi Ziwei dan Jinshuo sekilas lalu berkata, “Ya, ya! Kalian sekarang boleh pergi.”

Xiao Yanzi segera pamit pada Qianlong. Ziwei kecewa melihat Qianlong tak menghiraukannya. Dia dan Jinshuo menyalami Kaisar lalu ikut keluar bersama Xiao Yanzi.

Di luar istana Yanxi, Ziwei tampak lesu sementara Jinshuo gembira bukan kepalang.

“Aku akhirnya bertemu Kaisar! Seumur hidupku pertama kalinya aku bertemu Kaisar! Beliau begitu tampan, juga baik sekali…”

Xiao Yanzi mendengus. “Kau belum lihat kalau dia sedang marah! Sekali saja dia menggebrak meja, seisi ruangan langsung berlutut.”

Jinshuo terkejut mendengar itu. Tiba-tiba dipandanginya Ziwei yang diam sedari tadi. Jinshuo menyadari sesuatu.

“Nona, kau jangan sedih diabaikan oleh Kaisar. Dia kan belum tahu kamu siapa…”

Semangat Ziwei pelan-pelan kembali usai dihibur Jinshuo. “Aku belum menyerah. Hanya saja tadi itu aku memang sedikit kecewa karena dia tidak menatapku lebih lama.”

Xiao Yanzi juga memberi semangat. “Ziwei, jangan hilang harapan! Pokoknya sekarang kita sudah bersama. Kau bahkan sudah bisa bertemu Kaisar. Awal yang baik, bukan?”

Ziwei akhirnya tersenyum. “Benar! Dalam keadaan putus asa pun, selalu masih ada jalan keluar…”

Ziwei akhirnya terpengaruh kegembiraan Xiao Yanzi dan Jinshuo. Dia lalu menggoda Xiao Yanzi, “Tuan Putri, silakan berjalan lebih dulu… hamba akan mengikuti dari belakang…”

Xiao Yanzi langsung mengancam, “Jangan berani bilang ‘hamba’ di kediamanku – atau gajimu akan kupotong!”

Ziwei dan Jinshuo tertawa. Tiba-tiba, ketiga gadis itu memergoki seorang kasim tengah mengamat-amati mereka dari ujung koridor.

Xiao Yanzi langsung menggamit Ziwei. “Jangan lewat situ! Aku tak mau berpapasan dengan mata-mata Nenek Sihir itu!”

Ziwei dan Jinshuo akhirnya mengikuti Xiao Yanzi berputar melalui jalan yang lain.

***

Malamnya, ada pesta di paviliun Shuofang.

Xiao Yanzi telah mengenalkan Ziwei dan Jinshuo pada seluruh penghuni Pavikiun Shuofang. Xiao Yanzi menjelaskan kalau Ziwei itu sebenarnya adalah saudara angkatnya. Tapi Ziwei yang tahu kalau posisinya kini adalah dayang Xiao Yanzi, meminta agar para dayang dan kasim tidak memanggilnya Nona.

Melihat Ziwei dan Jinshuo yang ramah, Mingyue, Caixia, Xiao Dengzi dan Xiao Cuozi bersikap baik. Mereka semua masih bingung dengan identitas kedua dayang baru itu. tapi tak berani bertanya.

Pesta malam itu untuk menyambut kedatangan Ziwei dan Jinshuo. Xiao Yanzi mengajak seluruh penghuni Paviliun Shuofang berpesta. Dipaksanya semua minum arak tanpa terkecuali. Mereka semua minum hingga mabuk.

Saat mabuk, Xiao Yanzi mulai ngelantur, “Siapalah aku ini? Tidak punya kesetiaan, tidak punya pula keberanian. Aku penipu! Dulu aku menipu untuk mencari sesuap nasi. Sekarang aku menipu ayah Ziwei. Aku jahat! Saudara sendiri pun telah kutipu. Aku memang pantas mati!”

Ziwei juga sudah terhuyung karena mabuk. “Tenanglah! Saat ini Raja Akhirat sedang sibuk, dia tak sempat mengirim malaikat untuk mencatat kesalahanmu. Kujamin kau tak akan mati… Kan ada aku yang menjagamu…”

Tiba-tiba terdengar bunyi ‘krek’ di luar jendela Paviliun Shuofang.

Xiao Yanzi langsung berdiri. “Siapa itu?” teriaknya.

Sekelabat bayangan hitam melintas cepat. Xiao Yanzi melompat, menghampiri dan mendobrak daun jendela.

“Kalau berani, keluar kau!” serunya. Tapi bayangan hitam itu sudah pergi.

Xiao Yanzi tidak puas. Dia meringankan tubuh mencoba melayang keluar jendela. Apes, karena pengaruh arak, begitu meloncat bukan tubuhnya yang melayang – melainkan kepalanya terhantam kusen jendela. Xiao Yanzi langsung terjatuh sambil mengerang kesakitan.

Ziwei dan lain-lainnya segera menghampiri. “Aiya!” seru Ziwei. “Dahimu benjol besar sekali! Cepat ambil obat gosok!”

Mingyue segera menyambung, “Di sini banyak sekali jenis obat. Kaisar menitipkan bermacam obat karena khawatir Putri gampang terluka. Biar kuambilkan.”

Xiao Yanzi melepaskan diri dari pelukan Ziwei. Dia memaki-maki ke arah jendela.

“Kurang ajar! Beraninya cuma main sembunyi! Kalau berani, keluar kau dan tunjukkan identitasmu!”
Xiao Yanzi sudah bersiap akan mengejar si bayangan hitam itu lagi. Ziwei segera menahannya. “Berdiri saja kau tidak tegak. Bagaimana bisa mengejar orang itu?”

Xiao Yanzi marah-marah. “Memangnya apa hebatnya dia? Malam-malam mengintip kemari… Awas! Besok akan kubawa Liu Qing dan Liu Hong masuk istana juga sebagai pengawalku! Lalu kita lihat, apa dia masih bisa kabur? Sial!!!”

Pesta itu pun berakhir lebih cepat karena gangguan si bayangan hitam.

***

Keesokan harinya, Erkang, Ertai dan Yongqi mengunjungi Paviliun Shuofang.

Karena sebelumnya Erkang tiap hari bertemu Ziwei di Graha Xuexi, maka meski Ziwei baru pindah ke istana sehari, Erkang sudah amat merindukannya. Tapi berkunjung ke Paviliun Shuofang seorang diri akan menarik perhatian. Maka, dia meminta Yongqi dan Ertai menemaninya.

Ziwei terkejut sewaktu melihat Erkang datang berkunjung. “Kita baru berpisah sehari kau sudah datang. Bukankah kau pernah bilang kalau setelah masuk istana kita jadi jarang bertemu?”

“Aku kemari karena ingin tahu perkembanganmu. Apakah kau baik-baik saja?”

“Aku baru masuk istana sehari. Mana mungkin ada perkembangan begitu cepat? Kemarin aku memang berjumpa Kaisar dengan agak tergesa-gesa. Tapi setelah itu aku tidak pernah lagi berjumpa Beliau.”

Yongqi sadar kalau situasinya agak rawan. “Kalian berdua jangan terlalu lama bicara. Erkang, kalau sudah selesai, ayo pergi! Kunjungan kita bertiga ke Paviliun Shuofang seperti ini akan menimbulkan kecurigaan.”

Yongqi melihat dahi Xiao Yanzi yang benjol. “Kenapa keningmu? Kau habis berkelahi?”

Kata-kata Yongqi langsung mengingatkan Xiao Yanzi pada peristiwa semalam.

“Kalian bertiga lekas usahakan Liu Qing dan Liu Hong masuk istana agar dapat menjadi pengawalku!”

Yongqi membelalak. Ertai menyahut, “Kita baru saja memasukkan Ziwei dan Jinshuo dengan susah payah. Nanti kalau Liu Qing dan Liu Hong sudah masuk, barangkali kau akan meminta seisi rumah kumuh pindah ke istana…”

“Tapi ada penyusup berkeliaran di sini! Semalam penyusup itu mengintip di luar jendela. Aku coba mengejarnya tapi kepalaku terbentur.”

“Itu barangkali karena kau mabuk,” sambung Ziwei.

Ketiga pemuda terperanjat. “Ada penyusup? Apa kalian sempat memperhatikannya? Kenapa Xiao Dengzi dan Xiao Cuozi tidak berjaga di luar waktu itu?” tanya Yongqi.

“Mereka juga mabuk,” jawab Jinshuo. “Semalam Xiao Yanzi mengadakan perjamuan. Semua orang minum arak hingga mabuk.”

Ketiga pemuda kembali terperanjat. Erkang memarahi Xiao Yanzi. “Kau jangan terlalu ceroboh! Sesenang apapun, kau dan lainnya tidak boleh mabuk! Di istana ini mata-mata tersebar dimana-mana. Kalian harus waspada! Kalian tidak sedang main-main di sini! Kalau terjadi kesalahan, kalian akan berada dalam bahaya!”

“Baiklah! Baiklah! Yang namanya manusia kan bisa juga lepas kendali…,” sahut Xiao Yanzi. Dia kurang senang dimarahi Erkang.

Para dayang dan kasim sedang berjaga di luar Paviliun Shuofang sewaktu ketiga pemuda datang berkunjung. Mereka mulai terbiasa dengan sikap misterius majikan-majikan mereka. Tapi pada saat Xiao Yanzi dan lain-lainnya tengah berbicara di dalam Paviliun Shuofang, para dayang dan kasim itu tiba-tiba berseru, “Yang Mulia Permaisuri datang berkunjung!”

Semua orang dalam Paviliun Shuofang terkejut. Mereka belum sempat bertukar isyarat, pintu telah terbuka dan Permaisuri memasuki Paviliun Shuofang diiringi rombongan besar dayang, kasim serta pengawal. Oya, tak ketinggalan Bibi Rong tentu saja!

Xiao Yanzi dan kawan-kawan segera menghaturkan salam. Permaisuri membalas salam mereka dengan tatapan khasnya yang serius dan dingin.

“Wah, ramai sekali Paviliun Shuofang ini! Pangeran Kelima dan kedua Tuan Muda Fu juga berkumpul di sini!” Permaisuri memandang Ziwei dan Jinshuo. “Oh! Ada dua wajah baru! Kurasa, mereka adalah dayang yang dihadiahkan Selir Ling. Angkat wajah kalian - biar kulihat!”

Ziwei dan Jinshuo mengangkat wajah mereka dengan gugup. Keduanya cantik sekali, puji Permaisuri dalam hati. Sebenarnya, maksud kujungannya ke Paviliun Shuofang hanya untuk melihat kedua dayang pemberian Selir Ling ini. Permaisuri sebelumnya sangat curiga. Sandiwara apa yang sedang dimainkan Selir Ling? Mengapa seorang gadis tak berpendidikan seperti Xiao Yanzi layak mendapat tambahan dayang baru?”

“Siapa nama kalian tadi?” Permaisuri bertanya pada Ziwei.

“Ziwei. Dari nama bunga Ziwei…,” jawab Ziwei gemetaran.

Tiba-tiba Permaisuri menggeram marah. “Lancang! Berani bicara denganku tanpa mengawalinya dengan kata ‘hamba’! Bibi Rong! Beri dia pelajaran!”

Bibi Rong cepat-cepat maju, mengangkat tangan lalu menampar Ziwei dua kali.

Semua terkejut. Jinshuo yang belum memahami peraturan istana tiba-tiba melesat melindungi Ziwei. “Jangan pukul dia! Biar aku saja yang mewakilinya dihukum!”

Permaisuri semakin marah. “Bibi Rong! Pukul dia juga!”

Bibi Rong melampiaskan kebenciannya terhadap Xiao Yanzi dengan memukul kedua dayangnya. Dicengkeramnya rambut Jinshuo lalu ditamparnya gadis itu seperti Ziwei.

Xiao Yanzi langsung berteriak, “Bibi Rong! Beraninya kau!”

Bibi Rong menjawab angkuh, “Hamba hanya membantu Permaisuri memberi pelajaran pada budak. Kenapa tidak berani?”

Xiao Yanzi menerobos hendak mencekal Bibi Rong. Tapi dua pengawal Permaisuri, Saiwei dan Saiguang langsung menghadang. Keduanya seperti tembok yang tak bisa ditembus Xiao Yanzi. Ketika Xiao Yanzi mencobanya sekali lagi, kedua pengawal itu tak sungkan-sungkan menangkis Xiao Yanzi hingga tubuhnya terjungkal.

Yongqi menahan Xiao Yanzi agar tidak jatuh. Dia membentak Saiwei dan Saiguang, “Kalian berdua! Berani melawan Putri?”

Erkang juga tidak tahan melihat pemukulan itu. Sejak tadi dia sudah bertindak seandainya Ertai tidak menahannya. Erkang menyerang Saiwei dan Saiguang. Memukul keduanya hingga roboh.

“Saiwei, Saiguang! Kalian bawahanku! Siapa yang berani menyerang Putri akan kukirim ke penjara!” seru Erkang.

Saiwei dan Saiguang langsung mundur. Permaisuri maju ke hadapan Erkang dan berkata dingin, “Tuang Muda Fu, apakah kau juga akan mengirimku ke penjara?”

Erkang langsung membungkuk. “Hamba tidak berani! Mengingat Pangeran Kelima, mohon Yang Mulia Permaisuri tidak membuat keributan di sini!”

Yongqi segera maju mendampingi Erkang. “Huang Erniang, Paviliun Shuofang ini adalah tempat kesukaan Huang Ama. Kalau Huang Erniang tidak sudi memandangku, pandanglah wajah Huang Ama. Mohon Huang Erniang bermurah hati tidak menghukum kedua dayang ini lagi!”

“Kemurahan hati?” suara Permaisuri meninggi. “Kalau Putri Huanzhu bisa tidak mematuhi tata krama, apa berarti pelayannya juga bisa begitu?” Permaisuri menoleh ke arah dayang yang lain, “Kalian… bantu Bibi Rong memberi pelajaran kepada kedua dayang itu!”

Para dayang yang ditunjuk Permaisuri mematuhi perintah. Mereka maju hendak memegangi Ziwei dan Jinshuo sementara Bibi Rong menampar mereka. Erkang benar-benar tak dapat menahan diri. Dia melesat dan menepis dayang Permaisuri. Membuat Bibi Rong beserta kawan-kawan jatuh terjerembap.

“Saiwei! Saiguang! Kalian jangan diam saja!” seru Permaisuri.

Saiwei dan Saiguang bersiap maju. Tapi Yongqi dan Ertai menghalangi mereka. Yongqi memberanikan diri bicara, “Huang Erniang! Mohon angkat tanganmu yang terhormat! Hari ini aku tidak akan membiarkan siapapun berbuat masalah di sini! Jika ada yang berani, tak peduli dia siapa, harus melawanku dulu!”

Permaisuri sangat marah dengan keterus-terangan Yongqi. Tapi karena Yongqi seorang Pangeran yang telah dewasa, tidak mungkin bagi Permaisuri untuk menakuti-nakutinya lagi.

Melihat situasinya yang demikian gawat, Ziwei khawatir sekali. Dia menjatuhkan diri di hadapan Permaisuri, bersujud dalam-dalam.

“Yang Mulia Permaisuri mohon jangan marah. Hamba memang pantas mati. Hamba bersedia menjalani hukuman agar Permaisuri tidak murka lagi dan sudi memaafkan semua…” Usai berkata demikian, Ziwei menampar pipinya sendiri.

Melihat Ziwei demikian, Jinshuo juga merangkak di kaki Permaisuri, “Yang Mulia Permaisuri! Hukum saja hamba dan ampunilah Ziwei!” – dia juga menampar mukanya.

Xiao Dengzi, Xiao Cuozi, Mingyue dan Caixia juga berlutut dan menampar wajah mereka. “Kami para dayang dan kasim bersedia mengganti mereka berdua dihukum…”

Permaisuri begitu terpukul melihat begitu banyak orang yang hendak melindungi Ziwei. Tapi paling tidak, para pelayan masih memberi Permaisuri muka dengan memukul wajah masing-masing. Akhirnya Permaisuri berkata, “Berhenti! Jangan memukul lagi!”

Dipandangnya Yongqi, Erkang dan Ertai dengan serius. “Negara punya hukum, dalam keluarga juga ada aturan. Hari ini aku memakai aturan keluarga untuk memberi pelajaran kepada para dayang. Aku belum pernah mendengar kalau seorang Permaisuri tidak boleh ‘mengajar’ para pelayan! Mengingat kedudukan Pangeran Kelima, aku tak akan memperpanjang masalah ini lagi.”

Permaisuri melanjutkan, “Paviliun Shuofang ini tempat tinggal seorang Putri. Bukan losmen keluar masuk bagi Pangeran atau pria sembarangan. Di sini, kalian harus menjaga martabat serta tindak-tanduk kalian dengan hati-hati!”

Yongqi menelan kejengkelannya, “Aku mengerti petunjuk Huang Erniang.”

Ertai mengikuti Yongqi. Hanya Erkang yang tidak berkata apapun. Rahangnya terkatup rapat-rapat.

Permaisuri mengibaskan tangan kepada para pengiringnya. “Mari kita pergi!”

Begitu Permaisuri keluar, semua yang berlutut berdiri. Mingyue dan Caixia segera menuang sebaskom air, mencelup sapu tangan untuk mengompres pipi Ziwei dan Jinshuo yang bengkak.

Erkang tiba-tiba menarik Ziwei, hendak membawanya keluar. “Ayo! Kita pergi saja dari sini! Aku memang bodoh telah mengajukan gagasan tempo hari. Lebih baik, kita keluar dari istana ini!”

Yongqi terkejut. “Erkang! Pakai akal sehatmu!”

Ertai buru-buru mencegah, “Kakak! Jangan karena peristiwa ini kau mengacaukan semuanya! Apa kau tidak peduli pada Ayah dan Ibu? Pada Pangeran Kelima, Xiao Yanzi dan Selir Ling?”

Ziwei berusaha melepaskan diri dari Erkang. “Aku tidak mau! Aku sudah terlanjur masuk kemari, tak mau keluar lagi! Tak usah mencemaskanku. Aku tidak apa-apa. Kelak aku akan lebih berhati-hati dengan ucapanku!”

Erkang menyahut, “Kau tak tahu! Yang ingin dipukul Permaisuri itu sebenarnya Xiao Yanzi! Tapi dia tidak berani – makanya memukulmu! Meski kau sudah berhati-hati bicara, dia tetap akan mencari-cari kesalahanmu!”

Xiao Yanzi sangat marah hingga lambungnya perih. “Dendam ini akan kuingat! Suatu hari aku akan kubalas mereka semua! Erkang, kau tenanglah! Serahkan saja Ziwei padaku! Aku pasti bisa melindunginya!”

“Justru aku tidak tenang kalau Ziwei dijaga olehmu! Melindungi dirimu sendiri saja tidak becus - bagaimana bisa melindunginya?”

Sebentar lagi, pasti Xiao Yanzi akan mendebat Erkang. Yongqi segera menengahinya dengan berkata, “Erkang! Ziwei masuk kemari lewat Selir Ling dan ibumu. Jadi hanya mereka berdua yang berhak mengeluarkannya! Jangan menyelesaikan masalah ini dengan perasaan sentimentilmu!”

Yongqi mendesah, “Aih, kita sudah sampai sejauh ini, tak boleh menyesal lagi. Sekarang kita harus memikirkan masalah baru ini. Permaisuri sudah mencurigai kita bertiga di sini. Apalagi adanya kehebohan tadi. Dia pasti merasa dipermalukan. Ucapannya tadi seperti belati tersembunyi. Bagaimana kalau dia melapor pada Huang Ama dengan fitnah-fitnahnya? Bisa-bisa kita semua dihukum…”

Ziwei jadi cemas. “Jadi…, kita harus bagaimana?”

Xiao Yanzi langsung menyahut, “Biar aku yang pergi melapor pada Huang Ama! Kukatakan kalau Huang Erniang kemari lalu memukuli orang-orangku! Dia hendak cari gara-gara denganku!”

Akal sehat Erkang pulih kembali. Dia mencegah Xiao Yanzi. “Kau jangan pergi! Biar kami bertiga saja. Tapi sebelumnya…,” Erkang berpikir sejenak. “Kita atur dulu sebuah siasat. Begini…”

Mereka pun berkumpul mendengar siasat Erkang.

***

Qianlong tengah sibuk di ruang kerjanya sewaktu Yongqi, Erkang dan Ertai datang. Begitu usai memberi salam, Yongqi langsung berkata panik, “Huang Ama! aku mengaku salah! Barusan kami bettiga dari Paviliun Shuofang. Kami berkelahi dengan Saiwei dan Saiguang hingga Huang Erniang marah…”

Qianlong terkejut. Erkang buru-buru menyambung, “Kami bertiga sedang di Paviliun Shuofang membicarakan daerah perbatasan dengan Putri Huanzhu. Tiba-tiba Permaisuri datang bersama rombongan. Baru bicara dua patah kata, Permaisuri sudah memerintahkan Bibi Rong memukul. Hamba tidak bisa menahan diri. Khawatir Putri terluka, hamba terpaksa maju memukul Bibi Rong dan dayang Permaisuri lainnya…”

Qianlong terperanjat. “Apa? Permaisuri datang ke Paviliun Shuofang dan memukul orang? Siapa yang dipukulnya? Apakah Xiao Yanzi?”

“Yang dipukul bukan Putri, tapi dua dayang baru pemberian Selir Ling…,” Ertai bergegas menjawab.

Melihat Kaisar Qianlong bingung, Yongqi segera menyahut, “Huang Ama, pendeknya, Bibi Rong memukuli dua dayang baru itu. Huang Ama tahu sifat Xiao Yanzi bukan? Dia sangat melindungi bawahannya. Dia tidak peduli kalau dirinya sendiri yang dipukuli. Tapi kalau pelayannya… bisa jadi masalah serius! Sekarang ini Xiao Yanzi masih marah besar di Paviliun Shuofang…”

Khawatir Xiao Yanzi yang kalau marah akan membungkus diri dalam selimut, Qianlong langsung bangkit berdiri. “Aku akan pergi melihatnya!”

Tapi sesampainya di Paviliun Shuofang, Xiao Yanzi tidak membungkus dirinya dengan selimut – seperti yang biasa dilakukannya jika sedang ngambek. Yang dilihat Qianlong adalah semua pelayan di sana panik. Xiao Yanzi berdiri di atas bangku. Tangannya memegang kain putih yang terikat di langit-langit aula. Lehernya bersiap dimasukkan ke dalam lingkaran kain putih itu. Xiao Yanzi hendak gantung diri!

“’Orang terhormat lebih baik mati daripada menanggung malu!’” seru Xiao Yanzi. “Daripada terus dihina, lebih baik aku mati saja….”

Semua orang di sana berteriak mencegah kenekatan Xiao Yanzi. Benar-benar heboh!

Melihat kedatangan Qianlong, Xiao Yanzi sengaja meninggikan suara, “Ziwei! Kalau aku mati, bawa jenazahku kembali ke Jinan dan kubur di samping ibuku! Buat nisan yang bertuliskan ‘Makam Putri Huanzhu yang dipaksa mati’!”

Qianlong begitu kaget hingga ternganga sesaat. “Xiao Yanzi! Cepat turun dari situ! Ini perintah Kaisar!”

Xiao Yanzi memasang wajah sendu yang lain dari biasanya. Dia berkata pilu, “Huang Ama, sebentar lagi kita berpisah untuk selamanya… ‘Orang terhormat lebih baik mati daripada menanggung malu…’ Huang Ama tenang saja. Meski kelak menjadi hantu, Xiao Yanzi masih akan berbakti pada Huang Ama!”

Selesai berkata demikian, Xiao Yanzi benar-benar memasukkan kepalanya ke dalam lingkaran kain putih lalu menendang bangku hingga lehernya tergantung.

Seluruh orang di ruangan itu kalang kabut. Ada yang berseru, “Tuan Putri!” Ada yang bilang, “Xiao Yanzi!” serta ada yang berteriak, “Oh My God!”(yang terakhir ini gue yang ngarang… kekekekek)

Tapi ternyata kain putih itu cuma disimpul asal-asalan. Jadi tidak kuat menahan leher Xiao Yanzi sehingga dia meluncur jatuh. Xiao Yanzi mencoba berdiri sambil mengomel, “Semuanya membuatku ‘hidup segan, mati pun tak bisa’! Bahkan kain putih ini pun tak mau bekerja sama!”

Xiao Yanzi menarik bangku dan mencoba melilitkan kain ke kasau yang lain. Qianlong sudah tidak tahan akhirnya berseru, ‘Xiao Yanzi! Huru-hara apalagi ini?”

Erkang dan Ertai akhirnya menarik Xiao Yanzi turun. Qianlong memelototi Xiao Yanzi.

“Kau ini mau membuatku marah sampai mati, ya? Hanya gadis tolol yang membuat keributan dengan tanda-tanda ‘pertama menangis, kedua tidak mau makan, ketiga bunuh diri!’ Kau tidak becus mempelajari hal-hal yang baik tapi malah pandai mempraktekkan hal buruk begini! Dasar tak berguna!”

Xiao Yanzi berlutut di hadapan Qianlong. Menangis sambil berkata, “Aku memang gadis bodoh yang tak berpendidikan. Haung Erniang mencari-cari cara membinasakanku. Aku akan membuat keinginannya tercapai agar Huang Ama tidak pusing lagi…”

“Huang Erniang kan cuma memukul dua dayangmu – bukan kau. Kenapa kau marah sampai seperti ini?”


Xiao Yanzi mengeluarkan isi hatinya, “Huang Ama! Dayang itu juga seorang manusia! Mereka punya ayah dan ibu! Misalkan ibunya telah meninggal pun, dia masih punya ayah. Kalau ayahnya tahu dia dipukuli begitu, pasti akan sakit hati, seperti Huang Ama sakit hati ketika aku dipukul dulu…”

Xiao Yanzi tiba-tiba menarik Ziwei. “Ziwei, angkat wajahmu! Biar Huang Ama melihatnya!”

Ziwei tak menduga Xiao Yanzi akan melakukan hal tersebut. Dia berlutut di hadapan Qianlong. Seluruh orang di ruangan itu menyaksikan sambil harap-harap cemas.

Ziwei bersujud. Suaranya bergetar, “Hamba Ziwei menghadap Yang Mulia Kaisar!” Diangkatnya kepalanya sedikit dan menatap Qianlong dengan sedih. Tanpa sadar, air matanya mengalir.

Qianlong melihat kedua pipi Ziwei yang bengkak. Dalam mata gadis itu tersirat kesedihan yang amat dalam. Mendadak, dia merasa sangat tersentuh.

“Zi.. Zi.. siapa namamu?” tanya Qianlong.

“Hamba bernama Ziwei. Dari kata bunga Ziwei, Yang Mulia…”

“Oh, nama yang bagus sekali! Gampang diingat,” kata Qianlong. Dia menunduk ke arah Ziwei, “Usapkan obat ke wajahmu, ya…”

Sedikit perhatian dari Qianlong benar-benar membuat Ziwei terharu sekali. Dengan terbata-bata dia berkata, “Kata-kata Baginda sudah cukup bagi hamba… Hamba mengucapkan banyak terima kasih pada Baginda!”

Hati Qianlong terasa hangat. Entah kenapa, dia merasakan suatu keharuan yang aneh terhadap Ziwei. Dia berkata lembut, “Peraturan istana memang sangat banyak. Tabiat Permaisuri juga kurang baik. Jadi kalau dia memukul kalian, sebaiknya kalian pasrah saja. Kalian juga harus menasihati Putri agar tidak cepat emosi. Mengerti?”

Ziwei menjawab, “Hamba mengerti. Permaisuri memberi pelajaran, menurut hamba itu wajar. Jadi hamba tidak boleh marah atau terhina. Putri amat menyayangi hamba hingga membuat keributan seperti ini. Kelak hamba akan menasihati Putri agar tidak berseteru dengan Permaisuri lagi…”

Qianlong memuji Ziwei, “Kau cerdas. Pantas Putri menyukaimu. Kalian semua, berdirilah!”

Xiao Yanzi melihat Ziwei sekilas lalu semuanya berdiri.

Qianlong menatap lurus ke arah Xiao Yanzi, “Semua sudah teratasi. Kau tidak boleh membuat keonaran lagi. Lain kali kalau Permaisuri cari gara-gara denganmu, kau harus pintar-pintar sedikit. Permanis bahasamu dan perhalus tingkah-lakumu. Kalau kau bisa mengubah lichi – hal buruk, menjadi xianghe – keharmonisan, bukankah itu bagus, gadis pintar?”

Xiao Yanzi bingung dengan istilah Qianlong. “Huang Ama! Mana mungkin lichi – tenaga, bisa mengental jadi jianghu – kanji?” protesnya.

Semua orang langsung terkikik. Bahkan Ziwei yang baru menangis. Kecuali Qianlong. Dilihatnya mereka, “Apa Xiao Yanzi dalam setiap pembicaraan selalu salah tangkap seperti ini? Dia menimpali dengan cepat tapi ngawur. Kalian sering bersamanya, apakah dia memang begini?”

Yongqi tertawa. “Itu memang sudah jadi kebiasaannya, Huang Ama.”

“Ooo, begitu rupanya…,” Qianlong tertawa sambil mengangguk lalu melihat kembali Xiao Yanzi. “Kalau begitu…,” tiba-tiba Qianlong melotot. “Siapa yang mengajarnya perkataan ‘Orang terhormat lebih baik mati daripada menanggung malu’? Itu kata-kata kiasan – tidak mungkin Xiao Yanzi bisa mengatakannya kalau tidak diajarkan!”

Yongqi sangat segan pada Qianlong. Dia pun berterus terang, “Huang Ama jangan marah. Kami memang merencanakan sandiwara ini untuk melapor pada Huang Ama. Kalau kami tak mengadu duluan, bisa-bisa Huang Erniang yang duluan mengadukan kami dengan tambahan hal-hal jelek.”

Erkang buru-buru menyambung, “Yang Mulia sangat pandai! Semua ini adalah usul hamba. Mohon jangan menyalahkan Pangeran Kelima!”

Ertai juga menyahut, “Semua ini usul hamba! Tak ada hubungannya dengan Pangeran Kelima dan Erkang!”

Terakhir, Xiao Yanzi maju, “Huang Ama, mereka cuma mau melindungiku. Semua rencana ini akulah penggagasnya. Aku berani mempertanggung jawabkan perbuatanku! Mereka tidak boleh menebus kesalahanku!”

Qianlong tercengang. “Kalian berempat, bekerja sama untuk bersandiwara membohongiku! Berani sekali, ya! Apa kalian tidak takut kalau aku akan mencopot kepala kalian? Tapi…” Qianlong tertawa. “Kalau kupikir-pikir, sandiwara kalian begitu meyakinkan seperti sungguhan. Mengingat kedua dayang yang terluka ini, kali ini kalian semua akan kuampuni!”

Xiao Yanzi langsung berlutut dan berseru, “Semoga Huang Ama panjang umur hingga puluhan ribu tahun!”

Qianlong mendelik ke arah Xiao Yanzi. “Kau jangan anggap, setelah mengucapkan panjang umur padaku dosamu akan diampuni. Kau berlagak seperti orang gila, pura-pura gantung diri dan membuat semua orang-orang berbohong demi dirimu. Sungguh keterlaluan! Kulihat pengetahuanmu tak mengalami kemujan tapikeburukanmu semakin menjadi-jadi. Maka sekarang kau akan kuhukum menulis ‘Li Yun Da Dong Bian’ (Esai Keselarasan Upacara dari Konfucius) seratus kali! Tiga hari lagi kau harus menyerahkan dan menjelaskan maknanya padaku! Kalau kau tidak bisa melakukannya, aku akan memukulmu dua puluh kali!”

Xiao Yanzi langsung takut. “Bukankah Huang Ama tadi bilang sudah mengampuni kami?”

“Yang lain boleh diampuni - tapi kau tidak!”

“Tapi… tapi apa maksud Huang Ama dengan ‘Pan Yun Shen Me Da Dong Bian’?” Xiao Yanzi memplesetkan esai klasik Konfucius itu sebagai ‘Naskah Memindahkan Ember’.

“Tiga hari lagi akan kau jelaskan padaku!”

Xiao Yanzi ternganga….

***

Tiga hari kemudian, saat menyerahkan hasil pekerjaannya pada Qianlong, kaki Xiao Yanzi terpincang-pincang.

“Kakimu kenapa?” tanya Qianlong.

“Aku sial sekali…,” Xiao Yanzi memelas. “Kalau tahu begini, lebih baik memilih dipukul dua puluh kali. Dipukul pakai tongkat paling cuma sebentar, plak-plak-plok, selesai. Sakitnya cuma di satu tempat. Tapi kalau menulis tiga hari tiga malam, tanganku sakit, mata, kepala, punggung dan kakiku juga sakit!”

“Kau kan menulis pakai tangan, kenapa kakimu ikut-ikutan sakit?”

“Itu karena aku marah lalu menendang meja. Gara-gara Ziwei bilang tulisanku jelek, dia menyuruhku mengulang terus.”

Dalam hati, Qianlong geli. “Kemari! Biar kuperiksa!”

Dengan cemas Xiao Yanzi menyerahkan PRnya. Qianlong mengambil kertas-kertas itu dan membolak-baliknya. Yang dilihatnya, adalah Esai Keselarasan Upacara yang ditulis dengan bentuk huruf kanji berbeda-beda. Ada yang luwes, ada yang kaku, ada yang indah memikat, ada yang rapi …. (coba tebak dari karakter keempat tulisan ini, siapa sajakah penulisnya? :D). Tapi yang paling banyak adalah kertas yang lusuh karena ditekan terlalu kuat saat menulis. Penuh bercak tinta sana-sini dan tulisannya tidak seragam, kadang besar kadang kecil.

“Katakan! Berapa orang yang membantumu menulis esai ini?” tanya Qianlong seraya melambaikan kertas.

“Semua yang tergerak membantuku akan membantu. Erkang, Ertai, Yongqi dan Ziwei. Bahkan Mingyue, Caixia dan Jinshuo juga. Tapi kata Ziwei tulisan mereka jelek sekali jadi tak dipakai.”

“Lalu, yang mana merupakan tulisanmu di sini?”

“Yang tulisannya tidak menyerupai huruf – itulah tulisanku…”

“Bagus! Kau jujur sekali rupanya!”

“Kata Ziwei, Huang Ama sangat pandai jadi aku pasti ketahuan. Jadi tak ada gunanya berbohong.”

“Wah, kau bukan hanya punya pembantu – tapi juga ahli strategi!” Qianlong melihat tumpukan kertas-kertas itu. Di antaranya ada tulisan yang paling cantik memikat mata. Dia memperhatikannya dengan seksama.

“Siapa yang menulis ini?”

“Ziwei!”

Qianlong terpana. “Ziwei yang dipukul tempo hari itu?”

“Benar!”

Qianlong termenung sesaat memandangi tulisan itu. Kemudian berkata, “Baiklah, sekarang beritahukan aku apa maksud dari esai ini!”

Xiao Yanzi menghela napas sejenak lalu komat-kamit seperti membaca mantra sambil menggoyang-goyangkan kepala (cara membaca karya klasik jaman dulu dengan memutar kepala pelan-pelan).

“Esai Keselarasan Upacara ini merupakan pemikiran Konfucius tentang masyarakat ideal. Jadilah orang baik, makan semua orang akan hidup dalam damai. Apabila setiap anak menganggap orang tua orang lain seperti orang tuanya sendiri – dan orang tua menganggap anak orang lain ibarat anaknya sendiri, maka tak ada lagi gelandangan, yatim-piatu, janda atau duda yang tak terurus. Seaeorang jangan egois, serakah dan korupsi. dengan demikian, tak ada lagi kejahatan dan perampok. Maka dunia ini pun menjadi sempurna!”

Qianlong tak percaya dengan yang barusan didengarnya. (Bahkan kalau Konfucius bangkit kembali dari kuburnya, saya yakin dia sama tak percayanya dengan Kaisar :P)

“Siapa yang mengajarimu kata-kata barusan? Guru Qi?”

“Bukan Guru Qi! Tapi Ziwei!”

Qianlong terkejut. Lagi-lagi Ziwei! Dayang Xiao Yanzi yang satu ini sepertinya semakin lama semakin menarik perhatiannya!

“Memangnya Ziwei pernah belajar?”

“Tentu saja!” Xiao Yanzi bersemangat. “Membaca, membuat puisi, menulis, melukis, bermain kecapi, menyanyi, bermain catur… Semuanya dia bisa! Kecuali kungfu – tentu saja dia tak bisa.”

Qianlong sangat tertarik dengan wanita semacam itu. Tapi dia kembali ke persoalan Xiao Yanzi.

“Tulisanmu ini seperti cakar ayam, tapi penjelasanmu cukup bagus – maka kau kuampuni. Kelak kalau berbuat onar lagi, kau akan kuhukum dengan menulis! Waktu itu, tidak boleh ada seorang pun yang membantumu!”

Xiao Yanzi tersentak. “Oh tidak! Kuharap esai Pak Tua Konfucius berikutnya tidak sepanjang ini. Agar aku tidak sakit di tangan, kepala, mata, telinga dan mulut – sehingga dunia menjadi harmonis!”

“Kau sedang mengoceh apa?”

“Aku tidak mengoceh. Hanya saja, karena terlalu banyak menulis Esai Keselarasan Upacara, omonganku masih terpengaruh dengan isi tulisan itu. dalam mimpi pun aku mengumamkan, “Dunia ini bagi semua orang – maka dari itu jadikanlah dunia sebagai tempat yang harmonis!”

Qianlong tertawa. Akhirnya dia menemukan cara untuk mengatasi kenakalan Xiao Yanzi.

***

Seperti dugaan Yongqi, Permaisuri benar-benar mengadu pada Qianlong soal keributan di Paviliun Shuofang.

“Yang Mulia, apakah Anda tidak pernah dengar para Selir dan dayang menggunjingkan Putri Huanzhu dengan Pangeran Kelima?” (yang jelas tidak termasuk Selir Ling, kan?)

“Menggunjingkan apa?” Qianlong tampak kurang senang.

“Bahwa antara Putri Huanzhu dan Pangeran Kelima ada skandal…”

“Kenapa hal beginian bisa dgunjingkan orang? Siapa yang duluan menyebar desas-desus?”

“Kelihatannya bukan desas-desus, Yang Mulia,” kata Permaisuri dingin. “Beberapa hari lalu hamba melihat sendiri Pangeran Kelima dan Kedua Bersaudara Fu berada di Paviliun Shuofang. Mereka laki-laki dan perempuan tidak menjaga jarak. Kabarnya, setiap malam di Paviliun Shuofang sering terdengar suara musik dan nyanyian – majikan dan pelayan minum-minum sampai mabuk!”

“Saya tidak mungkin mengarang kebohongan,” kata Permaisuri ketika dilihatnya wajah Qianlong keruh. Bagaimanapun, kompleks kaputren adalah tanggung jawab saya. Jika terjadi hal memalukan, itu akan memalukan seluruh keluarga Kekaisaran!”

“Aku tahu!” akhirnya Qianlong berkata tak sabar. “Kau telah menguras tenaga demi menjaga kesucian istana kaputren. Kunasehati, jangan terlalu serius. Asal tidak terlalu mengganggu, biarkan sajalah. Seperti tempo hari saat kau memberi pelajaran pada kedua dayang itu. Keduanya kan merupakan hadiah Selir Ling pada Xiao Yanzi. Bukankah itu sama artinya kau hendak berseteru dengan Selir Ling?”

Akhirnya Permaisuri tahu kalau pihak Xiao Yanzi telah melapor duluan. Permaisuri jadi dongkol. “Kalau begitu, tentunya Ynag Mulia tahu kalau Pangeran Kelima bersama Kedua Tuan Muda Fu turun tangan melawan saya!”

“Benar! Aku sudah tahu! Aku sudah memberi mereka wejangan. Xiao Yanzi pun telah kuhukum. Xiao Yanzi itu gadis baik-baik, meski tingkah lakunya sedikit urakan. Para wanita di istana belakang tidak punya kerjaan sehingga suka bergosip. Kau cukup mendengarkan saja – tak perlu disimpan di hati!”

”Aku senang Yongqi bersahabat baik dengan kedua Bersaudara Fu. Hubungan mereka juga baik dengan Xiao Yanzi. Ini suatu keberuntungan. Aku tak mau merusak keberuntungan itu. Erkang dan Ertai itu orang-orang pilihan. Kalau memang Xiao Yanzi dekat dengan mereka, aku akan menjodohkannya dengan salah satu kakak-beradik itu. Tapi aku masih menginginkan Xiao Yanzi tinggal di sini selama dua tahun.”

Permaisuri tak dapat menahan diri, “Yang Mulia! Anda begitu pilih kasih! Saya hanya khawatir istana keputrian akan ternoda oleh ulah mereka dan bencana besar menanti kita di masa depan!”

Qianlong marah. Dia menggebrak meja. “Permaisuri! Bisakah kau bicara yang enak didengar?”

“Sejak dulu kebenaran itu tidak pernah enak didengar!” tantnag Permaisuri. “Xiao Yanzi ini tidak jelas asal-usulnya – kasar bukan main! Tak ada satupun dari dirinya yang menyerupai Yang Mulia. Dia jelas putri palsu! Jangan-jangan, semua tentangnya telah diatur oleh seorang dalang. Yang Mulia begitu cerdas, mengapa pura-pura tak mau tahu dengan masalah ini?”

Qianlong sangat marah. “Apa maksudmu dengan perkataan tadi? Dalang siapa yang kau maksud? Apa Selir Ling? pikiranmu sempit sekali sehingga selalu memfitnah orang sana-sini. Statusmu adalah Permaisuri! Kau tak bisa menerima kehadiran para Selir, juga tak bisa menerima kehadiran Xiao Yanzi dan Pangeran Kelima! Apa kau tidak tahu apa arti kata ‘terhormat dan anggun tak perlu khawatir berkompetisi dengan orang lain’? kau membuatku sangat kecewa!”

Permaisuri terhenyak dimarahi Qianlong. Dia terhina sekaligus malu. Tapi dia tak bisa berkata apa-apa lagi.

Setelah Permaisuri pergi, diam-diam Qianlong merenungkan kata-kata Permaisuri,

“Kabarnya di Paviliun Shuofang itu tiap malam terdengan suara musik dan nyanyian. Majikan dan budak minum-minum sampai mabuk!”

Perkataan itu mengusik Qianlong. Malam itu, usai membaca surat-surat penting, Qianlong memanggil kasim pribadinya, Xiao Luzi.

“Nyalakan sebuah lampion. Tak perlu memberi tahu siapa pun. Kita akan pergi ke Paviliun Shuofang!”

***

Malam itu, di Paviliun Shuofang sangat sunyi. Di aula hanya menyala beberapa lampion yang memancarkan cahaya lembut. Dupa kayu cendana dibakar dalam tungku menebarkan aroma yang harum.

Para dayang dan kasim telah tidur. Kecuali Xiao Yanzi, Ziwei dan Jinshuo. Ziwei sedang mempersiapkan kecapi. Dia akan memainkannya dan menyanyi.

Xiao Yanzi sudah terkantuk-kantik dari tadi. Tapi demi melihat Ziwei menyanyi, dia belum mau tidur.

Ziwei pun menyanyi dengan sendu. Sebuah lagu yang dulu sering dinyanyikan ibunya…

”Gunung yang nun jauh di sana. Sungai yang juga jauh disana.
Gunung dan sungai yang jauh, jalan yang terbentang pun begitu jauh.
Semalam aku berharap. Pagi ini kembali berharap.
Berharap dan berharap, semangatku pun semakin pudar karenanya...

Mimpi yang semakin samar
Sosoknya pun semakin samar
Aku akan rela menua bila ada kekasih hati

Namun kini lagu tak lagi menyerupai lagu
Nada-nadanya tak lagi berirama
Di sela angin dan hujan yang menerpa
Harus berapa banyak lagi kesedihan kulalui?”

Nyanyian Ziwei selesai. Hatinya langsung merasa sunyi. Dia pun mendesah.

Dia luar jendela, seseorang yang juga menyimak nyanyian Ziwei sejak tadi – ikut mendesah.

Kantuk Xiao Yanzi langsung hilang. Dia melompat berdiri. Dibukanya pintu aula sambil berlari ke sosok yang mendesah di samping jendela. Sosok itu tampak gelap, berdiri tegak di samping jendela. Xiao Yanzi berteriak, ”Kau setan atau manusia? Berani malam-malam begini mendesah di luar jendelaku! Dulu aku tak bisa menangkapmu-tapi kali ini aku tak akan melepaskanmu lagi!”

Xiao Yanzi mengambil kuda-kuda dan menyerang sosok itu. Bruk! Xiao Yanzi menabraknya dan sosok itu serta-merta mengunci tubuh Xiao Yanzi hingga tak berkutik. Xiao Yanzi meronta.

”Kau utusan siapa? Cepat sebutkan namamu! Beraninya kau menggangguku!”

Sosok itu menjawab dingin, ”Apakah statusku sebagai Kaisar juga harus dilaporkan jika datang berkunjung?”

Xiao Yanzi terperanjat. Dia menengadah.

”Huang... Huang Ama...?!?”

Bersambung

BACA JUGA SINOPSIS LAINNYA



0 comments:

Post a Comment


Friend Link List