Do you like this story?
Judul Asli : Huan Zhu Ge Ge II-3: Pei Xi Chong Chong
Pengarang : Chiung Yao (Qiong Yao)
Penerbit : Crown Publishing Co., Taipei – Thaiwan.
Judul Bahasa Indonesia: Putri Huan Zhu II-3: Di Ujung Nestapa
Alih bahasa : Pangesti A. Bernardus (koordinator), Yasmin Kania Dewi, Tutut Bintoro
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama, Maret 2000 (Cetakan Pertama)
Cerita Sebelumnya:
Meng Dan – Hanxiang berhasil melarikan diri berkat bantuan Xiao Yanzi dan kawan-kawan. Semua mengira mereka telah aman. Tapi para prajurit utusan Permaisuri menggerebek Graha Huipin dan menemukan barang-barang bukti. Menyeret mereka ke ujung nestapa…
IX
Mendengar Ziwei mengaku, Erkang mendesah keras.
Erkang tahu mereka tak bisa lari dari takdir. Tapi dia juga tak bisa membiarkan Ziwei menanggung kesalahan sendiri.
Dengan pikiran seperti itu, Erkang maju dan berlutut.
“Yang Mulia, semua kejadian ini dimulai dari kisah ‘Angin dan Pasir’. Kami tak tega melihat orang sekarat tanpa ditolong. Kami tidak sanggup melihat sepasang kekasih itu menemui jalan buntu. Itu sebabnya kami melakukan kesalahan besar ini! Mohon Baginda mempertimbangkan kembali dengan seksama lantas menetapkan hukuman apa yang harus kami pikul!”
Yongqi ikut maju. “Huang Ama! Kami tidak bermaksud berkhianat di belakang Anda! Setiap orang selalu memiliki belas kasihan. Mohon gunakanlah sifat welas asih Haung Ama untuk memutuskan masalah ini!”
Hati Qianlong pedih bagai disayat. “Kalian masih berani bilang tak berkhianat di belakangku? Kalian semua sengaja bersekongkol untuk menipuku!”
Qianlong menatap mereka satu-persatu. “Kalian… putra-putriku sendiri. Menantu-menantuku… Kalian semua berkonspirasi menyelinapkan Selirku keluar istana!” Semakin bicara, hatinya semakin panas. “Pengawal! Seret mereka semua keluar untuk dipenggal!”
“Siap!”
Para pengawal masuk. Tapi sejenak mereka ragu karena harus menyeret pangeran dan putri. Semua tidak berani bertindak.
“Tunggu apa lagi? Seret mereka!” perintah Qianlong dengan suara menggelegar
Xiao Yanzi, Ziwei, Jinshuo, Erkang dan Yongqi langsung ribut. Ada yang hendak menggantikan siapa – ada yang masih takut mati. (Yang terakhir itu Xiao Yanzi! Ha! Ha!)
Ibu Suri melihat situasi sudah keruh, berdiri lalu berseru. “Yang Mulia! Sebaiknya mereka dikurung dulu! Tunggu sampai semuanya diselidik, kita berhasil tahu keberadaan Selir Xiang, barulah hukum mati mereka!”
Diingatkan Ibu Suri, Qianlong akhirnya berseru, “Baik! Seret semuanya ke penjara!”
Xiao Yanzi, Ziwei dan Jinshuo berteriak memilukan. Saat itulah Selir Ling masuk sambil berseru, “Mohon Yang Mulia berbelas kasihan!”
“Siapa pun tak boleh memohon ampun bagi mereka!”
Bruk! Selir Ling berlutut di hadapan Qianlong. “Baginda! Bahkan harimau pun tak akan memangsa anaknya sendiri! Pangeran Kelima Yongqi adalah putra Anda! Ibunya, Selir Yu mati muda! Dari kecil Pangeran Kelima tak memiliki Ibu, tapi dia telah tumbuh menjadi pemuda yang kuat dan baik! Mengapa Yang Mulia tak menghargai putra seperti ini? Apa Baginda sampai hati memenjarakannya? Apa Baginda tega membunuhnya? Bagaimana Baginda bisa mempertanggungjawabkan hal ini pada almarhum Selir Yu di alam baka?”
Teringat Selir Yu, Qianlong langsung merasa sedih. Hatinya hancur berkeping-keping melihat Yongqi dan lain-lainnya.
“Yang Mulia!” Selir Ling mengiba. “Mohon berbesar hati mengampuni anak-anak ini! Kalau mereka tak berperasaan, serta hanya mementingkan kejayaan dan kehormatan, mereka tentunya tak akan terjerumus seperti sekarang!”
Permaisuri langsung memotong. “Selir Ling! Kau selalu saja mempengaruhi Kaisar! Kalau perbuatan yang sekarang saja tidak dianggap sebagai kesalahan besar, maka kelak mereka akan melakukan apapun tanpa peduli pada kedudukan Kaisar selaku Ayah dan penguasa negeri ini!”
Qianlong mengangguk-anggukkan kepala. “Benar! Pokoknya seret mereka semua keluar!”
Ibu Suri dengan berwibawa berseru, “Tunggu dulu!”
“Yang Mulia, Selir Ling benar. Harimau tak akan memangsa anaknya sendiri. Yongqi adalah keturunan kita, lepaskan dia. Budak kecil yang bernama Dayang Bao itu juga tidak mengerti apa-apa, jadi lepaskan dia. Jangan membuat orang lain meenganggap kita orang Manchu kejam sampai tega membunuh anak kecil dan anak sendiri. Yang lain seret saja semuanya ke penjara!”
Yongqi mengangkat wajah dan dengan keras kepala berseru lantang, “Kalau memang harus mati, biarkan kami mati bersama! Tak usah membebaskanku!”
Qianlong marah sekali. “Baik! Aku merestui niatmu! Biarlah kau mati bersama mereka!”
Erkang ingin menolong Ziwei, dia berseru, “Ziwei juga keturunan Kaisar! Mohon lepaskanlah dia!”
Ibu Suri mengangkat dagu dengan angkuh. Dia berkata dingin, “Aku tidak pernah menganggapnya sebagai bagian dari keturunanku! Seret dia keluar!”
***
Ini kali ketiganya Xiao Yanzi, Ziwei dan Jinshuo dijeboskan ke dalam penjara.
Sementara, bagi Erkang dan Yongqi, ini baru pertama kali. Di penjara pria, Erkang menegur Yongqi.
“Kenapa kau tadi bodoh sekali? Lao Foye dan Selir Ling telah mengupayakanmu lolos dari hukuman, kau malah bersikeras dihukum bersama kami. Coba pikir, kalau kau masih di luar sana, kita barangkali masih pnya kesempatan. Kau bisa melobi beberapa orang, Qing’er misalnya untuk meminta bantuan… juga mencari tahu keberadaan Liu Qing, Liu Hong serta Xiao Jian…”
Yongqi langsung saja merasa menyesal. “Aih, tadi itu aku memang emosi. Aku mana tega melihat kalian semua menderita sementara aku bebas seorang diri? Jadi, sekarang harus bagaimana?”
“Kita harus mencari jalan agar bisa keluar! Salah satu dari kita mesti keluar!”
***
Kediaman Erkang, Graha Xuexi, gempar bukan main.
Fuqin segera mendesak Fulun agar mereka berdua segera ke istana. mereka akan mengupayakan segala cara agar Erkang bebas.
“Baik, kita pergi. Tapi kau harus mempersiapkan hatimu. Kabarnya Selir Ling sudah memohon pengampunan tapi tak ada gunanya. Bahakan Pangeran Kelima juga dijebloskan ke penjara! Kali ini kesalahan mereka berat sekali! Aih, Erkang, kenapa dia bisa sampai begini?”
“Sejak kedatangan Ziwei, keluarga kita tak pernah lagi merasa damai!” Fuqin menangis. “Ertai kini berada jauh di Tibet. Kita seperti telah kehilangan seorang putra. Kalau Erkang juga mati, apa gunanya aku hidup lagi?”
“Suamiku, kau harus bilang pada Yang Mulia! Dia telah kehilangan Selir Xiang, tapi masih ada banyak selir lain. Tapi kalau kita kehilangan Erkang, siapa yang akan menjadi penggantinya?”
“Apakah Kaisar masih mau memndengar permohonanku?” sergah Fulun. “Tahukah kau? Kaisar telah mengutus jendral-jendral lain untuk mencari Selir Xiang tapi tidak mengutusku. Artinya, aku dicap berada di pihak anak-anak itu. Ikut bersekongkol bersama mereka!”
Tapi pada akhirnya, Fulun dan Fuqin pergi juga ke istana. Mereka bertemu Qianlong yang masih marah.
“Kalian tak usah bicara lagi! Erkang tahu betul tentang hukum dan akibat pelanggarannya! Aku juga sangat memahami sifatnya! Walaupun dia diancam dengan senjata, dia tak akan pernah mau mengatakan dimana Selir Xiang berada! Kalian berdua tak perlu mencoba menyelamatkannya! Dia dan kedua Putri pasti dihukum mati! Tak ada lagi negosiasi! Tapi atas pertimbangan hubungan ayah dan anak, kalian akan kuijinkan menengoknya ke penjara! Jangan harap bisa membujukku untuk membebaskannya!”
“Tapi Baginda! Erkang itu calon menantu Anda!” sela Fuqin.
“Aku lebih baik menolak menantu dan anak-anak seperti ini!” potong Qianlong.
Tiba-tiba seorang pengawal masuk dan melapor, “Yang Mulia, Pangeran Kelima jatuh sakit di penjara! Mulutnya mengeluarkan busa!”
Qianlong kaget sekali. Memikirkan Yongqi yang selama ini hidup nyaman dan sakit di penjara membuatnya sedih.
***
Di selnya, Yongqi meraung-raung kesakitan. Dia terus memegangi perutnya dan berteriak, “Aiya! Sakit! Sakit sekali!”
Erkang berlutut di sampingnya dan berteriak pada pengawal, “Kalian sudah melapor? Dia bukan pesakitan biasa! Dia Pangeran! Kalau kalian melakukan kesalahan sedikit saja dengan mengabaikannya, kalian bisa mati!”
Beberapa sipir mengelilingi keduanya. Mereka tegang sekali.
“Kami sudah melapor. Pangeran Kelima, kuatkan diri Anda!”
Lalu, kepala penjara tiba bersama Fulun dan Fuqin.
Melihatkedatangan orang tuanya, Erkang sontak merasa senang sekaligus sedih. Kepala penjara membuka pintu sel. Fulun, Fuqin dan Tabib Hu masuk. Erkang yang masih berlutut, bersujud pada orang tuanya.
“Aku mengaku bersalah pada Ayah dan Ibu. Aku telah membuat Ayah dan Ibu sedih. Aku sungguh bukan anak berbakti!”
Fuqin langsung memeluk Erkang sambil menangis. “Erkang! Kau sungguh hendak mencelakakan kami? Bagaimana kami selaku orang tuamu masih bisa hidup setelah kau melakukan kesalahan sebesar ini?”
“Maaf!” Erkang berkata dengan menyesal. “Semua sudah terlanjur. Terlambat untuk disesali. Ayah dan Ibu segeralah panggil Erta kembali. Bagaimanapun, dia menantu Raja Tibet. Kaisar pasti masih memberi muka padanya. Kalau Ertai sudah pulang, Ibu dan Ayah tak akan disulitkan lagi oleh masalahku.”
Yongqi masih terus mengaduh-aduh di lantai. Tabib Hu segera menghampirinya. Erkang juga maju dan mencengkeram lengan Tabib Hu. Saat pandangan mereka bertemu, Erkang memberi isyarat mata. Tabib Hu mengerti.
“Sudah berapa lama dia begini?” tanya Tabib Hu.
“Sekitar dua jam!” jawab Erkang.
Tabib Hu tampak terkejut. “Lekas ambil tandu dan bawa Pangeran kelima kelluar dari sini! Penjara ini cukup lembab. Pangeran Kelima tak sanggup berada lebih lama di sini!”
Kepala penjara tampak ragu. Fulun buru-buru berkata, “Kami baru saja menemui Kaisar. Beliau cemas sekali begitu mendengar Pangeran Kelima sakit. Ayo! Lekas angkut Pangeran Kelima ke Istana Qingyang.selir Ling telah menunggu di sana!”
“Baiklah!” sahut kepala penjara lalu memerintahkan anak buahnya menyiapkan tandu.
Erkang menggenggam erat tangan Yongqi. “Pangeran Kelima, setelah keluar, jagalah dirimu baik-baik. Seandainya kita tak bertemu lagi, kumohon bantulah aku menjaga kedua orang tuaku. Aku, Fu Erkang, akan mengucapkan banyak terima kasih!”
Mendengar perkataan Erkang, air mata Fuqin semakin deras. “Erkang, jangan berandai-andai seperti itu…”
Yongqi menatap Erkang. Banyak kata tak mampu terucap olehnya. “Jangan khawatir, Erkang… Kita sudah seperti saudara… Sehidup-semati…”
Para sipir masuk membawa tandu. Yongqi kemudian dibaringkan hati-hati dan keluar sel bersama Tabib Hu.
Kepala penjara mempersilakan Fulun dan Fuqin bersama Erkang sejenak. Setelah semua sipir telah pergi, Fulun pun berkata lirih, “Erkang, kalau kau punya kesempatan untuk keluar dari sini, pergilah sejauh mungkin! Jangan pikirkan Ayah dan Ibu!”
Erkang gemetar. Dia sadar, betapa besar cinta kedua orang tuanya itu padanya!
***
Sementara itu, di penjara wanita, Xiao Yanzi, Ziwei dan Jinshuo merinkuk berdempetan.
Mereka sama sekali tidak mengetahui kejadian di penjara pria. Menjelang malam, beberapa sipir datang dan membawa Ziwei.
“Cuma aku saja?” tanya Ziwei tekejut.
“Ya!”
Xiao Yanzi dan Jinshuo segera menghalangi. “Setiap kali Ziwei yang sendirian dipangil, kalian pasti akan menyiksanya! Dia tidak boleh pergi tapa kami!”
“Kalian tidak bisa merubah perintah!” hardik sipir-sipir itu lalu mendorong Xiao Yanzi dan Jinshuo ke pinggir.
Tapi rupanya Ziwei sama sekali tidak dibawa ke tempat yang menyeramkan seperti Kamar Gelap. Sebaliknya, dia dibawa ke ruang kerja Kaisar.
Qianlong mengibas tangan menyuruh semua pengawal keluar. Setelah itu ditatapnya Ziwei lekat-lekat.baik.
“Sekarang tinggal kau dan aku. Tak perlu berlutut. Berdirilah! Aku ingin bicara baik-baik denganmu!”
“Silakan, Huang Ama!” Ziwei berkata cemas.
“Kuharap kau mau berterus terang mengenai masalah Selir Xiang ini. Kau harus menceritakannya dengan benar!”
“Baiklah…,” Ziwei menghela napas lalu mulai menceritakan awal kedekatan mereka dengan Selir Xiang, perihal Meng Dan dan Graha Huipin. Ziwei juga menceritakan bagaimana mereka menyelundupkan Meng Dan ke istana. Bagaimana setelah melihat kondisi Hanxiang yang sekarat, mereka lantas berani mengambil resiko mengatur pelariannya. Sepanjang cerita, Ziwei sama sekali tak menyebut nama Meng Dan. Dia memanggil Meng Dan dengan sebutan ‘Orang Hui’ saja.
Qianlong menatap Ziwei tanpa berkedip. Dia tampak terkejut, marah pokoknya tak terprediksi.
“Jadi kalian telah dua kali menyelinapkan orang Hui itu ke istana? Apakah orang Hui itu pernah berpapasan langsung denganku?”
Ziwei tidak menjawab. Dia menundukkan kepala.
Dalam benaknya berkelabat sorot mata ‘dukun’ Meng Dan yang tajam. Lalu sikap aneh Xiao Yanzi yang menyembur-nyemburkan air sewaktu ritual di Graha Baoyue. Tangan Qianlong terkepal. Dia berkata pada Ziwei,
“Di mana kalian letakkan kehormatan serta harga diriku? Beraninya kalian mempermainkanku! Teganya kalian…”
“Huang Ama!” seru Ziwei. “Ketika Selir Xiang sekarat, perasaan kasih tak sampainya sangat menggugah kami. Kami pun melupakan segala resiko. Kami mengaku tidak memedulikan kehormatan Huang Ama disini. Sama seperti kami sudah tak memedulikan diri kami sendiri!”
Qianlong berseru garang. “Kau hanya memperhatikan perasaan Selir Xiang dan Orang Hui itu! Kau sama sekali tidak pernah mempertimbangkan perasaanku pada Selir Xiang?”
“Kami juga mempertimbangkannya!” balas Ziwei. “Hanya saja, perasaan Huang Ama pada Selir Xiang bertepuk sebelah tangan. Perasaan cinta semacam itu tak dapat dipaksakan! Harus datang dari dua belah pihak. Ada pepatah China yang mengatakan, ‘seorang wanita setia tak akan membagi cintanya pada dua pria’. Orang Hui itu dan Selir Xiang telah saling mengenal sejak mereka masih kanak-kanak. Perasaan keduanya amat
mendalam dan tak bisa ditandingi dengan oleh Huang Ama yang baru mengenal Selir Xiang beberapa waktu saja…”
“Kau berani sekali bicara semacam itu padaku!” Qianlong menggebrak meja. “Kalau begitu, malam ketika kita berkumpul di tempat Selir Ling, kalian telah berencana untuk membuatku mabuk?”
Ziwei menganggukkan kepala. Qianlong tertegun. Beberapa saat kemudian dia berkata getir, “Bagus sekali! Anak-anakku yang sangat berbakti! Putri Mingzhu yang baik! Putri Huanzhu yang baik! Aku memang tak salah mengangkat mereka sebagai anak!”
“Sekarang aku hanya menginginkan satu jawaban darimu! Kemana Selir Xiang pergi?”
Ziwei menunduk. “Aku tak bisa mengatakannya! Huang Ama, tak bisakah Anda memaafkan kami dan berbesar hati menerima kejadian ini? Kalau Huang Ama kembali merenungkan kisah Selir Xiang dan Orang Hui itu, tentunya Anda bisa melihatnya sebagai kisah yang sangat indah dan sangat menyentuh hati!”
“Kau masih berani bilang kisah mereka indah? Di mana letak indahnya?!? Aku sungguh marah padamu hingga ingin mencekikmu! Kutanyakan sekali lagi, Selir Xiang pergi kemana?”
Ziwei tetap tak menjawab pertanyaan itu.
Qianlong kesal sekali hingga mengangkat tangan dan menampar Ziwei.
“Hari ini aku hanya mengingat kepedihan ibumu, Yuhe, hingga tak memperlakukanmu lebih buruk lagi! Tapi kau sungguh tak pantas jadi putriku! Aku tak mau punya anak perempuan seperti dirimu lagi! Pengawal! Bawa dia kembali ke penjara!”
Ziwei pun dibawa keluar dari ruang kerja Qianlong.
Kembali di sel, Xiao Yanzi dan Jinshuo buru-buru menyambut Ziwei.
“Ziwei, bagaimana? Apakah tanganmu dijepit lagi?”
Ziwei menatap mereka dengan pedih. “Aku tidak disiksa apa-apa. Kalian tenang saja. Tapi hatiku sakit sekali… Huang Ama sangat membenciku. Dia berkata tak mau punya anak perempuan seperti aku lagi. Aku harus kehilangan ayah setelah susah payah diakui olehnya…”
Xiao Yanzi memeluk Ziwei. “Tidak apa-apa kalau kau kehilangan ayah seperti dia! Dia membenci kita, biarlah kita membencinya juga!”
“Kali ini kita pasti tamat. Huang Ama tak sudi memaafkan kita. Kita akan menghadapi kematian ini dengan gagah berani…”
***
Di Istana Qingyang, Yongqi yang telah berhasil keluar penjara berpura-pura sakit sepanjang hari.Tak seorangpun memedulikannya. Baru ketika malam Selir Ling datang dan menyampaikan pesan serius padanya.
“Pangeran Kelima, dengarkan baik-baik. Saat ini Fulun dan Fuqin telah kembali ke Graha Xuexi. Mereka telah menunggumu disana. Kau segeralah temui mereka untuk berembuk solusi untuk masalah ini. Pergilah malam ini juga tai jangan lewat gerbang utama. Gunakan gerbang lain!”
“Tidak bisa!” sergah Yongqi. “Aku tak bisa keluar dari sini tanpa membawa yang lainnya! Masalah ini hanya bisa diselesaikan oleh Huang Ama. Jadi kalaupun aku pergi ke Graha Xuexi tetap tak ada gunanya!”
Selir Ling berkata cemas. “Mana mungkin Kaisar sudi memaafkan kalian dengan begitu mudah? Kalian telah melukai kehormatan Beliau! Saat ini Kaisar seperti harimau terluka, sangat berbahaya!”
“Huang Ama tak akan kehilangan kami seandainya Beliau bersedia memaafkantakan. Aku akan bicara langsung padanya dan menceritakan semuanya. Asal Huang Ama bersedia mendengar, Beliau pasti ikut tersentuh dan memahaminya.”
“Kau jangan berpikir selugu itu. Ziwei sudah dipanggil untuk dimintai keterangan. Kaisar bukannya tersentuh, tapi semakin marah usai mendengar ceritanya!”
Yonqi terperanjat. “Kalau begitu, aku semakin tidak boleh kemana-mana. Aku tetap akan tinggal di sini untuk sehidup-semati dengan mereka!”
“Sehidup-semati? Astaga! sekarang kalau ada satu orang yang bisa melarikan diri, maka dia harus melakukannya! Di Istana ini ada aku dan Qing’er! Jika terdesak, aku dan Qing’er bisa membantu mereka. tapi di luar sana juga perlu seseorang yang mengimbangi semua ini. Apa kau mengerti?”
Mata Yongqi terbelalak. Kini dia pun paham.
“Selir Ling, Anda begitu baik. Tuhan pasti akan membalas kebaikan Anda. Tapi, dengan membantu kami, apakah nanti Anda tidak mendapat masalah?”
“Kau tenang saja. Aku beruntung karena memiliki Pangeran Kelima Belas yang masih kecil. Semarah apapun Kaisar, Beliau tak akan menenggelamkan seluruh perahu! Cepatlah kau pergi! Kalian semua… sama seperti anak-anakku sendiri! Aku tak mungkin membiarkan kalian terjerumus begitu saja!”
“Baiklah, aku akan pergi. Tapi aku akan menulis sepucuk surat pada Huang Ama agar Anda tidak dikambing hitamkan!”
Usai menulis surat, Yongqi pun pergi ke Graha Xuexi. Fulun dan Fuqin telah menunggunya. Mereka membawa Yongqi ke perpustakaan. Di sana Liu Qing dan Liu Hong telah menunggu. Melihat kedua bersaudara itu, Yongqi sontak terkejut.
“Liu Qing! Liu Hong! Kenapa kalian bisa ada di sini?”
Liu Qing menghambur pada Yongqi dan mengguncang lengannya dengan emosi.
“Kami baru kembali dari mengantar Meng Dan dan Hanxiang. Dan mendapati Graha Huipin telah hancur berantakan. Makanya kami kemari mencari Erkang. Tuan Besar Fu telah menceritakan pada kami peristiwa di istana. Beliau lalu meminta kami tinggal disini sambil menunggu berita selanjutnya.”
“Pangeran Kelima, kalian tidak boleh berlama-lama di sini,” kata Fulun. “Begitu Kaisar tahu Pangeran Kelima telah meninggalkan istana, tempat yang paling pertama digeledah adalah Graha Xuexi! Oleh karena itu kalian harus pergi ke Gang Mao’er. Di sana ada Lao Ge, orang kepercayaanku.” Fuqin memberi Yongqi sehelai kertas. “Ini alamatnya. Sesampainya di sana, orang itu akan membantu kalian!”
“Tapi bagaimana dengan lain-lainnya yang masih tertinggal di istana?” tanya Liu Hong cemas.
Fulun merendahkan suaranya. “Selir Ling telah merencanakan untuk membebaskan mereka pada saat yang tepat. Tunggu hingga saat itu tiba dan mereka akan diantar juga ke Gang Mao’er. Disana akan disiapkan kereta dan bekal. Habis itu kalian harus pergi mengembara sejauh mungkin!”
Yongqi amat terkejut mendengarnya. “Erkang termasuk akan ikut dalam pelarian ini? Pejabat Fu! Nyonya Fu! Apa kalian rela melepas Erkang?”
“Apa ada cara lain?” Fuqin meneteskan air mata. “Sebagai orang tua aku tak bisa membiarkannya mati. Kami juga tak mungkin memisahkannya dari Ziwei. Kalaupun itu artinya mereka harus pergi jauh, aku rela. Di satu tempat di muka bumi ini pasti ada tempat yang baik untuk kalian.”
“Lalu, setelah kami pergi, apakah Anda berdua tak akan mendapat masalah?” tanya Liu Hong lagi.
“Kami sudah meminta Ertai dan Saiya untuk kembali,” jawab Fulun. “Lagipula, keluargaku telah tiga generasi mengabdi pada kerajaan. Kaisar pasti tak akan mengusikku sampai terlalu jauh. Kalian tenang sajalah. Kami telah membiarkan Erkang ikut kalian dengan tenang. Jika dia tetap di istana, hati kami sesungguhnya selalu merasa cemas.”
“Siapa tahu kita semua masih punya sedikit harapan…,” hibur Yongqi. “Siapa tahu, Huang Ama tiba-tiba bisa memahami semua ini dan mengampuni kita semua!”
Fulun dan Fuqin saling tatap lalu berkata penuh harap. “Kami terpaksa memasrahkan semua ini kepada takdir. Kalian jangan lupa. Selain Selir Ling, di dalam istana kita masih punya satu penolong lain: Qing’er.”
***
Di Istana Zhuning, Qing’er mengerahkan seluruh kemampuannya untuk memohon pengampunan Lao Foye bagi Xiao Yanzi dan kawan-kawan.
“Lao Foye, mohon Anda sudi berbelas kasihan. Kalau dipikir, kesalahan mereka ini kebetulan sekali telah membantu Anda menghilangkan beban besar dari hati Anda. Selir Xiang telah pergi dari Istana, bukankah Lao Foye sepatutnya merasa lega? Untuk apa kita melacak keberadaannya lagi? Kalaupun Selir Xiang ditemukan, Kaisar pasti tak tega menghukumnya. Lantas, apakah Lao Foye masih akan memaksa Selir Xiang untuk bunuh diri?”
Ibu Suri terpana. Betl juga kata-kata Qing’er.
“Tapi tetap tidak sesederhana itu, Qing’er. Mereka telah menipu Kaisar. Mana mungkin mereka diberi kelonggaran?”
“Atau…, Qing’er, masihkah kau menyukai Erkang? Barangkali aku bisa membebaskan Erkang dari eksekusi.”
Qing’er terbelalak. “Kalau hanya Erkang yang dibebaskan dan yang lainnya mati, itu sama saja bagi Erkang untuk ikut mati!”
Ibu Suri terpana. Belum sempat dia menanggapi, terdengar pengumuman dari kasim, “Permaisuri datang!”
Permaisuri masuk bersama Bibi Rong dan menghaturkan salam hormat.
“Ada hal apa hingga kalian kemari?”
“Utusan Lao Foy eke Jinan telah kembali,” jawab Permaisuri. “Dan dia berhasil mendapat petunjuk!”
Bibi Rong menyambung, “Duli Lao Foye! Utusan itu berhasil membawa tiga orang. Mereka adalah dukun beranak yang membantu persalinan Putri Ziwei. Dua lainnya adalah sepasang suami-istri tua, kerabat Putri Ziwei dari pihak ibu.”
Ibu Suri terkejut. “Mana mereka? Tunggu apa lagi? Segera bawa mereka kesini!”
“Baik!” Bibi Rong bergegas keluar.
***
Sementara Ibu Suri menginterogasi tiga orang tamu dari Jinan, di kediamannya Qianlong sedang kesal setelah mendengar kepergian Yongqi.
Xiao Shunzi, kasim Yongqi, membawa surat yang ditinggalkan Yongqi. Qianlong membaca surat itu dengan seksama.
“Huang Ama, maafkan aku yang tidak berbakti. Aku sungguh tak tahu harus mulai bicara dari mana. Tapi rasa hormatku kepada Huang Ama tetap sama dan tidak pernah berubah. Masalah Selir Xiang, meski kami memang bersalah namun jauh di dalam ada alasan kami untuk melakukannya. Kalau suatu hari Huang Ama telah dapat memahami alasan itu, kami harap Huang Ama dapat memaafkan kesalahan kami. Namun jika Huang Ama tetap tak sudi memaafkan, dengan berat hati, aku akan mengucapkan salam perpisahan pada Anda!”
Surat itu langsung dicampakkan Qianlong usai membacanya. “Mau berpisah? Baik! Biarkan saja semuanya menghilang dan tak usah kembali! Aku tak mau punya anak seperti ini lagi!”
Selir Ling memungut surat itu dan membacanya. Dia berkata, “Yang Mulia, surat Pangeran Kelima ini sarat dengan perasaan. Dia pun sesungguhnya tak berdaya. Asal Yang Mulia mau memaafkan yang lainnya, Pangeran Kelima pasti akan kembali. Kalau tidak, tentu dia akan memilih sehidup-semati bersama yang lainnya. Yang Mulia harus berpikir matang. Setelah kehilangan Selir Xiang, jangan sampai Anda kehilangan putra dan putri juga!”
“Selir Ling! kau tak perlu membantu mereka lagi!” seru Qianlong. “Mereka telah berkali-kali membohongiku! Aku sakit hati sekali! Aku telah berulang kali menanyai mereka, kemana Selir Xiang pergi dan waktu itu mereka terus saja mengatakan bahwa dia telah berubah menjadi kupu-kupu…” Semakin bicara, Qianlong semakin marah.
Selir Ling terdiam. Pada saat yang sama, datang utusan Ibu Suri menghadap Qianlong.
“Lapor Yang Mulia, Lao Foye meminta Anda ke Istana Zhuning sekarang juga! Ada masalah penting yang hendak disampaikan!”
***
Pada saat yang sama, Ziwei, Xiao Yanzi, Jinshuo dan Erkang juga dibawa ke Istana Zhuning.
Xiao Yanzi mengira Lao Foye berhasil membujuk Kaisar untuk mengampuni mereka. Akhirnya mereka bebas. Tapi di luar dugaan mereka semua, pemanggilan ke Istana Zhuning ini hanya untuk mendengar kabar buruk lain yang lebih menyedihkan.
Keempatnya masuk ke aula Istana Zhuning. Begitu melihat Yongqi tak ada, tahulah Xiao Yanzi kalau pemuda itu telah keluar lebih dulu. Di aula Istana Zhuning penuh orang. Ibu Suri, Kaisar, Permaisuri, Selir Ling, Qing’er, Bibi Rong… dan juga ada tiga sosok rakyat jelatayang sedang berlutut.
Ibu Suri segera membuka mulut, “Yang lainnya tak boleh bicara!” Ditatapnya ketiga rakyat jelataitu. “Angkat wajah kalian dan lihatlah, yang di sana itu adalah Ziwei. Coba kalian kenali!”
Dukun beranak yang bernama Nenek Li itu mengangkat wajah dan berkata ketakutan, “Ampun Lao Foye… hamba tak dapat mengenalinya. Hamba hanya melihatnya sekali waktu baru lahir. Waktu itu dia masih bayi…”
Sepasang suami-istri di sebelahnya mengangkat kepala. Mereka menatap ketiga gadis dengan seksama, lalu terpaku pada Ziwei.
Ziwei balas menatap mereka sesaat, tiba-tiba dia mengenali sepasang suami-istri itu. Matanya berbinar. Dia terkejut sekaligus senang.
“Jiupo! Jiugong!” seru Ziwei memanggil keduanya dengan sebutan untuk saudara nenek dari pihak ibu. “Kenapa jalian bisa ada di Beijing? Bukankah kalian seharusnya di Jinan?’
Wanita itu dan suaminya menghampiri Ziwei. Mereka memeluk Ziwei erat-erat. Dengan mata basah, si wanita berkata, “Sudah lama tidak bertemu. Ziwei, kau sudah dewasa! Kau tumbuh begitu cantik… Seingatku, ketika kau dan ibumu pindah ke Gunung Qianfo, kau baru berumur sembilan tahun.”
Melihat itu Ibu Suri berdehem. Dengan nada tinggi dia berkata, “Reuninya sudah selesai? Ziwei! Apakah mereka ini adalah kerabatmu dari pihak ibu?”
“Benar! Tapi saya tidak tahu kenapa mereka berada di Beijing?”
Jinshuo tak dapat menahan diri, maju dan menekukkan lutut. “Jiupo, Jiugong, apa kabar?”
Si wanita tua itu tampak terkejut. “Ini Jinshuo? Kau masih mengabdi pada Ziwei, ya? Bagus sekali!”
Ibu Suri berkata dingin. “Baik, tampaknya, hubungan kekerabatan ini sudah pasti benar. Ziwei, semula keluargamu tinggal dimana lalu pindah kemana?”
Ziwei agak terkejut dengan pertanyaan itu. Dia buru-buru menjawab, “Sebelumnya kami tinggal di Gang Chiangchia, lalu pindah ke kaki Gunung Qianfo.”
“Kapan kau dilahirkan?”
“Saya lahir pada tanggal dua bulan delapan tahun Renxu.”
Ibu Suri memandang ke arah Nenek Li. “Nenek Li! Katakan waktu kelahiran Ziwei!”
Nenek Li gemetaran. “Seingat hamba…, hamba membantu persalinan Xia Yuhe pada tanggal delapan bulan dua belas tahun Guihai. Itu setahun setelah tahun Renxu. Tapi tidak tahu, apakah bayi wakt itu adalah Putri ini atau bukan. Saya sama sekali tak bisa mengenalinya!”
Xia Yuhe punya berapa anak perempuan?” tanya Ibu Suri pada kakek kerabat Ziwei.
“Yuhe hanya punya satu anak perempuan!” Lelaki itu tampak sangat ketakutan hingga jatuh berlutut.
Ziwei akhirnya mengerti. Serta-merta wajahnya berubah pucat. Ditatapnya ketiga tamu rakyat jelata itu.
“Tidak! Tidak mungkin!Aku lahir pada bulan delapan. Kata ibuku, waktu itu bersamaan dengan mekarnya bunga Ziwei! Makanya dia memberiku nama Ziwei!”
“Tapi, kau sungguh dilahirkan pada tanggal delapan bulan dua belas tahun Guihai!” lelaki tua itu bersikeras. “Aku sendiri yang membantu ibumu menjemput dukun beranak! Ketika kecil dulu namamu bukan Ziwei. Tapi Xiao Pudian. Waktu kau berumur enam tahun barulah ibumu mengganti namamu karena menganggap Xiao Pudian itutidak enak didengar!”
Bukan hanya Ziwei yang memahami kemana arah pertemuan ini. Bahkan Xiao Yanzi, Jinsuo dan Erkang juga tahu….
Ziwei merasa sekelilingnya berputar dan akan lenyap. “Ibuku tidak perrnah berbohong… Kenapa bisa begini?”
Qianlong tak dapat menahan diri lagi. Mengeraskan diri, dia berkata, “Ziwei! Aku selalu menganggap ibumu sebagai wanita yang setia. Aku telah merasa berdosa padanya sehingga menerimamu dengan lapan dada. Ternyata, semua ini adalah penipuan yang telah terencana! Ibumu rupanya penipu! Pantas saja kau pun licik! Ak sungguh buta telah mengakuimu sebagai putriku!”
Ziwei terhenyak. Terbata-bata dia bergumam, “Ibuku bukan oran seperti itu… Huang Ama tentu sangat mengenalnya!”
Qianlong mendengus keras. “Jangan panggil aku Huang Ama lagi! Aku bukan Ayahanda Kaisarmu!”
Xiao Yanzi berteriak, “Huang Ama! Anda yang terjebak! Siapa yang tahu bagaimana orang-orang ini bisa kemari? Kalaupun mereka kerabat Ziwei, toh mereka sudah tua, jadi mereka bisa saja salah mengingat waktu kelahiran Ziwei! Huang Ama jangan memfitnah ibu Ziwei! Xia Yuhe sudah meninggal. Dia tentu tak bisa keluar dari kuburnya untuk membela diri!”
“Tutup mulutmu!” tudiang Qianlong. “Kau dan Ziwei telah bersekongkol menipuku. Sekarang rahasia ini telah terbongkar, kau masih tak tahu malu! Huang Ama apaan? Aku bukan Ayahanda Kaisarmu!”
Jinshuo ikut berseru, “Yang Mulia! Hamba telah mengabdi sembilan tahun pada Nyonya! Hamba berani bersumpah Nyonya wanita terhormat! Beliau sangat pandai dan mengajarkan segala kepandaiannya itu pada Nona!”
“Aku tak mau dengar apapun tentang Xia Yuhe lagi! Bawa semua orang yang ada hubungannya dengan Yuhe keluar dari sini!”
Para kasim menyeret ketiga rakyat jelata itu keluar.
Ziwei menatap Qianlong. air matanya berlinangan. “Huang Ama…,” katanya pilu. “Aku tak peduli bisa menjadi putri Anda atau tidak. Tapi ibuku wanita terhormat! Dia tahu bagaimana menjaga diri. Ibuku juga tidak perah berbohong padaku…” Lalu bruk! Ziwei jatuh tersungkur seraya menangis keras di lantai.
“Tak perlu bersandiwara lagi!” hardik Ibu Suri. “Kesalahan kalian sungguh tak termaafkan! Kembali saja ke penjara untuk menunggu eksekusi!”
Erkang buru-buru maju. “Yang Mulia! Mohon dengarkan perkataan hamba!”
Ibu Suri melotot. “Erkang! kau kira, hanya Kaisar saja yang telah ditipu oleh gadis-gadis ini? Sebenarnya masih ada dua orang lagi! Yakni kau dan Pangeran Kelima! Sadarlah Erkang, kau pemuda yang kami kasihi. Jangan sampai kau tertipu terus. Sekarang Ziwei bukan seorang putri. Jasi otomatis perjodohan kalian pun batal. Asal kau mau insyaf, masih ada jalan bagimu untuk kembali. Apa kau mengerti?”
Mendengar perkataan Ibu Suri, Ziwei menengadahkan kepala menatap Erkang dengan sorot mengiba.
Erkang melihat Ziwei, lalu menatap Ibu Suri dan lain-lainnya. “Duli Lao Foye! Bagi Paduka, latar belakang dan darah Ziwei sangat berarti. Tapi bagi hamba, semua itu tidaklah penting! Hamba memang mencintainya, memandang tinggi dirinya bukan karena dia seorang putri atau bangsawan, melainkan hanya Ziwei saja!”
“Dia Ziwei hamba dan tak akan pernah berubah! Kalaupun hamba disuruh menukar segala kehormatan, kekayaan dan nyawa sekaligus dengan Ziwei, hamba akan rela melakukannya!”
Kepala Ziwei terangkat. Ditatapnya Erkang dengan sorot penuh haru. Bahkan semua orang yang ada di ruangan itu mau tak mau tersentuh. Ketiga gadis itu pun diseret kembali ke penjara.
Di selnya, Ziwei merasa lebih tenang. Dia berkata lembut pada Xiao Yanzi dan Jinshuo,
“Bagiku, kapan aku dilahirkan dan siapa ayahku, semuanya tak penting lagi. Aku hanya beruntung memiliki Erkang. Sangat beruntung. Mati sekarangpun, aku sudah ikhlas…”
***
Qianlong masih juga seperti cacing kepanasan. Segala perasaan malu dan terhina selaku Kaisar telah mengepungnya. Belum selesai soal identitas Ziwei, masalah Selir Xiang kembali menghadangnya.
Para panglima yang ditugaskan untuk mencari Selir Xiang satu persatu kembali dan melapor nihil. Perasaan malu Qianlong pun semakin memuncak.
“Tidak ketemu? Kalian telah mencoba beberapa rute, kenapa tidak bisa menemukan jejak mereka sedikit pun?”
Para pejabat itu ketakutan. Salah satunya memberanikan diri bicara, “Karena Baginda memerintahkan untuk tidak boleh terang-terangan mencari Selir Xiang, kami pun jadi hati-hati sewaktu menginterogasi orang. Apakah mungkin kita bisa menggambar wajah Selir Xiang untuk memudahkan pencarian?”
Qianlong menggebrak meja. “Mana mungkin kita bisa mengumumkan secara terbuka kalau seorang Selir telah menghilang dari istana? Mengedarkan gambar wajahnya itu sama saja dengan membocorkan rahasia dalam istana!”
Perasaan Qianlong sangat kacau. “Berapa besar kemungkinan kalian dapat menemukannya? Berterus teranglah padaku.”
Salah seorang panglima bernama Quanheng maju dan melapor, “Tugas ini benar-benar sulit. Negeri kita sangat luas, entah kemana kami harus melakukan pencarian. Hamba khawatir, semakin banyak kita mengerahkan pasukan, rahasia ini akan semakin sulit terjaga. Mohon petunjuk Kaisar agar kami dapat melakukan tugas ini dengan baik.”
Qianlong terpana. Dia terpukul. Akhirnya setelah terdiam beberapa lama, ia pun mengangkat kepala.
“Sudahlah! Hentikan saja pencarian ini… Kita umumkan saja Selir Xiang telah meninggal karena sakit keras. Utus orang ke Xinjiang untuk memberitahukan hal ini pada Ali Hoja. Lalu mulailah membangun makam Selir Xiang. Masalah ini cukup selesai sampai di sini!”
”Hamba mematuhi perintah!” serempak para panglima menyahut.
Setelah panglima-panglimanya undur diri, Qianlong kembali terpuruk dalam kepedihan. Tak henti-hentinya dia berpikir, telah mencurahkan cinta, perlindungan serta kasih sayang pada Ziwei dan Xiao Yanzi. Tapi semuanya sekarang tampak seperti lelucon besar yang membelenggunya.
Maka, keesokan harinya, Ziwei, Xiao Yanzi, Jinshuo dan Erkang dipanggil kembali. Kali ini di kediaman Qianlong di Istana Qianqing. Di hadapan Ibu Suri, Permaisuri, para Selir dan pejabat istana, Qianlong menjatuhkan vonis.
“Ziwei dan Xiao Yanzi menyamar sebagai Putri untuk masuk istana. mereka telah melakukan penipuan tak termaafkan. Aku menjatuhkan hukuman pancung bagi mereka. Eksekusinya akan dijalankan besok siang di depan umum!”
Walau Ziwei dan Xiao Yanzi sudah menduga akan dihukum penggal, tetap saja mereka terkejut. Erkang terkesiap. Bahkan Ibu Suri, Permaisuri dan yang lainnya amat terkejut.
“Jinshuo, si budak dayang, hanya mematuhi perintah majikan. Dia tidak dijatuhi hukuman mati – tapi akan dibuang ke Mongolia! Fu Erkang selaku pengawal Istana ternyata membantu persekongkolan, dipecat dari seluruh jabatannya dan dihukum penjara lima belas tahun!”
Semuanya kembali terkejut. Fulun maju selangkah dan berseru, “Yang Mulia, mohon belas kasihan! Hamba tak akan memohon bagi Erkang. Namun selama kedua Putri berada di istana, bukankah mereka juga sudah sering membahagiakan Anda? Bahkan ketika melakukan perjalanan menyamar, Putri Ziwei bahkan menyambut belati yang ditujukan bagi Anda dengan tubuhnya sendiri! Sekarang, meski dia melakukan kesalahan besar, tak patut dihukum mati! Mohon Yang Mulia mempertimbangkannya dengan seksama!”
Seluruh pejabat yang hadir berlutut sambil berseru, “Mohon Yang Mulia berbelas kasihan!”
Selir Ling juga maju dan berlutut. “Yang Mulia! Kita harus menyelidiki secara teliti apakah Ziwei putri palsu atau bukan. kita tak boleh menjatuhkan vonis hanya berdasarkan perkataan tiga orang rakyat jelata. Baginda sekarang marah besar sehinggga menjatuhkan vonis mati bagi kedua Putri, hamba khawatir setelah emosi itu reda, Yang Mulia hanya bisa menyesal. Mohon tarik kembali vonis itu, atau paling tidak, janganlah membuat keputusan tergesa-gesa seperti itu…”
Tindakan Selir Ling diikuti banyak Selir lain. Satu demi satu mereka keluar barisan dan berlutut. Semuanya berseru serempak, “Kami memohon ampun bagi kedua Putri! Mohon berilah belas kasihan!”
Melihat begitu banyak orang berlutut, Qianlong mulai gentar. Tapi siapa nyana, pada saat begitu Xiao Yanzi justru berteriak keras,
“Kalau mau dipancung ya sudah! Pancung saja! Tidak usah bilang menyamar jadi Putri segala! Andalah yang menyamar sebagai Ayahku! Kalau dari dulu aku tahu Anda begitu tak berperasaan, senang memenggal kepala orang, aku pasti tidak sudi punya ayah macam begini! Hari ini kami sadar, bukan Anda yang salah mengakui anak, tapi aku dan Ziweilah yang salah mengakui ayah!”
Qianlong sangat terperanjat hingga nyaris pingsan.
“Aku sudah mendengar kata-kata Xiao Yanzi. Ziwei, apakah kau juga ingin mengatakan sesuatu?”
Ziwei mengangkat kepala dengan tegak lalu berkata mantap, “Aku hanya menyesali nasib ibuku. Anda sama sekali tidak sepadan dengannya!”
Qianlong memukul meja dan berseru lantang, “Vonis sudah dijatuhkan! Siapa yang memohon pengampunan lagi akan dihukum mati bersama mereka!”
“Yang Mulia!” Erkang berseru lantang. “Hamba mohon mati bersama Ziwei dan Xiao Yanzi!”
Jinshuo juga ikut berteriak, “Hamba tak mau ke Mongolia! Hamba ingin dipancung saja!”
Qianlong sudah tidak peduli. Dia menundukkan kepala lalu pergi.
***
Kembali di penjara, Jinshuo menggenggam erat tangan Ziwei. Dia meraung-raung sambil menangis, “Mengapa aku dikirim ke Mongolia? Aku tidak mau ke Mongolia! Aku mau ikut mati bersama kalian!”
Ziwei berkata menenangkan, “Hidup itu lebih baik daripada mati, Jinshuo. Kau harus menghargai kehidupanmu! Ini permohonanku padamu!”
“Nyawamu itu sangat berharga! Belum saatnya bagimu untuk mati!” seru Xiao Yanzi. “Aku dan Ziwei yang akan mati. Hitung-hitung, kau harus tetap hidup demi kami. Jadi, kalau kelak kita bertemu di akhirat, kau bisa memberitahu kami peristiwa-peristiwa menarik setelah kami mati!”
Xiao Yanzi mengelus lehernya. “Ziwei, apakaj para algojo itu sangat lihai? Seandainya leher kita sangat keras dan tak bisa putus dalam sekali penggal bagaimana?”
“JAngan khawatari. Para algojo itu sangat berpengalaman. Sekali tebas kepala kita pasti langsung putus!”
Xiao Yanzi berpikir-pikir, “Entah apakah kita masih merasa sakit kalau kepala kita sudah jatuh ke tanah, ya?”
Jinshuo tidak tahan mendengar ucapan Xiao Yanzi, dia pun berteriak, “Huaaaaa!!!”
Ziwei memeluk Jinshuo. “Tabahkan dirimu. Kalau sedih begini, aku pun ikut sedih. Jinshuo yang baik…”
Ziwei meraba-raba lehernya dan menanggalkan kalung emas yang dipakainya lalu dikenakannya ke leher Jinshuo.
“Ini kalung peninggalan ibuku. Terimalah sebagai tanda mata. Kalau terjepit, kau boleh menjualnya. Mongolia itu jauh sekali. Udaranya sangat kering. Kau harus berhati-hati dan menjaga dirimu dengan baik.”
Jinshuo menyentuh kalung di lehernya. “Tidak! Aku tidak bisa berpisah dengan kalian! Pasti nantinya akan ada perubahan! Pasti…”
Tiba-tiba serombongan sipir penjara mendekat. “Kami membawa titah untuk membawa terpidana Jinshuo ke Mongolia!”
Salah satu sipir membuka pintu sel lalu memasang pasung kayu ke leher Jinshuo. Tangan dan kaki gadis itu juga diborgol. Jinshuo berusala melepaskan diri dengan meronta-ronta,
“Aku tidak mau! Aku tidak mau!”
Plak! Pipi Jinshuo ditampar. “Diam! Sekarang kau sudah tidak punya hak untuk protes!”
Xiao Yanzi marah sekali dengan kesewenang-wenangan sipir itu. Dia balas menampar sipir itu sambil berteriak, “Kau berani menampar Jinshuo? Akan kubalas kau berlipat-lipat!”
Plak! Xiao Yanzi kembali menampar si sipir. “Lagipula toh besok aku akan mati. Jadi lapor saja pada Baginda Kaisar kalau aku menamparmu!” Plak! Plak! Plak!
Sipir itu berseru minta tolong. “Pengawal! Cepat…!”
Kawan-kawannya segera memasuki sel dengan senjata terhunus. Ziwei segera menarik Xiao Yanzi. “Jangan melawan lagi. Tak ada gunanya…”
Sipir-sipir itu menyeret Jinshuo keluar. “Nona!!! Xiao Yanzi!!!” seru Jinshuo memilukan.
“Jinshuo!!! Jinshuo!!!” Ziwei juga berseru seperti disayat sembilu. Pintu sel kembali terkunci.
Jinshuo terus berteriak hingga suaranya lenyap bersama dengan sosoknya.
Ziwei menangis dan bergumam lirih, “Jinshuo, setelah aku mati, arwahku akan menemanimu ke Mongolia…”
Ziwei terjatuh ke lantai. Dia dan Xiao Yanzi berpelukan sambil menangis.
***
Di penjara pria, Erkang samara-samar mendengar Jinshuo telah dibawa pergi.
Dia hanya bisa terduduk. Hatinya hancur mendengar tangisan Ziwei dan Xiao Yanzi.
Entah kapan gilirannya menjalani hukuman. Mungkinkah di luar sana Liu Qing dan Liu Hong tengah berusaha menolong mereka? Di manakah Yongqi sekarang berada? Apakah dia sudah berhasil meninggalkan istana?
Erkang larut oleh pikiran-pikirannya. Empat jam kemudian, terdengar suara langkah-langkah kaki menuju selnya. Terdengar suara Selir Ling yang berwibawa, “Kaisar khusus memerintahkan! Walau mereka telah berbuat kesalahan besar, mereka tetap adalah keluarga Kerajaan jadi kalian tak boleh menghalangi kami untuk menjenguk mereka!”
Erkang terkejut. Jantungnya berdegup kencang. Tampak olehnya Selir Ling, Qing’er – diikuti Xiao Dengzi, Xiao Cuozi, juga Mingyue dan Caixia.
Para sipir dengan penuh hormat menyalakan obor dan menerangi langkah-langkah Selir Ling. Mereka menyahut takzim, “Siap, Selir Ling! Mohon Anda dan Putri Qing berjalan hati-hati!”
Kini semuanya sudah berdiri di depan sel Erkang. Sekujur tubuh Erkang tegang.
Sipir membuka pintu sel. Selir Ling berkata padanya, “Aku dan Tuan Muda Fu ingin bicara sebentar. Kalian menyingkirlah!”
“Baik!” sipir itu lalu menancapkan obor di satu sudut dan undur diri.
Setelah sipir itu lenyap dari pandangan, Xiao Dengzi dan Xiao Cuozi bergegas masuk ke dalam sel. Kedua kasim itu dengan cekatan melepas pakaian Erkang, lalu memakaikannya baju kasim yang rupanya telah mereka siapkan.
“Aku akan bicara dengan singkat!” kata Selir Ling. “Setelah memakai baju kasim itu, kau akan berpura-pura sebagai Xiao Dengzi dan keluar bersama Xiao Cuozi. Xiao Dengzi akan menggantikanmu di sini. Setelah itu, kau harus cepat ke gerbang barat. Di sana Xiao Guizi telah menunggu dalam kereta kuda. Tunggu sebentar sekitar lima belas menit. Kami akan berusaha menyelamatkan Ziwei dan Xiao Yanzi. Kalau waktunya sudah tiba dan kalian mas melihat kami, jangan tunggu lagi! Lekaslah ke Gang Mao’er. Di sana ada Lao Ge. Juga ada Pangeran Kelima, Liu Qing dan Liu Hong ikut menunggu disana!”
Sambil lekas-lekas merapikan pakaian kasimnya, Erkang berkata cemas, “Kalian yakin bisa menyelamatkan mereka?”
“Kami akan berusaha mati-matian. Asal tak ada rintangan, tentu tak akan ada masalah.”
Erkang merasa beribu terima kasih. “Tapi…, setelah kami semua pergi, bagaimana dengan kalian?”
“Kau tak usah mencemaskan kami. Bila nantinya ketahuan, aku akan berterus terang pada Kaisar. Yang Mulia telah kehilangan Selir Xiang, lalu kalian… Beliau pasti tak mau kehilangan diriku lagi!” ujar Selir Ling.
“Begitupun denganku,” timpal Qing’er. “Lao Foye juga tak akan sudi kehilangan aku!”
“Bagaimana kalau ternyata mereka ‘rela’ kehilangan kalian?”
Qing’er tersenyum tipis. “Maka aku akan mengucapkan kaliamat yang sering dipakai Xiao Yanzi: ‘Kalau mau nyawa, ambil saja nyawaku!’”
Erkang masih bimbang. “Lalu…, Xiao Dengzi?”
“Kami telah menyuap dua sipir. Setelah kita pergi, mereka akan kembali kesini untuk melepasnya,” jawab Selir Ling.
Xiao Dengzi bersujud memberi hormat pada Erkang, “Tuan Muda Erkang, jangan pedulikan hamba! Bawalah kedua Putri segera pergi dari sini!”
Qing’er buru-buru mendorong Erkang. “Cepatlah! Waktunya sangat sempit! Jangan bimbang! Aku yakin kami tak akan kenapa-napa!”
Selir Ling menyambung, “Kau pergilah duluan. Kita harus keluar satu persatu. Tunggulah di gerbang barat. Seandainya kami gagal menolong kedua gadis itu, besok di tepat eksekusi, kalian masih bisa melakukan sesuatu!”
Erkang terpana. “Aku paham!” Dia menyoja. “Aku tidak bisa mengungkapkan semua isi hatiku, akan tetapi… terima kasih!”
Selir Ling lalu sengaja berkata dengan suara tinggi. “Xiao Dengzi! Xiao Cuozi! pergilah ke Istana Yanxi dan ambil selimut! Di sini rupanya dingin sekali!”
Xiao Cuozi menarik Erkang yang telah berpakaian kasim keluar. Mereka tak dihalangi sama sekali. Setelah melihat Erkang kelluar, Selir Ling dan Qing’er menuju penjara wanita bersama Mingyue dan Caixia.
Xiao Yanzi dan Ziwei begitu tekejut sekaligus gembira melihat kunjungan Selir Ling dan lainnya. “Selir Ling? Qing’er? Kalian datang? Mingyue dan Caixia juga!”
“Pengawal! Buka pintu selnya!” Selir Ling memerintahkan. “Biarkan aku bicara dengan putri-putriku!”
Sipir penjara membuka gembok. Selir Ling menyelipkan sekeping uang emas yang diterima oleh sipir itu dengan sukacita. Si sipir pun pergi.
Qing’er langsung berkata, “Cepat kalian berdua tukar pakaian dengan Mingyue dan Caixia! Mingyue dan Caixia yang akan menyamarsebagai kalian di penjara. cepat! Erkang telah menunggu di gerbang barat!”
Ziwei tahu kedatangan mereka adalah untuk menolongnya dan Xiao Yanzi. “Apa tidak apa-apa kalian melakukan ini? Bagaimana dengan kalian jika ini terbongkar? Aku tak mau melaukan hal ini jika harus mencelakakan kalian!”
Xiao Yanzi juga menolak usul itu. sehingga Selir Ling gusar sekali.
“Kalian berdua percaya saja pada kami! Aku sudah mengatur segalanya! Asal kalian berdua bisa keluar dari istana, nanti akan ada sipir yang membebaskan Mingyyue dan Caixia!”
“Kumohon, kalian percaya saja padaku dan Selir Ling…” kata Qing’er waswas.
“Tapi kalian sebaiknya menjelaskan rencana ini…,” Ziwei belum selesai bicara terdengar suara sipir yang sengaka dikeraskan.
“Semoga Yang Mulia Permaisuri panjang umur hingga ribuan tahun! Sudah malam begini…, mengapa Anda datang kemari? Aiya, pelan-pelan, hamba akan menuntun Anda!”
Begitu mendengar kedatangan Permaisuri, semuanya langsung pucat pasi.
“Celaka! Kita tak bisa menjalankan rencana ini lagi!” ujar Selir Ling putus asa. “Untung kita sudah mengantisipasinya. Mingyue, Caixia, lekas keluarkan pakaian dan topi Putri!”
Mingyue dan Caixia tidak jadi menyamar sebagai Ziwei dan Xiao Yanzi. Sebaliknya, mereka membantu Ziwei dan Xiao Yanzi memakai pakaian baru dan mengenakan topi pianfang mereka.
Qing’er sengaja bicara keras-keras, “Ziwei, Xiao Yanzi! Lao Foye sengaja mengutus kami kemari untuk meminta kalian berganti pakaian. Bagaimanapun, kalian pernah menjadi putri, jadi jangan sampai kalian terlihat berantakan ketika hendak pergi kea lam lain. Anggaplah ini budi baik yang diberikan Loa Foye pada kalian!”
Mingyue dan Caixia buru-buru membantu Ziwei dan Xiao Yanzi berganti pakaian, juga menyisiri rambut dan memasangi topi mereka.
Permaisuri masuk bersama Bibi Rong.
“Wah…, malam-malam begini bayak sekali tamu disini!” sindirnya penuh kecurigaan.
“Salam untuk Permaisuri,” Selir Ling terpaksa memberi hormat. “Hamba dan Qing’er diutus oleh Lao Foye untuk menjenguk kedua Putri. Kalau Permaisuri? Apa yang menyebabkan kedatangan kemari Anda malam-malam begini?”
Bibi Rong berkata pongah, “Lao Foye benar-benar welas asih. Sebelum matipun dia menginginkan kalian berdandan. Biar kalian berdandan secantik apapun, begitu kepala kalian berguling ke tanah, tetap saja wajah kalian akan diselimuti debu!”
Xiao Yanzi dan Ziwei tahu kesempatan mereka untuk kabur telah lenyap. Xiao Yanzi terutama. Mendadak dia tak takut lagi. Dia tertawa keras sambil berkata, “Ziwei! Kita berdua besok akan mati! Malam ini, mari kita balas semua dendam dan fitnah yang pernah kita peroleh!”
Serta merta Xiao Yanzi maju dan menampar wajah Bibi Rong. Permaisuri buru-buru berteiak, “Pengawal! Pengawal!”
Xiao Yanzi juga menyundul kepala Permaisuri hingga wanita itu jatuh terjerembap. Xiao Yanzi lalu memukuli tubuh Permaisuri.
“Aku memang sudah selalu celaka sejak dulu!” Xiao Yanzi kembali menendang Bibi Rong hingga ikut terjerembap. “Ziwei! Besok kita akan mati, tapi malam ini, Permaisuri datang bersujud pada kita!”
Para pengawal datang dan menarik Xiao Yanzi. Permaisuri dan Bibi Rong merangkak bangun dengan mengaduh-aduh. Dengan penuh kebencian, Permaisuri berkata, “Sudah mau mati kau masih berani menoceh! Tunggu sampai kepalamu putus! Kita lihat apa kau masih bisa bicara?”
Qing’er takut Permaisuri akan mencurigai Erkang yang telah menyelinap pergi. Dia pun berkata, “Xiao Yanzi, Ziwei, kami datang mewakili Lao Foye dan Kaisar untuk mengantar kepergian kalian! Tak boleh ada kebencian lagi. Besok, pergilah dengan baik. Aku tahu apa yang mengganjal hati kalian. Jika pada kehidupan ini kita tak bertemu lagi, semoga masih ada kesempatan di kehidupan mendatang!”
Melihat rencananya gagal, Selir Ling merasa kesal sekali. Dia tak dapat menahan diri berkata pada Permaisuri, “Permaisuri! Anda sengaja kesini malam-malam begini, apakah ada sesuatu yang ingin disampaikan? Kata-kata perpisahan barangkali?”
“HUH!” Permaisuri mengibaskan tangannya pada sipir. “Lekas kalian kunci rapat-rapat pintu sel ini dan berjaga ekstra di pintu! Kedua gadis ini bisa ilmu hitam! Jangan sampai mereka berubah menjadi kupu-kupu dan meninggalkan tempat ini! Kalau sampai hal itu terjadi, kalian semua akan mati!”
“Baik! Baik!” para sipir menyahut.
Bibi Rong menatap Selir Ling dengna waspada. “Apakah Selir Ling sudah selesai mengucapkan kata-kata perpisahan?”
Selir Ling menggertakkan gigi saking kesalnya. Dia tak bisa apa-apa lagi.
“Qing’er, mari kita bersama-sama mengantar Permaisri kembali ke Istana Kunning!” kata Selir Ling. “Mingyue, Caixia! Kalian kembali ke Paviliun Shuofang saja!”
Mingyue dan Caixia sangat sedih karena tak dapat menyelamatkan Ziwei dan Xiao Yanzi. Keduanya pun bersujud pada Ziwei dan Xiao Yanzi sambil berurai air mata.
“Kami bersujud pada Putri berdua. Mohon jaga diri Anda!” seru Mingyue dan Caixia.
Qing’er menggenggam tangan Ziwei dan Xiao Yanzi sejenak sebelum beranjak.
Ziwei dan Xiao Yanzi lalu berlutut dan bersujud penuh hormat pada Selir Ling.
“Selir Ling, semua kebaikan Anda akan Ziwei dan Xiao Yanzi ingat dalam hati. Entah di surga atau di dunia, kami akan mendoakan kebahagiaan Anda,” kata Ziwei.
Air mata Selir Ling berlinangan. “Sampai jumpa..,” Dia lalu berkata pada Permaisuri, “Baiklah! Mari kita pergi.”
Selir Ling dan rombongan berlalu bersama Permaisuri dan Bibi Rong. Sipir penjara menutup pintu sel. Tinggallah Ziwei dan Xiao Yanzi teduduk lemas.
***
Di gerbang barat, Erkang telah menunggu di atas kereta bersama Xiao Guizi. Hatinya sangat gundah.
Setelah menunggu sesuai waktu yang telah disepakati dan tanda-tanda kehadiran Ziwei dan Xiao Yanzi tidak muncul-muncul juga, Erkang mulai cemas.
Tiba-tiba, Xiao Cuozi muncul. Melihat kiri-kanan tak ada memperhatikan, Xiao Cuozi langsung menyelinap ke atas kereta.
“Tuan Muda Erkang, lekas pergi! Kedua Putri tak bisa diselamtkan. Permaisuri mendadak muncul dan semua berantakan. Selir Ling hanya berharap keajaiban besok. Anda tak boleh menunda-nunda! Lekaslah pergi sekarang!”
Selesai berkata demikian, Xiao Cuozi kembali ke istana. Erkang amat putus asa dan kecewa. Ditatapnya istana dengan perasaan kacau.
***
Hari pelaksanaan eksekusi pun tiba.
Di salah satu sudut kota Beijing – dekat istana, massa telah berkumpul. Semua orang inigin melihat kedua Putri yang akan dihukum mati.
Terdengar bunyi gong dipukul keras. Lalu muncullah arak-arakan petugas pelaksana hukuman mati membawa senjata dan panji-panji. Para pengawal kerajaan mengikuti di belakang dengan senjata toya siap menghalau massa.
Keda Putri berdiri di atas kereta tahanan. Begitu melihat keduanya, massa langsung berubah gaduh.
Tangan-kaki Ziwei dan Xiao Yanzi terborgol. Mereka terbelenggu dalam kereta tahanan. Pakaian mereka rapi sekali, lengkap dengan segala atribut Putri. Mereka sama sekali tdak tampak sepert dua terpidana mati. Keduanya menegakkan kepala, berwibawa, begitu cantik, sama sekali tak menunjukkan ketautan.
“Lihat! Itu kedua Putri jelata! Putri Huanzhu dan Putri Mingzhu!”
“Dua Putri yang cantik sekali! Tapi Putri jelata tetaplah Putri jelata. Tak punya kedudukan berarti. Jadi begitu Kaisar marah, kepala pun bisa melayang!”
“Padahal tahun lalu Putri Huanzhu bersama Kaisar pergi mengunjungi Kuil Langit untuk memberi persembahan. Hanya dalam sekejap, sekarang dia berubah menjadi terpidana. Sungguh tragis!”
“Bergaul dengan kalangan bangsawan memang seperti bergaul dengan harimau!”
Orang-orang semakin riuh rendah berbicara. Semakin lama, mereka semakin emosional. Dipicu rasa ketidak adilan, mereka mulai berdesak-desakan dengan emosi bergejolak.
Xiao Yanzi terkejut sekaligus heran melihat kerumunan massa sebanyak itu.
“Tak disangka, ternyata begitu banyak orang yang mau melihat kita mati! Kematian kita ternyata sangat meriah dan bergaya!” kata Xiao Yanzi kecut.
Ziwei memberi semangat. “Kita harus menunjukkan sikap berani. Jangan sekali-kali meneteskan air mata! Kau bisa kan? Begitu banyak orang datang melihat, kita harus menyajikan tontonan mengasyikkan!”
“Benar! Kita menyanyi saja!” Xiao Yanzi mulai bersemangat. Peduli setan! Kalau mau kepala, ambil saja kepalaku!
Xiao Yanzi dan Ziwei mulai menyanyikan lagu ’Hari Ini Cuaca Begitu Cerah!’
Mendengar nyanyian itu, massa semakin histeris dan hanyut oleh emosi.
“Coba lihat! Mereka bernyanyi! Mereka sama sekali tidak takut! Benar-benar Putri pemberani!”
“Kabarnya kedua Putri ini pahlawan! Mereka suka membela kebenaran! Mereka juga suka berbuat hal baik! Sungguh tidak adil mereka sampai dipenggal!”
Tiba-tiba, entah siapa yang memulai, sekelompok orang mulai berteriak,
“Semoga Putri Huanzhu panjang umur sampai seribu tahun! Semoga Putri Mingzhu panjang umur sampai seribu tahun!” – mereka semua lalu bersujud kepada Ziwei dan Xiao Yanzi.
Teriakan ini menular. Beberapa orang mulai berteriak-teriak, “Ampuni Putri dari hukuman mati! Ampuni Putri dari hukuman mati!”
Xiao Yanzi melihat Ziwei, “Ziwei! Kau dengar? Semua orang telah tahu tentang kita! Mereka tak menghendaki kita mati!”
Ziwei terkejut hingga kebingungan. “Benar. Aku sampai terharu. Barangkali kisah tentang kita telah menyebar…”
Seorang wanita tua berteriak, “Putri rakyat jelata adalah Putri kita semua! Jadi tak boleh dipenggal!”
Saat itu semakin banyak orang yang berteriak, “Kami mohon pengampunan bagi kedua Putri! Mereka adalah Putri jelata yang mewakili kami! Mohon Kaisar sudi mengabulkan kehendak rakyat! Ampunilah kedua Putri!”
Rombongan eksekusi mati jadi tercegat oleh massa yang berlutut di jalan-jalan. Kejadian ini sungguh mengejutkan. Pejabat pelaksana hukuman hatinya terketuk. Setelah berpikir-pikir, dia pun berkata kepada pengawal,
“Lekas kembali ke istana dan laporkan pada Kaisar. Katakan apakah hukuman ini bisa ditanggihkan?”
Pengawal itu buru-buru menunggang kuda dan melesatkan secepat kilat ke istana.
Massa masih terus berteriak, “Ampuni Tuan Putri dari hukuman mati! Semoga Tuan Putri sejahtera! Semoga Putri panjang umur sampai seribu tahun!”
***
Sementara itu di Istana Qianwing, semua Selir, pamgeran dan putri berkumpul di hadapan Qianlong. mereka mengupayakan usaha terakhir untuk menyelamatkan Ziwei dan Xiao Yanzi.
Selir Ling yang paling gencar membujuk Qianlong.
“Yang Mulia! Lekas tarik kembali perintah Anda! Ampuni kedua Putri sebelum terlambat!”
Permaisuri dan Ibu Suri mencegah keinginan Selir Ling dengan berbagai kalimat untuk meyakinkan Kaisar. Sementara para pangeran juga sudah mulai berlutut untuk memohon pengampunan.
Putra Permaisuri, Pangeran Kedua Belas juga ikut berlutut. Dia berseru, “Huang Ama! ampunilah Kakak Ziwei dan Kakak Xiao Yanzi! Jangan bunuh mereka!”
Melihat putranya ikut memohon, Permaisuri terperanjat bukan main. “Yongzi! Kau bahkan ikut memohon untuk mereka?”
“Ya! Mohon Huang Erniang membujuk Huang Ama!”
Qianlong menatap semua yang bersujud dengan terkejut. Ziwei dan Xiao Yanzi ternyata punya banyak pendukung di istana. Hatinya mulai tersentuh. Dia mulai merasa tidak tega.
Pada saat itulah pengawal dari tempat eksekusi datang melapor tentang kerumunan massa dan seruan-seruan mereka.
“Benarkah sampai seperti itu?” Qianlong terperanjat. Dia bimbang sejenak. Pada dasarnya, eksekusi ini hanya seperti tindakan pamer kekuasaan. Perasaannya melunak. Dia menghembuskan napas.
“Baiklah…. Aku umumkan bahwa…”
Tiba-tiba, masuklah sipir penjara dengan napas terengah melapor,
“Lapor Paduka! Kami semua patut mati! Tuan Muda Fu menghilang dari selnya!”
Qianlong tercengang. “Menghilang?”
“Ya. Semalam masih ada, tapi pagi ini hilang tak berbekas! Mungkin seperti Selir Xiang, Tuan Muda Fu juga telah mengubah wujudnya menjadi kupu-kupu…”
Wajah Qianlong berubah merah padam. Napasnya memburu. Dia lalu berkata dengan suara menggelegar,
“Lekas beritahu petugas eksekusi! Kedua gadis itu harus segera dipancung! Tanpa ampun lagiiiii!!!”
Bagaimana lanjutannya?
Ikuti petualangan Xiao Yanzi dan kawan-kawan dalam pelarian di buku keempat: Berlari ke Batas Cakrawala.
Bersambung
0 comments:
Post a Comment