Recent Post


[Sinopsis] Personal Taste Episode 13

Do you want to share?

Do you like this story?

Meneruskan estafet Sinopsis Personal Taste, special thanks to Putri RF atas sembakonya wkwkwk, miane ya kelamaan

Sebelumnya, Kae-in melihat foto dirinya dan ibunya, ia seperti mengingat sesuatu.
“Katanya dulu ada sebuah kaca besar di atas sini”ucap Jin-ho. “Pada saat cuaca bagus, kaca besar itu di rancang agar sinar matahari masuk”jelasnya seraya naik ke atas meja dan membuka satu-persatu pelapis bekas kaca itu. Cahaya sinar masuk mengenai Kae-in ia merasa mengingat sesuatu.
“Sementara itu, ibumu bekerja dibawahnya. Ia bisa melihatmu bermain di atas sana”terang Jin-ho.
Akhirnya Kae-in ingat sesuatu, saat itu ia sedang bermain boneka di atas ruangan kaca itu. Sementara ibunya bekerja dibawahnya. “3 beruang tinggal dalam satu rumah . Ayah beruang, mama beruang, bayi beruang (mirip dirinya dan kedua orang tuanya hehehe). Ayah beruang gemuk…”ucap Kae-in kecil bermain.
Kae-in pun berusaha mengingatnya kembali. “Kae-in kecil mencoba memanggil-manggil mamanya dengan mengetok-ngetok kaca tapi mamanya tidak mendengar suara Kae-in kecil. “Mama…mama…mama”panggil Kae-in kecil seraya mengetok-ngetok kaca. Kembali ke Kae-in sekarang, ia terus melihat ke arah langit-langit mencoba mengingat kenangan itu.

“Tapi kenapa ruangan ini tertutup papan? Ada begitu banyak fitur unik dalam hanok (rumah Tradisional Korea)?”tanya Jin-ho pada Kae-in.
Tapi Kae-in hanya terdiam mengingat tiba-tiba kaca besar tempat bermainnya pecah dan terdengar suara teriakan ibunya memanggilnya “Kae-in”.
Kae-in pun merasakan sakit dikepalanya mengingat hal itu ia terus memegangi kepalannya dengan kedua tangannya.
“Kae-in!ada apa?”tanya Jin-ho, hingga Kae-in terjatuh pingsan di pundak Jin-ho.
“Kae-in! Hei, Park Kae-in!”teriak Jin-ho seraya mencoba membangunkan Kae-in.

Kae-in dibaringkan di tempat tidur dan Jin-ho menungguinya. Kae-in terus saja mengigau.
“Kae-in. kau baik-baik saja? Kae-in…Kae-in”seru Jin-ho seraya membangunkan Kae-in.
Kae-in pun terbangun. “Kae-in, apakah kau sudah sadar sekarang?”tanya Jin-ho.
“Aku merasa seperti mengalami mimpi buruk, ibuku…”jawab Kae-in seraya mengingat ibunya mengetok-ngetok papan.
“Aku…Ibuku….”lanjut Kae-in seraya mengingatnya kembali namun semakin mencoba mengingatnya Kae-in merasa sakit kepala.
“Ini tidak baik. Aku ambilkan obat”ujar Jin-ho seraya bangkit namun Kae-in menahan tangannya.
“Aku tidak mau. Jangan pergi, aku takut”ucap Kae-in lemah.
“Jangan khawatir . aku tidak akan ke mana-mana”jawab Jin-ho menenangkan Kae-in.

Kae-in pun terus memegangi tangan Jin-ho dan Jin-ho setia menunggui Kae-in dengan diiringi backsound yang keren. Jin-ho pun membantu Kae-in minum obat dan terus memeriksa demamnya. Jin-ho juga mengompres Kae-in agar demamnya cepat turun.
[Episode 13- A Special Birthday Gift]

Kae-in terbangun, namun disekililingnya Jin-ho sudah tidak ada yang ada hanya sisa-sisa peralatan yang digunakan untuk merawatnya.

Ternyata Jin-ho kembali ke ruangan bekas kaca besar. Ia mengambil bingaki foto Kae-in bersama ibunya dan memperhatikan bekas kaca besar itu. Tiba-tiba ia melihat sebuah gulungan hitam di sudut ruangan. Ketika hendak menghampirinya terdenar suara Kae-in memangilnya. Jin-ho pun mengurungkan niatnya ia pun menghampiri Kae-in.

“Kau sudah bangun? Bagaimana perasaanmu?”tanya Jin-ho yang berpapasan dengan Kae-in di tengah ruangan.
“Aku merasa jauh lebih baik”jawab Kae-in. Jin-ho pun memeriksa kening Kae-in untuk memastikannya.
“Aku menyiapkan untukmu agar bisa mandi berendam. Jadi, kenapa kau tidak segera mandi? Itu akan membuatmu lebih baik”ujar Jin-ho.

Kae-in pun melihat isi bak mandi yang telah terisi air penuh dengan busa dan bunga. Kae-in pun mengambil air dengan tangan dan menciumnya. “Begitu baik”gumannnya seraya tersenyum.
Ia pun bersiap mandi, ia pun kaget dan was-was saat membuka kancing baju terdengar suara Jin-ho “apakah kau suka?” Kae-in refleks menutup bajunya kembali.

Ternyata Jin-ho duduk bersandar di depan kamar mandi. “Aku membelinya di Pulau Jeju, saat kepikiran kau”jelas Jin-ho.
“Ah! Benar-benar menyenangkan”jawab Kae-in.
“Itu melegakan. Saat kau mencium baunya, kau masuk ke dalam pikiran”terang Jin-ho.
“Apa rasanya?”tanya Kae-in.
“Hmmm….ringan dan jelas”jawab Jin-ho. Kae-in pun tersenyum mendengar jawaban Jin-ho.

Jin-ho membantu Kae-in mengeringkan rambutnya dengan hair dryer.
“Apakah kau tahu bahwa ini adalah pertama kalinya aku mengeringkan rambut seseorang?”tanya Jin-ho.
“Ini adalah pertama kalinya seseorang mengeringkan rambutku”jawab Kae-in (berarti sama-sama donk hehehe). Mereka pun tertawa bersama.
“Rasanya benar-benar canggung” ujar Kae-in namun Jin-ho tetap mengeringkan rambut Kae-in.
“Berikan padaku. Aku akan melakukannya”ucap kae-in seraya mengambil hair dryer dari tangan Jin-ho dan mengeringkan rambutnya sendiri.
Jin-ho yang masih dibelakang Kae-in terus memperhatikan punggung Kae-in yang memakai baju dengan punggung terbuka, walau sempat ragu-ragu akhirnya Jin-ho mengecup leher Kae-in dengan lembut. Spontan Kae-in pun kaget dan jadi salah tingkah, namun tiba-tiba Jin-ho memeluknya dari belakang.
“Jangan sakit lagi. Aku tidak akan pergi ke mana pun dan meninggalkanmu sendirian”ucap Jin-ho seraya memeluk Kae-in dari belakang (wahh adegan ini pasti bikin minoz-minoz cembokor, RF yang minoz tabahkanlah hati kalian terutama Eka RF kwkwwk).

Teman Kae-in Young-sun turun dari bis, ia berjalan dipelantaran. Sang-joon teman Jin-ho melihatnya berjalan. Ia pun menepikan mobilkannya dan memanggil Young-sun agar ikut mobilnya saja.
“Hei!Masuk!”teriak Sang-joon seraya membunyikan klaksonnya . Young-sun pun menoleh dengan malu-malu.
“Bagaimana memalukan! Apa ini?!”kata Young-sun.
“Itu sebuah pick up!”jawab Sang-joon.
“Ya ampun, benar-benar! Hal-hal yang kau lakukan…aigoo”ucap Young-sun seraya masuk ke dalam mobil.
“Tapi kakak apa itu?”tanya Sang-joon seraya menunjuk tentengan yang dibawa Young-sun.
“Jangan panggil aku kakak”tolak Young-sun seraya memasang seat belt
“Ini menjadi kebiasaan. Apa yang bisa aku katakan?”jawab Sang-joon.
“Ini? Kae-in tidak enak badan. Jadi aku membawakan bubur”jelas Young-sun.
“Oh, begitu?”ujar Sang-joon.
“Bagaimana denganmu?”tanya Young-sun.
“Oh, Jin-ho memintaku untuk membawa beberapa dokumen”jawab Sang-joon.
Tiba-tiba ada yang menyalip mobil mereka, refleks Sang-joon pun kaget.
“Apa yang kau lakukan, pemotongan?!”umpat Sang-joon.
“Jadi, apakah kau menemukan kantor baru?”tanya Young-sun.
“Belum”jawab Sang-joon.
“Sayang, itu hal yang aneh bagiku untuk mengatakan ini. Tapi meskipun Kae-in menawarkan untuk meminjamkan Jin-ho uang, itu sedikit”ujar Young-sun.
“Bahkan jika ia ingin memberi pinjaman kita tidak bisa menerimanya”jawab Sang-joon.
“Benarkah? Mengapa?”tanya Young-sun.
“Sebenarnya, Han Chang-ryul yang berinvestasi di Doyle Furniture untuk peluncuran merek. Mengetahui hal itu, bagaimana kita bisa mengambil itu?”jawab Sang-joon.
“Oh, aku bersumpah bahwa bajingan gila…. Benarkah! Kau harus memberitahu Kae-in”ujar Young-sun.
“Tapi, Kae-in begitu bahagia. Rasanya Jin-ho tidak bisa mengatakan padanya”jawab Sang-joon.
“Apa yang bisa kita lakukan? Dia begitu gembira bahwa ia akan mendapatkan pengakuan dari ayahnya” keluh Young-sun.

Di rumah Kae-in yang selesai mengeringkan rambut duduk dikursi Jin-ho membatunya memakaikan selimut.
“Kau kedinginan, bukan?” tanya Jin-ho seraya membebatkan selimut ke badan Kae-in lalu duduk disampingnya. Merek berdua pun menoleh saat terdengar pintu terbuka.
Ternyata Sang-joon dan Young-sun sampai di rumah Kae-in.
“Aku memiliki perasaan bahwa waktu kita tidak begitu baik”ucap Young-sun.
“Kau datang?”tanya Jin-ho.
“Hei!kau memanggil aku pertama kali di pagi hari untuk menggosokkannya, bukan?”tanya Sang-joon pada Jin-ho.
Jin-ho dan Kae-in pun tersenyum.
“Hei, Kae-in. apakah kau tidak kepanasan? Dalam cuaca seperti ini, bukannya kau seperti panci pasta kacang atau lainnya”tanya Young-sun.
“Pasta kacang…..”ucap Sang-joon menimpali.
“Apa maksudmu kepanasan? Jin-ho mengatakan bahwa hanya karena aku mengalami demam, tidak berarti aku seharusnya tetap dingin”jawab Kae-in.
“Aigoo, benar-benar. Aigoo”ujar Young-sun dan Sang-joon bersamaan.
“Itu jin-ho…. Ia tidak hanya tampak sempurna. Aku kira dia juga perhatian”puji Young-sun.
Jin-ho dan Kae-in pun tersenyum malu-malu, Jin-ho pun melepaskan tangannya dari pundak Kae-in.
“Aigoo. Begitu aku bangun hal pertama yang dilakukan lebih dulu yaitu dibuatkan bubur seperti saat ini”ujar Young-sun.
“Aigoo”ucap Sang-joon.
“Hei, aku benar-benar sakit”protes Kae-in.

Tiba-tiba ponsel Jin-ho berbunyi. Ia mendapat telepon dari Tae-hoon.
“Yeah, Tae-hoon. Apa itu?”jawab Jin-ho di telepon.
“Apa yang kita lakukan, Hyung?”tanya Tae-hoon panik.
“Mengapa? Apa yang salah?tanya Jin-hoo balik.
“Ada keluhan telah diajukan pada kita. Dan kalian tidak di sini”jawab Tae-hoon.
“Apa?”tanya Jin-ho kaget ia pun menoleh ke sekelilingnya, Sang-joon pun menggeleng karena tidak tahu permasalahannya.

“Jika tidak bisa ngeprint, cek katridgenya”ujar Jin-ho mengalihkan perhatian agar Kae-in dan yang lainnya tidak tahu masalahnya.
“Maaf, apa maksudmu. Istri penuduh itu ada di sini membuat keributan dan semuanya!”protes Tae-hoon.
“Mengapa kau menelepon pusat layanan untuk itu?”ujar Jin-ho (makin nggak nyambung).
“Aku akan segera berangkat. Jadi jangan khawatir”lanjut Jin-ho seraya menutup teleponnya. Orang disekelilingnya pun merasa aneh namun Jin-ho tersenyum.

Jin-ho dan Sang-joon pun berpamitan pulang.
“Maafkan aku, aku ingin tinggal bersamamu hari ini”ucap Jin-ho.
“Tidak apa-apa. Aku baik-baik sekarang. Jadi jangan khawatir dan pergilah”ujar Kae-in.
“Tapi, kami berdua akan memperbaiki printer?”ujar Sang-joon seraya menoleh ke arah Jin-hoo.
“Kita harus bekerja”jawab Jin-ho seraya menyenggol Sang-joon.
“Young Su, kumohon untuk merawat Kae-in”pinta Jin-ho.
“Ah, ya,ya. Apakah kau pikir aku akan membiarkan dia menjadi lebih buruk?”jawab Young-sun.
“Oh! Apakah kau benar-benar kehilangan itu? Lihat mata menakutkan itu”ujar Young-sun seraya memperhatikan Kae-in.
“Well, kalau begitu….”ujar Jin-ho seraya melangkah pergi.
“Kakak, telepon aku nanti”ujar Sang-joon pada Young-sun.
“Apa kita kencan? Pergilah!”seru Young-sun.

Sang-joon mengejar Jin-hoo, “Hey, Hey, Hey, Hei!”seru Sang-joon menahan Jin-hoo begitu di luar rumah Kae-in.
“Apa yang terjadi?”tanya Sang-joon.
“Kau membawa mobilmu, bukan?”tanya Jin-ho balik.
Sang-joon pun menoleh menunjukkan kea rah mobil. “Mari kita bicara di jalan”ajak Jin-hoo.

Kae-in duduk di meja makan seraya memijit kepalanya yang terasa masih sakit.
Young-sun pun datang memberinya semangkuk bubur.
“Ah, terima kasih”ucap Kae-in seraya menerima semangkuk bubur itu.
“Hei, kau tidak kelihatan sakit. Pada kenyataannya, keadaanmu terlihat lebih baik. Dan wajahmu cerah. Apakah kau benar-benar sakit?”tanya Young-sun.
“Aku benar-benar sakit”jawab Kae-in.
“Dan kau dapat perawatan wajahmu seperti itu?”selidik Young-sun.
“Aku harus makan dan menjadi lebih kuat. Jadi tidak terlalu sulit bagiku dan Jin-ho”jawab Kae-in.

“Apakah kau tahu bagaimana kau benar-benar menyulitkan Jin-ho?”tanya Young-sun.
“Apa yang aku lakukan?”seru Kae-in.
“Tidak apa-apa. Tak ada gunanya berbicara denganmu. Aku berpikir kau harus dilahirkan kembali sebgai wanita sejati untuk memahami”ujar Young-sun.
“Aku…aku pikir sekarang aku wanita sejati”ucap Kae-in.
“Apa? Sementara ia merawatmu…”selidik Young-sun.
“Cium”jawab Kae-in malu-malu.
“Hei, ciuman yang berbeda berarti hal yang berbeda. Di tangan itu adalah bagian dari penyesalan. Sebuah ciuman di dahi berarti keyakinan dan kepercayaan. Di hidung , berarti dia jatuh cinta padamu atau semacam itulah”jelas Young-sun mengenai ciuman.

Wajah Kae-in yang tadinya berseri-seri pun berubah jadi ciut saat mendengar penjelasan Young-sun, lalu ia mengingat saat Jin-ho mencium lehernya.
“Lalu, bagaimana kalau di leher?”tanya Kae-in ragu-ragu.
“Nah kalau itu nafsu, sudah jelas…”jawab Young-sun lalu ia menyadari sesuatu.
“Jin-ho melakukan itu?”tanya Young-sun. Kae-in pun mengangguk.
“Dia benar-benar mencium di lehermu?”tanya Young-sun kembali.
“Yeah”jawab Kae-in.
Young-sun pun bertepuk tangan senang, “ini datang, saatnya telah datang”ujar Young-sun kegirangan.

Jin-ho sampai di sebuah rumah sakit. Ia ditunggu seorang staf pekerjanya yang mungkin seorang mandor pekerja.
“Oh presiden Jeon”seru staf Jin-ho yang menunggunya.
“Ketua”ujar Jin-ho.
“Aku berusaha keras untuk berbicara dengan Mr. Kim. Tapi akhirnya dia menyebabkan masalah”jelas staf itu.
“Apakah ada masalah dalam penanganan kecelakaan itu?”tanya Jin-ho.
“Tentu saja, tidak ada. Kau juga melihatnya. Bahwa dia diperiksa dan benar-benar baik-baik saja”jawab staf Jin-ho.
“Lalu, mengapa?”tanya Sang-joon.

Jin-ho, Sang-joon dan staf Jin-ho pun menemui Mr. Kim di ruangannya yang telah dicek oleh suster.
“Mengapa orang yang benar-benar sehat sepertimu kembali ke rumah sakit?”tanya staf Jin-ho.
“Sehat? Siapa yang benar-benar sehat? Astaga”protes Mr. Kim seraya bangkit duduk.
“Kau keluar tanpa ada komplikasi”protes staf Jin-ho.
“Sendiku berdenyut dan jika aku bergerak bahkan sedikit, aku jadi pusing bahwa aku tidak bisa bekerja. Astaga!”seru Mr. Kim seraya mengambil air minum dan meminumnya, namun terlihat dengan jelas bahwa Mr. Kim ini tidak seperti sakit buktinya ia bebas bergerak mengambil minuman pula hehehe.
“Jika kau memiliki sedikit gejala, maka tentu saja kau harus dirawat. Kami akan bertanggung jawab atas semua perawatan yang diperlukan”ujar Jin-hoo.
“Presiden Jeon mengatakan dia akan bertanggung jawab, sehingga tariklah pengaduan. Kau bertanggung jawab pada seseorang ketika ia lalai hingga kecelakaan ”ujar staf Jin-hoo.
“Aku tidak tahu berapa biaya pada akhirnya. Aku seharusnya percaya pada kata-katanya dan mendapatkan tikaman di belakang?! Akan selalu lebih baik saja mendapatkan semuanya ditangani oleh hukum “protes Mr. Kim.
“Mungkinkah….bahwa orang yang mengaduk-aduk tentang masalah dengan pekerjaan Presiden Jeon ini alasanmu melakukan hal ini? (mungkin ada orang yang membantu Mr. Kim membackupnya di belakang? Chang-ryul kah?)”selidik staf Jin-hoo.
“Siapa yang mengaduk-aduk? Serius professional seperti kami!”seru Mr. Kim.
“Apa maksudmu?”tanya Jin-ho.
“Jadi, kau mengatakan ada orang yang menganggu mengenai masalah saat bekerja dengan kami?”ujar Sang-joon.

Sang-joon, Jin-hoo dan staf Jin-ho pun keluar dari ruangan Mr. Kim.
“Presiden Jeon”seru staf Jin-ho. Jin-hoo dan Sang-joon pun menoleh kea rah stafnya.
“Apakah kau mengenal seseorang yang memiliki dendam terhadapmu? Atau mungkin sesuatu yang buruk terjadi antara kau dan pesaing”tanya staf Jin-ho.
Jin-ho pun berpikir sebentar, “Hyung. Kau pergi ke kantor lebih dulu”ujar Jin-ho pada Sang-joon.

Jin-ho menemui Chang-ryul di kantornya.
“Kau datang?”seru Chang-ryul melihat Jin-ho masuk ke dalam ruangannya.
“Omong kosong macam apa yang kalian lakukan?”tanya Jin-ho.
“Omong kosong?”tanya Chang-ryul balik seraya sibuk memeriksa dokumen-dookumen pekerjaannya.
“Kau tidak tahu apa yang aku bicarakan?”tanya Jin-ho lagi.
“Mendengarkanmu berbicara tentang omong kosong. Aku hanya memakai taktik licik melawan orang licik”jawab Vhang-ryul enteng.
“Hal licik apa yang aku lakukan padamu?”tanya Jin-ho.
“Kenapa kau pindah ke Sanggojae? Kau tahu bahwa konsep untuk Dam Art Gallery adalah Sanggojae, bukan? Jika Kae-in tahu alasan mengapa kau pindah ke Sanggojae. Menurutmu, dia akan mengabaikannya? Dan kau juga berpura-pura jadi gay sehingga kau bisa masuk ke sana, bukan?”selidik Chang-ryul.
“Apapun alasanku pindah ke Sanggojae. Perasaanku untuk Kae-in tulus”jawab Jin-ho.
Chang-ryul pun tersenyum. “Jeon Jin Ho, kau tahu cerita anak gembala yang menangisi serigala? Kau persis seperti anak gembala itu. Apa pun yang kau katakan saat ini, menurutmu Kae-in akan percaya?”tanya Chang-ryul remeh.
“Kae-in akan percaya padaku”jawab Jin-ho percaya diri.
“Baiklah, kalau begitu. Teruskan untuk percaya itu. Aku akan melihat dengan kedua mataku sendiri, untuk melihat berapa lama kau dapat berdiri tegak seperti ini”tantang Chang-ryul.
“Benar. Jangan melihat di tempat lain dan lihatlah dengan hati-hati”seru Jin-ho.
“JAdi, kau berencana untuk memanfaatkan Kae-in sampai akhir? Apakah kau melakukan ini karena kau ingin membalas dendam pada ayahku? Apakah yang kau katakana sekarang karena balas dendam itu? Kau akan memanfaatkan dan menyakiti Kae-in, untuknya yang kau akui memiliki perasaan yang tulus?”tanya Chang-ryul.
“Bayangkan apa pun yang kau inginkan”ujar Jin-ho lalu bergegas pergi.

In-hee menyerahkan beberapa dokumen yang harus ditandatangani Do-bin.
“Untuk pameran ini, konsep ini adalah komunikasi publik. Oh…. Aku melihat pengamanan pameran sebagai lebih penting daripada ruang pameran”ujar Do-bin pada In-hee.
“Aku sedang mempersiapkan sebuah ruang pameran terbuka seperti yang kau pesan”jawab In-hee.
“Bagus. Kau sangat melakukan pekerjaanmu dengan teliti, jadi aku sangat percaya diri”puji Do-bi seraya menyerahkan dokumen yang telah ditandatanganinya pada In-hee.
“Oh, benar . aku lihat di dokumen sebelumnya bahwa hari ini adalah hari ulang tahun Park Kae-in. Apakah kau bertemu dengannya?”tanya Do-bin.
“Ah, ya”jawab Iin-hee ragu-ragu.
“Ah, aku melihat. Oke, kau boleh pergi”ujar Do-bin. In-hee pun memberi hormat lalu melangkah pergi.

Setelah In-hee pergi Do-bin membuka amplop yang berisi 3 buah tiket. Ia memandangi tiket tersebut dengan hati-hati.

In-Hee menelepon Chang-ryul. “Apakah kau tahu bahwa hari ini adalah hari ulang tahun Kae-in?”tanya In-hee di telepon.
“Ulang tahun?tanya Chang-ryul.
“Ya, tahun lalu kau punya harapannya mengobrol tentang beberapa peristiwa besar tapi pada akhirnya, kau lupa”jawab In-hee.
“Oh, itulah yang aku lakukan”ucap Chang-ryul.
“Aku lupa juga tahun ini, tapi kau harus ingat”seru In-hee.
“Oke, tapi… kau pikir itu akan baik-baik saja bagiku untuk memberikan hadiah ulang tahun? Aku?”tanya Chang-ryul.
“Yah, hadiah yang menunjukkan perasaanmu”jawab In-hee.
“Lalu, apa akan membaik?”tanya Chang-ryul.
“Apakah aku harus membantumu untuk mengetahui setiap hal kecil?”jawab In-hee lalu menutup telepon dan tersenyum sinis.

Sekretaris Kim menemui Chang-ryul.
“Kau menelepon?”tanya sekretaris Kim.
“Yeah. Pertama-tama pesan seratus mawar, dan kontak toko perhiasan dan suruh mereke membawa lebih dari satu katalog barang baru”pesan Chang-ryul dengan ragu-ragu pada sekretaris Kim.
“Ya, Aku akan melakukannya”jawab sekretaris Kim lalu bergegas pergi. Baru beberapa langkah Chang-ryul menghentikan langkah sekretaris Kim.
“Tidak. Bukan itu”ujar Chang-ryul. Sekretaris Kim pun menghampiri Chang-ryul kembali.
“Aku tidak membutuhkan semua itu, pergilah”seru Chang-ryul kembali.
“Oke”jawab Sekretaris Kim pergi meninggalkan Chang-ryul dengan aneh.
Chang-ryul yang terus berpikir mengenai hadiah yang cocok untuk Kae-in seperti sudah menemukannya.
“Benar. Karena Park Kae-in tidak seperti Kim In Hee. Dia tidak “pikir Chang-ryul.

Young-sun dan Kae-in pergi ke toko underwear, Young-sun sibuk memilih-milih underwear yang cocok untuk Kae-in. Young-sung mengambil salah satunya dan mengepasnya pada Kae-in.
“Hei!itu memalukan”seru Kae-in cuek.
“Apanya yang memalukan?”tanya Young-sun.
“Hei, jika seorang pria membuat semacam itu bergerak, dia ditentukan”jelas Young-sun.
“Apa maksudmu “ditentukan”?”tanya Kae-in.
“Aku bersumpah, tidak ada yang melintasi untukmu! Hei, itu membutuhkan dua tangan bertepuk tangan untuk membuat kebisingan dan bibir dimaksudkan untuk berciuman “jelas Young-sun.
“Dan… Well, anyway…tunggu sebentar, Hei yang satu ini sempurna. Sempurna!”seru Young-sun seraya mengepas salah satu underwear yang dipilihkannya.
“Cantiknya”guman Young-sun.

Chang-ryul bertemu In-hee saat akan ke ruangan Kae-in.
“Mengapa tanganmu kosong? Apakah kau mempersiapkan hadiah yang tepat? Kau tidak akan dapat merubah Kae-in dengan kalung atau cincin”tanya In-hee.
“Yeah, aku tahu. Karena Kae-in yang kutahu berbeda level denganmu”jawab Chang-ryul .
In-hee pun tertawa,”Oh, yeah? Tapi aku rasa itu level yang tepat bagimu? Pergilah untuk itu. Aku akan lakukan ”ucap In-hee sinis lalu bergegas pergi. Chang-ryul pun bersipa menemui Kae-in.


Kae-in duduk di ruangannya seraya memperhatikan belanjaan underwear pilihan Young-sun.
“Aku bersumpah bahwa Lee Young-sun… Apa?ditentukan? ditentukan tentang apa. Apa yang dia lihat dari Jin-hoku?”guman Kae-in . Lalu Kae-in melihat underwear yang dibeli lalu bergegas cepat-cepat memasukkannya ke dalam kotaknya dan ke dalam tas.
“Aku pikir kau bekerja keras, tapi “Jin-hoku?”seru Chang-ryul tiba-tiba.
“Kae-in mengapa wajahmu seperti itu? Apakah kau sakit?”tanya Chang-ryul lalu mencoba mengecek kening Kae-in namun dengan cepat Kae-in menepis tangan Chang-ryul.
“Aku hanya sakit sedikit”jawab Kae-in.
“Mengapa? Dimana?”tanya Chang-ryul namun Kae-in diam saja.
“Apakah itu karena Jin-ho?”tebak Chang-ryul. Kae-in pun memandang Chang-ryul dengan sinis.
“Ya, aku mendengar cerita umumnya. Aku mendengar dia akan melalui beberapa kali masalah akhir-akhir ini”ujar Chang-ryul.
“Aku tidak nyaman bersamamu seperti ini”ucap Kae-in.
“Benar. Aku tahu bahkan tanpa kau mengatakannya”ujar Chang-ryul.
“Aku datang untuk memberikan ini”ucap Chang-ryul seraya merogoh ke dalam jasnya. Lalu menyerahkan amplop pada Kae-in.
“Ini hadiah ulang tahun”ujar Chang-ryul.
“Ulang tahun?”tanya Kae-in.
“Hari ini adalah hari ulang tahunmu. Kau tidak tahu?”tanya Chang-ryul.

Tapi Kae-in malah lupa dengan hari ulang tahunnya.
“Ah, itu. Hari ini adalah hari ulang tahunku”guman Kae-in berusaha mengingatnya.
“Setidaknya sekali, aku merasa harus melakukan sesuatu dengan benar untuk ulang tahunmu”ujar Chang-ryul.
“Tidak perlu”ucap Kae-in.
“Aku bertanya-tanya apa yang akan menjadi hadiah yang baik untuk mantan pacar . Aku berpikir banyak hal. Dengan kepribadianmu, aku berpikir bahwa hadiah untuk Jin-ho bukan untukmu akan lebih berarti”ujar Chang-ryul.
“Apa ini?”tanya Kae-in.
“Ini akan digunakan untuk mendapatkan kantor baru. Dia akan menerimanya, jika darimu”jawab Chang-ryul.
“Mengapa kau?”tanya Kae-in.
“Aku sudah bilang ini hadiah ulang tahunmu. Aku pikir jika dia bahagia, kau akan bahagia itulah mengapa aku melakukan hal ini”jawab Chang-ryul.
Lalu Chang-ryul menaruh amplop itu di tangan Kae-in lalu berpamitan pergi.
“Kemudian, aku akan pergi”ucap Chang-ryul lalu bergegas pergi.
Kae-in merasa bimbang ia melihat amplop itu lalu bergegas menyusul Chang-ryul.


“Chang-ryul”panggil Kae-in , Chang-ryul pun menghentikan langkahnya.
Kae-in pun menyerahkan kembali amplop yang diberikan Chang-ryul.
“Kae-in. Aku bahkan tidak bisa melakukan ini untukmu?”tanya Chang-ryul.
“Jika kau membawa bunga, aku mungkin akan menerimanya”jawab Kae-in.
“Apakah kau benar-benar berpikir itu yang terbaik untuk kembali padaku?”tanya Chang-ryul.
“Aku tidak bisa memberikan ini kepada Jin-ho tanpa berkata apa-apa. Dan aku tidak ingin berbohong padanya “jawab Kae-in mantap.
“Benar. Aku tahu seperti apa dirimu yang lebih baik daripada wanita lainnya. Dan disini, aku telah membuat kesalahan semacam ini.Oke, jika hal itu yang kau rasa”ucap Chang-ryul seraya menerima amplopnya kembali.
“Aku akan pergi”ujar Chang-ryul seraya memasukkan amplop ke dalam jasnya. Kae-in pun merasa tidak enak.

Saat Kae-in menengok ke depan ia terlonjak kaget ternyata Jin-ho melihatnya dari kejauhan, Chang-ryul yang melihat ekspresi Kae-in berubah menengok ke depan dan dilihatnya Jin-ho, ia pun melihat Jin-ho dengan sinis dan acuh.
Chang-ryul pun jalan lurus ke depan begitu juga Jin-ho hingga mereka saling menyenggol dengan bahu. Jin-ho pun melewati Kae-in tanpa berkata sepatah kata pun.

Kae-in pun mengejar Jin-ho.
“Jin-ho. Apakah kau gila?”seru Kae-in.
“Aku mendengar kau datang untuk bekerja. Jadi, apakah aku akan memarahimu dan membawamu pulang? Tapi, aku rasa tidak perlu”jawab Jin-ho.
“Jangan salah paham lagi”pinta Kae-in.
“Aku melihat amplop yang diberikan dan diambil dengan mataku sendiri. Siapa yang tidak akan salah paham?”tanya Jin-ho kesal.

“Itu bukan “diberikan” dan “diambil”. Aku baru saja mengembalikan padanya?”jelas Kae-in.
“Apa yang ada di dalamnya?”tanya Jin-ho.
“Well, itu….Bagaimanapun, aku tidak menerimanya”jawab Kae-in gugup.
“Mengapa? Apa dia mengodamu saat ini. Apakah dia memberimu uang?”tanya Jin-ho.
“Jangan berpikir buruk tentang Chang-ryul. Dia tampaknya banyak memikirkanmu”jawab Kae-in.
Jin-ho tertawa tak percaya, “Pria itu memikirkanku? Kurasa aku bisa menitikkan air mata syukur. Bagaimana denganmu? Apakah kau mempertimbangkan perasaanku sama sekali?”tanya Jin-ho kesal.
“Bagaimana….kau bisa berbicara seperti itu?”tanya Kae-in. Namun Jin-ho tidak menjawab ia malah pergi tanpa pamitan.

Kae-in duduk merenung sendirian di desain papan kreasinya. Tiba-tiba Do-bin datang memberinya segelas minuman.
“Terima kasih”ucap Kae-in seraya menerima minuman yang diberikan Do-bin.
“Kau mengundurkan diri dari klub cinta yang tak terbalas, jadi mengapa kau tampak begitu tidak semangat?”tanya Do-bin melihat Kae-in lesu.
Kae-in pun tersenyum. “Ini karena Jeon Jin-ho, bukan?”tanya Do-bin.
Kae-in pun tersenyum mengiyakan. “Park Kae-in, apakah kau baik dalam pelajaran matematika di sekolah?”tanya Do-bin.
“Matematika?”ujar Kae-in. Do-bin pun mengangguk.
“Tidak juga”jawab Kae-in seraya tersenyum. “Bagaimana denganmu?”tanya Kae-in.
“Aku tidak baik juga. Di masa lalu, aku melihat teman-temanku yang baik dalam pelajaran matematika dan aku berpikir tidak akan senang menjadi mudah bagi mereka untuk memecahkannya juga? Aku bertanya-tanya tentang itu. Jika cinta memliki persamaan dan kamu tahu solusinya. Mungkin kita tidak akan saling menyakiti, mungkin kita tidak akan salah paham satu sama lain dan mungkin kita bisa mencintai”jawab Do-bin penuh lika-liku namun penuh arti (cinta=matematika wkwk). “Bukan itu yang kau pikirkan?”tanya Do-bin.

“Presiden Jeon Jin-ho. Aku yakin ia lebih buruk dalam matematika daripada kita”lanjut Do-bin member Kae-in semgat. Kae-in pun tertawa kecil.
Do-bin merogoh saku jasnya mengambil amplop dan mengeluarkan satu tiket lalu menyerahkan amplop tersebut pada Kae-in. Kae-in pun menerimanya (baik banget Do-bin ngambil tiketnya sendiri biar ga ganggu Kae-in dan Jin-ho ya?).
“Ini adalah tiket masuk ice skating. Kau dan Jin-ho harus berbaikan”jelas Do-bin.
“Terima kasih”ucap Kae-in merasa tak enak atas kebaikan Do-bin.
“Tapi, tiket akan berakhir hari ini”ucap Do-bin lalu meremas tiketnya sendiri yang ada disampingnya.
“Selamat ulang tahun”ucapnya.
“Terima kasih”ucap Kae-in. Do-bin pun bergegas pergi.

Jin-ho menyetir mobil dengan gelisah (mikirin Kae-in hehehe). “Apakah kau benar-benar tahu cinta Jeon Jin-ho?”gumannya dalam hati.

Hal itu tak jauh berbeda dengan Kae-in. Kae-in pulang naik bus. “Park Kae-in, mengapa kau tahu begitu sedikit tentang cinta?”gumannya. Lalu ia memandang kea rah tas tenteng yang berisi belanjaannya dengan Young-sun.

Sang-joon dan Young-sun berada di ruangan kantor Jin-ho untuk membahas rencana mendekatkan Jin-ho dan Kae-in di hari ulang tahun Kae-in.
“Ay, kubilang padamu bukan itu? Semakin kau meletakkan keluar keset dalam kasus-kasus seperti ini, semakin mereka tidak dapat melakukannya. Sebaliknya kau butuh sesuatu seperti gerimis yang lembut, sesuatu yang halus. Itulah strategi yang lebih baik”jelas Sang-joon.
“Oh, begitu? Bagaimana bujangan yang tua lebih tahu begitu banyak? Aigoo. Lupakan saja Mari kita pergi dengan buku. Dengan buku itu” ucap Young-sun tak percaya.
“Lalu, apa yang akan kau lakukan dengan buku?”tanya Young-sun.
“Apa lagi. Kita mempersiapkan kue”jawab Young-sun lalu dia sebentar berpikir.
“Benar. Dan kita menghidupkan music dan cahaya lilin”seru Young-sun seraya menyalakan lampu.
“Dan minta sebotol anggur yang kuat dalam ember diisi dengan penuh es”tambah Sang-joon.
“Benar”puji Young-sun seraya tertawa.
“Dan kemudian buka botol dan tuangkan dan satu tembakan”ucap Sang-joon seraya mempraktekkan.
“Denting”ucap Young-sun menimpali. Lalu mereka berdua duduk berdampingan dan pura-pura minum anggur.
“Setelah agak mabuk mereka melihat ke mata masing-masing”ujar Sang-joon lalu menoleh ke arah Young-sun , sehingga mereka saling bertemu pandang.
“Oh, itu dia”seru mereka bersamaan.
“Ide bagus Aigoo. Tch! Aku merasakan sesuatu seperti itu juga”puji Young-sun lalu tertawa.
“Benarkah? Itu benar-benar romantic. Bagaimana?”tanya Sang-joon lalu duduk di samping Young-sun.
“Romantis, apa itu? Ini pada tingkat yang berbeda. Satu buah lilin kecil pada Choco-Pie dan soju . Dan oh, music itu! Kita berusaha mengikuti bunyi drumnya ketika mata kita bertemu”jawab Young-sun.
“Itu tidak terdengar buruk”ucap Sang-joon yang terus menatap Young-sun.
“Tidak”jawab Young-sun yang juga menatap ke arah Sang Joon terus.

Tiba-tiba pintu terbuka, Jin-ho datang kedua orang ini pun terlonjak kaget dan salah tingkah.
Sang-joon pun segera mematikan lampu kerja di meja Jin-ho.
“B-benar. K-kau tahu hari ini Kae-in ulang tahun, kan?”tanya Sang-joon.
“Hmm?”jawab Jin-ho datar karena tidak tahu.

Di rumah Kae-in makan mie dengan lahap seraya menerima telepon dari Young-sun.
“Hey, kau bilang ada peringatan tahunan kematian keluarga suamimu mengapa mengkhawatirkanku? Tidak apa-apa. Lagi pula, apa masalah besar tentang ualang tahun. Tidak. Aku membuat sepanci sup rumput laut* dan aku makan sampai aku meledak! (*perayaan tradisional ulang tahun korea).
Jangan khawatir. Hmmm”ucap Kae-in di telepon. Lalu mematikan teleponnya dan melanjutkan makan mie.

Tiba-tiba Jin-ho datang.” Kapan sup rumput laut berubah jadi ramen?”tanya Jin-ho.
Kae-in yang kaget pun menoleh ke arah datangnya suara.
“Apa yang kau lakukan saat masuk ke orang lain dengan tingkahmu?”tanya Kae-in balik.
“Mengapa rumah orang lain? Itu rumah wanitaku (pacar?)”jawab Jin-ho.
“Siapa wanitamu?”tanya Kae-in.
“Lalu, aku akan menjadi laki-lakimu”jawab Jin-ho.
Kae-in pun hanya mencibir.
“Pergilah berganti”pinta Jin-ho.
“Mengapa?”tanya Kae-in.
“Cowok Kae-in meminta maaf, karena begitu pemalu dan pemarah dan dia ingin pergi kencan”jawab Jin-ho.
“Dia mengatakan untuk membalas pesan bahwa dia tidak ingin kencan dengan pria yang memalukan”jawab Kae-in.
“Bukankah wanita yang tidak menerima permintaan maaf lebih memalukan?”tanya Jin-ho.
Kae-in pun mendesah. “Itu benar. Tiket berakhir hari ini. Ini akan menjadi tiket yang tak berguna”guman Kae-in.
“Aku hanya akan pergi karena akan jadi tiket yang tidak berguna. Jadi, jangan menganggap itu kencan”ujar Kae-in pada Jin-ho lalu bergegas pergi berganti pakaian. Jin-ho pun tersenyum.


Jin-ho memandangi Kae-in dengan aneh, melihat pakaian yang Kae-in pake (mirip yang suka di pakai Mae-ri –MSOAN berarti style disana ngikutin ini ya?).
“Kostum apa ini?”tanya Jin-ho.
“Ikuti aku”jawab Kae-in lalu bergegas pergi. Jin-ho pun hanya tersenyum dengan kelakuan Kae-in ini.

Jin-ho pun menutup pintu karena ia yang dibelakang, namun Jin-ho tidak menutupnya penuh ia membuka sedikit agar Young-sun dan Sang-joon bisa masuk untuk mendekorasi ruangan untuk kejutan ultah Kae-in.
Sang-joon masuk dengan hati-hati agar tidak ada yang tahu namun Young-sun mendorongnya.
“Apa yang kau lakukan?”tanya Young-sun.
“Sangat menyenangkan”jawab Sang-joon.
“Sekarang. Haruskah kita mulai?”tanya Young-sun bersemangat.
“Oke”jawab Sang-joon. Young-sun pun mengajak Sang-joon membuat pesta kejutan untuk Kae-in.

Di tempat ice skating Kae-in dan Jin-ho duduk bersiap memakai sepatu skate.
“Kau bilang kau tidak ingin pergi kencan. Tapi ini adalah sebuah tempat berkencan”seru Jin-ho.
“Apakah kau lupa kita datang karena aku tidak ingin menyia-nyiakan tiket?”tanya Kae-in.
“Siapa yang member tiket itu?”tanya Jin-ho balik.
“Seorang pria memberikannya padaku sebagai hadiah”jawab Kae-in.
“Hadiah”tanya Jin-ho kaget. Kae-in pun mengangguk.
“Lalu, kenapa kau tidak pergi dengan pria itu?”tanya Jin-ho lagi.
“Pria itu berkata untuk pergi denganmu?”jawab Kae-in.

Jin-ho pun bingung dengan pernyataan Kae-in. “Direktur Choi memberikan tiket itu padaku”jelas Kae-in.
Jin-ho pun terdiam. “Mengapa ini terus menjadi kusut?”guman Kae-in.
Jin-ho pun membantu Kae-in mengikat tali sepatu skatenya. Kae-in pun tersenyum.
Jin-ho pun menggandeng Kae-in lalu meluncur pelan-pelan.
“Berhati-hatilah. Jadi kau tidak jatuh”pesan Jin-ho.
“Jin-ho. Dalam film dan drama, kau melihat sepasang kekasih akan meluncur di gelanggang es saat musim panas. Cara mereka memegang tangan dan meluncur dan jatuh…aku benar-benar ingin melakukannya juga”seru KAe-in seraya berjalan meluncur di gandengan Jin-ho.
“Jadi, itu dia?”tanya Jin-ho.
“Apa?”tanya Kae-in balik.
“Aku melihatmu memiliki sisi romantis tersembunyi”goda Jin-ho.
“Tidak seperti itu”ucap Kae-in salah tingkah.

“Ini bukan? Kau tidak datang ke sini sehingga kau bisa memegang tanganku dan dipeluk kan?”tanya Jin-ho seraya melepaskan pegangan tangan Kae-in, sehingga Kae-in berjalan meluncur sendiri.
“Tidak, aku hanya datang karena direktur Choi memberiku tiket”jawab Kae-in.
Jin-ho pun tiba-tiba mendorong Kae-in dari belakang. Kae-in pun berteriak lalu Kae-in pun meluncur pelan-pelan dengan di dorong dari belakang oelh Jin-ho. Hingga Jin-ho merasa Kae-in sudah bisa dilepaskannya Kae-in. Kae-in pun meluncur dengan tenang. Jin-ho pun menarik tangan Kae-in untuk meluncur bersama. “Mari kita pergi”seru Jin-ho seraya menarik tangan Kae-in.
Jin-ho melepaskan pegangan tangan Kae-in lagi, hingga Kae-in terjatuh. Jin-ho yang menoleh ke belakang melihatnya ia pun menghampiri Kae-in. Namun Kae-in bisa bangun sendiri.
“Apakah kau baik-baik saja?”tanya Jin-ho lalu mengulurkan tangannya untuk membantu Kae-in berdiri.

Bukannya berdiri, Kae-in malah menarik Jin-ho hingga terjatuh. Posisi yang taka man bagi Kae-in ia jatuh di atas Jin-ho dengan cepat Jin-ho pun mencium Kae-in di bibirnya (tabahkan hati kalian minoz wkkwkw).
Jin-ho tersenyum, Kae-in pun terdiam dan kaget untuk sesaat namun ia akhirnya tersenyum.

Young-sun dan Sang-joon selesai mempersiapkan kejutan untuk Kae-in.
“Kita pergi melalui semua kesulitan. Jika Jin-ho tidak bertindak lebih jauh dia bukan gay. Dia seorang kasim!”gerutu Young-sun.
“Aigoo, tentu saja! Jika tidak karenamu, yang akan melakukan hal seperti itu untuk seorang teman?”puji Sang-joon.
“Benarkah?”tanya Young-sun.
“Benar. Karena aku punya teman sepertimu, aku sangat bahagia”jawab Sang-joon.
“Siapa temanmu?”tanya Young-sun.
“Tidak, apa yang kukatakan bahwa kita teman, bukan?”tanya Sang-joon balik.
“Kita… memiliki hubungan rumit yang benar-benar tidak bisa dijelaskan”jawab Young-sun.
“Jangan seperti itu. Mari kita menjadi teman dari sekarang”ajak Sang-joon.

“Oke”ucap Young-sun.
“Oke”kata Sang-joon. Sang-joon pun mengajak Young-sun berjabat tangan.
“Dah, teman”ucap Sang-joon.
“Kau juga, teman”ucap Young-sun. Lalu mereka berdua melangkah pulang namun tanpa saling mereka sadar mereka berjalan ke arah yang sama.
“Apakah kau pergi kesana?”tanya Sang-joon seraya menunjuk ke arah yang berlawanan saat menyadarinya.
“Aku akan pergi ke arah sini. Mengapa?”tanya Young-sun seraya menunjuk arah berlawanan yang ditunjuk Sang-joon.
“Rumahku lewat sini juga. Lalu selamat tinggal kita tidak ada gunanya”seru Sang-joon.
“Kita datang bersama-sama. Jadi, apa masalahnya?”tanya Young-sun.
“Kau harus pergi ke arah sana!”jawab Sang-joon menunjuk ke belakang.
“Kemudian, kau pergi ke sana!”seru Young-sun seraya mendorong Sang-joon ke belakang.
“Apa yang kau lakukan? Kau membuatku malu”ujar Sang-joon (jadi berantem dah mereka).

Sementara itu Jin-ho dan Kae-in telah sampai rumah.
“Lihat, kau benar-benar menikmatnya”seru Jin-ho saat mereka memasuki rumah.
“Sapa yang menikmati hal itu? Kau lebih menikmatinya”ujar Kae-in tidak mau kalah.
“Kapan aku menikmatinya?”tanya Jin-ho.
“Ini benar-benar jelas. Tch!”jawab Kae-in.

Kae-in pun terpana saat melihat kejutan yang telah disiapkan oleh Sang-joon dan Young-sung di ruang depan. Jin-ho pun tersenyum, sepertinya dia sudah tahu.
Kae-in pun tertawa kecil saat Jin-ho tersenyum padanya.

Kae-in dan Jin-ho pun menikmati apa yang telah disiapkan oleh kedua sahabatnya. Namun suasana hening.
“Kau tahu, diammu cukup berguna?”seru Jin-ho. Kae-in pun tersenyum.
“Kau seharusnya mengatakan kepadaku sebelumnya, hari ini ulang tahunmu”lanjut Jin-ho.
“Aku lupa tentang hal itu juga”jawab Kae-in.
“Lilin-lilinnya akan mencair semua”lanjut Kae-in lalu bersiap meniup lilin ulang tahun.
“Tunggu sebentar. Mari kita membuat permintaan lebih dahulu”ucap Jin-ho. Kae-in pun make wish lalu meniup semua lilin yang ada di kue ulang tahun. Jin-ho pun bertepuk tangan.
“Selamat ulang tahun”ucap Jin-ho.
“Terima kasih”ujar Kae-in.
“Apa keinginanmu?”tanya Jin-ho.
“Aku berharap bahwa kita tidak akan pernah berakhir dengan saling berbohong lagi”jawab Kae-in.
Jin-ho pun terdiam (takut rahasianya alasan ke Sanggojae terbongkar?).

“Kau bahkan tidak gay dan kau pindah ke sini dan pura-pura jadi gay”lanjut Kae-in.
Jin-ho pun masih terdiam. “Jin-ho, apa yang kau inginkan?”tanya Kae-in.
“Aku… aku berharap bahwa perasaanku yang sebenarnya akan bisa dirasakan seluruhnya olehmu”jawab Jin-ho mantap.
“Perasaanmu sebenarnya?”tanya Kae-in.
“Apakah kau ingin mendengarnya?”tanya Jin-ho balik.
“Ya”jawab Kae-in seraya mengangguk.
“Apakah kau….yakin bahwa kau tidak akan terkejut atau marah?”tanya Jin-ho.
“Ya”jawab Kae-in.
“Kupikir banyak kali…tentang bagaimana cara memberitahumu. Ada sesuatu yang benar-benar….”ucap Jin-ho namun dipotong Kae-in.
“Tunggu sebentar!”tahan Kae-in
“Jangan bilang. Kata orang keinginan tidak terwujud jika kau mengungkapkannya”jelas Kae-in (nggak mau apa malu??).
“Um, Kae-in”ucap Jin-ho.
“Um, yah… selain kue dan lilin, tidak ada yang lain?”tanya Kae-in mencairkan suasana.
“Apakah kau memerlukan hadiah yang berbeda? Bukankah aku hadiah?”tanya Jin-ho.
“Kau sebuah….hadiah?”tanya Kae-in balik.
“Ya. Kau tidak menginginkanku”selidik Jin-ho.
“Tunggu sebentar. Biarkan aku siap-siap dulu”pinta Kae-in yang jadi salah tingkah.
Kae-in pun bergegas pergi.
“Bersiaplah? Siap untuk apa? Yeah. Aku tidak berpikir itu sesuatu yang aku seharusnya kukatakan padamu di hari seperti ini”guman Jin-ho.

Karena Kae-in meninggalkannya, Jin-ho pun pergi ke ruang bawah tanah memeriksa ruangan bekas kaca. Ia pun mengukur ukuran bekas kaca tersebut.
“Sebuah langit-langit kaca akan menghabiskan cukup sedikit biaya dan cat baru”ucap Jin-ho seraya mencatatnya dalam notesnya.
Jin-ho pun tersenyum memperhatikan ruangan itu.
“Aku yakin dia akan suka kalau aku memperbaikinya, kan?”pikir Jin-ho.
Jin-ho menemukan sebuah gulungan hitam besar saat memperhatikan sekeliling ruangan itu.
Ia pun membuka gulungan itu, yang di dalamnya ada sebuah desain rumah Sanggojae ini.

Di kamar Kae-in menelepon temannya Young-sun untuk curhat.
“Kau tahu… dia mencoba memberitahuku”ujar Kae-in di telepon.
“Memberitahu apa?”tanya Young-sun.
“Tidak bisa…mala mini? Denganmu? Dan begitu”tanya Young-sun yang ternyata sedang olahraga malam.
“Aku menghentikannya”jawab Kae-in.
“Aigoo, kau sakit kepala. Kau seharusnya membiarkannya”seru Young-sun.
“Bagaimana? Jantungku berdegup kendang dan…. Tapi mendapatkan ini. Jin-ho mengatakan bahwa dia adalah hadiah ulang tahunku”ujar Kae-in merasa bingung.
“Benar!itu saja,persis! Wow! Itu Jin-ho memiliki akal”seru Young-sun.
“Itulah yang ini, bukan?”tanya Kae-in.
“Tentu saja, tapi apa yang kau lakukan?”tanya Young-sun balik.
“Aku hanya resah tentang hal itu. Apa yang harus aku lakukan?”tanya Kae-in bingung.
“Apa maksudmu apa yang harus kau lakukan? Pertama-tama, kau tahu pakaian yang kubeli untukmu? Pakailah tidak peduli apa pun”seru Young-sun.
“La-lalu, aku seharusnya pertama-tama memakai ini. Lalu apa?”tanya Kae-in seraya mencoba pakaian dalam yang disiapkan Young-sun.
“Wanita yang terlalu kuat dan agresif tidak menarik. Mmm, kau memainkan permainan cahaya dan menciptaka n suasana yang benar-benar santai. Sesuatu yang memerlukan sedikit kontak fisik”jelas Young-sun.

Kae-in yang sudah berganti pakaian bermain dengan Jin-ho, ia dan Jin-ho bermain bongkar pasang (namanya nggak tahu, mainan yang diambil satu persatu harus hati-hati supaya nggak jatuh).
Saat giliran Jin-ho , ia pun menjatuhkan tumpukan permainan.
“Tegakkan kepalamu. Jin-ho”suruh Kae-in untuk menghukum Jin-ho karena kalah bermain.
“Apakah aku bilang aku tidak mau?”ucap Jin-ho.
Kae-in pun bersiap maju dan menyentil jidat Jin-ho.
“Lakukan perlahan, kamu bisa kan?”pinta Jin-ho. Kae-in pun menyentil jidat Jin-ho dengan keras.
Jin-ho pun kesakitan dan menjatuhkan kepalanya di meja.
“Jin-ho, apakah sesikit sakit?”tanya Kae-in seraya memeriksa Jin-ho.
Namun Jin-ho menghindar. “Apakah itu tampaknya tidak akan sakit?”tanya Jin-ho balik.
“Jin-ho, biarkan aku memeriksanya”pinta Kae-in yang melihat Jin-ho seperti benar-benar sakit.
“Apanya yang kau perlu lihat?”tanya Jin-ho.
“Biar aku lihat. Kau terpukul sudah 5 kali”bujuk Kae-in seraya mengangkat kepala Jin-ho.
Jin-ho pun menghindar namun Kae-in menarik kepala Jin-ho supaya menghadap ke arahnya.
“Aigoo. Aku tidak menyadari itu bisa membuat merah”ucap Kae-in agak takut.
“Jin-ho, aku akan meniup untukmu”lanjut Kae-in.
“Tidak apa-apa”ucap Jin-ho.
“Aku akan meniup di dalamnya. Hal ini akan membuatnya terasa lebih baik”ujar Kae-in seraya mendekat ke arah Jin-ho.
“Aku berkata tidak apa-apa”ucap Jin-ho.
Tapi Kae-in tetap meniup dahi Jin-ho hingga posisi mereka sangat dekat.
Jin-ho pun menjauh. “Kau pikir itu akan lebih baik karena kau meniup di atasnya?”seru Jin-ho.
“Tapi, kau yang mengatakan untuk tidak mudah diambil satu sama lain!”ujar Kae-in.
“Ini semua bukti saja bahwa kau tidak puas denganku untuk beberapa alasan!”protes Jin-ho.
“Oh, benar-benar! Itu yang memalukan darimu. Mengapa kau begitu marah dengan permainan?”tanya Kae-in.
“Kau tidak tahu aku adalah seorang pria kecil yang besar oleh alam?”seru Jin-ho.
“Oh,astaga!”ucap Kae-in.

Lalu keduanya pun masuk ke kamar masing-masing.
“Mengapa pukulan pada wajahku….”pikir Jin-ho (deg-deg an?) saat di dalam pintu kamar.
Hal itu tak jauh berbeda dengan Kae-in. Ke-in pun deg-deg an ia pun memegangi dadanya.
Kembali ke Jin-ho yang tersenyum mengingat hal itu.

Kae-in di dalam kamar memeluk boneka Jin-honya. Tiba-tiba pintu kamar terketuk, Kae-in pun deg-deg setengah mati. Tiba-tiba Jin-ho sudah membuka pintu.
“Jin-ho”guman Kae-in.
Jin-ho pun langsung menerebos masuk membuang boneka Jin-ho Kae-in dan menarik tangan Kae-in ke dadanya , untuk merasakan dengup jantungnya.

“Apakah kau merasa itu? Jantungku berdetak keras?”tanya Jin-ho. Kae-in pun merasa tegang.
“Satu-satunya yang dapat meringankan itu….adalah kau”bisik Jin-ho di telingan Kae-in. Lalu Jin-ho memiting Kae-in hingga terjatuh di atas kasur. Kae-in pun berusaha memberontak dan ternyata itu hanya khayalan Kae-in wkwkkwkw.
Ia pun terbangun dan berbicara dengan boneka Jin-honya.
“Jin-ho. Aku jadi gila”pikir Kae-in. Lalu ia teringat saat mabuk Jin-ho berkata. “Kau benar-benar tidak tahu apa artinya? Itu berarti, “karena kau tidak tidur denganku”. Aku memutuskanmu. Kau benar-benar tidak tahu itu apa artinya?”.
Kae-in pun jadi tegang, ia pun memegang kedua pipinya. “Tapi, oke aku hanya ingin seperti ini?”guman Kae-in.

Sama seperti Kae-in , Jin-ho pun gelisah walaupun dia sedang bekerja.
“Ah, aku sekarat”gumannya . Ia pun meletakkan pensilnya lalu ia keluar namun terhenti di depan pintu, ia teringat kata-kata Kae-in saat mabuk.
“Tapi, lakukan sebagai seorang pria dan seorang wanita. Harus tidur bersama-sama demi cinta?”ucap Kae-in saat mabuk. Jin-ho pun berpikir.


Di kamar Kae-in pun mengingat jawaban Jin-ho atas kata-kata yang diingat Jin-ho.
“Keinginan untuk menyentuh dan memegang wanita yang dicintainya. Adalah naluri alami seorang pria”ucap Jin-ho.
Begitu pula Jin-ho mengingat jawaban Kae-in,” Namun, harus ada seorang wanita. Bahwa seorang pria tidak ingin kehilangan bahkan tanpa harus melakukan hal seperti itu”ucap Kae-in. Jin-ho pun mengurungkan niatnya menemui Kae-in.

Kae-in berbicara dengan boneka Jin-honya.
“Aigoo. Jin-ho, apa yang harus kulakukan? Aku ingin bersama Jin-ho. Tapi aku sedikit takut. Bagaimana jika dia tidak suka caraku? Apakah aku perlu mengumpulkan keberanian?”keluh Kae-in pada boneka Jin-honya. Tiba-tiba terdengar kilatan petir.
Jin-ho serius bekerja di kamarnya. Ia pun mendengar suara petir yang kemungkinan diiringi hujan.
“Ya ampun”seru Kae-in diluar kamar Jin-ho.

Jin-ho pun menoleh ke asal suara, dilihatnya Kae-in terburu-buru masuk ke kamarnya karena ketakutan, ia pun membawa bantalnya.
“Bisakah aku tidur di sini?”tanya Kae-in agak takut.
“K-kau tidak bisa”jawab Jin-ho yang terbengong-bengong.
“Aku takut mati”ujar Kae-in memelas.
“Apa yang kau lakukan ketika aku tidak di sini?”tanya Jin-ho lagi.
“Apa lagi? Au tidur dengan In-hee”jawab Kae-in . Tiba-tiba terdengar petir lagi. Kae-in pun ketakutan. Jin-ho pun pasrah.
“Kemari”seru Jin-ho.

Kae-in pun tidur di kamar Jin-ho.
“Ketika aku masih di sekolah, aku tidak punya waktu untuk memikirkan apa pun selain belajar. Sekolah dan rumahku, kedua tempat tersebut adalah duniaku. Ceritaku membosakanmu, bukan?”tanya Jin-ho yang berceloteh tentang masa kecilnya, namun dilihatnya Kae-in pulas tertidur wkwkwkwkw (Kae-in tidur di kamar orang masih pulas, untung Jin-ho baik coba kalau dia buaya habislah dia, jangan ditiru fams).
“Apakah kau lupa bahwa au seorang pria? Jika kau terus melakukan hal ini, itu membuatku lebih sulit”guman Jin-ho lalu ia mencium dahi Kae-in. Lalu Jin-ho pun tertidur pulas.
“Sebuah ciuman di dahi menanamkan keyakinan dan kepercayaan, ramalan cuaca Park Kae-in untuk besok: Aku mengumpulkan keberanian dengan menggunakan petir sebagai alasan. Namun, kau melihatku dengan keyakinan dan kepercayaan. Mungkinkah au benar-benar tidak melihat pengakuan anehku? Berharap besok sering hujan, penuh rasa malu inilah prakiraan cuaca Park Kae-in”pikir Kae-in yang ternyata hanya berpura-pura tidur.

Keesokan paginya Kae-in pun bangun dengan malas-malasan, ia pu menggeliat lalu kaget saat dilihatnya Jin-ho sudah tidak ada. Ia pun terlonjak bangun , namun kemudian ia tersenyum dan mengambil bantalnya lalu menciumnya dan rebahan di tempat tidur kembali (gaya tidurnya nggak jauh ama Ha Ni wkwkw).

Jin-ho yang sudah berada di kantor menerima telepon dari Kae-in.
“Bagaimana aku bisa tidur dengan mendengar dengkurmu?”tanya Jin-ho mengejek.
“Siapa? Siapa yang mendengkur?”tanya Kae-in.
“Tapi aku bisa mengatasinya. Tapi aku benar-benar tidak bisa tahan dengan bunyi gemeretak gigi”keluh Jin-ho.
“Bohong”seru Kae-in ditelepon. Tanpa Jin-ho sadari Sang-joon masuk ke ruangannya.
“Lihatlah di cermin. Kau dapat melihat air liurmu, bukan?”tanya Jin-ho.
“Huh”ujar ae-in seraya mengecek mukanya.
“Wanita apa yang tidur seperti seorang anak yang bodoh?”ledek Jin-ho.
“Apakah kau benar-benar akan terus seperti itu?”seru Kae-in. Kae-in langsung mematikan Hpnya.
Jin-ho pun tersenyum mengetahui teleponnya ditutup.

“Aku bangga padamu”seru Sang-joon tiba-tiba.
Jin-hoo pun terlonjak kaget. “Ah, au mengagetkanku saja”ujar Jin-ho.
“Sepertinya kau akhirnya lebih jauh”seru Sang-joon.
“Apa maksudmu?”tanya Jin-ho.
“Jadi, kali ini dengan lampu dipadamkan, kau membuktikan bahwa kau adalah seorang pria sejati, benarkah? Aku benar-benar khawatir”jawab Sang-joon bersemangat.
“Bukan seperti itu, jadi jangan menganggap berlebihan”seru Jin-ho. Tanpa mereka sadari Tae-hoon pun masuk mendengar obrolan kedua orang ini.
“Kau tidak perlu menceritakan secara rinci. Tetapi hanya memberikan intinya saja dari apa yang kau lakukan”ujar Sang-joon.
“Ay…”guman Jin-hoo.

“Apakah kalian berdua benar-benar sudah sejauh itu?”tanya Tae-hoon tiba-tiba menyahut.
“Bagaimana dengan Hye-mi?”tanya Tae-hoon.
“Jangan hanya terus berkata,”bagaimana dengan Hye-mi” tapi lakukan sesuatu untuk Hye-mi”jawab Sang-joon.
“Baiklah, kalau begitu. Apa yang harus kulakukan?”tanya Tae-hoo pada Sang-joon.
“Mengajarinya?”ujar Sang-joon seraya menunjuk ke arah Jin-hoo.
“Aku katakanan bukan hal seperti itu”seru Jin-ho kesal, ia pun mengambil kunci mobilnya lalu bergegas pergi.
“Lihat, intesitas itu!”seru Sang-joon.
“Apa?”tanya Tae-hoon tidak mengerti.
“Intesitas itu adalah kuncinya”jawab Sang-joon.
“Intesitas”seru Tae-hoon bersemangat.

Di tempat kerja Kae-in, Young-sun memotret kegiatan yang dilakukan Kae-in.
“Kami “tidur” bersama-sama”seru Kae-in.
“Jadi, kau hanya berpegangan tangan?....kemudian, bisa disebut tidur bersama atau tidak? Oh, bikin stress saja! Kau, Kau…. Tapi aku bingung dengan Jin-ho”ujar Young-sun.
“Jangan kau pikir dia terlalu luar biasa? Seorang pria yang tahu bagaimana harus mencari wanita yang ia cintai. Jin-ho benar-benar orang yang kuimpikan”ujar Kae-in.
“Hmmm, kemudian kau pergi selamanya hanya memegang tangan dan bermimpi. Kae-in! Senyum!”seru Young-sun.
Kae-in pun tersenyum manis menuruti sahabatnya yang sedang mengambil fotonya.
“Kenapa kau ters mengambil gambar begitu banyak!”omel Kae-in setelah selesai difoto.
“Ini semua untukmu”jawab Young-sun seraya member kode pada Kae-in untuk diam.
“Ruang anak Dam Art Gallery dikepalai oleh desain furniture Park Kae-in. Judul seperti itu…apa kau tidak tahu apa efek pemasaran untuk menghasilkan penjualan?”jelas Young-sun lalu bersiap mengambil foto lagi.
“Jadi, aku bertanya kenapa kau harus melakukan hal seperti itu?”tanya Young-sun. Young-sun pun terdiam berpikir.

“Pada skala itu, akan sulit untuk secara memadai memenuhi harapan pengunjung. Akan sulit untuk secara memadai memenuhi harapan pengunjung. Silahkan mencoba sebagai daerah yang lebih aman di sekeliling galeri sebisa mungkin”jelas In-hee pada salah satu seorang staf.
“Ya, aku mengerti”jawab staf itu, lalu ia member hormat dan bergegas pergi.
“Bagaimana pun, ketika aku mulai bekerja pada peluncuran Furniture Doyle. Aku tidak akan punya waktu untuk hal lain”seru Kae-in.

Tanpa Kae-in dan Young-sun sadari In-hee mendengar percakapan ini.
“Kae-in, tentang Chang-ryul…”tanya Young-sun.
“Jangan berbicara tentang Chang-ryul”seru Kae-in.
“Hanya memikirkan bagaimana Han Chang-ryul menyebabkan pertengkaran antara Jin-ho dan aku kemarin..”lanjut Kae-in.
“Apa? Apa lagi sekarang”tanya Young-sun.
“Nah, kemarin, Chang-ryul….”jawab Kae-in namun terpotong oleh teriakan In-hee.

“Park Kae-in”potong In-hee tiba-tiba.
“Kau punya beberapa keterampilan. Kau bahkan tidak bisa mendapatkan hadiah ulang tahun ketika kau berkencan dank au punya satu sekarang setelah kau telah putus”sindir In-hee. Kae-in pun diam saja dengan sindiran in-hee namun tidak dengan Young-sun.
“Hey! Hei! Apa kau tidak melihat aku?”seru Young-sun pada In-hee seraya menghampirinya.
“Dia tidak harus melihatku?”seru Young-sun pada Kae-in.

“Apakah aku tidak terlihat?”tanya Young-sun pada In-hee.
“Kapan kita pernah mengucapkan kata salam?”jawab In-hee angkuh.
“Wow! Dia benar-benar ingin dijitak kepalanya”seru Young-sun lalu mendorong In-hee dengan telunjuk tangannya.
“Aku kira ini adalah apa yang dimaksud orang ketika mereka berkata,”gadis yang kentut adalah salah satu yang marah tentang hal itu”jelas Young-sun.
“Aku melihat mulutmu masih sama”sindir In-hee.
“Apa?”tanya Young-sun. Kae-in pun tidak dapat menahan kesabarannya.
“Kau-benar-benar…”seru Young-sun seraya akan memukul In-hee namun Kae-in menarik dan menghentikan tangan Young-sun.
“Hentikan”pinta Kae-in.
“Benar. Aku seharunya tak berbicara dengannya. Yeah”ujar Young-sun.
“Tapi, apakah kau mendapatkan hadiah dari dia?”tanya Young-sun.

“Tidak”jawab Kae-in.
“Apa maksudmu, “tidak?” ketika aku bilang itu ulang tahunmu sepertinya ia sedang mempersiapkan sesuatu yang besar”potong In-hee.
“Mengapa kau memberitahu Chang-ryul saat itu ulang tahunku?”tanya Kae-in marah.
“Supaya kalian berdua bisa menikmatinya”jawab In-hee tanpa dosa.
“Kim In-hee, ketika kau mendesak Chang-ryul dan aku sama-sama seperti itu, apakah itu membuatmu merasa lebih baik? Karena kau berpikir seperti itu. Kau dan Jin-ho bisa bersama?”selidik Kae-in.
“Park Kae-in!”seru In-hee.
“Aku tidak tahu berapa banyak waktu luangmu sehingga harus mengingat hari ulang tahunku. Tapi aku begitu sibu au bahkan tidak ingat ulang tahunku sendiri. Jadi, bisakah kau pergi sekarang!”seru Kae-in. In-hee pun tertawa kesal lalu bergegas pergi.

“Whoa! Park Kae-in! Aku bangga padamu. Aku akan melompat dan membantumu keluar. Tapi kau seorang professional”puji Young-sun bangga.
“Aku belajar semuanya darimu”ujar Kae-in.
“Apakah kau tidak bersyukur?”tanya Young-sun. Lalu mereka berdua pun berhigh five.

In-hee masuk ke ruangannya dengan kesal. Lalu ia mengambil telepon dan menelepon Hye-mi.
“Hye-mi, aku menelepon karena aku ingin minta tolong”seru In-hee ditelepon.


Di kantornya Jin-ho membuka gulungan desain yang ditemukan di ruang bawah rumah Kae-in, tiba-tiba ia melihat masih ada kertas yang tergulung dalam gulungan itu. Jin-ho pun mengeluarkan gulungan itu dan melihat isinya. Jin-hoo pun mengingat penjelasan Sang-joon dulu. “Sanggojae dibangun oleh Profesor Park Chul-han dan ketua Do-bin sangat menyukainya. Ia memintanya untuk mendesainnya tetapi professor menolaknya. Tentang waktu penyelesaian Sanggojae Profesor Park Chul-han kehilangan istrinya. Tapi setelah itu, selama hampir 30 tahun belum dibuka untuk orang luar”jelas Sang-joon
Lalu ia mengingat kata-kata Kae-in. “Sanggojae adalah alam semesta kecil yang akan menginspirasi istri dan anak-ku untuk bermimpi”jelas Kae-in. Jin-ho pun seperti menyadari sesuatu saat melihat desain-desain yang ada dalam kertas itu. Jin-ho pun menggulung kembali kertas-kertas itu dan mengembalikannya ke tempat semula.

Namun belum selesai Sang-joon sudah masuk ke ruangannya ia pun segera menaruh gulungan itu di samping bawah meja kerjanya.
“Tidak peduli bagaimana aku berpikir tentang hal inim menurut pendapatku informasi ini salah. Ini tidak seperti kita belum melihat Sanggojae. Tidak peduli betapa aku melihat di atasnya entah bagaimana, sepertinya tidak cukup sebagai konsep untuk Dam Art Gallery”keluh Sang-joon seraya membuka-buka kertas yang dibawanya.
“Yang membawaku ini, bagaimana jika kau bertanya dengan lembut pada Kae-intentang hal itu? Yang aku katakan adalah bahwa karena dia anak perempuannya dan semua kan dia bisa tahu sesuatu ”pikir Sang-joon.
“Hyung, apakah kau benar-benar ingin mengubahku menjadi orang jahat?”tanya Jin-ho.
“Dengar, kau tahu apa situasi kita sekarang? Tidak peduli besar kau menyukai Kae-in. Kita dapat keluhan, kita sudah diminta untuk pindah. Kita tidak dalam situasi hanya duduk dan kembali sekarang!”keluh Sang-joon.
“Aku akan mengurus semuanya. Jadi, mulai sekarang jangan melibatkan Kae-in dalam semua ini. Aku memohon padamu”ujar Jin-ho.

Chang-ryul semobil dengan ayahnya.
“Ketika kau sedang berkencan dengan Nona Park, apakah kau pernah mendengar sesuatu tentang desain rencana Profesor Park untuk Sanggojae?”tanya ayah Chang-ryul.
“Tidak”jawab Chang-ryul.
“Aku melihat ke dalamnya, Sanggojae adalah hanok biasa”ujar ayahnya.
“Lalu, apa?”tanya Chang-ryul.
“Ini hanya salah satu bagian dari gambaran besar yang dibuat Profesor Park”pikir ayah Chang-ryul. Chang-ryul pun berusaha berpikir.
“Ahhh… itu sebabnya, sejak awal Direktur Choi telah memikirkan Profesor Park. Benar, jika kita bisa mendapatkan desain rencana Profesor Park maka proyek Dam Art Gallery pasti akan kita menangkan”pikir ayah Chang-ryul.

Ibu Jin-ho mendatangani kantor In-hee, ia pun menunggu seseorang. Do-bin yang melihat ibu Jin-ho kebingungan pun menyapanya.
“Halo, apakah ini pertama kalinya kau datang ke gallery kami?”tanya Do-bin.
“Ah, ya”jawab ibu Jin-ho.
“Bisakah aku memandumu?”tanya Do-bin seraya mempersilahkan.
“Dan kau?”tanya ibu Jin-ho.
“Ah, aku belum memperkenalkan diri. Aku direktur Dam Art Gallery, Choi Do-bin”ujar Do-bin memperkenalkan diri.
“Ah, ya”jawab ibu Jin-ho seraya member hormat.
“Apakah ada sesuatu yang spesifik yang kau cari?”tanya Do-bin.
“Aku ke sini untuk bertemu Kim In-hee, ia bekerja di sini”jawab ibu Jin-ho.
“Ah, Kim In-hee? Dan apa hubunganmu dengan Kim In-hee. Apakah kau bibinya”tanya Do-bin.
“Bukan, aku ibunya Jeon Jin-ho”jawab ibu Jin-ho.
Do-bin pun sedikit kaget, “Ah, ibu”ujar Do-bin memberi hormat.

Tanpa merea sadari In-hee sudah berdiri di depan mereka.
“Aku melihat Presiden Jeon mendapat ketampanan dari ibunya. Kau cukup cantik”puji Do-bin.
“Kau menyanjungku. Aku sudah cukup mendengar itu saat masih muda”ujar ibu Jin-ho malu-malu.
“Jika tidak apa-apa dengamu, aku akan mengantarkanmu”ujar Do-bin.
“Itu akan menyenangkan. Tidakkah aku akan mengambil waktu berhargamu?”tanya ibu Jin-ho.
“Tidak, akan menjadi kehormatan bagiku. Menjadi ibu seperti orang terhormat seperti Presiden Jeon. Kau tidak berbeda dari seorang ibu bagiku”jawab Do-bin.
“Tapi untuk mempertimbangkanmu sebagai putra..yah…umur…”ujar ibu Jin-ho yang merasa agak aneh.
“Ah, itu benar. Bagaimanapun , biarkan aku membawamu lewat sini”ajak Do-bin.
“Ah, ah ya…”jawab ibu Jin-ho. Do-bin pun mempersilahkan ibu Jin-ho, ibu Jin-ho pun mengikutinya, namun tiba-tiba In-hee mendatangi mereka.
“Ibu. Halo”seru In-hee seraya memberi hormat. Do-bin pun merasa agak aneh lalu ia melihat ke arah ibu Jin-ho.
“Halo”jawab ibu Jin-ho


Kae-in dan Jin-ho ke cafeteria bersama. Mereke seperti minum kopi yang ada floatnya, Kae-in tertawa kecil melihat hidung dan bibir atas Jin-ho ada busanya.
“Apa?”tanya Jin-ho. Kae-in pun memberi kode di bibirnya ada busa dengan mengelap bibirnya sendiri, lalu ia mengelap busa yang ada di bibir Jin-ho dan hidung dengan tangannya. Kae-in agak malu saat ia mau mengelap busa yang ada dibagian bibir atas namun dengan agak malu dan ragu akhirnya ia melapnya.

Tiba-tiba Jin-ho menempelkan busa ke hidung Kae-in.
“Ah, Jin-ho-ssi!”seru Kae-in. Lalu tiba-tiba Jin-ho mendekat ke arah Kae-in mau mengelap busa itu.
“Huh”guman Kae-in, Kae-in pun menghindari Jin-ho karena dikira mau dicium, karena kursinya terlalu didorong hingga terangkat, Kae-in pun hampir jatuh tapi dengan sigap Jin-ho menahannya. Dan menariknya supaya seimbang.
“Ini mengapa aku tidak bisa mengalihkan mataku darimu sedetikpun “seru Jin-ho.
Kae-in pun segera mencari pembelaan, “apakah aku cantik?”tanya Kae-in.
“Maafkan aku”ujar Jin-ho.
“Bukankah kau mengatakan bahwa tidak bisa mengalihkan matamu dariku sedetikpun?”jelas Kae-in.
Jin-ho pun tersenyum lalu kembali duduk dikursinya.
“Apakah kau tidak malu, mengatakan sesuatu seperti itu?”tanya Jin-ho.
“Aku tidak malu. Tapi aku bekerja begitu giat hari ini, aku belum sempat makan sesuap nasi sama sekali, aku hampir mati kelaparan”ujar Kae-in .
“Kau seharusnya mengatakan sesuatu sebelumnya. Kita bisa pergi untuk makan malam, bukan minum kopi”seru Jin-ho. Lalu Jin-ho melap busa yang ada di hidung Kae-in dengan tisu, dan mengajak Kae-in pergi.
“Mari kita pergi!”seru Jin-ho seraya menarik tangan Kae-in.
“Untuk makan?”tanya Kae-in.

Sementara itu di sebuah café. In-hee dan ibu Jin-ho mengobrol bersama.
“Aku datang karena Hye-mi memintaku. Tapi, ini tentang apa?”ujar ibu Jin-ho memulai pembicaraan.
“Aku benar-benar berpikir panjang dan keras apakah akan mengatakan ini padamu. Tapi, aku pikir mengatakan padamu adalah hal yang benar untuk dilakukan”jawab In-hee.
“Apa?”tanya ibu Jin-ho.
“Jin-ho dihadapkan dengan banyak situasi sulit hari ini”jawab In-hee.
“Jin-ho menghadapi kesulitan?”tanya ibu Jin-ho tidak mengerti.
“Karena wanita yang ia inginkan, Park Kae-in. Hang Chang-ryul ingin memisahkan keduanya. Jadi dia terus menekan Jin-ho. Dia harus pindah dari kantornya. Dan bahkan telah mendapatkan keluhan yang diajukan terhadapnya”jawab In-hee menjelaskan.

“A-apa yang kau katakan?”tanya ibu Jin-ho kembali.
“Jika Park Kae-in telah mengakhirinya dengan Hang Chang-ryul dari awal ini tidak akan pernah terjadi. Namun, bahkan ketia dia berkencan dengan Jin-ho, dia masih bertemu Hang Chang-ryul”jelas in-hee.
Ibu Jin-hoo pun kaget lalu ia segera minum segelas air putih. Kae-in pun terus menekan ibu Jin-ho dengan terus memojokkan Kae-in.
“Jika Jin-ho tidak putus dengan Park Kae-in, siapa yang tahu apa lagi yang akan Hang Chang Ryul lakukan?”hasut In-hee.
“Apa yang bisa aku lakukan?”tanya ibu Jin-ho.
“Bagaimana jika ibu mencoba untuk membujuk Park Kae-in?”tanya In-hee memberi saran.

Jin-ho dan Kae-in berbelanja di supermarket.
“Jin-ho, kau harus pulang sekarang. Kau sudah tidak pulang selama 2 hari. Aku yakin ibumu akan khawatir”seru Kae-in.
“Di luar Sanggojae, aku tidak punya tempat lain untuk dituju”jawab Jin-ho.
“Jangan keras kepala dan pulanglah”bujuk Kae-in.
Lalu Jin-ho mengambil sepasang gelas dan menunjukkan pada Kae-in.
“Kae-in, apa pendapatmu tentang ini?”tanya Jin-ho.
“Ya ampun, benar-benar!”ujar Kae-in.
“Apakah boleh jika aku tidur meringkuk di sofa kantorku? Setelah mencoba itu beberapa malam, aku benar-benar tidak berpikir aku bisa terus begini?”tanya Jin-ho.
“Kau benar-benar belum pulang?”tanya Kae-in.
“Aku sudah bilang, di luar Sanggojae, aku tidak punya tempat lain untuk dituju”jawab Jin-ho.
Kae-in pun diam berpikir.

Kembali ke In-hee dan ibu Jin-hoo.
“Aku tidak berpikir ia bisa mengabaikan permohonan sungguh-sungguhmu”ujar In-hee.
“Tapi, mengapa kau mengatakan semua ini? Dari apa yang Hye-mi katakan pernikahanmu dengan Han Chang-ryul dibatalkan karena Park Kae-in. Jika bisa berjalan antara Jin-hoku dan Park Kae-in. Kau tidak akan bisa mendapatkan Chang-ryul kembali?”tanya ibu Jin-ho (hohohoho ternyata ibu Jin-ho tidak bodoh).
“Hal ini tidak didasarkan pada motif pribadi apapun seperti itu. Jin-ho sedang mengerjakan proposal untuk Dam Art Gallery kami. Karena dia seorang yang mampu. Direktur dan aku menilai dia sangat layak. Aku hanya sangat khawatir sesuatu yang mungkin buruk terjadi karena hal ini. Aku berniat membantunya sejauh yang kubisa. Jadi jangan terlalu khawatir”jawab In-hee. (padahal ada udang dibalik bakwan tuh). Ibu Jin-ho pun berpikir.

Jin-ho dan Kae-in asyik berbelanja.
“Apakah karena kau tidak bisa percaya padaku?”tanya Jin-ho.
“Aku yakin bahwa aku bisa tidur hanya memegang tanganmu sampai ibuku bisa dibujuk”lanjut Jin-ho.
“Aku hanya ingin tahu, mengapa kau harus melakukan ini? Itu saja”jawab Kae-in.
Jin-ho pun mengehentikan langkahnya yang diikuti Kae-in.
“Karena aku ingin bersamamu. Aku ingin kau untuk diakuo sebagai perempuanku”ujar Jin-ho tersenyum, Kae-in pun tersenyum. Lalu Jin-ho melanjutkan jalannya. Kae-in pun menahan lengan Jin-ho.
“Terima kasih. pada saat seperti ini, ketika seseorang merasa bersyukur. Kau tidak memberitahuku bahwa salah satu seharusnya berkata, “Terima Kasih”?”ujar Kae-in. Jin-ho pun tersenyum begitu pula Kae-in.
Lalu Jin-ho menggandeng Kae-in dan berjalan bersama.

BACA JUGA SINOPSIS LAINNYA



0 comments:

Post a Comment


Friend Link List