Recent Post


[Sinopsis Novel] Putri Huan Zhu/ Huan Zhu Ge Ge II Bagian 5

Do you want to share?

Do you like this story?


Judul Asli : Huan Zhu Ge Ge II-2: Sheng Se Xiang Xu
Pengarang : Chiung Yao (Qiong Yao)
Penerbit : Crown Publishing Co., Taipei – Thaiwan.

Judul Bahasa Indonesia: Putri Huan Zhu II-1: Antara Hidup Dan Mati
Alih bahasa : Pangesti A. Bernardus (koordinator), Yasmin Kania Dewi, Tutut Bintoro
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama, Maret 2000 (Cetakan Pertama)

Cerita Sebelumnya:
Pada hari ulang tahun Qianlong, seorang penyusup misterius memasuki Paviliun Shuofang. Ketika dilakukan penggeledahan, penyusupnya tidak ditemukan – yang ditemukan justru sebuah boneka nujum yang dipakai untuk menyantet Kaisar. Seluruh penghuni Paviliun Shuofang dikurung tanpa kecuali. Dan lewat hasutan Permaisuri-Bibi Rong cs, Ziwei disiksa hingga terpaksa mengaku kalau dia-lah pembuat boneka tersebut.



V

“Kita bisa mengecek di Bagian Rumah Tangga Istana untuk mengetahui siapa saja penerima kain sutra ini!” kata Qing’er mantap.

Semua orang tercengang dengan perkataan Qing’er. Permaisuri serta Bibi Rong langsung pucat pasi.

“Qing’er, benarkah yang kau katakan itu?” tanya Ibu Suri.

“Boneka dan kain satin salju itu ada di sini. Silakan Lao Foye membandingkannya!” Qing’er mengangsurkan kedua benda tersebut.

Ibu Suri mengambilnya lalu membandingkan keduanya. Xiao Yanzi berteriak lantang, “Huang Ama! Segera kurung semua istri Anda! Lalu siksa mereka dengan tongkat penjepit jari! Siapa tahu setelah itu mereka mengaku!”

Qianlong terkejut. “Tongkat penjepit jari? Ziwei! Apakah kau disiksa dengan alat itu? Cepat perlihatkan jarimu padaku!”

Xiao Yanzi menyambar tangan Ziwei dan memperlihatkannya pada Qianlong.

“Huang Ama lihatlah! Jari-jari Ziwei bengkak begini – entah ada yang patah atau tidak? Kalau sampai patah, siapa lagi yang akan memetik qin untuk Anda? Siapa yang menemani Huang Ama bermain catur?”

Jari-jari Ziwei bengkak seperti wortel. Berwarna keunguan karena darahnya tidak mengalir. Sangat mengenaskan.

Melihat tangan kekasihnya serupa itu, dada Erkang seperti dipukul. Dia merasa sakit hati sekali.

Qianlong berteriak berang, “Erkang! Cepat ke Bagian Rumah Tangga Istana dan laporkan hasil penyelidikanmu – segera!”

“Hamba siap!” seru Erkang penuh emosi.

“Erkang! tunggu!” seru Ziwei di sela-sela kesakitannya.

Ziwei menatap Qianlong. Dengan tulus berkata, “Huang Ama, sejak jaman Dinasti Han, sejarah telah mencatat kalau ilmu nujum telah menelan banyak korban. Hal ini akan mencemaskan setiap orang di istana. asal Huang Ama percaya kami tidak bersalah, maka masalah ini harap dihentikan sampai sini saja.”

“Ziwei percaya Huang Ama orang yang beruntung. Sebuah boneka kain tak akan mampu mencelakai Anda! Namun jika terus diselidiki, ini akan menyakitkan Huang Ama, Lao Foye serta banyak orang di istana ini. Mohon Huang Ama jangan menyelidikinya lagi!”

Qing’er juga angkat bicara, “Perkataan Ziwei sangat penting. Siapa dalang semua ini tentu akan memahaminya. Jika Ziwei dan Xiao Yanzi tidak memperpanjang masalah ini, berarti orang itu telah dilepaskan dari kesalahan. Hati seseorang terbuat dari darah dan daging. Bagaimanapun, lebih baik membuat seseorang tersentuh daripada memenggal kepalanya.”

Kata-kata Qing’er persis seperti pemikiran Ziwei. Mau tak mau keduanya berpandangan sesaat. Tanpa sadar memancarkan saling pengertian yang sulit dijelaskan.

Permaisuri dan Bibi Rong mulai ketakutan.

Ibu Suri memandang Ziwei. Dalam hati dia sangat menyesal. Tapi ditebalkan mukanya dan berkata tegas, “Tidak bisa dimaafkan begitu saja! Jika ada orang yang membuat boneka nujum untuk mencelakakan Kaisar dan Putri, mana mungkin kita melepaskannya dari hukuman?”

Qianlong menatap Permaisuri sekilas. Dia berkata geram, “Benar! Orang itu harus ditemukan! Lalu hukum mati dengan cara tubuhnya diseret lima ekor kuda!”

Permaisuri dan Bibi Rong gemetar. Bulu kuduk keduanya meremang.

***

Permaisuri dan Bibi Rong kembali ke Istana Kunning dengan perasaan cemas serta waswas.

“Kenapa kau begitu ceroboh? Membuat boneka itu dari kain satin salju?” tanya Permaisuri pada Bibi Rong dengan gusar.

“Ini kesalahan hamba!” sahut Bibi Rong penuh sesal. “Hamba hanya berpikir untuk menggunakan bahan yang tidak mencolok. Kain itu warnanya putih – kelihatannya tidak istimewa. Hamba pikir itu hanya kain sutra pelapis baju biasa. Hamba memang pantas mati!”

“Jangan bilang pantas mati! Sekarang apa yang harus kita lakukan? Kaisar dan Ibu Suri sepertinya akan melakukan penyelidikan! Menurutmu, akankah kita lolos kali ini?”

“Kalau Lao Foye menanyai Anda, Anda harus mati-matian menyangkal. Bilang saja Anda difitnah. Dalam beberapa hari ke depan, hamba akan mengatur agar di kediaman Selir Ling juga ditemukan kain sejenis ini. Begitu pula di kediaman Selir Xiang…”

“Benarkah kau dapat mengaturnya? Lantas bagaimana dengan Gao Yuen dan Gao Da? Apakah mereka dapat dipercaya?”

“Tenang saja, kali ini hamba pasti berhati-hati! Mengenai Gao Yuen dan Gao Da, jika mereka tak dapat merahasiakan hal ini, kepala mereka pasti akan pindah tempat!”

Permaisuri mengangguk-angguk. Tapi dalam hati dia masih takut. Bibi Rong berkata, “Sekarang keadaan kurang menguntungkan bagi kita. Sementara, kita tidak bisa berbuat apa-apa kepada kedua gadis itu. Anda harus berhati-hati di hadapan Lao Foye. Qing’er juga – benar-benar pandai. Anda harus menjaga sikap. Jangan kelihatan seolah mencemaskan sesuatu!”

“Hamba pikir, sekalipun Kaisar mencurigai Anda, tapi untuk hal sebesar ini, Beliau pasti tak gegabah bertindak. Anda harus tetap menegakkan kepala dan membusungkan dada. Jangan takut!”

***

Di Paviliun Shuofang, kondisi Ziwei kritis.

Tabib Hu tengah membalut jari-jari Ziwei. Semua orang berkumpul menyaksikan. Sementara Ziwei mengerang-ngerang karena kesakitan.

“Pelan sedikit Tabib… Kumohon… Sakit sekali…”

“Putri, Anda harus tahan,” Tabib Hu berkata. “Hamba tahu ini sakit. Tapi obatnya harus dibalut seperti ini. Jika tidak, jari-jari ini bisa tidak berfungsi lagi!”

Ziwei menggertakkan gigi. Napasnya memburu. Keringat mengucur di keningnya.

Qianlong mengejar Tabib dengan pertanyaan-pertanyaan, “Apa maksudnya jari-jari itu tidak bisa berfungsi lagi? Gunakan obat-obatan terbaik! Pokoknya kau harus mengobatinya sampai sembuh! Mengerti?”

“Baik! Baik!” konsentrasi Tabib Hu sedikit terpecah. “Meski tulangnya tidak patah, tapi sarafnya luka dan persendiannya sedikit bergeser. Hamba khawatir jika tidak diobati dengan baik, penyakitnya akan kambuh permanen…”

Ziwei bersandar sambil memejamkan mata. Wajahnya pucat menahan sakit yang rasanya tembus hingga ke ulu hati.

Qianlong merasa sangat sedih. Dia sungguh tidak menyangka kalau Ziwei akan menderita begini. Kalau saja kemarin dia mengeluarkan larangan untuk mengirim penghuni Paviliun Shuofang ke penjara…

Air mata Xiao Yanzi berjatuhan. “Huang Ama ternyata tidak mempercayai kami! Hanya karena sebuah boneka kain, Huang Ama tega membiarkan kami masuk penjara dan Ziwei menderita. Anda begitu kejam…”

Selir Ling menyela, “Xiao Yanzi, mana boleh kau bicara begitu? Saat itu ada banyak orang. Huang Ama harus mengambil sikap. Tapi pagi ini kalian semua sudah dibebeaskan, kan?”

“Tapi kalau bukan Qing’er, mana mungkin kami dilepas? Jangan-jangan jari-jari kami akan bernasib sama seperti Ziwei!”

Qianlong penuh sesal berkata, “Xiao Yanzi, kadang-kadang, aku pun tak berdaya…” Dia kembali menatap Ziwei. “Kau beristirahatlah dengan baik. Aku percaya, seorang anak yang pandai serta baik sepertimu pasti dikasihi Tuhan. Aku sangat ingin bermain catur lagi denganmu. Tapi kita harus bersabar hingga kau sembuh.”

“Huang Ama tak perlu cemas. Ziwei telah paham semuanya. Aku akan pullih dengan cepat – agar bisa bermain catur lagi dengan Huang Ama!”

Selir Ling berkata penuh pengertian pada Qianlong, “Yang Mulia, Anda semalam tidak tidur. Hari ini juga sangat sibuk. Sebaiknya Anda beristirahat agar Ziwei juga bisa beristirahat.”

“Baiklah…, kalau begitu, aku pergi dulu…,” ujar Qianlong dengan berat hati.

Selir Ling pergi bersama Qianlong. Erkang dan Yongqi mengantarnya. Di gerbang Paviliun Shuofang, Qianlong bertanya pada kedua pemuda itu,

“Apakah kalian sudah mengatur ulang keamanan Paviliun Shuofang?”

“Lapor Yang Mulia,” sahut Erkang. “Pagi tadi hamba dan Pangeran Kelima telah menginterogasi Gao Yuen serta Gao Da. Namun keduanya mati-matian tak mau mengaku. Kami juga khawatir salah menuduh. Karenanya kami mengganti pengaman Paviliun Shuofang dan memindahkan mereka ke pos baru.”

“Baguslah! Aku telah berpikir semalaman dan merasa – kedua pengawal inilah yang paling patut dicurigai. Kalau begitu, aku akan menyerahkan urusan keamanan Paviliun Shuofang ini langsung saja kepada kalian. Kalian boleh keluar masuk kemari tanpa perlu sembunyi-sembunyi lagi. Untuk sementara, urusan tata krama boleh dikesampingkan.”

Erkang dan Yongqi benar-benar lega. Setelah Qianlong pergi, Erkang bergegas masuk untuk menjenguk Ziwei.

Hati Erkang pedih melihat kondisi Ziwei. Dia benar-benar merasa kesakitan. Bibirnya gemetaran dan keringat dinginnya berjatuhan.

Jinshuo membawa mangkuk obat dan Erkang membantu meminumkannya.

“Pahit! Rasanya pahit sekali… aku tak sanggup menelannya…” Ziwei belum selesai bicara – dia telah memuntahkan obat yang diminumnya.

Napas Ziwei berubah jadi pendek-pendek. Tak sampai semenit, dia pun pingsan.

“Ziwei! ZIWEI!!!” Erkang berseru. “Xiao Yanzi! Jinshuo! Tolonglah…”

Xiao Yanzi dan lain-lainnya masuk. Begitu melihat Ziwei terkulai, Xiao Yanzi dan Jinshuo langsung terperanjat bukan main.

Yongqi yang lebih sigap. Melihat kondisi Ziwei dia langsung berseru lantang, “Tabib Hu! Lekas kemari!”

***

Selepas dari Paviliun Shuofang, Qianlong tidak langsung pulang beristirahat – melainkan pergi terlebih dahulu ke Istana Kunning.

Melihat Permaisuri, Qianlong tanpa basa-basi langsung bertanya, “Lekas mengakulah padaku! Kapan kau membuat boneka kain itu?”

Permaisuri kaget dengan keterus-terangan Qianlong. bibi Rong di belakangnya lebih-lebih lagi. Dia langsung menjatuhkan diri berlutut dan menyangkal keras-keras, “Semoga Yang Mulia panjang umur hinnga puluhan ribu tahun! Paduka jangan menuduh Permaisuri! Di dalam hati Beliau hanya ada Kaisar seorang! Mana mungkin Beliau berniat mencelakakan Kaisar?”

“Dasar tidak tahu malu!” bentak Qianlong. “Kau pikir aku tidak tahu kau ada di balik semua ini? Kaulah yang membisiknya dengan ide-ide busuk! Dasar makhluk hina tak berguna! Akan kubunuh kau!”

Bibi Rong segera bersujud sepertorang yang menumbuk bawang. “Mohon Yang Mulia berbelas kasihan! Mohon berbelas kasihan…”

“Tutup mulutmu!” bentak Qianlong. Dipandangnya Permaisuri kembali. “Kau sendiri tahu apa yang telah kau lakukan! Aku kemari tanpa membawa seorang pun – justru karena masih mempertimbangkan hubungan kita sebagai suami-istri. Aku ingin menyisakan sedikit kesempatan bagiumu. Tapi jika kau masih terus menyangkal, aku bisa-bisa membuatmu kehilangan nyawa!”

Permaisuri menatap Qianlong lurus-lurus, “Yang Mulia! Anda telah salah menuduh hamba! Kalaupun hamba punya seratus nyali, hamba tentu tidak akan pernah berani mencelakakan Kaisar!”

Qianlong menggebrak meja. “Seratus nyali katamu? Kelihatannya kau punya lebih dari puluhan ribu nyali! Dan setiap empedu nyalimu itu berwarna hitam legam! Kau masih berani menyangkal? Kau ingin agar boneka kain itu dikirim ke Departemen Kehakiman untuk diselidiki?”

“Walaupun Yang Mulia mengirimnya ke Departemen Kehakiman, lantas kenapa?” Permaisuri menantang. “Memangnya Selir Ling tidak punya kain satin salju semacam itu? Bahkan di tempat Lao Foye masih ada setumpuk sisa kain semacam itu!”

“Keterlaluan! Kau bermaksud mengatakan kalau Lao Foye bisa jadi juga ingin mencelakaiku – begitu?”

“Yang Mulia, siapa pun patut dicurigai! Kedua Putri siapa tahu juga memiliki kain semacam itu dari Selir Ling?”

Qianlong marah sekali mendengar argument Permaisuri. “Hampir semua perbuatanmu dilakukan dengan niat buruk! Apa kau pikir, demi Lao Foye aku akan menolerir perbuatanmu? Kuberitahu padamu, begitu seluruh perbuatanmu terbongkar, orang pertama yang akan meyingkirkanmu adalah Lao Foye!”

“Coba kau pikirkan! Kalau sampai terjadi sesuatu padamu, bagaimana dengan masa depan Pangeran Kedua Belas? Bagaimana dia bisa menghadapi saudara-saudaranya yang lain? Apakah kau tak ingin memberi jalan kehidupan yang lebih baik bagi putramu?”

Qianlong berkata dengan emosi yang meledak-ledak. Permaisuri terdiam seribu bahasa. Sedangkan Bibi Rong masih berlutut sambil gemetaran di lantai.

Usai dari Istana Kunning, Qianlong menuju Istana Zhuning untuk menemui Ibu Suri. Keduanya bicara empat mata.

“Siapa yang membuat boneka kain itu aku sudah tahu. Tinggal menemukan lebih banyak bukti lagi supaya lebih kuat. Untuk sementara, aku berhenti menyelidiki. Kuharap Huang Thaihou pun demikian.”

“Mana bisa tidak diselidiki sampai tuntas?” Ibu Suri berkata. “Jika ada yang ingin mencelakaimu, aku jadi ngeri! Di dalam istana ternyata tersembunyi ancaman yang sangat besar – bagaimana mungkin aku tak memedulikannya?”

“Apa Yang Mulia mencurigai salah seorang istri Kaisar yang melakukannya?”

Qianlong langsung memberi petunjuk, “Bisa jadi. Dan dia seorang yang berkedudukan tinggi. Permaisuri misalnya…”

Ibu Suri terperanjat. Permasuri adalah pilihan Ibu Suri sendiri. Selama ini dia menyukainya dan sangat mempercayainya!

“Tidak mungkin! Mana bisa kau mencurigai Permaisurimu yang begitu setia? Dia hanya terlalu serius – tak bisa menyenangkanmu. Tapi aku berani jamin kalau hatinya lurus!”

Dalam hati Qianlong kesal sekali. “Di atas boneka kain itu ada jarum. Jarum itu pun bisa diperiksa asalnya dari mana. Kita semua… sementara menahan diri saja. Pasti suatu hari kebenaran akan muncul ke permukaan…”

Ibu Suri mengangguk-angguk. Qianlong berkata satu hal lagi pada Ibu Suri.

“Selain itu, aku mohon Huang Thaihou hentikan kebiasaan menyiksa orang diam-diam untuk membuat pengakuan. Huang Thaihou seorang pengikut Buddhis – jangan sampai terhasut para Bibi yang berhati keji. Tongkat penjepit jari itu sebaiknya dienyahkan saja! Mana bisa dipakai menyiksa seorang wanita apalagi yang tubuhnya lemah?” (Benar. Kalau Ibu Suri yang sudah tua masih sekejam itu, berarti keagamaannya cuma di-KTP!)

Wajah Ibu Suri menjadi kelabu. Dalam hati dia sesungguhnya menyesal - namun gengsi mengakuinya. Dia pun berkata muram, “Aku sudah memahami maksud Yang Mulia! Kelak aku tak akan memakai metode siksaan lagi! Tadi pagi kulakukan pada Ziwei karena marah. Aku benar-benar khawatir dia hendak mencelakakan Kaisar!”

Qianlong mencerna kalau semua tindakan Lao Foye dilakukan demi melindunginya. Tindakan lumrah dari naluri seorang ibu kepada anaknya. Qianlong pun tak dapat berkata apa-apa lagi.

***

Sementara itu, di Paviliun Shuofang, kondisi Ziwei kritis.

Ziwei sudah pingsan selama dua jam. Wajahnya sudah sepucat kertas. Napasnya sangat lemah. Tabib Hu tidak bisa bekerja sendirian lagi, maka dia juga memanggil tiga tabib lain untuk menolong Ziwei.

“Demamnya tidak turun-turun. Sementara semua obat yang diminum dimuntahkan. Kondisinya sangat kritis!” kata salah satu tabib.

“Nadinya sudah sangat lemah. apa kita harus melapor pada Kaisar sekarang?” tanya seorang lagi.

Erkang mendengar semua itu jadi panik. Dia mencengkeram lengan Tabib Hu dengan emosi. “Nadinya melemah? Sebelum pingsan tadi dia masih bicara denganku! Kenapa tiba-tiba jadi begini? Tabib Hu! Kau harus mengatakan hal sebenarnya padaku!”

Tabib Hu menjawab dengan cemas, “Putri Ziwei pada dasarnya bertubuh lemah. Dia tidak hanya menderita luka di jari-jarinya. Semalaman tentunya dia kedinginan. Luka dari kecelakaan lamanya juga belum sembuh total – jadi mungkin dia tak sanggup bertahan…”

Erkang merasa kepalanya berkunang-kunang. Xiao Yanzi mulai histeris di samping ranjang.

“Ziwei! Kau tidak boleh mati! Dulu sewaktu tertusuk pisau, kau masih bisa bangun kembali! Sekarang hanya jarimu yang terluka – masak kau tak bisa bertahan? Ziwei, bukalah matamu!”

Para Tabib tak berani menghadapi resiko seandainya nyawa Ziwei tak bisa terselamatkan. Malam itu juga Kaisar diberitahu perihal Ziwei. Begitu mendapat kabar, Qianlong bersama Selir Ling bergegas ke Paviliun Shuofang. Ibu Suri juga telah diberi tahu perihal kritisnya Ziwei. Dia mengutus Qing’er ke Paviliun Shuofang untuk mengecek keadaan yang sebenarnya.

Sesampainya di Paviliun Shuofang, Qianlong berseru cemas, ”Apa maksudnya Ziwei sekarat? Cukankah tadi dia masih sadar?”

Xiao Yanzi hanya bisa menangis. Sehingga Yongqi-lah yang buru-buru menjelaskan, “Tadi setelah Huang Ama meninggalkan tempat ini, Ziwei pingsan dan sampai sekarang tidak sadarkan diri. Para Tabib sudah meminta kita bersiap menghadapi kemungkinan terburuk. Sekarang Ziwei hanya merespons perkataan kami dengan mengalirkan air mata di sudut matanya. Tapi matanya sama sekali belum terbuka!”

“Tidak…,” Selir Ling menggeleng. “Dia masih sangat muda! Belum menikah! Bagaimana dia bisa mati?!?”

Qianlong, Selir Ling, Qing’er dan lain-lainnya akhirnya mengerumuni ranjang Ziwei. Erkang tampak seperti patung. Sementara keempat Tabib melapor pada Qianlong.

Tiba-tiba, Ziwei bergerak. Samara-samar dia bergumam,

“Erkang… Erkang…”

Erkang sangat terperanjat. Dia bergegas menghampiri Ziwei dan berkata parau, “Aku di sini!”

Ziwei tak sanggup membuka matanya. Dia bergumam lemah-suaranya tidak jelas.

“Bila gunung tak bertepi dan Langit-Bumi menyatu, barulah aku berpisah darimu…”

Mendengarnya, hati Erkang terasa sakit sekali. Dia mengguncang bahu Ziwei sambil berseru, “Apa maksudmu? Jangan bicara omong kosong! Lekas bangun! Kalau kau mati, aku akan mengejarmu sampai ke langit atau ke alam arwah-arwah! Lekas bangun! Ayo bangunlah!”

Semua wanita yang menyaksikan hal itu menangis. Tanpa terkecuali Qing’er.

Tiba-tiba, Hanxiang memasuki kamar sambil membawa pundi-pundi bersulam. Dia mendekati ranjang sambil berkata, “Permisi! Tolong minggir sebentar…”

Semua terkejut menyaksikan kedatangan Hanxiang. Mereka menyingkir memberi tempat baginya di sisi pembaringan.

“Jinshuo, Mingyue, Caixia, cepat buka perban ini! Nyawanya sudah di ujung tanduk, kita harus mencoba segala cara! Apakah tadi dia sudah makan sesuatu?”

Melihat Hanxiang, Erkang jadi bersemangat kembali. “Dia belum makan apapun. Sejak tadi dia memuntahkan semua obat!”

“Baiklah!” Hanxiang lalu membuka pundi-pundinya dan mengambil sebuah botol. Dari botol itu dikeluarkannya sebutir pil yang berbau harum. Kemudian, Hanxiang membuka mulut Ziwei, memasukkan pil itu lalu menutupnya kembali.

Qianlong tak dapat menahan diri untuk bertanya, “Obat apa itu?”

Hanxiang menjawab, “Ini ramuan rahasia di istana Uyghur. Namanya pil Yixiang. Obat ini berkhasiat menawar racun, melancarkan darah dan meredakan rasa sakit. Ketika berangkat kemari, Ayahku memberiku lima butir.”

Sambil bicara, Hanxiang memperhatikan Ziwei menelan obatnya. “Syukurlah,” katanya sambil menghembuskan napas lega. “Dia telah menelannya.”

Sementara itu jari-jari Ziwei telah dibuka perbannya. Hanxiang mengambil botol lain berisi salep dari pundi-pundinya. Dengan hati-hati dia mengoleskan salep itu ke jari-jari Ziwei.

Qianlong kembali bertanya, “Sale papa itu?”

“Salep ini bernama Xianhualu. Manjur untuk mengobati bengkak dan sakit. Biasa dipakai oleh para pejuang Hui yang terluka di medan perang. Ini ramuan rahasia suku Hui. Kita lihat saja bagaimana reaksinya.”

Semangat Xiao Yanxi juga sudah bangkit. Dia berkata penuh sukacita, “ternyata kau bisa ilmu pengobatan! Kalau saja kami tahu sejak awal, sejak tadi kau sudah dipanggil kemari!”

“Aku sebetulnya tak bisa mengobati. Ini hanya beberapa jenis obat yang biasa dipakai dalam keluargaku. Aku tak tahu manjur bagi Ziwei atau tidak. Kondisi Ziwei sudah demikian kritisnya, aku rasa obat-obatan ini perlu dicoba!”

Jinshuo berbinar-binar. “Pasti manjur! Langit telah mengirimmu kemari untuk menyelamatkan Nona! Pasti manjur!”

“Kapan kita bisa tahu obatnya manjur atau tidak?” tanya Erkang.

“Sepertinya sekarang kita hanya bisa menunggu. Kalian sebaiknya menunggu di aula. Jangan terlalu mengerubungi ranjang agar Ziwei bisa menghirup udara segar.”

Akhirnya sebagian besar orang keluar. Yang tetap tinggal di dalam kamar adalah Xiao Yanzi, Hanxiang, Jinshuo, Mingyue, Caixia dan Erkang. Masih ada satu orang lagi. Qing’er! Dia berdiri di satu sudut dan melihat semuanya. Yang lainnya sibuk mengurus Ziwei sehingga mengabaikan kehadirannya (poor Qing’er).

Satu jam kemudian… Dua jam, tiga jam… wajah Ziwei perlahan-lahan bersemu merah. Napasnya berangsur-angsur tenang dan teratur. Jinshuo meraba kening Ziwei dan berkata gembira, “Demamnya sudah turun! Demamnya sudah turun!”

Semua terkejut. Erkang bergegas menghambur dan menyentuh kening Ziwei. Dia pun berseru parau, “Tabib! Tabib! Lekas kemari!”

Tabiib Hu bersama ketiga rekannya memasuki kamar. Qianlong dan lain-lainnya mengikuti. Para Tabib memeriksa Ziwei dan merasa heran.

“Demamnya sudah turun. Keringatnya sudah mulai keluar. Denyut nadinya semakin stabil. Kelihatannya, Putri Ziwei sangat beruntung! Masa kritisnya sudah lewat!”

Xiao Yanzi langsung melompat kegirangan. “Panjang umur hingga puluhan ribu tahun! Aku tahu dia tak mungkin mati! Aku tahu!”

Erkang menundukkan kepala dan menyandarkannya ke tiang pernyangga tempat tidur. Pelupuk matanya basah oleh air mata.

Qing’er menyaksikan semuanya dari awal hingga akhir. Ditatapnya Ziwei yang baru kembali dari maut. Erkang yang menangis bahagia. Mata Qing’er mulai berkaca-kaca. Diam-diam, dia pun menyelinap keluar.

***

Ibu Suri masih belum tidur di Istana Zhuning. Ia sedang menunggu Qing’er.

“Aku memintamu menengok Ziwei. Tapi kenapa kau begitu lama? Apakah dia benar-benar sekarat?”

“Duli Lao Foye! Ziwei sudah berhasil melewati masa kritisnya. Sepertinya dia akan baik-baik saja!”

Ibu Suri menghembuskan napas lega. “Sudah kuduga. Mana ada orang mati gara-gara jarinya luka? Mungkinkah gadis itu cuma bertingkah supaya Kaisar tersentuh hatinya? – Kau kenapa? Apakah kau habis menangis? Siapa yang membbuatmu menangis begitu?”

“Tidak ada yang menyakitiku. Tadi ketika Ziwei lolos dari maut, aku sungguh merasa terharu,” Qing’er menatap Ibu Suri terang-terangan dan tanpa sadar air matanya mengalir.

“Maaf,” Qing’er buru-buru menyeka air matanya.

Ibu Suri merasa gusar. Selama ini Qing’er selalu pandai menguasai perasaannya. Susah atau senang sulit terbaca di wajahnya. Tapi malam ini ekspresinya sungguh berbeda dari biasanya.

Qing’er menghampiri Ibu Suri lalu berlutut di hadapannya. “Lao Foye, Qing’er ingin meminta sesuatu pada Anda.”

“Kau ingin apa? Katakan saja!”

“Aku tahu belakangan Lao Foye memikirkan masalah pernikahanku,” kata Qing’er. “Lao Foye tahu aku menyukai Erkang lantas ingin memisahkan Ziwei darinya. Tapi semestinya Anda menjodohkan kami tiga tahun lalu. Sekarang semuanya sudah terlambat.”

Ibu Suri menatap Qing’er dalam-dalam. “Ehm, benar katamu. Aku telah menebak isi hatimu. Asal kau setuju, tak ada istilah terlambat. Mumpung aku masih punya kekuasaan untuk melakukan hal itu.”

“Tapi sekarang aku tidak menginginkan dia lagi!” kata Qing’er tegas.

“Mengapa?”

“Karena…,” mata Qing’er berkaca-kaca. “Aku tak sanggup memisahkan sepasang kekasih itu. Terutama sehabis malam ini – aku nyaris melihat sepasang kekasih dipisahkan oleh maut. Aku sungguh terharu.”

“Tanpa bisa dicegah, aku terbawa masuk ke dunia mereka. Ikatan cinta mereka begitu kuat. Sangat menggetarkan jiwa. Perasaan semacam ini belum pernah kurasakan. Karenanya sangat kukagumi. Jika aku sampai menghancurkan perasaan semacam ini, aku pasti akan menjadi orang terjahat! Karenanya, kumohon Lao Foye, jangan lagi pernah memisahkan Ziwei dan Erkang. maka Qing’er akan sangat berterima kasih pada Anda!”

Qing’er bersujud sepenuh hati. Ibu Suri menatapnya dengan tak percaya.

“Qing’er, kau jangan bersikap mengalah begitu. Hal ini juga menyangkut masa depanmu!”

“Aku tidak bersikap mengalah. Jika aku dipaksa menikahi laki-laki yang tidak mencintaiku, aku tidak akan bahagia! Lao Foye, jika Anda menyayangiku, ijinkan aku menemani Anda seumur hidupku!”

“Kau tidak boleh berpikiran begitu,” kata Ibu Suri. “Jika aku mengatur kau dan Ziwei sama-sama menjadi istri Erkang, rasanya akan merugikan dirimu!”

“Benar! Tidak hanya merugikan – tapi juga merendahkan diriku!” sahut Qing’er. “Lao Foye jangan memasukkan aku ke gumpalan jerami yang sudah rumit. Aku sungguh tak ingin masuk ke tengah-tengah mereka. Dalam diri Erkang, dia hanya melihat Ziwei – bukan gadis lain!”

“Tidak mungkin! Hati laki-laki itu selalu dimana-mana. Mereka selalu menyukai yang baru dan melupakan yang lama.”

“Tapi Erkang beda! Karenanya dia jadi begitu agung dan terhormat. Lao Foye, biarkan kekagumanku pada Erkang yang seperti itu terus hidup dalam hatiku. Jangan merubahnya. Dengan demikian barulah aku merasa diriku terhormat!”

“Ini…,” Ibu Suri tampak kecewa. “Kau sungguh bodoh kalau begitu…”

“Aku telah mengambil keputusan! Mohon Lao Foye merestuinya!”

Ibu Suri tampak menyesal. Seharusnya dia memang menjodohkan Qing’er dengan Erkang tiga tahun lalu. Siapa sangka, penundaan itu malah membuat gadis itu justru kehilangan pujaan hatinya.

“Baiklah…, aku paham,” ujar Ibu Suri. “Akan kupikirkan baik-baik.”

Qing’er mengira Ibu Suri telah setuju. Dia pun kembali bersujud dan mengucapkan terima kasih dengan tulus.

***

Akhirnya, Ziwei membuka matanya ketika menjelang fajar.

“Air.., air…,” Ziwei berkata lirih.

Xiao Yanzi berseru, “Dia sudah sadar! Cepat ambilkan airnya!”

Jinshuo, Mingyue dan Caixia buru-buru mengangsurkan tiga cawan air. Erkang mengambil salah satu, lalu mengangsurkannya pada Ziwei.

“Hati-hati. Jangan sampai mengenai tangannya!”

Erkang dengan hati-hati mengangkat tubuh Ziwei dan tidak menyentuh tangan gadis iru. Ziwei membuka matanya perlahan dan berkata lirih, “Erkang…?”

Erkang sangat terharu mendengar namanya disebut. “Kau mengenaliku? Benarkah kau sudah sadar?”

“Apakah…, aku tertidur lama?”

“Benar! Jangan banyak bicara dulu. Sekarang minum air ini!”

Erkang membantu Ziwei. Ziwei menelan seruputan pertama. Lalu dia minum lagi beberapa teguk.

Erkang tersenyum. “Sekarang aku baru memahami esai Xiao Yanzi. ‘Manusia harus minum aur. Pagi minum air. Siang minum air. Malam minum air….’ Esai itu benar-benar bagus! Seteguk air adalah sumber kehidupan! Setelah kau meminum air ini, aku begitu bahagia…”

Xiao Yanzi tertawa tapi matanya berkaca-kaca. Begitu pula yang lainnya.

“Mengapa kalian semua menungguiku di sini? Apa yang terjadi denganku?”

Erkang menjawab lembut, “Kau tersekap dan berputar-putar di rumah hantu. Tapi sekarang kau telah kembali!”

Ziwei tersenyum lemah. “Aku bermimpi… kau, aku, Xiao Yanzi, Kakak Kelima, Ertai, Saiya, Meng Dan, Hanxiang…. Semuanya… kita berada di Lembah Ketenangan. Seluruh bukit penuh dengan kupu-kupu yang menari-nari. Sepertinya di sana tak ada kesulitan. Semua merasa gembira…”

Erkang menjawab serius, “Aku berjanji padamu… suatu hari kelak, itu bukan cuma mimpi. Tapi akan menjadi kenyataan.”

***

Ziwei memulihkan tubuhnya hari demi hari.

Fulun dan Fuqin khusus datang ke Paviliun Shuofang menjenguk Ziwei. Mengenai masalah boneka kain, sementara waktu, Qianlong memendingnya.

Kedua tangan Ziwei diurut tiap hari. Selain Jinshuo, Mingyue dan Caixia, Erkang juga ikut mengurut. Erkang memperlakukan tangan Ziwei dengan hati-hati. Melihat perlakuan Erkang yang begitu penuh perhatian, Ziwei jadi teringat sewaktu mereka bertengkar soal Qing’er. Dia pun merasa bersalah.

Hanxiang benar-benar telah menjadi dewi penolong – bukan hanya bagi Ziwei, tapi juga bagi semua. Dalam hati, semuanya berjanji akan membantunya dan Meng Dan.

Setelah diurut selama beberapa hari, jari-jari Ziwei pelan-pelan membaik. Ziwei setiap hari berlatih memetik kecapi agar fungsi jari-jarinya bisa kembali seperti dulu. Karenanya, di Paviliun Shuofang setiap hari terdengar denting-denting kecapi.

Pada saat kondisi Ziwei sudah membaik, mereka semua pergi ke Graha Huipin menengok Liu Qing, Liu Hong dan Meng Dan. Di Graha Huipin, Meng Dan sedang uring-uringan. Dia melampiaskan frustasinya dengan menebas kayu bakar di halaman belakang. Mulutnya tak henti berteriak,

“Aku benar-benar tidak becus! Jika Hanxiang tidak bisa keluar istana, aku seharusnya yang masuk! Tapi tak bisa! Aku juga tidak bisa berubah menjadi kupu-kupu! Apa artinya diriku? Apa artinya kehidupan seperti ini?!!!”

Meng Dan menebas sana-sini. Menendang sana-sini. Mencaci-maki dalam bahasa Hui. Suaranya serak. Kayu-kayu melayang kemana-mana. Semua yang menyaksikan jadi tertegun-tegun melihatnya.

Setelah puas melampiaskan kemarahanya, Meng Dan pun merosot di satu sudut. Dia tampak keletihan.

Erkang menghampiri Meng Dan. Ditepuknya bahu Meng Dan sambil berkata, “Aku mengerti rasa ‘kehilangan’mu itu. Beberapa waktu lalu aku nyaris kehilangan Ziwei. Jadi aku sangat memahaminya… sangat…”

Liu Hong akhirnya bicara, “Kurasa kita tak dapat menunda lagi. Kita harus memikirkan rencana besar Meng Dan-Hanxiang!”

“Bagaimana bisa? Hanxiang sepertinya tidak bersedia. Mana mungkin rencana itu bisa dilaksanakan jika salah satu tokoh utamanya setengah hati?”

“Kalau aku bisa bertemu Hanxiang sekali saja untuk meyakinkannya…. Tapi tembok istana memisahkan kami. Apa yang harus kulakukan?”

Erkang berkata dengan mantap, “Bagaimana kalau kalian kuatur untuk bertemu sekali?”

Meng Dan terkejut sekali. Yang lainnya juga. “Bertemu dengan Hanxiang? Bagaimana?”

“Kau yang masuk ke dalam istana!”

“Bisakah? Kalian mau membantuku?” Meng Dan berbinar-binar.

Yongqi berpikir-pikir. “Tanggal tujuh bulan ini, Pangeran Kelima Belas genap berusia seratus tahun. Istana akanmengadakan pesta. Dan sepertinya Erkang akan ditunjuk sebagai penanggung jawab acara ini.”

Erkang mengangguk. “Benar! Dalam acara itu, akan dipanggil kelompok sandiwara dan akrobat. Kebetulan di istana barusan ada insiden boneka kain. Jadi kita pertunjukkan saja sendratari yang berkisah tentang hantu. Karenanya seluruh penarinya mengenakan topeng.”

Bola mata Meng Dan berkilat-kilat. Liu Qing segera menimpali. “Aku tidak setuju! Terlalu riskan! Terlalu nekat!”

“Kakak! Biarkan semuanya mengambil resiko. Mereka saling mencintai tapi tidak bisa menyatu – kasihan sekali!” sahut Liu Hong.

“Liu Qing dan Liu Hong akan ikut. Kalian akan mengawal Meng Dan masuk istana, setelah itu kalian juga yang membawanya keluar!”

Meng Dan menjadi sangat bersemangat. Seluruh wajahnya bercahaya. Dia berdiri dan menyoja semua orang.

“Entah bagaimana masa depanku dengan Hanxiang. Tapi pertemuan kali ini penting artinya bagi kami! Aku akan berterima kasih pada budi baik kalian semua!”

***

Dalam sekejap, tanggal tujuh pun tiba.

Penghuni istana kembali berkumpul setelah peristiwa ulang tahun Qianlong. di panggung sandiwara, suara gong dan genderang membahana. Di atas panggung, rombongan akrobat beratraksi dengan gegap-gempita.

Di sekitar panggung, duduklah Kaisar beserta seluruh keluarganya. Hanxiang duduk di samping Selir Ling. perasaannya sangat tegang. Dia telah diberitahukan tentang rencana hari itu.

Hanxiang bersemangat sekaligus waswas. Dia duduk dekat Ibu Suri dan Permaisuri. Ada banyak orang yang mengawasinya. Bagaimana reaksinya nanti jika Meng Dan mendadak muncul? Sekujur tubuh Hanxiang berkeringat dingin. Dia terus-menerus menatap panggung tanpa berkedip.

Ziwei dan Xiao Yanzi juga tidak tenang. Mereka tak henti-hentinya menoleh kesana-sini. Erkang dan Yongqi juga berada di belakang panggung mengawasi semuanya.

Setelah tarian yang satu selesai, muncullah Tarian Pengusir Setan yang dibawakan Liu Qing dan Liu Hong. Mereka beserta beberapa pendukung lainnya memakai topeng menaiki panggung. Mereka masing-masing menggenggam tongkat pengusir setan dengna lonceng berdenting-denting. Musik pengiring tarian telah ditabuh – benar-benar mendirikan bulu kuduk!

Ibu Suri menyaksikan Tarian Pengusir Setan itu dengan antusias.

“Apakah tarian ini dibawakan ileh dukun sungguhan?”

“Kelihatannya begitu, Lao Foye!” jawab Qing’er. “Kabarnya Erkang sendiri yang merencanakannya untuk mengusir semua hantu di istana.”

Melihat tarian itu, mendadak Permaisuri jadi merinding. Suara tetabuhan semakin bertalu-talu. Pada saat itulah, Meng Dan yang memerankan sosok Dukun Utama melompat memasuki panggung.

“Itu Dukun Utamanya!” sahut Qing’er. “Ilmunya pasti paling hebat untuk mengusir setan!”

Meng Dan mengenakan topeng angker dan jubah upacara berwarna hitam pekat. Dia membuat gerakan-gerakan bela diri di atas panggung. Liu Qing dan Liu Hong bertindak sebagai asistennya.

Begitu Meng Dan muncul di panggung, jantung Hanxiang nyaris melompat keluar. Seluruh tubuhnya menegang. Matanya tak berpindah dari sosok Meng Dan sekedip pun. Seluruh jiwanya terpusat pada Meng Dan!

Para penari terus bergerak. Sorot mata Hanxiang dan Meng Dan bertaut, di bawah gemerincing suara lonceng juga tetabuhan.

Gerakan tarian semakin kuat bertenaga. Suara musik juga terdengar kuat dan bertenaga. Para penari sesekali berseru sehingga membuat suasana semakin seram. Tarian yang aneh dan misterius itu membuat orang menahan napas. Baru sesaat kemudian setelah suara tambur berhenti, para penari berlutut dan meneriakkan panjang umur bagi Kaisar.

“Bagus! Bagus sekali!” Qianlong bertepuk tangan. Yang lain juga bertepuk tangan menggelegar.

Pada saat itulah Ziwei keluar diam-diam. Xiao Yanzi mendekati Hanxiang dan berbisik, “Selir Xiang, Ziwei kurang enak badan. Bisakah kami meminta Anda memeriksa keadaannya di Paviliun Shuofang?”

Hanxiang terkejut. Dia jadi gugup. Ibu Suri mendengar perkataan Xiao Yanzi. Dia kurang senang.

“Ziwei itu lemah dan cengeng, ya? Baru melihat pertunjukan macam begini saja sudah tidak enak badan! Selir Xiang, pergilah kau melihatnya!”

“Baik,” jawab Hanxiang buru-buru. Dia sangat gugup hingga nyaris terpeleset.

Permaisuri segera mencium sesuatu yang tidak beres. Dia pun berbisik pada Ibu Suri (seperti biasa), “Ada yang aneh di Paviliun Shuofang…”

Sensor radar Ibu Suri juga naik. Benaknya pun dipenuhi kecurigaan.

***

Di Paviliun Shuofang, suasananya sangat ramai.

Reuni Hanxiang-Meng Dan sedang berlangsung. Xiao Yanzi dan kawan-kawan menyaksikan pertemuan sepasang kekasih itu dengan penuh keharuan. Tapi mereka juga cemas.

“Cepatlah kalian bicara! Waktunya tak banyak! Jangan cuma saling menatap seperti itu!” seru Xiao Yanzi sambil mendorong Meng Dan dan Hanxiang ke sebuah ruangan.

Liu Qing dan Liu Hong bersiaga. Mereka semua sadar tengah menyelundupkan kekasih seorang selir ke dalam istana. Jika terbongkar, hal ini hanya bisa ditebus dengan kepala mereka sendiri!

“Seumur hidup aku belum pernah melakukan hal sebahya ini!” kata Liu Hong. “Kalian semua apa sudah hapal mantra yang ditulis Erkang? Jangan sampai lupa jika ada situasi yang tidak diinginkan!”

Yongqi menatap Xiao Yanzi dengan tidak tenang. “Apa kau sudah hapal mantranya? Apa kau ingat jika disidak apa yang harus kita lakukan? Soalnya pikiranmu sepertinya sedang menerawang!”

“Sudah! Sudah! Jangan khawatir!” Xiao Yanzi sedang terpesona dengan pertemuan Meng Dan-Hanxiang. “Wah, indah sekali… akhirnya mereka bisa bertemu. Apa ya, yang kira-kira mereka bicarakan?”

Waktu perlahan-lahan berlalu. Setengah jam kemudian, Meng Dan dan Hanxiang bellum keluar juga dari ruangan tertutup. Liu Hong mulai cemas.

“Mereka sudah terlalu lama di dalam. Terlalu berbahaya!”

“Biar aku yang memanggil mereka!” kata Jinshuo.

Jinshuo belum beranjak, para kasim sudah berteriak,

“Lao Foye datang berkunjung! Permaisuri datang berkunjung!”

Semua yang di aula terperanjat. Yang memakai topeng langsung menutup wajah mereka kembali. Hanxiang dan Meng Dan segera kembali ke aula.

Ibu Suri, Permaisuri, Qing’er dan Bibi Rong memasuki aula Paviliun Shuofang. Para dayang mengikuti. Mendengar suara lonceng dan mantra-mantra diucapkan, Ibu Suri merasa heran.

“Ada apa di sini?”

“Duli Lao Foye, di Paviliun Shuofang ini tengah berlangsung ritual mengusir setan!” lapor Caixia.

Ibu Suri dan lain-lainnya terpana menyaksikan pemandangan di hadapan mereka. Sebuah altar telah dipasang di aula dengan lilin dan dupa menyala. Sementara ada tiga sosok dukun bertopeng yang tengah menari dan membunyikan lonceng. Mulut mereka komat-kamit membaca mantra. Suasananya agak menyeramkan.

Xiao Yanzi ikut mengenakan topeng. Dia ikut membaca mantra bersama Meng Dan, Liu Qing dan Liu Hong.

Xiao Yanzi melompat kesana-kemari. Dia mengusir setan hingga bumi dan langit gonjang-ganjing! Karena tidak mengingat semua mantra yang telah diajarkan, Xiao Yanzi pun mengucapkan mantra asal-asalan.

“Dewa Langit, Dewa Bumi! Setan Besar, Setan Kecil! Arwah penasaran! Arwah yang mati dipukuli! Arwah yang mati dicekik! Arwah yang mati tenggelam! Arwah pendendam… Pergi! Pergi! Pergi!”

“Setan boneka kain, setan asli, setan palsu, setan pencelaka orang…, dengan tongkat pengusir setan ini, cepat tunjukkan wujudmu!”

Mendengar mantra Xiao Yanzi yang super aneh, kontan saja Yongqi cemas setengah mati. Dia pun menghampiri Lao Foye dan berkata, “Duli Lao Foye, mohon jangan terkejut melihat mereka. Paviliun Shuofang ini kemungkinan ada setannya! Tiba-tiba saja muncul soal boneka kain. Kedua Putri kena fitnah dan Ziwei nyaris meninggal. Begitu tahu ada pengusir setan, Xiao Yanzi langsung saja meminta mereka melakukan ritual di Paviliun Shuofang ini!”

“Oo, begitu rupanya?” Ibu Suri manggut-manggut.

Melihat Permaisuri dan Bibi Rong, tensi Xiao Yanzi langsung saja naik. Dia lupa kalau tengah melindungi Meng Dan, melainkan mencoba ‘mengganggu’ duo Permaisuri dan Bibi Rong.

Dengan sigap Xiao Yanzi melompat ke depan Permaisuri dan Bibi Rong sambil mengayun-ayunkan tongkat pengusir setan. Mulutnya komat-kamit menyembur mantra kacau,

Chilikulu, Chilikulu! Setan, hantu, dedemit gentayangan – dengar perintahku! Ada setanyang tidak tahu malu suka mencelakai orang! Setan yang menaruh boneka kain di bawah kasur orang! Ayo perlihatkan dirimu! Cepat keluar!”

Sambil berteriak, Xiao Yanzi mengayun ke atas kepala Bibi Rong hingga topi pianfang terjatuh.

Bibi Rong kaget setengah mati. Dia berteriak, “Putri! Apa yang kau lakukan?!”

Sorot mata Xiao Yanzi menatap Bibi Rong lurus-lurus. “Bibi Rong, di atas kepalamu ada makhluk halus… dia seorang gadis berbaju merah, matanya membelalak, mukanya pucat, dia menginjak-injak kepalamu! Dia mati karena dipermalukan! Dia hendak menuntut balas padamu!”

“Xiao Yanzi! Jangan pura-pura kerasukan!” seru Permaisuri berwibawa. “Ada Lao Foye di sini! Kalian mestinya memberi salam! Dasar tidak tahu sopan santun!”

Qing’er menyaksikan dengan penuh minat. “Sssst, Yang Mulia Permaisuri! Jangan keras-keras! Xiao Yanzi sedang serius mengusir setan!”

Erkang dan kawan-kawan sungguh khawatir akting Xiao Yanzi berlebihan sehingga mereka tak henti-hentinya memberi isyarat. Tapi dasar Xiao Yanzi sudah keasyikan menakuti Bibi Rong, dia sama sekali tidak memperhatikan isyarat kawan-kawannya.

Sambil mengguncang tongkatnya, Xiao Yanzi berkata, “Ada fitnah yang harus dibalas… setan baju merah, siapakah dirimu? Oh, namamu Chui’er, ya? Kau dayang Istana Kunning yang dipaksa mati oleh Bibi Rong dengan diceburkan ke dalam sumur?”

Sekujur Bibi Rong gemetaran. Wajahnya pucat. Tapi dia tetap bergaya congkak.

“Putri Huanzhu! Anda jangan memfitnah! Dimana makhluk hallusnya? Gosip mana lagi yang kau dengar? Kau ingin menakut-nakutiku kan? Aku Bibi Tua di Istana. semuanya kukerjakan dengan baik dan benar. Jadi aku tak takut pada makhluk halus atau setan manapun!”

Tiba-tiba suaara Xiao Yanzi melengking. “Aiya! Masih ada satu setan lagi! Dia setan perempuan berbaju hijau! Dia tengah menggigit bahu Bibi Rong! Bibi Rong, apakah pundakmu sering terasa sakit? Setan perempuan, siapa namamu? Oo, Wu’er! Kenapa lidahmu begitu panjang? Oh, kau mati gantung diri ya?”

Bibi Rong betul-betul kaget bukan main. Kedua nama dayang yang disebutkan Xiao Yanzi itu memang benar pernah melayani Permaisuri di Istana Kunning bertahun-tahun lalu. Satunya mati tenggelam di sumur, satunya lagi mati gantung diri. Bibi Rong sangat percaya takhayul. Dan dia sangat takut pada makhluk halus! Pertahanannya pun runtuh. Dia berseru menghindari Xiao Yanzi, “Singkirkan! Cepat singkirkan tongkat itu dariku! Jangan mengusir setan padaku!”

Xiao Yanzi benar-benar merasa di atas angin! Dia tetap mengayunkan tongkatnya kea rah Bibi Rong.

“Chui’er dan Wu’er datang untuk balas dendam! Ada fitnah yang harus dibayar… Bibi Rong, malam ini Chui’er dan Wu’er akan datang mencarimu! Kau bilang tadi kan tidak takut setan, jadi tunggulah kedatangan mereka…”

Sambil berkata, Xiao Yanzi melesat ke belakang Bibi Rong dan meniup-niup tengkuknya. Jadilah Bibi Rong ketakutan bukan main. Dia mengelak mati-matian. Menabrak sana-sini sampai akhirnya berteriak histeris, “Jangan sentuh aku! Jangan sentuh akuuuuuu!!!!!!”

Bibi Rong ketakutan sampai nyaris terkencing-kencing. Tanpa menunda waktu lagi, dia langsung ambil langkah seribu, kabur dari Paviliun Shuofang.

Melihat dirinya berhasil membuat Bibi Rong ketakutan, Xiao Yanzi merasa bangga sekali. Erkang tak tahan lagi akhirnya menyela tarian Xiao Yanzi. “Sudah, sudah! Ritualnya sudah cukup! Kita tak bisa menahan mereka terlalu lama di sini!”

Erkang lalu memberi hormat pada Meng Dan, “Pak Dukun, kami berterima kasih telah melakukan ritual mengusir setan di sini! Sekarang mari kuantar keluar Istana!”

Rombongan Meng Dan mengerti. Dia, Liu Qing dan Liu Hong menanggalkan topeng mereka lalu memberi salam pada Ibu Suri.

“Kusangka Ziwei lagi-lagi sakit sehingga aku sengaja kemari untuk menengoknya. Ternyata di sini malah ada ritual mengusir setan. Kalau begitu, Permaisuri, mari kita kembali saja!” Ibu Suri menoleh pada Erkang. “Kalau memang sudah selesai, mereka harus segera meninggalkan tempat ini!”

“Hamba mematuhi perintah!” sahut Erkang. Dia pun menggiring Meng Dan, Liu Qing dan Liu Hong keluar.

Sebelum keluar, Meng Dan dengan cepat melayangkan pandangannya kembali pada Hanxiang. Tatapan mereka bertautan tanpa sepatah kata pun yang keluar. Sungguh pemandangan yang mengiris hati!

***

Menyusupkan Meng Dan bisa dibilang sukses. Namun Hanxiang belum bisa mengiyakan rencana untuk kabur bersamanya.

Jemari Ziwei akhirnya pulih sepenuhnya. Wajahnya pun kini tampak penuh vitalitas. Melihat Ziwei sudah pulih, Qianlong amat senang. Dia pun menepati janji dengna bermain catur bersama Ziwei.

Belakangan, Xiao Yanzi juga belajar main catur. Tapi kemampuannya benar-benar payah! Melihat Qianlong dan Ziwei bermain, muncullah keisengan dalam dirinya. Mulutnya sibuk mencerocos,

“Ziwei! Jangan ambil langkah itu! Ambil langkah ini! Sini! Dengarkan aku!”

Qianlong langsung menegur, “Hus! Xiao Yanzi, tahukah kau kalau ‘laki-laki sejati tak bicara saat melihat pertandingan catur’?”

“Aku bukan laki-laki sejati!” sahut Xiao Yanzi. “Aku hanya orang kecil yang berkomentar saat menonton pertandingan catur!”

Semuanya langsung tertawa tertahan. Qianlong kembali berkata, “Kau tak bisa main – jadi stoplah mengoceh!”

“Siapa bilang aku tak bisa main?” Xiao Yanzi tersinggung mendengarnya. “Jangan meremehkan aku! Sekarang aku sedang belajar bermain catur dengan Ziwei dan Pangeran Kelima! Habis ini aku akan menantang Huang Ama bermain catur! Bagaimana?”

“Wah, kau mau bermain catur denganku?” Qianlong terpana.

“Benar! Kata Ziwei, aku pandai sekali bermain catur! Iya kan Ziwei?”

“Ya,” Ziwei tertawa. “Minat Xiao Yanzi pada catur begitu besar. Seharian dia memaksa orang main catur dengannya. Terakhir dia malah mendesak Guru Qi. Dan Guru Qi langsung menghajarnya habis-habisan hingga tak bersisa satu pion catur pun!”

Xiao Yanzi menyangkal. “Ah, tidak…. Hanya saja dalam waktu singkat pion caturku ludes tandas. Hilang entah kemana…”

Erkang dengan geli berujar, “Guru Qi bilang, di dunia ini ada tiga hal yang paling pahit. Pertama, petani yang menghadapi ancaman gagal panen. Kedua, pejabat yang harus menghadapi bawahan koruptor. Dan ketiga, Guru Qi yang dipaksa main catur dengan Putri Huanzhu…”

“Ha ha ha!” Qianlong terbahak-bahak. “Qi Xiaolan ini keterluan juga! Xiao Yanzi, kau jangan sedih, sehabis ini aku akan bermain denganmu!”

Xiao Yanzi kegirangan. Sontak saja dia berseru, “Semoga Huang Ama panjang umur! Wanshui!”

Akhirnya, Qianlong mengalami kerepotan sewaktu bermain catur dengan Xiao Yanzi. Permainan Xiao Yanzi tentu saja jelek sekali. Bukan hanya itu, dia juga bermain seenaknya. Kadang dia suka merubah strategi yang sudah diambil. Langkahnya pun maju-mundur tak karuan. Seumur hidup Qianlong, mana ada orang bermain catur seburuk itu berani menantangnya?

“Xiao Yanzi! Cara mainmu jelek sekali! Kau tahu tidak kalau ‘laki-laki sejati tidak menyesali keputusan yang telah mereka ambil’? termasuk dalam hal ini mengambil langkah untuk pion catur!”

“Aku bukan laki-laki sejati!” timpal Xiao Yanzi. “Aku hanya gadis cilik yang selalu menyesal setelah mengambil keputusan!”

Qianlong tertawa sambil bangkit berdiri, “Aku sudah mengalami kepahitan Guru Qi. Sebaiknya kau main dengna Xiao Dengzi atau Xiao Cuozi saja!”

“Mereka tidak mau main denganku!”

“Apa? Bahkan mereka tidak mau main denganmu?”

“Iya… Huang Ama, main satu babak lagi ya? Kali ini, Huang Ama harus mengalah sembilan langkah padaku supaya aku menang!”

“Biarpun aku mengalah puluhan langkah padamu, kau tetap tak bisa menang!”

Qianlong menatap Ziwei. “Ziwei, melihatmu bisa bermain catur dengan baik dan jari-jarimu tidak sakit lagi sungguh membuatku senang.”

Ziwei sangat tersentuh. Qianlong mellihat Xiao Yanzi kembali lalu membelalak. “Kabarnya kau menakut-nakuti Bibi Rong sampai dia jatuh sakit ya? Kenapa bisa begitu?”

“Benarkah?” Xiao Yanzi kegirangan. “Pantas belakangan Permaisuri tidak datang lagi kemari untuk cari gara-gara! Ha ha! Lain kali kalau Bibi Rong macam-macam, akan kuambil tongkat pengusir setan dan kubacakan mantra untuknya!”

“Kau ini nakal sekali!” kata Qianlong sambil tersenyum. “Tapi Bibi Rong itu memang kejam. Kau menakutinya seperti itu – bisa dibilang adalah buah karmanya sendiri!”

Xiao Yanzi benar-benar senang. Dia menarik lengan baju Qianlong dengan manja. “Huang Ama memang sangat memahamiku! Tapi kalau Anda bersedia main satu babak lagi denganku, Anda akan menjadi ayah paling baiiiiik sedunia!”

“Ah, tidak… aku tak mau bermain catur lagi. Aku masih mau ke Graha Baoyue untuk menengok Selir Xiang!”

“Selir Xiang???” wajah Xiao Yanzi langsung redup seketika.

***

Di Graha Baoyue, Qianlong sama sekali tidak melakukan hal yang menyulitkan Hanxiang.

“Akhir-akhir ini ada banyak peristiwa terjadi di Istana. Aku jadi agak depresi. Aku sangat berterima kasih ketika kau menolong Ziwei dulu. Aku tak ingin membuatmu merasa sedih, sekaligus tak mau membuat Ziwei dan Xiao Yanzi kecewa. Kau adalah gadis yang belum pernah kutemui. Aku sangat menyukaimu. Jika ka uterus menjaga jarak padaku, aku hanya akan menjadikanmu teman untuk mencurahkan isi hati. Seperti apapun perasaanmu padaku, kau perlu tahu kalau aku bangga karena memilikimu!”

Ucapan Qianlong itu membuat hati Hanxiang getir. Mau tak mau dia jadi iba pada Qianlong. Hati Hanxiang tetap untuk Meng Dan. Tapi dia pun sedikit melunak pada Kaisar. Maka, dia pun mengupayakan sesuatu sebagai rasa terima kasih pada Qianlong yang sudah berbaik hati tidak mendesaknya.

“Yang Mulia…, bagaimana jika aku menari untukmu sekarang?”

Qianlong sedikit terkejut. Tapi dia tak kuasa menolak tawaran Hanxiang yang tidak biasa. Qianlong terbius oleh gerakan Hanxiang yang gemulai. Terpaku pada sepasang mata yang mengandung air mata. Perasaan Qianlong bergolak. Entah dia merasa benar-benar telah memiliki atau justru telah kehilangan Hanxiang. Qianlong tak tahu. Hatinya terasa getir.

***

Akhirnya, Hanxiang menguatkan diri untuk menyetujui rencana pelariannya bersama Meng Dan.

Sejak reuni itu, Hanxiang baru menyadari, dia sungguh tak sanggup hidup berpisah lama dari Meng Dan. Dia juga tak sanggup melihat Meng Dan menderita. Maka, dia pun menyampaikan persetujuannya pada Ziwei dan Xiao Yanzi mengenai ‘rencana besar’ di Paviliun Shuofang.

Xiao Yanzi dan Ziwei sangat senang mendengarnya. Berhubung bertepatan dengan kesembuhan Ziwei dan sakitnya Bibi Rong, Xiao Yanzi sangat ingin merayakannya. Dia pun memilih bentuk perayaan yang tidak biasa: bermain kembang api!

Xiao Yanzi sama sekali tidak memedulikan larangan ketat untuk tidak menyulut kembang api tanpa pengawasan dari petugas khusus. Di Istana, kembang api tidak boleh sembarang dimainkan. Ini untuk mencegah agar tidak terjadi kebakaran.

Malamnya, Xiao Yanzi pun menyalakan kembang api di halaman Paviliun Shuofang. dia membawa kembang api di kedua tangannya sambil melompat ke segenap penjuru.

“Aku adalah bintang! Aku adalah kunang-kunang! Aku bisa bersinar!” serunya sambil melayang kesana-kemari.

Di gerbang Paviliun Shuofang, seorang anak kecil berumur sembilan tahun menjulurkan kepala menyaksikannya dengan penasaran sekaligus kagum. Dialah Pangeran Kedua Belas: Yongji. Putra kandung Permaisuri. Pangeran Kedua Belas adalah anak paing kesepian di Istana. Karena ibunya, Pangeran Kedua Belas selalu dijauhi oleh saudara-saudaranya.

Seluruh penghuni Paviliun Shuofang ditambah Hanxiang berada di halaman. Mereka menyaksikan Xiao Yanzi yang melompat sampai ke atap dan berseru-seru,

“Kalian semua bisa lihat? Persis meteor kan?”

Yongji tidak bisa menahan diri lagi. Dia berlari masuk halaman dan bertepuk tangan, “Wuih! Bagus sekali Kakak Xiao Yanzi! Kakak Xiao Yanzi memang hebat!”

Semua orang lantas memandang Yongji dengan terpana. Yongqi menanyainya, “Pangeran Kedua Belas! Kenapa kau bisa sampai kemari? Mana inang pengasuhmu?”

“Aku melihat ada kembang api sewaktu berjalan lewat sini. Inang pengasuhku tidak tahu kalau aku ada di sini…” Yongqi berkata sambil menatap Xiao Yanzi yang masih di atap.

Xiao Ynazi bersalto di atas atap lalu melompat turun. Tak jauh dari Paviliun Shuofang, Ibu Suri beserta Qing’er menyaksikan bunga-bunga api yang berkelap-kelip di atap.

“Apa itu? Sepertinya ada bunga api di atap Paviliun Shuofang!”

“Aku juga melihatnya,” sahut Qing’er.

“Mari kita kesana untuk melihat!” ajak Ibu Suri.

Xiao Yanzi dan kawan-kawan tak tahu kalau Ibu Suri akan datang. Xiao Yanzi yang sudah tiba di bawah juga terkejut melihat Yonji. Mata anak itu berbinar-binar berharap bisa ikut nimbrung.

Alis Xiao Yanzi langsung bertaut. Huh! Anak Permaisuri! Kaukira bisa ikut main?

Ziwei dapat membaca pikiran Xiao Yanzi. Dengan bijak dia berkata, “Ayo, ayo, jangan pelit Xiao Yanzi! Beri sebatang kembang api pada Pangeran Kedua Belas! Kita semua kan masih keluarga…”

Xiao Yanzi menatap wajah Yongji yang lugu dan lucu. Tampak sangat menggemaskan. Dia akhirnya berkata, “Baiklah! Karena aku sedang senang, aku akan mematuhi peekataan Kakak Ziwei!”

Yongji menerima kembang api dari Xiao Yanzi dengan girang. Setelah kembang apinya menyala, dia pun berlarian bersama Xiao Yanzi. Xiao Yanzi seperti anak kecil yang berbadan besar, sedang Yongji anak kecil betulan. Anak kecil berbadan besar dan anak kecil betulan bermain serta tertawa bersama-sama.

Semuanya masing-masing mememgang kembang api menyala dan mulai memainkannya. Ada yang berlarian, ada yang sambil menari.

Siapa sangka di tengah seru-serunya pesta kembang api, Ibu Suri dan Qing’er datang berkunjung. Semua orang terperanjat. Mereka tak sempat memadamkan api. Xiao Yanzi kelabakan dan tak bisa menguasai keseimbangan tubuhnya. Dia menubruk Ibu Suri hingga jatuh. Lalu yang lain-lainnya karena ingin menolong Ibu Suri untuk berdiri, jadi ikut jatuh dan saling bertubrukan pula!

“Api! Api!” Ibu Suri berseru keras sambil mengibas-ngibaskan tangannya. Dia terkejut bukan main melihat jubahnya berasap.

Erkang berusaha mematikan api. Xiao Dengzi, yang kebetulan melihat seember air untuk menyiram bunga, tanpa pikir dua kali langsung mengangkat ember itu dan menyiramnya ke tubuh Ibu Suri.

“OH!” belum pulih dari rasa paniknya, Ibu Suri sudah diguyur sampai basah kuyup. Jiwanya nyaris tercerai berai. Qing’er buru-buru mendekat dan memeluknya – tapi malah ikut terpeleset jatuh.

Suasana benar-benar kacau. Semua orang panik hingga tidak tahu harus berbuat apa.

Qing’er berhasil mematikan api di jubah Ibu Suri. Dia berkata menenangkan, “Lao Foye jangan takut! Tidak apa-apa! Tidak apa-apa! Anda tidak terluka, kan? Iya kan?”

Wajah Ibu Suri pucat pasi dan basah. Dia kaget dan marah. “Ini… apa yang sebenarnya terjadi?”

Semuanya terkaget-kaget. Seluruh kembang api telah dipadamkan. Mereka pun buru-buru memberi salam hormat, “Salam sejahtera bagi Lao Foye! Semoga Lao Foye panjang umur hingga puluhan ribu tahun!’

“Jangan mengatakan salam sejahtera dan panjang umur segala!” bentak Ibu Suri. Suaranya gemetaran karena shock. “Tadi itu aku nyaris mati dibakar kalian! Paviliun Shuofang ini benar-benar tempat sial untukku!”

Selesai berkata demikian, Ibu Suri berbalik dipapah Qing’er. Langkah keduanya terhuyung-huyung. Qing’er masih sempat memandangi Xiao Yanzi dan kawan-kawan dengna tatapan tak percaya. Lalu dia pun bergegas pergi bersama Ibu Suri.

Pada saat itu bertepatan inang pengasuh Yongji menemukan majikannya. Dia segera menariknya keluar dari Paviliun Shuofang.

Xiao Yanzi dan lain-lainnya saling berpandangan. Yongqi akhirnya berkomentar, “Kali ini, kurasa kita mungkin harus ‘menderita karena terlalu gembira’ lagi deh!”

***

Benar kata Yongqi. Menderita karena terlalu gembira!

Malam itu juga Ibu Suri memanggil Qianlong dan dengan penuh emosi melaporkan peristiwa tadi.

“Aku tidak peduli seberapa sukamu pada Xiao Yanzi dan Ziwei! Pokoknya aku sangat tidak menyukai mereka! mereka bergelar Putri tapi tindak-tanduknya sama sekali tidak seperti Putri! Di dalam Istana berani bermain kembang api – hampir saja aku mati dibakar mereka! meski boneka kain itu bukan buatan mereka, tapi tingkah mereka benar-benar liar! Mereka benar-benar bencana bagi Istana ini!”

“Kembang api?! Mereka berani main kembang api di Paviliun Shuofang?” Qianlong terperanjat. “Aih, ini pasti ulah Xiao Yanzi yang sedang bosan. Huang Thaihou jangan marah, aku pasti akan memberinya ganjaran!”

“Tak ada gunanya memberinya ganjaran! Kali ini aku meminta Kaisar menindak tegas! Ini demi kebaikan Yongqi dan keturunan kita! Aku tak akan mengijinkan Yongqi menyunting Xiao Yanzi! Kaisar, Anda harus segera membatalkan perjodohan Pangeran Kelima dengan Xiao Yanzi! Aku tidak tahan lagi! Gadis itu benar-benar tidak sepadan dengan Yongqi! Kau selalu bilang dia akan berubah, tapi kulihat dia semakin kacau! Semakin lama semakin gila dan tak tahu tata krama! Mana bisa dia jadi menantu Kaisar?”

“Jika masih menganggapku sebagai Ibu Suri, apakah Kaisar masih menanggapi kata-kataku?”

Qianlong benar-benar serba susah. Dia adalah Kaisar yang sangat berbakti. Masalah apapun, jika Ibu Suri yang angkat bicara, Qianlong pasti menurutinya. Sekarang setelah mendengar kalimat terakhir tadi, Qianlong jadi cemas dan terkejut. Dia berjalan mondar-mandir dengna gelisah. Memisahkan Yongqi dan Xiao Yanzi? Dia sungguh tak tega.

“Maksud Huang Thaihou sudah kupahami. Tapi Yongqi dan Xiao Yanzi telah memiliki ikatan batin. Begini saja, kita beri Xiao Yanzi satu kali lagi kesempatan untuk berubah dalam waktu tida bulan. Jika dia memang tak ada kemajuan dan berani melanggar tata krama, maka perjodohan ini akan kubatalkan!”

Ibu Suri menatap Qianlong dengan napas memburu. “Kaisar sendiri yang mengatakannya! Kaisar harus menepatinya! Baik, aku akna memberinya waktu tiga bulan lagi!”

O-ow, sepertinya Xiao Yanzi akan menghadapi very big trouble.

Bersambung

BACA JUGA SINOPSIS LAINNYA



0 comments:

Post a Comment


Friend Link List