Recent Post


[Sinopsis Novel] Putri Huan Zhu/ Huan Zhu Ge Ge II Bagian 6

Do you want to share?

Do you like this story?


Judul Asli : Huan Zhu Ge Ge II-2: Sheng Se Xiang Xu
Pengarang : Chiung Yao (Qiong Yao)
Penerbit : Crown Publishing Co., Taipei – Thaiwan.

Judul Bahasa Indonesia: Putri Huan Zhu II-1: Antara Hidup Dan Mati
Alih bahasa : Pangesti A. Bernardus (koordinator), Yasmin Kania Dewi, Tutut Bintoro
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama, Maret 2000 (Cetakan Pertama)

Cerita Sebelumnya:
Berkat pengobatan dari Hanxiang, Ziwei akhirnya kembali dari gerbang kematian. Untuk membalas budi, Xiao Yanzi dan kawan-kawan rela menghadapi bahaya besar untuk mempertemukan Meng Dan – Hanxiang. Pertemuan itu berhasil. Xiao Yanzi senang sekali. Dalam kesenangannya dia menakuti Bibi Rong dan bermain kembang api. Sial sekali pada saat bermain kembang api terjadi ‘kecelakaan’ menimpa Ibu Suri. Kali ini Xiao Yanzi benar-benar celaka dua belas….



VI

Keesokan hari setelah insiden kembang api, Qianlong memanggil Yongqi dan Erkang menghadap.

Yongqi terkejut begitu mengetahui ulah Xiao Yanzi semalam telah membuat Ibu Suri mengancam pertunangan mereka.

“Merubah Xiao Yanzi dalam waktu tiga bulan? Huang Ama! Mana mungkin dalam tiga bulan bisa merubah sifat seseorang? Apalagi Xiao Yanzi! Merubah sifatnya sama seperti memindahkan gunung! Apalagi, yang dianggap Lao Foye sebagai ‘kecelakaan’ justru adalah kelebihannya yang berekspresi spontan!”

“Xiao Yanzi sudah terlalu banyak membuat ‘kecelakaan’!” desah Qianlong. “Aku sudah berusaha sebisanya. Kalian juga tahu bagaimana perangai Lao Foye. Dulu ada perjodohan kerajaan yang tidak disetujui Lao Foye dan aku terpaksa membatalkannya. Lao Foye adalah ibu kandungku. Aku harus menghormati keputusan Beliau!”

“Tapi Huang Ama…,” Yongqi cemas sekali. “Kalau perjodohan kami dibatalkan, aku dan Xiao Yanzi pasti shock!”

“Memangnya aku tidak tahu perasaan kalian?” Qianlong tak berdaya. “Xiao Yanzi juga keterlaluan. Kenapa dia masih selalu ceroboh dan gegabah? Bicaranya juga suka ngelantur… Untunglah dia masih punya waktu tiga bulan untuk berubah dan mengambil hati Lao Foye….”

“Aku khawatir jika Lao Foye sudah membuat dugaan, dia takkan merubahnya lagi,” potong Yongqi. “Aku rasa apapun usaha kami, Lao Foye tetap tak mau menerima Xiao Yanzi!”

“Belum tentu,” sanggah Qianlong. “Siapa tahu nanti Xiao Yanzi benar-benar berubah?”

Qianlong kembali mendesah. “Lao Foye tidak menyukai Ziwei dan Xiao Yanzi. Tapi untunglah Beliau tidak melampiaskan kemarahannya pada kedua gadis itu ke kalian berdua. Bagi Lao Foye, kalian berdua adalah pria sempurna. Sementara kedua gadis itu kebalikannya. Barangkali beginilah pola pikir para sepuh. Oleh karenanya, kalian semua harus berhati-hati. Bimbinglah Ziwei dan Xiao Yanzi agar senantiasa waspada dan bersikap lebih baik di hadapan Lao Foye. Jangan sampai ada peristiwa menggemparkan lagi!”

Erkang dan Yongqi jadi cemas. Terutama Yongqi. Hatinya sungguh kacau. Tiga bulan merubah Xiao Yanzi? Hanya Tuhan yang tahu - bisa atau tidak!

***

Erkang dan Yongqi sungguh senasib-sepenanggungan! Keduanya saling membantu agar dapat membuat keadaan menjadi lebih baik. Sekaligus, menjaga agar kedua gadis mereka tidak mengetahui kenyataan yang sebenarnya. Beban kedua pemuda itu terasa sangat berat.

Yongqi bertekad merubah Xiao Yanzi. Mula-mula, dia akan merubah cara bicaranya (what? Membuat Xiao Yanzi lebih sopan? Aku sangsi.com). Tiga bulan… waktunya hanya tiga bulan…

Hari itu, Erkang dan Yongqi mengunjungi Paviliun Shuofang. Yongqi mmebawa buku Kumpulan Peribahasa dan Puisi. Dia berujar ringan,

“Ayo, Xiao Yanzi! Kau sudah lama tidak belajar peribahasa dan puisi! Mari kita mulai lagi…”

Xiao Yanzi langsung melancat dari duduknya. “Aku tidak mau! Buat apa mempelajari peribahasa dan puisi? Sama sekali tak berguna untukku! Lebih baik aku berlatih pedang saja! Jurs yang baru diajarkan Guru (Meng Dan) belum kukuasai!”

Yongqi menarik Xiao Yanzi sambil tetawa-tawa. “Baiklah, kalau tak mau belajar peribahasa, bagaimana kalau belajar puisi? Puisi yang berjudul ‘Tidur di Musim Semi’ – apa sudah kau hapal?”

“Oh, itu sih gampang!” Xiao Yanzi berdeklamasi, “Tidur di musim semi/ tak terasa hari telah fajar/ di mana-mana terdengar kicauan burung/ kemarin malam terdengar angin dan hujan/ entah berapa banyak bunga berguguran.”

Erkang, Yongqi dan Ziwei langsung bertepuk tangan memberi semangat.

“Nah, kalau begitu, apakah puisi ‘Di depan tak melihat orang lama – Di belakang tak melihat orang baru’, apakah kau sudah hapal?” sambung Yongqi. “Itu lho, puisinya Cheng Zi’ang!”

“Aih! Para penyair itu pasti orang iseng! Termasuk si Cheng Zi’ang ini! Bisa-bisanya dia menulis kalimat aneh seperti itu! Aku sungguh tidak mengerti, siapa yang bisa melihat ‘manusia purba’ atau ‘alien’! Si Cheng Zi’ang ini pasti orang sinting!”

Ziwei, Erkang, Yongqi terbengong-bengong. Xiao Yanzi meninggalkan mereka, bersiap berlatih pedang.

Yongqi buru-buru menghalanginya dan berkata lembut, “Ayolah, jangan beralasan lagi! Sekarang kau harus mempelajari puisi Dinasti Tang… Anggap saja kau mempelajarinya untukku, ya?”

“Aku tak berminat! Aku tidak mau menghapal kalimat-kalimat aneh semacam itu!”

Yongqi menyabar-nyabarkan diri. “Xiao Yanzi, dalam kehidupan, ada beberapa hal yang suka atau tidak harus dipelajari. Anggaplah ini sebagai tugas!”

Xiao Yanzi menaikkan alisnya. Dia mulai jengkel. “Tugas?? Kenapa aku harus melakukan tugas macam itu? Kenapa harus memaksaku mempelajari puisi dan peribahasa? Kau takut aku tak sepadan denganmu karena pengetahuanku dangkal?”

“Kuberitahu! Kalaupun aku menghapal setumpuk puisi dan peribahasa, aku tetaplah Xiao Yanzi-si walet kecil! aku tak mungkin berubah menjadi phoenix! ‘kalau kau tetap memaksaku mempelajari hal-hal itu, aku akan membencimu!”

Akhirnya, amarah Yongqi pun meledak. “Kau sama sekali tidak memikirkanku! Dari pagi sampai malam, yang kau pikirkan hanya bermain dan bertingkah aneh! Aku selama ini menahan diri, berharap suatu hari kau bisa berubah! Aku ini seorang pangeran! Tanggung jawab, kedudukan dan latar belakangku tidak biasa! Kalau kau ingin bersamaku, kau harus melakukan sesuatu untukku! Selama ini kau hanya memikirkan dirimu sendiri! Sangat egois!”

Xiao Yanzi mulai koslet. Dia berteriak marah, “Oo, jadi kau malu karena aku tidak berpendidikan? Derajatku rendah sementara atatusmu begitu tinggi! Memangnya apa hebatnya kalau kau Pangeran? Dari dulu aku tidak pernah memikatmu! Juga tidak pernah mengekangmu! Kalau kau malu padaku, tinggalkan saja aku! Kita tak usah menikah!”

Erkang segera melesat dan mendorong Yongqi. Ziwei juga segera menarik Xiao Yanzi ke satu sisi. Dia menasihati Xiao Yanzi, “Kau ini kenapa? Kakak Kelima ingin kau mempelajari puisi dan peribahasa, semuanya demi kebaikanmu juga. Kau semestinya paham – bukannya bertengkar dengannya…”

Yongqi menyahut kesal, “Dia mana tahu kalau hal-hal itu baik untuknya? Kalau dia punya perasaan, dia pasti tak akan bersikap begitu!”

Xiao Yanzi menepis Ziwei dan maju menantang Yongqi. “Aku memang tak berperasaan! Aku memang idiot! Kau puas?” erang Xiao Yanzi. “Kaupikir aku tidak sedih? Setiap hari disuruh menghapal hal-hal yang sulit kuingat?”

Sambil berteriak, air mata Xiao Yanzi mulai mengalir. Dia merasa sungguh terhina. “Kalau memang hidup bersamamu harus mengubah diriku, menjadikanku sebagai wanita yang ‘kalau bicara bisa memuntahkan sekumpulan esai dan puisi’, lebih baik kau cari saja wanita lain yang memenuhi kriteria seperti itu! Kulihat Qing’er pasti memenuhi standar, kau nikahi saja dia!”

Yongqi semakin jengkel. Dia berseru ketus, “Bicaramu benar-benar serampangan!”

Xiao Yanzi berteriak lebih keras, “Kau yang serampangan! Ngawur! Sembarangan!!!”

Erkang dan Ziwei benar-benar tak tahu harus bersikap bagaimana sebagai penengah. Keduanya sama-sama membujuk Yongqi dan Xiao Yanzi. Kata Ziwei,

“Xiao Yanzi, kau jangan menangis. Kalau kau menangis, Kakak Kelima pasti akan ikut sedih…”

“Sedih?” Xiao Yanzi menimpali. “Dia sedih karena tidak tahu bagaimana cara mencampakkanku!”

Kekesalan Yongqi serasa naik hingga ke ubun-ubun. “Baiklah! Anggap saja hubungan kita sia-sia! Kalau aku telah mengorbankan segalanya demi gadis sepertimu, akulah yang idiot!”

Perasaan Xiao Yanzi benar-benar berantakan mendengar perkataan Yongqi. Dia melolong, “Benar! Kau memang idiot, tolol dan bodoh! Makanya kau sampai menyukaiku! Sekarang pergi kau! Aku tak mau kau menemuiku lagi!”

Xiao Yanzi mmebuang pedangnya dan berlari ke kamar. Yongqi membuang muka dan keluar dari Paviliun Shuofang dengan wajah kesal.

Ziwei dan Erkang saling pandang sejenak lalu memutuskan mengejar kawan masing-masing.

***

Di Istana Qingyang, Erkang berusaha menasihati Yongqi.

“Pangeran Kelima, sekesal apapun dirimu, ada beberapa hal yang tidak sepatutunya kau ucapkan tadi.”
“Apa yang semestinya tak kukatakan?”

“Terus terang, aku bersimpati pada Xiao Yanzi. Tadi itu kau telah keliru menuduhnya.”

“Keliru menuduh bagaimana?”

“Kau ingin Xiao Yanzi belajar. Tapi pada dasarnya itu memang sulit baginya. keunikan Xiao Yanzi justru terletak pada spontanitasnya. Kau menyukai dirinya apa adanya. Yang dikatakan Xiao Yanzi benar. Kalau kau ingin merubahnya, lebih baik kau cari saja wanita lain. Buat apa bersusah payah?”

“Xiao Yanzi sudah mengaku kalau dia tidak bisa mengingat banyak puisi dan peribahasa. Tapi kau malah menyinggungnya. Kau menginginkan seorang gadis terpelajar, bukan seorang Xiao Yanzi!”

Yongqi terpana. “Aku tidak bermaksud begitu!”

“Perkataanmu tadi menggambarkan hal demikian! Menurutmu, apa pikiran Xiao Yanzi usai mendengar kata-katamu itu? Kau jelas-jelas meremehkannya dan kau sepertinya menyesal karena telah menyukainya. Kau menghina Xiao Yanzi sebagai gadis kasar dan tak berpendidikan. Apa bedanya cara bicaramu itu dengan Lao Foye kalau begitu?”

“Aku sama sekali tak bermaksud begitu!” Yongqi mulai cemas. “Mana mungkin aku menghinanya begitu? Dia itu polos dan baik hati. Gadis yang sangat berharga, tak tertandingi oleh wanita terpelajar manapun…”

“Oh, tapi sekarang dia tak bisa lagi mendengar kata-kata itu. Yang tadi dia dengar hanya omelanmu. Bahwa kau seorang Pangeran. Statusmu tidak biasa. Dan untuk menjadi istri Pangeran, dia harus berpendidikan serta berbudi. Kalau tidak, berarti dia tidak berperasaan!”

“Aku tidak bermaksud begitu!”

“Tapi yang kudengar begitu! Terlebih Xiao Yanzi. Entah bagaimana dia menyimpulkan kalimatmu itu.”

Yongqi mondar-mandir gelisah. Kata-kata Erkang telah merasuki dirinya.

“Kalau aku jadi kau, sekarang juga aku akan pergi ke Paviliun Shuofang untuk minta maaf,” bujuk Erkang.

“APA? Minta maaf? Aku tidak sudi!” sergah Yongqi. “Aku memang salah, tapi dia juga! Kenapa bukan dia yang minta maaf padaku? Seorang laki-laki sejati mana boleh minta maaf segampang itu?” (Oh, jadi ceritanya Pangeran Kelima gengsi nih ye…)

Erkang tertawa getir. “Aih, kita ini memang laki-laki sejati. Tapi di hadapan mereka, para gadis itu, kita tak bisa menyombongkan diri. Kau jangan samapai terlambat menyadarinya hingga menimbulkan setumpuk masalah baru. Akhirnya nanti kau sendiri yang menyesal.”

“Aku tidak akan berbuat bodoh seperti itu!” Yongqi tetap keras kepala.

Akhirnya, Erkang hanya bisa menghembuskan napas dan berlalu meninggalkan Yongqi.

***

Di Paviliun Shuofang, Ziwei juga tak bisa menasihati Xiao Yanzi.

Kali ini kemarahan sepasang sejoli ini benar-benar besar. Xiao Yanzi sangat marah sampai-sampai tak mau makan. Terlebih saat dilihatnya Yongqi tak kunjung datang untuk minta maaf. Lambungnya sampai perih. (Xiao Yanzi pasti punya penyakit maag nih…)

Keesokan paginya, Xiao Yanzi mengenakan pakaian biasa, membawa buntalan dan menuju gerbang istana. Penjaga gerbang serta-merta menghadangnya.

“Selir Ling sedang punya urusan di luar istana. Aku diminta untuk menanganinya. Aku punya ijin khusus Kaisar jadi boleh keluar istana kapanpun. Kalau kalian tak mau kehilangan pekerjaan, jangan menghalangiku! Cepat menyingkir!”

Dengan sigap Xiao Yanzi menendang kedua pengawal. Belum sempat mereka beraksi, Xiao Yanzi telah menerobos keluar gerbang.

Xiao Yanzi berlari cepat hingga ke ujung jalan. Dia lalu menoleh untuk melihat Kota Terlarang yang megah itu. Dengan kemantapan hati dan perasaan sedih, Xiao Yanzi berujar mantap, “Istana, Pangeran Kelima, Huang Ama, Ziwei… aku pergi! Dan aku tak akan pernah kembali lagi!”

***

Pagi itu ketika Mingyue memasuki kamar Xiao Yanzi, dia baru menyadari kalau majikannya tidak berada di tepat.

Selimut di ranjang Xiao Yanzi terlipat rapi. Topi pianfangnya, pakaian putrinya, sepatu bersolnya semua tersimpan di tempatnya dan tak tersentuh sama sekali. Dia atas bantal tegeletak sepucuk surat. Mingyue terkejut. Dibawanya surat itu kepada Ziwei.

Ziwei membuka surat dan melihat gambar seekor burung walet terbang melintasi tembok istana. Di bawahnya terdapattulisan cakar ayam Xiao Yanzi: ‘Di depan tidak melihat orang lama. Di belakang tidak melihat Xiao Yanzi!”

Jantung Ziwei langsung berdegup kencang. Dipanggilnya Xiao Dengzi dan Xiao Cuozi.

Xiao Cuozi buru-buru melapor, “Tadi pengawal gerbang memberi tahuku. Katanya Putri pagi-pagi sekali memakai pakaian biasa keluar istana untuk mengurus tugas dari Selir Ling. Siapa yang berani menghadang dihajar.”

Ziwei ketakutan. Dia menginstruksikan segera, “Xiao Dengzi! Kau pergi ke Istana Qingyang untuk memanggil Pangeran Kelpima! Xiao Cuozi! Lekas pergi ke balairung utama Istana dan beritahu Tuan Muda Fu!”

“Siap!”

Tak lama, Yongqi dan Erkang muncul tergesa-gesa. “Apa dia meninggalkan surat? Coba perlihatkan padaku!”

Ziwei mengangsurkan suratnya. “Apakah kalian bertemu dengan pengawal yang menghadang Xiao Yanzi? Gawat kalau sampai mereka melaporkan kejadian ini pada Kaisar! Apalagi jika Lao Foye sampai tahu! Sebelum orang lain menyadari kepergiannya, kita harus menemukan Xiao Yanzi kembali!”

“Sudah! Sudah!” Erkang menyahut. “Kami sudah menemui pengawal-pengawal itu! mereka ketakutan karena dianggap telah meloloskan Xiao Yanzi. Begitu tahu kami yang menjamin mereka, barulah keduanya lega.”

Erkang berpaling kepada Yongqi yang sedang membaca surat. “Aku sudah bilang padamu, masalah kemarin tak boleh ditunda! Xiao Yanzi tidak bisa dipaksa. Ketika kau selesai menyadari kekhilafanmu, Xiao Yanzi sudah keburu bertindak.”

Wajah Yongqi memucat. “Semua ini gara-gara si Cheng Zi’ang sinting! Nasibku jadi sial begini…”

Kata-kata Yongqi mirip dengan yang diucapkan Xiao Yanzi kemarin. Erkang dan Ziwei mau tidak mau jadi geli.

Ziwei tak dapat menahan diri untuk menyalahkan Yongqi. “Kakak Kelima memang tidak memperhatikan perasaan Xiao Yanzi! Selama ini dia tidak pernah merasa minder. Tapi kau memakai puisi serta peribahasa untuk membuatnya ciut.”

Yongqi mulai merasa menyesal. “Mana aku tahu bakal begini jadinya? Kalau tahu, aku tak akan membiarkannya mempelajari peribahasa atau puisi apapun! Ah, kalau tidak mau belajar atau menghapal, ya sudah. Aku akan mengalah. Tapi kenapa dia langsung pergi seperti ini? Dulu juga waktu dia marah, dia langsung meloncat ke punggung kuda dan melesat pergi. Sekarang kita harus mencarinya entah kemana…?”

Jinshuo buru-buru menyahut, “Graha Huipin! Di Beijing ini dia hanya kenal Liu Qing dan Liu Hong. Apalagi di sana ada gurunya, Meng Dan. Kalian tidak boleh menunda-nunda lagi! Cepatlah pergi mencarinya!”
“Pangeran Kelima, mari kita pergi ke Graha Huipin bersama!” kata Erkang.

“Aku ikut!”potong Ziwei. “Kalau aku tidak ikut, kujamin sekalipun kalian menemukan Xiao Yanzi, belum tentu dia mau pulang.”

“Benar! Ziwei harus ikut! Xiao Yanzi itu pasti mau pulang jika dibujuk Ziwei!” Yongqi memelas.

“Baiklah,” lanjut Erkang. “Kita harus segera minta ijin pada Selir Ling. katakana kalau Ziwei ingin menengok Ibuku. Jinshuo, kalau Kaisar atau Lao Foye mencari Xiao Yanzi, katakana dia pergi ke rumahku. Jangan sampai perihal Xiao Yanzi kabur ini bocor ke mereka!”

“Aku mengerti. Aku akan menunggu beritanya di sini saja!”

***

Ziwei, Erkang dan Yongqi tiba ke Paviliun Shuofang. Tapi rupanya Xiao Yanzi tak ada di sana.

Para penghuni Graha Huipin justru kaget mendengar Xiao Yanzi menghilang. Tak satupun dari mereka pernah bertemu Xiao Yanzi dalam tempo dua puluh empat jam terakhir.

Ziwei cemas bukan kepalang. “Kurasa kali ini tekad Xiao Yanzi sungguh-sungguh. Dia tak mau kita mencarinya. Dia tak kemari. Dia bahkan tega meninggalkan Liu Qing, Liu Hong dan Meng Dan.

“Gawat!” Erkang menepuk jidatnya. “Xiao Yanzi masih merindukan kehidupan lamanya. Jangan-jangan dia telah meninggalkan Beijing dan pergi berkelana!”

Sorot mata Yongqi kelam. “Dia mana tahu yang salah dan benar? Berkelana seorang diri sunggh berbahaya. Ah! Kenapa kemarin aku memaksanya menghapal puisi? Kalau tidak, hal ini tentu tidak akan tejadi!”

Mereka semua bersimpati pada Yongqi. Tapi juga mencemaskan Xiao Yanzi.

“Kita harus berpencar mencarinya dulu ke seluruh Beijing. Setelah itu baru kita atur strategi berikutnya,” ujar Erkang.

Semuanya setuju. Erkang menggambar peta. Tak lama, mereka pun berpencar mencari Xiao Yanzi.

***

Ternyata, sekeluarnya dari Kota Terlarang, Xiao Yanzi memang tidak berniat ke Graha Huipin.

Sambil memikul buntalannya, dia berjalan di tengah kerumunan tanpa tujuan. Hatinya masih geram dan tidak tenang. Otaknya tidak bisa berpikir jernih dan semalam dia tidak tidur.

Setelah berkeliling-keliling, Xiao Yanzi akhirnya melihat sebuah bangunan mirip kedai teh. Dia melihat banyak orang keluar-masuk tempat itu. Xiao Yanzi pun mendekat. Di atas kepalanya terpampang nama ‘Klub Catur Hanxuan’. Tapi Xiao Yanzi tidak dapat membaca huruf Hanxuan dengan benar, malah memplesetkannya menjadi ‘Hance’!

“Klub catur ini benar-benar banyak pengunjungnya. Karena aku tidak punya tujuan, biar saja aku masuk ke dalam dan melihat-lihat!”

Xiao Yanzi pun melangkah masuk. Di dalam memang berseliweran banyak orang. Ada yang asyik bermain catur, ada yang minum teh.

Melihat orang yang bermain catur, Xiao Yanzi pun melupakan kegusaran hatinya dan bersemangat. Dihampirinya salah satu meja untuk menonton permainan catur.

Tak ada seorang wanita pun tampak di tempat itu. Kemunculan Xiao Yanzi akhirnya menarik perhatian pemilik tempat itu. para tamu berbisik-bisik. Xiao Yanzi cuek bebek. Dia terus saja menyaksikan permainan catur dengan serius.

Dan, seperti kebiasaan Xiao Yanzi kalau menonton permainan catur…

“Wei! Wei! Jangan ambil langkah itu. Ambil jalan yang ini saja!” Xiao Yanzi berteriak-teriak sambil menunjuk papan catur.

“Oi! Kenapa ada wanita di sini? Apa kau tidak tahu kalau orang yang menonton permainan catur tidak bicara adalah…”

“Laki-laki sejati?” potong Xiao Yanzi. “Tapi aku bukan laki-laki sejati!”

Seorang pria berusia empat puluhan menghampiri Xiao Yanzi. Tangannya memainkan sebuah kipas. Ditatapnya Xiao Yanzi dari atas hingga bawah.

“Nona, siapa Anda? Aku pemilik tempat ini, margaku Du. Ada urusan apa Anda kemari? Di sini tidak menerima tamu wanita.”

“Tidak menerima tamu wanita?” Xiao Yanzi mengangkat alis. “Mana ada aturan begitu?! Pintumu terbuka lebar – mana bisa kau melarang sesiapa untuk masuk dan main di sini? Aku kemari unutk bermain catur! Kenapa tidak dilayani?”

“O, jadi kau kemari untuk bermain catur?” Juragan Du tersenyum simpul. “Apakah kau punya uang? Untuk bermain catur dan minum teh di sini, kau harus bayar.”

Xiao Yanzi mengambil sekeping uang perak dan melemparnya ke meja.

“Itu uangnya! Cukup untuk membayar teh dan sewa papan catur beberapa kali kan?”

Melihat uang yang nilainya besar itu, Juragan Du kaget. Ditatapnya Xiao Yanzi dengan serius, “Cukup! Uangnya cukup! Kau ingin bermain catur dengan siapa, Nona?”

“Aku ingin bermain denganmu!”

“Denganku?” Juragan Du tersenyum licik. “Aku tidak pernah main tanpa taruhan.”

“Taruhan? Baiklah! Ayo kita bertaruh! Kalau kau menang, aku akan membayarmu! Begitu juga sebaliknya!”

“Baiklah!” Juragan Du memerintahkan pelayannya menyeduhkan teh dan mempersilakan Xiao Yanzi memulai.

Seluruh tamu di klub catur mulai melihat ‘duel’ mereka dengan penuh minat. Baru beberapa langkah, biji catur Xiao Yanzi sudah terkunci. Juragan Du tertawa dalam hati.

“Nona, siapa namamu?”

“Xiao Yanzi!” sahut Xiao Yanzi. Dia mulai menyadari kalau salah langkah. “Ai, ai, kenapa aku mengambil langkah ini ya? Harusnya kuambil langkah yang itu…”

Xiao Yanzi hendak memindahkan biji caturnya – tapi Tuan Du dengan sigap menghalanginya dengan kipas.

“Dalam permainan catur disertai taruhan, dilarang meralat langkah!” Tuan Du berkata sambil tersenyum.

Perhatian Xiao Yanzi kembali ke permainannya. Ternyata, Juragan Du dengan gampang memakan pion Xiao Yanzi. Xiao Yanzi mendesah terus, “Ai… ai…”

Juragan Du tertawa. “Mengaku kalah sajalah! Kau kalah telak!”

“Kalah?” Xiao Yanzi tidak percaya. “Ayo kita main tiga ronde lagi! Kalau kau menang, uang ini akan menjadi milikmu!”

Xiao Yanzi mengeluarkan sebongkah uang perak yang lebih besar dan meletakkannya di meja.

Juragan Du makin bersemangat. Para penonton semakin antusias dan berbisik-bisik.
Akhirnya Xiao Yanzi kalah lagi. Juragan Du terbahak. “Nona, mengaku kalahlah!” Dia mengambil uang Xiao Yanzi.

“Kita bermain satu ronde lagi!” seru Xiao Yanzi dengan emosi. Dia meraih buntalannya – tapi baru disadarinya buntalannya telah hilang.

“Mana buntalanku? Siapa yang mengambil buntalanku?”

Para penonton saling pandang dan menggeleng-geleng. Juragan Du dengna enteng berkata, “Buntalanmu hilang? Kenapa kau tidak berhati-hati? Ini tempat umum. Kau seharusnya menjaga barang-barangmu. Kau lihat di sini tertempel pengumuman: ‘Hati-hati banyak pencopet’!”

Xiao Yanzi sangat marah. Kemarahannya telah memuncak. “Barangku hilang di kedaimu! Jadi kau harus bertanggung jawab! Kedai macam apa ini? Jangan-jangan ini cuma rumah judi gelap ya?”

Juragan Du menggebrak meja. “Jangan sembarang bicara, Nona! Di Beijing ini, belum pernah seorang pun berani mengatakan kalau tempatku adalah rumah judi gelap! Kau tidak tahu siapa aku, ya? Lihat-lihat dulu baru bicara!”

Xiao Yanzi mana bisa menerima perlakuan begini, apalagi amarahnya sejak kemarin belum tersalurkan. Dia berteriak, “Hiaaaaa!!!” sembari kakinya langsung menendang meja.

Poci teh melayang. Poci teh juga jatuh pecah berkeping-keping. Biji catur berhamburan kesana-kemari.

Xiao Yanzi belum berhenti. Dia menendang meja lain sampai terbalik.

Juragan Du mengibaskan kipasnya. Lalu melayang dan menangkap Xiao Yanzi.

“Ternyata kau bisa kungfu? Kau bisa kungfu lalu menipu orang dan mencuri!”

Sambil berceloteh, Xiao Yanzi menendang-nendang sampai akhirnya tempat itu terobrak-abrik. Beberapa tukang pukul mengepung Xiao Yanzi. Juragan Du benar-benar bukan tandingan Xiao Yanzi. Setelah beberapa jurus, Xiao Yanzi berusaha keras untuk bertahan.

Kipas di tangan Juragan Du melesat seperti bayangan. Diketuknya kepala Xiao Yanzi dan pandangan gadis itu serta-merta menghitam. Xiao Yanzi pun jatuh pingsan.

***

Seember air dingin mengguyur kepala Xiao Yanzi, membuatnya terkejut dan sadar dari pingsannya.

Mata Xiao Yanzi terbuka dan dilihatnya Juragan Du berdiri angkuh di hadapannya. Di sebelahnya, berdiri wanita bertampang kejam yang melihatnya dengna sangar.

Saat bermaksud berdiri, barulah Xiao Yanzi menyadari tubuhnya terikat di sebuah sudut ruangan. Dia memandang berkeliling. Rasanya dia berada di dapur. Bebrapa pelayan tampak sibuk memasak dan mencuci. Mereka tak memedulikannya seolah pemandangan begini sudah biasa bagi mereka.

Xiao Yanzi meronta-ronta namun tak bisa melepaskan diri. “Kalian sudah bosan hidup ya? Kalian tahu tidak aku siapa?”

“Tahu,” Juragan Du menjawab santai. “Kau Xiao Yanzi, kan?”

“Kuberitahu kau! Aku sebenarnya adalah….,” Putri Huanzhu! Tapi Xiao Yanzi menelan kembali kata-katanya. Tingkahnya begitu memalukan! Sudah dirampok, membuat keonaran dan sekarang disekap pula!

“Kau menghancurkan kedaiku, mengejutkan tamu-tamuku. Sekarang aku minta kau ganti rugi untuk semua kerusakan itu!”

Si wanita – yang ternyata adalah Nyonya Du, mengulurkan tangna dan mengusap pipi Xiao Yanzi.

“Menurutku dia cukup cantik. Kita jual saja dia ke rumah bordil. Uangnya lalu dipakai menutupi kerugian kita…”

Xiao Yanzi mana mau berbasa-basi. Digigitnya tangan Nyonya Du hingga wanita itu memekik kesakitan.

“Gadis brengsek!” makinya lalu menendang Xiao Yanzi.

Xiao Yanzi mengaduh-aduh. Dia menarik napas lalu berteriak, “Juragan Du! Kalau kau menjualku ke rumah bordil, aku akan membuat keributan di tempat itu lalu mengatakan kaulah yang menyuruhku! Kau bakal repot nanti!”

“Hmm, melihat sifatmu yang berangasan, kata-katamu betul juga. Jadi, apa usulmu?”

“Bebaskan aku! Aku akan pulang dan kembali membawa uang!”

“Rumahmu di mana? Di jalan apa?”

“Wah, kalau aku bilang, kau bisa mati karena kaget!”

“O ya? Masa? Coba kau bilang!”

“Aku tak bisa bilang!” Xiao Yanzi tak mungkin menyebut istana. “Kau tak perlu tahu dimana tempat tinggalku! Yang jelas, kalau kau tak membebaskanku, akan banyak yang mencariku! Kalau sudah begitu, kau bisa celaka! Kepalamu bisa dipenggal! Sekeluargamu bisa habis binasa!”

“Wah, dahsyat sekali! Tapi aku sama sekali tidak takut! Biar saja mereka datang mencarimu!”

Xiao Yanzi benar-benar kehabisan akal. Dia berpikir-pikir lagi.

“Begini saja! Bagaimana kalau ganti rugi kalian kubayar dengan bekerja sebagai pelayan di sini? Aku bisa mencuci piring, memasak, memebelah kayu bakar.”

“Tidak bisa!” Nyonya Du menyanggah. “Aku tidak butuh pelayan macam begini! Dia suka bikin onar!”

“Tidak! Tidak! Aku tak akan lari…” Xiao Yanzi menggeleng-geleng. “Aku tak berani… tak akan berani…”

Melihat Xiao Yanzi yang cantik mengiba-iba, Juragan Du jadi tergerak. “Kulepaskan kau! Tapi kalau kau nekat lari, aku akan membunuhmu!”

Juragan Du memotong tali pengikat Xiao Yanzi. Setelah bebas, Xiao Yanzi pun merintih-rintih, “Nah, sekarang apa yang harus kulakukan?”

“Pergi ke tungku dan nyalakan api!” perintah Nyonya Du.

“Baik!” Xiao Yanzi menjawab dengan patuh. Dia lalu memasukkan kayu ke dalam tungku sambil diawasi Nyonya Du.

Xiao Yanzi memasukkan kayu satu demi satu ke tungku. Api membesar. Tiba-tiba, Xiao Yanzi mencabut satu kayu yang menyala dan menyodokkannya ke arah Juragan Du.

Kali ini, Nyonya Du yang turun tangan. Dia melayangkan tinju dan memukul kepala Xiao Yanzi hingga jatuh pingsan.

***

Sementara itu, Yongqi dan kawan-kawan tengah menyusuri ruas-ruas jalan. Mereka menjelaskan cirri-ciri Xiao Yanzi pada setiap orang yang mereka temui. Mereka mencari ke rumah-rumah makan, warung the hingga penginapan. Bahkan, Yongqi sempat melewati Klub Catur Hanxuen – tapi sama sekali tidak menyangka kalau Xiao Yanzi ada di dalam.

Hari pun beranjak senja dengan hasil nihil. Mereka kembali ke Graha Huipin. Yongqi cemas setengah mati. Dia gelisah bercampur sedih.
“Teganya dia begini padaku! Kalaupun dia marah, paling tidak dia masih harus memikirkan Ziwei dan yang lainnya! Kita semua mencemaskannya! Lalu, bagaimana kita bisa menghadap Huang Ama? Juga Lao Foye? Dia sungguh berpikiran pendek. Menghilang tanpa jejak – benar-benar keras kepala!”

Ziwei dan Liu Hong mencoba menghibur Yongqi. Meng Dan tiba-tiba mengemukakan pendapatnya, “Atau barangkali dia sudah pulang? Kita di sini kelimpungan mencarinya tapi dia jangan-jangan malah sudah kembali di Paviliun Shuofang? Xiao Yanzi itu hangat dan setia kawan. Dia pergi karena emosi. Tapi setelah emosinya reda, dia pun dapat berpikir jernih. Siapa tahu sekarang dia telah memutuskan untuk pulang?”

Yongqi langsung meloncat dari duduknya. “Meng Dan benar! Kalau begitu aku akan pulang ke istana sekarang!”

Erkang membenarkan. “Baiklah. Lagipula kita sudah keluar cukup lama. Siapa tahu para pengawal yang dipukul Xiao Yanzi tadi pagi malah melapor?”

Semakin dipikir, mereka semakin khawatir. Akhirnya Yongqi, Erkang dan Ziwei memutuskan segera kembali ke istana. Sementara penghuni Graha Huipin berjaga-jaga kalau-kalau Xiao Yanzi akan muncul di sana.

Tapi setibanya di Paviliun Shuofang, Xiao Yanzi tetap belum kembali. Jinshuo melapor kalau Selir Ling tadi berkunjung untuk menanyakan kepulangan Ziwei dari rumah Keluarga Fu. Permaisuri dan Lao Foye sepertinya belum curiga soal ini.

Tiba-tiba, Hanxiang muncul dengan langkah buru-buru. Dia langsung menanyai Yongqi, “Kenapa Xiao Yanzi bisa pergi? Pangeran Kelima, kau habis bertengkar dengannya?”

Yongqi putus asa. Dia mengeluh, “Seandainya waktu bisa diputar kembali, pasti aku akan mengalah! Tak kusangka dia bisa begitu marah dan pergi! Dia sungguh keterlaluan!”

“Lao Foye memberiku waktu tiga bulan – tak tahunya, baru hari pertama Xiao Yanzi bukannya berubah tapi malah menghilang!”

Ziwei terkejut. “Tiga bulan apa? Apa maksudmu Lao Foye cuma memberimu waktu tiga bulan?”

Erkang akhirnya terus terang. “Lao Foye memberi waktu Pangeran Kelima untuk merubah kelakuan Xiao Yanzi dalam waktu tiga bulan. Jika tidak, perjodohan mereka akan dibatalkan! Itu sebabnya kemarin Pangeran Kelima sangat jengkel pada Xiao Yanzi!”

Mendengarnya, akhirnya Ziwei pun mengerti duduk perkaranya.

Yongqi seperti orang linglung. Tiba-tiba dari luar terdengar seruan orang kasim, “Yang Mulia Kaisar tiba!”

Semua langsung panik sesaat. Qianlong memasuki Paviliun Shuofang dan mencari-cari Xiao Yanzi.

“Mana Xiao Yanzi? Malam ini aku sedang senang! Keluarkan papan catur! Aku ingin mengajarnya main catur!”

Semuanya, kecuali Yongqi yang sedang muram memberi salam. Qianlong terkejut melihat Hanxiang.

“Oh, kau rupanya ada di sini? Aku tadi mengirim masakan khas Hui ke Graha Baoyue. Barangkali kau belum sempat melihatnya, ya?”

“Benarkah? Terima kasih atas pemberian Kaisar!”

Qianlong mengedarkan pandangan berkeliling. “Mana Xiao Yanzi? Makin lama makin tak tahu aturan dia! Masak kedatanganku tidak disambut olehnya?”

“Dia… dia ada di kamar…,” Ziwei terbata-bata.

Qianlong merasa janggal. Tiba-tiba Hanxiang meraih tangan Qianlong dan berkata sangat manis, “Jadi tadi Yang Mulia mengirim masakan Hui ke Graha Baoyue? Kenapa tak ikut bersamaku untuk menikmatinya?”

Sikap Hanxiang yang hangat dan ramah sungguh tak disangka Qianlong. Dia pun melupakan ketidak hadiran Xiao Yanzi dan berkata sambil tertawa-tawa, “Baik. Baik. Mari kita pergi!”

Qianlong pun berlalu digandeng Hanxiang. Begitu Qianlong pergi, Yongqi langsung duduk lemas. ”Kalau Xiao Yanzi belum ditemukan, kelihatannya ‘maju-mundur, aku juga yang kena’!”

***

Sementara yang lainnya tengah mencarinya, Xiao Yanzi terperangkap di rumah judi dalam keadaan mengenaskan.

Xiao Yanzi bergelut dengan api di tungku. Dia tengah berusaha menyalakannya. Nyonya Du berdiri di sampingnya. Berkacak pinggang seperti tiran dan membentak-bentak, “Apinya kurang besar! Kau tahu tidak menyalakan api? Tambah kayu lagi, bodoh!”

Gigi Xiao Yanzi gemeretak saking bencinya. Dia membatin, “Sial sekali! Masuk kedai busuk, bertemu laki-laki dan perempuan brengsek! Semua gara-gara Yongqi…”

Nyonya Du membentak-bantak Xiao Yanzi sambil melayangkan tendangan ke bokongnya. Xiao Yanzi nyaris terjerembab ke dalam tungku.
“Aduh! Aduh! Aku benar-benar sial! Keluar dari rumah bertemu setan wanita!”

Kaki Nyonya Du langsung mendarat di dada Xiao Yanzi. “Apa katamu? Coba bilang sekali lagi!”

“Kubilang kau bisa jadi saudara angkat Bibi Rong!”

“Siapa itu Bibi Rong? Aku tidak mengerti!”

“Maksudku… Kau itu seorang Maharani! Maharani yang agung! Maharani yang maha agung! Maharani yang maha maha agung!”

Nyonya Du mengangkat kakinya. Xiao Yanzi berbalik sambil terengah-engah. Dia berbisik, “Maharani brengsek! Maharani yang maha brengsek! Maharani yang maha maha brengsek!”

Selanjutnya, Nyonya Du menyuruh Xiao Yanzi mencuci piring. Ada banyak sekali piring serta mangkuk kotor yang harus dicuci sampai-sampai pinggangnya sakit.

Nyonya Du terus-terus membentak, “Cepat sedikit mencucinya! Jangan malas!”

Xiao Yanzi menyabar-nyabarkan diri. Mullutnya komat-kamit lirih membaca mantra,

Cilikulu cilikulu! Mami mami husilihulu husilihulu! Xiao Yanzi di sini sedang mengguna-guna! Hai setan kepala besar, kepala kecil, tanpa kepala, arwah penasaran… datanglah semua! Bantu aku mencincang macan betina ini lalu membakarnya jadi abu…”

“Kau komat-kamit apa?”

“Tidak… aku tidak bicara apa-apa!”

“Letakkan piring-piring yang sudah bersih itu ke rak!”

“Baik!” Xiao Yanzi bermaksud membawa nampan berisi piring dan mangkuk bersih ke rak. Tapi tiba-tiba pegangannya terlepas. Nampan terjatuh dan seluruh isinya pecah berantakan.

“Kau memang sengaja ya??? Dasar gadis brengsek! Kupukul kau!!!”

Nyonya Du menerjang dan Xiao Yanzi menjerit keras, “Toloong! Ada yang mau membunuhku!!!”

Nyonya Du melayangkan tinjunya ke wajah Xiao Yanzi hingga dia jatuh pingsan.

***

Keesokan paginya, kedua pengawal yang dipukul Xiao Yanzi dipanggil menghadap orang kepercayaan Permaisuri.

Yongqi dan Erkang menemui Ziwei di Paviliun Shuofang. mereka minta Ziwei berterus terang saja pada Selir Ling perihal hilangnya Xiao Yanzi. Tapi belum selesai Erkang mengutarakan rencana mereka, Xiao Dengzi sudah masuk membawa sepucuk surat dari Qing’er.

Kertas dari Qing’er hanya berisi empat huruf: ‘Dewa-dewa dipanggil Buddha.’

Erkang berpikir sejenak. Dia akhirnya paham. “Celaka! Para pengawal itu pasti telah dipanggil menghadap Lao Foye! Sebentar lagi Lao Foye pasti akan kemari!”

“Lalu bagaimana sekarang?” Ziwei bertanya panik.

“Kita tak bisa menunda-nunda lagi! Aku dan Pangeran Kelima akan menghadap Kaisar sekarang! Jika Lao Foye kemari, kau layani saja dia baik-baik!”

Di ruang kerjanya, Qianlong amat terkejut mendengar cerita menghilangnya Xiao Yanzi.

“Maksud kalian, saat ini Xiao Yanzi tidak sedang bercanda? Dia sungguh tak akan kembali dan hendak memutuskan seluruh hubungan dengan kita?”

Yongqi mengangguk. “Aku sangat menyesal. Xiao Yanzi tetaplah Xiao Yanzi. Dia tak mungkin berubah menjadi gadis terpelajar bersopan san tun. Dia tidak bisa berubah lalu kita tetap memaksakan kehendak dengan menghukumnya. Sekarang aku benar-benar merasa kehilangan dirinya…”

Qianlong tepekur mendengar perkataan Yongqi. Kalau Yongqi merasa kehilangan Xiao Yanzi? Bagaimana dengan dia? Sang Kaisar pun pasti demikian.

Erkang tidak membiarkan Qianlong melamun lama-lama. Dia berkata, “Sekarang Lao Foye sudah tahu masalah ini. Beliau pasti menuju Paviliun Shuofang. hamba khawatir Beliau akan menumpahkan kekesalannya pada Penghuni Paviliun Shuofang. Setelah Putri yang satu keluar istana, Lao Foye pasti mengincar Putri satunya lagi!”

Qianlong terkejut. Dia teringat Ziwei. Bergegas, dia pun mengikuti Erkang dan Yongqi menuju Paviliun Shuofang.

Benar saja, sesampainya Qianlong di Paviliun Shuofang, dilihatnya rombongan Lao Foye, Permaisuri dan sekelompok Bibi tua bersiap memukul para dayang lagi. Ziwei tengah susah payah membujuk. Sementara Lao Foye tak mau kompromi dan menudingnya yang bukan-bukan.

Qianlong menghardik keras, “Kenapa kalian memakai kekerasan lagi? Tidak boleh memukul orang di sini!”

Para Bibi serta-merta menghentikan aksi mereka. Qianlong jengkel bukan main. Dia melampiaskannya ke para Bibi itu.

“Dasar budak-budak tua! Sekarang pergi kalian semua!”

Para Bibi keluar ruangan. Hanya Bibi Rong yang menyelip ke samping Permaisuri.

“Jadi Kaisar sudah tahu kalau Xiao Yanzi menghilang?” tanya Ibu Suri tanpa sungkan. “Gadis itu bukan Cuma keluar tanpa memberitahu! Dia juga menghajar pengawal dan tidak pulang! Kalau Kaisar kembali melindunginya, aku khawatir dia akan smeakin rusak dan tak bisa dikendalikan lagi. Ziwei juga tidak melaporkan kejadian ini – maka dia juga harus dihukum – tak boleh diampuni!”

Qianlong pasrah mendengar perkataan Ibu Suri. “Huang Thaihou, Xiao Yanzi pergi karena sudah tak tahan lagi. Jika istana bisa menjadi rumah kita yang penuh kasih sayan, mana munkin penghuninya akan meninggalkannya?”

“Sekarang bukan saatnya membicarakan tata krama dan hukuman. Yang terpenting adalah menemukan Xiao Yanzi!”

Ibu Suri hendak protes tapi Qing’er di sampingnya memberi petunjuk untuk tidak membantah Kaisar saat ini. Akhirnya Ibu Suri tertegun dan memaksa diri untuk diam.

Di Paviliun Shuofang, Qianlong menginstruksikan Erkang untuk mengatur pasukan mencari Xiao Yanzi ke seantero Beijing.

***

Xiao Yanzi tidak tahu kalau sepasukan tentara tengah mencarinya.

Klub Catur Hanxuen sementara ditutup untuk renovasi. Yongqi melewatinya sampai dua kali tapi sama sekali tidak curiga kalau Xiao Yanzi ada di dalam.

Malamnya, Xiao Yanzi diberi semangkuk nasi dans ebuah mantou yang sudah kehitaman. Xiao Yanzi mengangkat mangkuk dan mencium makanannya.

“Ini sudah basi! Bagaimana bisa dimakan? Binatang pun pasti tak mau memakannya!”

Juragan Du mendekat dan berkata dingin, “Sebaiknya kau makan saja! Kalau sudah makan nanti punya tenaga lagi untuk bekerja!”

Xiao Yanzi sebetulnya sudah kelaparan. Dia berpikir untuk makan supaya bisa punya tenaga melarikan diri. Xiao Yanzi menahan napas dan mulai makan. Tapi baru sesuap dia sudah memuntahkannya kembali.

“Dasar gadis busuk! Kau mengotori lantaiku! Lekas bersihkan lantainya!” Nyonya Du mengambil cambuk dan melecut Xiao Yanzi habis-habisan. Plask! Plak! Plak!

Xiao Yanzi sungguh tak berdaya. Habis dipukuli lalu mengepel lantai. Dia mengepel sambil menggigit mantou – makan malam satu-satunya yang tersisa sekarang. Tapi ketika mulutnya sedikit menganga, mantou itu terjatuh di air pel yang kotor. Apes!

“Aku memang sial!” omel Xiao Yanzi. “Di dunia ini akulah Putri paling malang…”

Selesai Xiao Yanzi mengepel, Nyonya Du mencampur biji-biji catur putih dan hitam yang tak terhitung jumlahnya itu ke dalam sebuah ember.

“Cuci bersih biji-biji catur itu lalu pisahkan warna putih dan hitamnya!”

Xiao Yanzi langsung melotot. “Kalau memang mau dipisah setelah dicuci, kenapa tadi masih dicampur?”

Nyonya Du balas menghardik, “Kau mau cuci atau kupukul kau?”

Xiao Yanzi tidak berani. “Aku akan cuci! Akan kucuci semuanya lalu kupisahkan putih dan hitamnya!”

Xiao Yanzi mencuci sambil menangis. Tuhan pasti sedang menghukumnya. Dia menolak tinggal di Istana yang sebagus itu… Tidak menginginkan Yongqi yang baik… tidak mau Ziwei yang perhatian… tidak mau Huang Ama yang pengertian…

Biji-biji catur itupun mengabur di matanya.

***

Yongqi teramat merindukan Xiao Yanzi. Sementara di kedai judi Xiao Yanzi tengah bermimpi.

Dia tengah berada di padang rumput luas. Tercium olehnya bau wangi masakan. Dia mendengar seruan Yongqi, “Xiao Yanzi! Jangan tidur! Kami telah menyiapkan banyak makanan untukmu! Mari cepat makan!”

Xiao Yanzi berbalik dan melihat sebuah meja yang di atasnya terhampar banyak sekali makanan. Ada pangsit, sup ayam, pudding, kue kacang hijau, bebek panggang, permen kesukaannya…

“Wah! Aku lapar setengah mati! Yang mana harus kumakan duluan ya?” Xiao Yanzi bersiap menggasak semuanya hingga tiba-tiba Yongqi menghalanginya.

“Kalau mau makan, kau harus menghapal puisi dulu!”

“Kenapa harus begitu?”

“Pokoknya harus dihapalkan! Harus hapal! Hapal! Hapal!”

Erkang dan Ziwei ikut mendekat. Dan keduanya ikut berkata, “Harus hapal! Harus hapal! Hapal! Hapal!”

Xiao Yanzi akhirnya membuka mulut. “Di depan tidak melihat orang lama. Di belakang tidak mellihat orang dari masa depan. Kesedihan pun dapat terbaca oleh Langit dan Bumi. Patah hati seorang diri sampai meneteskan air mata!”

Usai mendeklamasikan puisi itu, tiba-tiba seluruh hidangan lenyap. Begitu juga dengan Yongqi, Erkang dan Ziwei. Xiao Yanzi kecewa berat. Dia berteriak-teriak memelas hingga jatuh terguling dari tidurnya.

Xiao Yanzi terjaga dan melihat bayangan Juragan Du. Dia tengah terikat sementara Juragan Du menatapnya penuh minat.

Di dapur cuma ada Juragan Du. Xiao Yanzi pun berujar, “Di depan tak ada kue kacang hijau. Di belakang tak tampak bebek panggang. Perutku kosong keroncongan. Patah hati seorang diri hingga meneteskan air mata!”

Juragan Du menghampirinya dan mengamatinya dengan seksama. “Kau dari tadi mengigau apa sih? Kau habis mimpi ya?”

Xiao Yanzi tak berminat membicarakan mimpinya. “Hari sudah pagi. Aku harus bekerja lagi, bukan? ayo lepaskan tali ini!”

Juragan Du pun memotong tali itu. Xiao Yanzi membebaskan diri dan menggeliat. Juragan Du berkata lemah-lembut, “Patuhlah sedikit! Kau sama sekali bukan tandingan kami! Begini saja, kau ikutlah denganku. Akan kujadikan kau selirku. Kau akan kuajari main catur dan bela diri. Juga kubelikan pakaian indah serta perhiasan. Kau tak perlu berkelana kesana-kemari untuk mengemis. Bagaimana?"

Xiao Yanzi marah sekali mendengar perkataan itu hingga nyaris berasap. “Cuih! Dengan Pangeran saja aku tak mau – apalagi denganmu! Dasar kodok tak tahu malu! Kau tak bercermin melihat seperti apa rupamu???”

Juragan Du mengulurkan tangan mencekik Xiao Yanzi. “Kau bisa bicara baik-baik tidak?!”

“Uhuk! Uhuk! Bisa! Bisa! Aku akan bicara baik-baik!” Xiao Yanzi gelagapan sambil batuk-batuk.

Juragan Du melepaskan cekikannya. Tiba-tiba, Nyonya Du muncul tanpa suara di belakangnya. Xiao Yanzi melihat kesempatan.

“Kau sudah punya istri. Istrimu pasti tidak setuju. Dia pasti akan marah…”

“Alah…, jangan pedulikan setan wanita itu! asal kau ikut denganku, kujamin kau akan hidup enak.kedai inipun akan kuberikan padamu untuk diurus…”

Juragan Du belum selesai bicara, istrinya sudah berteriak sambil menerjangnya, “Dasar setan tua bangka! Kubunuh kau baru tahu rasa!”

Juragan Du tidak sempat menghindar, istrinya telah mencakar wajahnya. Juragan Du melawan. Sepasang suami-istri itu bertarung mati-matian.

Xiao Yanzi memanfaatkan momen ini untuk siap-siap lari. Tapi dia masih sempat-sempatnya berteriak, “Juragan Du! Ayo pukul! Pukulkan dia untukku! Kalau kau kalah artinya kau banci! Ayo! Pukul yang keras!”

Nyonya Du semakin marah mendengarnya. Dia dan Juragan Du berkelahi dengan penuh nafsu amarah.

Xiao Yanzi melliaht kesempatan yang tak boleh disia-siakan. Dia melesat ke pintu dapur dan secepat kilat berlari ke pintu belakang.

“Sial! Budak itu kabur!” seru Juragan Du.

Xiao Yanzi melempar segala apa yang bisa diraihnya ke para pengejarnya. Mangkuk, piring, kuali, biji catur… terdengar bunyi kelontang ditambah pecahan sana-sini. Nyonya Du berhenti berkelahi dengan suaminya dan berteriak lantang, “Kejar budak itu! Kejar!”

Xiao Yanzi membuka pintu belakang dan berlari ke jalan raya.

Di jalan raya ada rombongan pengantin yang kebetulan lewat. pengantin prianya menaiki kuda di depan sementara mempelai wanita duduk di dalam tandu di belakangnya. Sekelompok pemain orkes mengiringi mereka – ditambah pembawa mas kawin dan pengiring pengantin. Jumlahnya banyak sekali.

Xiao Yanzi menerobos rombongan itu sambil berteriak, “Di belakang itu ada orang yang mau merebut pengantin! Dia Juragan Du yang hendak menjadikan mempelai wanita sebagai selirnya!”

Rombongan pengantin itu langsung panik. Barisan jadi kacau, bercampur dengan orang-orang Juragan Du, seruduk sana-seruduk sini. Pengantin lelaki dan perempuan sampai terjatuh. Xiao Yanzi menarik mempelai perempuan dan mendorongnya ke pengantin lelaki. Setelah itu dia meloncat ke salah satu kuda dan melesat cepat menuju Graha Huipin.

Pengantin laki-laki kaget sekali. Sambil melindungi calon mempelainya dia teriak-teriak, “Tolong! Ada orang yang mau merampas pengantin! Tolong….”

Massa dalam sekejap mengepung. Rombongan pengantin menunjuk Tuan Du dan kawan-kawan. Akhirnya, babak-belurlah Juragan Du dan kawan-kawan dihajar massa.

***

Setibanya di Graha Huipin, Xiao Yanzi berteriak sekuat tenaga, “Liu Qing! Liu Hong! Guru….”

Para penghuni Graha Huipin terkejut sekaligus senang melihatnya. “Xiao Yanzi! Akhirnya kau muncul! “

Xiao Yanzi benar-benar kelelahan. Dia pusing dan berkunang-kunang. Tak tahan lagi, dia pun meluncur jatuh dari atas kuda. Dengan terengah-engah dia berkata, “Ada serigala jantan… ada serigala betina… bantu aku untuk balas dendam!” Begitu selesai bicara, Xiao Yanzi langsung pingsan.

Liu Hong berseru cemas, “Xiao Yanzi! Kau kenapa? Kenapa mukamu penuh luka?”

Xiao Yanzi pun dibawa ke kamar. Liu Qing pergi melapor ke Graha Xuexi. Tak lama, datanglah Yongqi dan Erkang.

Yongqi sangat terkejut melihat keadaan Xiao Yanzi. Wajahnya penuh bekas tamparan dan lebam. Liu Hong telah memeriksa dan untungnya tidak menemukan luka yang serius.

Setelah pingsan beberapa lama, akhirnya Xiao Yanzi siuman. Dia langsung terlompat dari tempat tidur dan berteriak-teriak, “Dasar setan betina-serigala jantan! Kuhajar kalian!”

Yongqi serta-merta menahan tangan Xiao Yanzi dan berkata, “Xiao Yanzi! Ini aku! Yongqi!”

Xiao Yanzi membelalakkan mata lebar-lebar dan menatap Yongqi dengan tidak percaya. “Yongqi? Kau benar-benar Yongqi?” dia lalu melihat sekeliling. “Kalian semua ada di sini? Aku… aku…”

“Kau sudah aman, jangan takut!” hibur Yongqi.

Xiao Yanzi menatap Yongqi dengan penuh rasa sayang. Dia pun menjatuhkan diri ke pelukan Yongqi dan menangis. “Pangeran Kelima! Kau jahat sekali! Kau membuatku disakiti orang… dicelakai hingga nyaris mati…”

Yongqi memeluk Xiao Yanzi erat sambil berkata tercekat, “Ya, aku memang jahat. Beberapa hari ini aku nyaris gila mencarimu. Syukurlah kau sudah pulang. Jangan menangis. Serahkan semua kesusahanmu padaku. Kalaupun langit runtuh, biar aku yang menyangganya untukmu…”

Beberapa saat kemudian, Xiao Yanzi telah membersihkan diri dan berganti pakaian. Dia pun duduk di depan meja dengan aneka hidangan lezat. Sumpitnya tak henti-hentinya bergerak dan tangannya mengambil makanan banyak-banyak. Yongqi menatapnya dengan heran, “Kau benar-benar tidak makan dalam beberapa hari ini? Bukankah kau membawa beberapa keping perak? Sebenarnya apa yang terjadi denganmu?”

“Buntalanku dicuri orang,” jawab Xiao Yanzi dengan mulut penuh. Dia lalu memikirkan pengalamannya selama beberapa hari. Disiksa dan makan makanan basi. Serta merta Xiao Yanzi meletakkan sumpit dan menangis menelungkup di meja.

“Aku disandera pemilik rumah judi gelap. Juragan dan Nyonya rumah judi itu sama-sama bisa kungfu. Malam hari aku diikat di dapur. Siang mereka menyiksaku dengan berbagai pekerjaan kasar. Kalau aku tidak menurut akan dipukul. Sulit sekali melarikan diri.,..

Wajah Yongqi langsung merah padam karena marah. “Apa nama rumah judi itu?”

“Sepertinya Klub Catur Kance atau Hance. Aku tak bisa membaca hurufnya dengan jelas.”

Yongqi mengingat-ingat, “Klub Catur? Ah! Jangan-jangan yang itu! Aku pernah beberapa kali melewatinya tapi tak pernah menyangka kau ada di dalam! Namanya Klub Catur Hanxuen!”

Semuanya geram mendengarnya. Mereka pun bersiap-siap akan membalaskan dendam Xiao Yanzi.

***

Sore itu, dalam kondisi babak belur, Juragan Du dan istrinya membereskan kedainya yang porak-poranda. Tiba-tiba, pintu kedainya didobrak dan Xiao Yanzi muncul laksana seorang dewi yang siap membalas dendam.

“Halo serigala jantan, serigala betina! Kita bertemu lagi!”

Melihat Xiao Yanzi, serta-merta Juragan Du merasa senang. “Oh, kau kembali rupanya! Bagaimana, kau sudah bersedia jadi selirku bukan? kan sudah kubilang keuntungan-keuntungan kalau kau mengabdi padaku…”

Yongqi dan lain-lainnya muncul dari belakang Xiao Yanzi. Yongqi dan Meng Dan maju menampar Juragan Du. Yongqi membentak marah, “Dasar bajingan tengik! Hari kematianmu sudah tiba!”

“Bandit mana yang berani buat kekacauan di sini?” teriak Nyonya Du. “Tukang pukul! Tukang pukul!”

Para tukang pukul datang dan terjadilah pertarungan seru. Satu-persatu mereka ditaklukkan oleh Yongqi dan kawan-kawan. Juragan Du dan istrinya berhasil dibekuk.

Xiao Yanzi mengambil cambuk Nyonya Dud an mulai mengayunkannya. “Maharani yang mulia! Coba rasakan cambukku ini! Aku akan mencambuk kalian tanpa ampun!”

Juragan Du dan istrinya berteriak-teriak, “Baik! Baik! Kami mengaku kalah! Xiao Yanzi, maafkanlah kami!”

“Berani-beraninya kau menyebut nama Putri Huanzhu dengan sembarangan!” bentak Yongqi. Diinjaknya punggung Juragan Du keras-keras.

“Putri Huanzhu??!!” Juragan Du dan istrinya terperanjat bukan kepalang. “Dia seorang Putri?”

Erkang berkata dengan penuh wibawa, “Putri Huanzhu menyamar keluar istana untuk menyelidiki kalian! Catur adalah permainan agung dan terhormat – tapi kalian malah memakainya untuk menipu dan berjudi. Kalian benar-benar nekat telah menyiksa Putri Huanzhu di sini! Sekarang kalian pasti mati!”

Juragan Du dan istrinya saling berpandangan. “Kalian ini janga-jangan penipu ya? Menyamar menjadi Putri dan pejabat! Kalian belum pernah mendengar julukanku si ‘Harimau Tertawa’! Aku jamin kalian akan mati mengenaskan jika berani mengganggu kami!”

“Kalau begitu aku akan mengubahmu menjadi ‘Harimau Menangis’!” seru Xiao Yanzi seraya melecutkan cambuknya keras-keras ke tubuh Juragan Du. Nyonya Du melihatnya sambil berteriak keras-keras. Teriakannya menarik perhatian sekelompok tentara yang sedang lewat dan mereka langsung masuk ke kedai tersebut.

Begitu melihat Yongqi dan Erkang, para tentara itu langsung menghaturkan salam. Kali ini takutlah Juragan Du dan istrinya. Ternyata orang-orang ini Putri, Pangeran dan pejabat sungguhan.

“Cepat kalian periksa setiap sudut kedai ini! Coba cari apakah buntalan milik Putri Huanzhu ada di sini?”

Para tentara itu segera bergerak. Tak lama, mereka menemukan buntalan Xiao Yanzi.

Pejabat Li Congyu yang bertugas di wilayah itu juga muncul. Setelah menghaturkan salam kepada Yongqi, Erkang dan Xiao Yanzi, Juragan Du dan istrinya diserahkan padanya.

“Berani mengurung dan menyiksa Putri hanya bisa ditebus dengan hukuman mati! Kalian harus menangani pesakitan ini baik-baik dan tunggu perintah dari Kaisar!” instruksi Erkang.

Juragan Du dan istrinya bersujud mati-matian. “Mohon ampun, Putri! Mohon ampun!” Tapi Pejabat Li dan bawahannya telah menyeret mereka.

***

Xiao Yanzi kembali ke Paviliun Shuofang dengan disambut gembira. Mereka tak henti-hentinya menanyakan ini-itu. Xiao Yanzi yang telah membalas dendam, sedikit melupakan kesedihannya sewaktu disekap dan bercerita dengan penuh semangat.

Setelah puas bertemu kangen dengan Ziwei dan lainnya, Yongqi menarik Xiao Yanzi ke sebuah kamar dan bicara empat mata dengannya.

“Xiao Yanzi, mulai sekarang aku bersumpah, mulai sekarang kau tak usah mempelajari peribahasa! Tak usah menghapal puisi! Tidak [perlu melakukan hal-hal yang tak kau sukai! Aku hanya memohon satu hal padamu: kau tak boleh meninggalkanku! Tidak apa-apa bila tak melihat orang purba di depan – atau alien di belakang! Pokoknya kalau akutak melihatmu di depan mata, maka tamatlah riwayatku!”

Air mata Xiao Yanzi menetes. “Aku sadar tak cukup baik… aku tidak bisa belajar apa-apa. Juga sangat bodoh…”

“Kau tidak bodoh!” potong Yongqi. “Semua penyair itu: Cheng Zi’ang, Li Bai, Du Fu dan lainnya – meski digabung tak sebanding denganmu! Kau melebihi puluhan ribu puisi, pepatah, peribahasa… kau jauh lebih berharga dari semuanya!”

“Kata-katamu itu memang merdu. Tapi apakah kau bersungguh-sungguh?”

“Laki-laki yang berdiri di hadapanmu sekarang ini adalah pria yang bisa berpikir dari sudut pandangmu! Mengerti bagaimana cara menghormati, mengagumi serta mencintaimu!”

Xiao Yanzi terharu sekali mendengar perkataaan Yongqi. Dia bersandar ke pelukan Yongqi sambil berkata, “Seseorang harus menepati kata-katanya. Jika tidak, dia akan dikejar delapan kuda dan sembilan wadah dupa….”

“Yang benar adalah ‘dikejar kuda dan…” tanpa sadar Yonqi selalu saja mengoreksi.

Apa?!

Yongqi tertawa. “Baik, baik! Seseorang harus menepati janji. Jika tidak, dia akan dikejar delapan ekor kuda ditambah sembilan wadah dupa…”

Nantikan kemunculan kakak Xiao Yanzi dan pelarian Selir Xiang – Meng Dan di buku ketiga: Di Ujung Nestapa.


Bersambung.

BACA JUGA SINOPSIS LAINNYA



0 comments:

Post a Comment


Friend Link List