Recent Post


[Sinopsis] Personal Taste Episode 12 part 2

Do you want to share?

Do you like this story?

Saat kembali ke Seoul, Jin-ho mengantar Kae-in dan Young-soon kembali ke Sang Go-jae. Jin-ho mau menurunkan barang-barangnya juga tapi tiba-tiba Kae-in meminta Jin-ho kembali ke rumahnya saja. Jin-ho kaget mendengarnya. Kae-in beralasan kalau saat ini ibu Jin-ho tahu, kalau Jin-ho baru saja selesai bepergian. Kae-in merasa tidak enak jika Jin-ho tidak kembali ke rumahnya terlebih dahulu dan malah ke di Sang Go Jae. Young-soon ikut menimpali. Ia berkata kalau mereka belum menikah jadi Kae-in harus menjaga imejnya dimata calon mertuanya. Meski terlihat kecewa tapi Jin-ho mengerti. Ia akhinya pergi pulang juga.

Saat sampai di rumah Jin-ho langsung di introgasi oleh Hye-mi. Hye-mi bertanya apakah benar Jin-ho pergi berdua dengan Kae-in ke pulau Jeju. Jin-ho kesal dan tak mau menanggapinya. Ia pun mau masuk ke kamarnya. Tapi kali ini ia dicegat oleh ibunya. Ibunya pun bertanya apa benar Jin-ho pergi ke pulau jeju dengan Kae-in. Jin-ho akhinya menjelaskan kalau mereka pergi karena urusan pekerjaan bukan untuk main-main. Jin-ho juga minta ibunya untuk percaya bahwa Kae-in itu adalah gadis baik-baik dan bila ibunya sudah mengenal Kae-in pasti ibunya akan menerimanya. Tapi Ibu Jin-ho langsung berkata kalau ia tidak akan pernah dapat menerima Kae-in. Karena Kae-in pernah berhubungan dengan Chang-ryul (alasan apa itu??). Jin-ho akhirnya bermalam di kantor.
Keesokan harinya Ayah Chang-ryul menyuruh Chang-ryul pergi ke Cina. Tapi Chang-ryul menolaknya. Ayah Chang-ryul kaget dan marah. Ia mengirim Chang-ryul ke Cina karena Chang-ryul telah gagal merebut Kae-in kembali sehingga mereka juga gagal dalam tander museum. Chang-ryul berkata kalau ia pasti akan mendapatkan Kae-in kembali. Ayah Chang-ryul bingung mendengarnya. Chang-ryul minta kali ini ayahnya tidak usah ikut campur dalam masalahnya. Ia juga berkata kalau ayahnya cukup duduk dan melihat saja karena ia akan memenangkan tander museum kali ini tanpa jalan belakang. Ayah Chang-ryul semakin kaget dan bingung. Tapi Chang-ryul dengan yakin berkata kalau ia pasti akan memenangkan tander itu dan ia hanya perlu kesempatan untuk mewujudkannya. Melihat keyakinan Chang-ryul, ayahnya pun akhirnya setuju.

Chang-ryul dibantu oleh sekretaris Kim mengumpulkan data-data tentang Sang Go Jae. Tapi sayang data-data yang di dapatkan hanya sedikit. Sekretaris Kim berkata kalau hal itu terjadi karena Prof. Park tidak membuka Sang Go Jae untuk umum lagi. Chang-ryul tampak benar-benar serius bekerja kali ini. Ia bahkan mengancam akan memecat sekretaris Kim jika ia masih suka membahas hal-hal yang tidak berkaitan dengan pekerjaan. Chang-ryul kemudian menelepon seseorang dan menanyakan apakah orang tersebut sudah memutuskan sesuatu (aku curiga... masalah apa ya??).

Sang-joon berlari ke ruang kerja Jin-ho. Ia berkata kalau ada masalah besar. Jin-ho bertanya ada masalah apa. Sang-joo menjelaskan kalau pemilik gedung kantor mereka akan menjual gedung itu dan dalam waktu satu bulan mereka harus mengosongkan tempat itu. Jin-ho kaget dan stress mendengarnya. Sang-joo merasa ini sangat aneh karena selama 4 tahun mereka menyewa gedung itu, tidak pernah terjadi masalah dan bahkan uang sewa pun tak pernah naik. Jin-ho memutuskan untuk pergi berbicara dengan pemilik gedung. Sang-joon berkata kalau itu percuma karena gedung itu baru saja dijual. Jin-ho benar-benar putus asa (aku curiga yang beli Chang-ryul).

Sementara itu di gedung museum. Do-bin meminta In-hae menemui Kae-in dan berkata kalau ia ingin makan siang bersama Kae-in. In-hae telihat tidak suka mendengarnya. Tapi In-hae mau tak mau akhirnya pergi menemui Kae-in dan menyampaikan pesan dari Do-bin. Kae-in kaget mendengarnya. In-hae menyindir dengan berkata kalau selama ini orang seperti Do-bin yang suka makan sendiri malah mau makan bersama dengan Kae-in. Kae-in merasa tidak enak.
“Orang seperti kamu dengan usaha sedikit pun akan mendapatkan apa yang kamu suka. Tapi aku untuk barang yang begitu kecil pun harus berusaha dengan keras” kata In-hae.
“Jadi karena terlalu tidak menyukaiku, makanya kamu merampas Chang-ryul?” kata Kae-in tenang.
“Ya” kata In-hae tanpa ragu.
“Jadi kamu kali ini pun akan berusaha merampas Jin-ho dari saya lagi?” tanya Kae-in tetap tenang.
“Sepertinya kamu sangat cemburu melihat saya dan Jin-ho di lift saat itu” kata In-hae.
“Tidak. Saya tidak cemburu. Karena saya sangat percaya pada Jin-ho. Saya hanya ingin menyakinkan karena kamu adalah teman baik saya dulu” kata Kae-in.
“Kamu ini sedang mengasihani sayakah?” kata In-hae tak senang.
“Ya, kamu memang kasihan” kata Kae-in.
In-hae tertawa dan berkata kalau Kae-in terlalu percaya diri karena Jin-ho mencintainya, sehingga merasa sudah mendapatkan segalanya di dunia ini. Kae-in tetap tenang menanggapinya. In-hae memperingatakan kalau Kae-in dulu juga pernah bergitu sangat mempercayai Chang-ryul tapi ia berhasil merebutnya. Kae-in berkata kalau Jin-ho tidak sama dengan Chang-ryul.
“Ya. Dibandingan dengan Chang-ryul ia lebih pintar dan penuh ambisi. Tapi apakah kamu tidak curiga orang seperti dia menyukaimu?” kata In-hae.
“Ingin mentertawakan sayakah? Sialahkna saja. Karena dengan seperti ini kamu malah memperparah diri kamu sendiri” kata Kae-in sambil pergi dari sana.
Kae-in sedikit takut bertemu dengan Do-bin. Do-bin menegur Kae-in yang sudah berhubungan dengan Jin-ho tapi tetap mendukungnya dengan Jin-ho dulu. Kae-in berkata kalau ia juga tidak pernah menyangka kalau Jin-ho.... (bukanlah gay). Do-bin memotong. Ia berkata kalau ia sedang tidak senang sehingga mengajak Kae-in untuk bertemu dan makan bersama. Kae-in jadi tidak enak ia minta maaf pada Do-bin. Tapi tiba-tiba Do-bin mengucapkan selamat kepada Kae-in.
“Apa?” kata Kae-in bingung.
“Kamu telah lulus dalam kelas cinta sepihak kita” kata Do-bin.
Kae-in lega tapi masih tidak enak kepada Do-bin. Do-bin lalu bertanya apakah cinta sepihak Kae-in dulu adalah Jin-ho. Kae-in dengan tidak enak membenarkannya (hehe...).
“Kamu benar-benar sangat beruntung. Karena cinta sepihak seperti yang saya rasakan sangat sulit” kata Do-bin.
Kae-in sedikit tersenyum dan mengucapkan terma kasih kepada Do-bin. Do-bin berkata (dengan muka dan suara yang serius) kalau Kae-in benar-benar ingin mengucapkan terima kasih maka ia harus sering datang dan menemaninya makan. Kae-in tersnyum lebar dan bersedia memenuhinya.

Selesai dari tempat Do-bin, Kae-in menerima telepon dari seseorang. Ternyata orang tersebut memberitahu Kae-in kalau Kae-in diterima bekerja di perusahannya sebagai desainer. Ia minta maaf Karena dulu pernah menolak Kae-in. Tapi sekarang setelah melihat racancangan Kae-in, Ia menganggap desain Kae-in cocok dengan perusahaannya (mencurigakan!?). Tentu saja Kae-in kaget dan senang mendengar kabar tersebut. Ia segera menelepon Jin-ho dan memintanya untuk langsung pulang nanti karena ada berita bagus yang ia ingin ia sampaikan.

Kae-in bertemu dengan Young-soon. Kae-in bertanya kenapa mereka harus bertemu di depan bank bukan di rumah saja. Young-soon berkata kalau Kae-in baru saja tanda tangan kontrak jadi Kae-in harus mulai mengatur keuangannya karena sebentar lagi ia akan menikah dengan Jin-ho. Kae-in merasa itu tidak perlu karena ia belum mendapat uang kontrak itu dan ibu Jin-ho juga belum merestuinya. Tapi Young-soon tetap memaksa. Akhirnya mereka menemui konsultan keuangan bank tersebut. Kae-in mulai cerita tentang keuangannya. Sementara Young-soon terlihat sibuk dengan hpnya. Young-soon lalu bilang kenapa Sang-joon lama sekali. Kae-in kaget mendengarnya. Young-soon menjelaskan dengan singkat kalau ia juga berjanji bertemu Sang-joon di bank itu. Kae-in tak mengerti. Young-soon berkata kalau bukan ia siapa lagi yang akan mengurus Sang-joon itu. Kae-in makin tak mengerti tapi meliat Young-soon sibuk ia tak menanyakan lebih lanjut. Young-soon menelpon Sang-joon dan bertanya di mana ia.
“Apa! kalian sudah mau diusir” kata Young-soon kaget mendengar penjelasan Sang-joon di seberang telepon.
Kae-in sendiri kaget dan tak mengerti mendengarnya (ah.. banyak tak ngertinya ni Kae-in).
Kae-in dan Young-soon kemudian bertemu dengan Sang-joon. Kali ini Kae-in terlihat khawatir (mungkin sudah tau masalahnya). Sang-joon berkata kalau mereka sudah menemukan kanor sementara yang kecil. Ia juga bercerita sebenarnya mereka ingin menyewa tempat yang lebih baik tapi uang mereka tak cukup. Kae-in merasa khawatir sekaligus kesal karena Jin-ho tak pernah memberitahukan permasalahan itu kepadanya padahal Jin-ho selalu menjadi orang pertama yang ia beritahu jika ada sesuatu. Sang-joon menyuruh Kae-in mengerti karena memang seperti itulah sifat Jin-ho. Kae-in kemudian ingin menawarkan bantuan. Tapi Young-soon buru-buru memotongnya dan berkata kalau ia ingin bicara sesuatu dengan Kae-in terlebih dahulu. Young-soon lalu menyeret Kae-in menjauh. Ia memperingatkan Kae-in agar tidak selalu ikut permasalahan orang lain, lagi pula Kae-in belum menikah dengan Jin-ho jadi tak perlu memperdulikan permasalahan Jin-ho. Kae-in berkata kenapa tidak. Young-soon memperingatkan kalau Jin-ho belum tentu jadi suami Kae-in jadi Kae-in tak perlu mengeluarkan uang untuk membantu Jin-ho. Kae-in kesal karean tadi Young-soon mengajaknya ke bank karena ia akan menikah dengan Jin-ho tapi sekarang berkata lain. Young-soon bingung menjawabnya. Kae-in tetap ingin membantu Jin-ho tak peduli nanti hubungan ia dan Jin-ho bagaimana karena ia tidak bisa membantu dengan otaknya.

Malam harinya di Sang Go Jae Kae-in dan Jin-ho makan malam dan minum anggur bersama. Jin-ho bertanya sebenarnya ada hal baik apa yang ingin Kae-in sampaikan kepadanya. Kae-in berkata dulu Jin-ho suka meremehkan desainnya tapi sekarang desainya telah diakui oleh perusahaan Dongre dan ia akan menjadi desainer disana. Jin-ho berkata bukankah itu perusahaan yang pernah menolak Kae-in. Kae-in membenarkan, dan bercerita kalau perusahaan tersebut berubah pikiran dan ingin menggunakan desain furniturenya. Jin-ho sedikit ragu. Kae-in jadi kesal. Jin-ho berkata aneh saja perusahaan besar seperti perusahaan Dongre tiba-tiba mau memperkerjakan Kae-in. Kae-in bercerita kalau perusahaan tersebut berkata telah mempertimbangkan lama sebelum memutuskan menerimanya dan sekarang ia hanya tinggal menunggu tanda tangan kontrak saja. Jin-ho lalu akhinya memberi selamat pada Kae-in.


Kae-in lalu berkata kalau ia sudah tanda tangan kontrak dan mendapat uang dari kontrak tersebut apakah Jin-ho mau menerima pinjaman darinya.
“Apa?” kata Jin-ho kaget.
“Aku akan meminjamkannya dengan bunga paling rendah kepadamu” kata Kae-in.
“Jadi kamu sekarang tehadap kekasihpun ingin berpiutangkah? Kamu seharusnya dapat membedakan urusan pribadi dan umum” kata Jin-ho
“Aku bisa membedaan urusan pribadi dan umum. Aku akan meminjamkan dengan bunga rendah jadi kamu terima sajalah” kata Kae-in memaksa.
“Saya tidak membutuhkan pinjaman uang” kata Jin-ho.
“Pokoknya kamu gunakan saja. Lagian saya belum mau menggunakannya” kata Kae-in
Jin-ho menyarankan agar Kae-in membayar hutangnya yang dulu saja. Kae-in berkata kalau uang itu akan masih sisa banyak walaupun ia telah membayar hutangnya. Kae-in terus memaksa Jin-ho, ia beralasan jika ditabung pun bunganya kecil. Jin-ho mulai curiga, ia bertanya kenapa Kae-in ngotot ingin meminjaminya uang kepadanya. Kae-in jadi bingung bagaimna menjawabnya.
“Karena invertasi" kata Kae-in tiba-tiba.
"Kalau kamu memenangkan tender musium nanti bukankan kamu akan mendapat uang banyak” kata Kae-in pura-pura.
“Itu tidak ada jaminan kalau kami pasti menang” kata Jin-ho.
“Saya percaya kamu bisa, jadi saya akan menjadi investor yang percaya saja” kata Kae-in tetap memaksa.
Jin-ho akhirnya mengalihkan pembicaraan dan berkata mereka minum saja untuk merayakan keberhasilan Kae-in.

Young-soon menelpon Kae-in dan memberitahu kalau ia kembali kerumahnya karena sudah baikan dengan suaminya. Jin-ho terlihat senang mendengarnya dari dalam kamar. Di telepon Young-soon menggoda Kae-in karena Jin-ho sekarang bisa tinggal bersama Kae-in lagi. Kae-in mengelak dan berkata Jin-ho tidak akan tinggal disana. Kae-in kemudian memanggil Jin-ho dan bertanya apa Jin-ho tak mau pulang. Jin-ho panik dan segerat berlari kekasurnya untuk kemudian pura-pura telah tidur. Kae-in membuka kamar Jin-ho dan melihatnya telah tidur. Kae-in sebenarnya curiga tapi akhirnya membiarkannya. Jin-ho bangung setelah Kae-in pergi. “Jeon Jin ho, kamu ini benar-benar!!” gumam Jin-ho heran dengan tingkah lakunya.
Kae-in kembali kekamarnya, ia kesal karena sebenarnya ia masih mau main dengan Jin-ho sebelum menyuruhnya pulang. Kae-in dan Jin-ho sama-sama tidak bisa tidur (memikirkan kalau mereka hanya berdua di rumah itu..hehe).

Jin-ho keluar kamar. Kae-in mendengarnya dan segera keluar. Kae-in bertanya bukankah Jin-ho jago minum tapi mengapa baru minum beberapa gelas sudah mabuk dan tertidur. Jin-ho tak menanggapinya. Kae-in kemudian berkata kalau Jin-ho sudah sadar sebaiknya ia pulang kerumah saja. Jin-ho berkata kalau hari ini badannya terasa aneh jadi ia mau tinggal sebentar lagi sampai mabuknya hilang. Kae-in merasa tidak enak, akhirnya ia mengijinkan Jin-ho tetap tinggal. Kae-in dan Jin-ho kemudian melihat foto-foto masa kecil Kae-in. Kae-in sebenarnya malu tapi Jin-ho tetap memaksa. Ia tertawa melihat foto-foto itu. Jin-ho lalu bertanya kenapa tidak ada foto ibu Kae-in di album foto itu. Kae-in bercerita dengan sedikit sedih kalau dulu rumahnya pernah terbakar jadi banyak foto ibunya yang tak terselamatkan dan kalaupun ada yang selamat ayahnya telah menyimpannya. Jin-ho jadi tidak enak, ia kemudian merangkul pundak Kae-in. Kae-in meminta Jin-ho agar tidak keras kepala lagi kepada ibunya. Karena ia akan sabar menunggu sampai ibu Jin-ho membuka hatinya untuknya dan merestui mereka. Jin-ho mengangguk. Kae-in kemudian menyuruh Jin-ho pulang saja karena pasti ibu Jin-ho sudah khawatir. Jin-ho tetap mengelak ia berkata kalau ia masih mabuk dan kalau berkendara dalam keadaan mabuk pasti akan ditangkap polisi. Kae-in mengerti dan membiarkan Jin-ho tetap tinggal disana lagi. Kae-in lalu tanya apa yang mau mereka lakukan sekarang.

Mereka akhirnya menonton tv bersama. Acaranya promosi produk jadi membosankan. Kae-in berkata kalau ia tadi tidak bisa tidur karena kecapekan setelah seharian memasak (bukannya kalau capek jadi lelap tidurnya????). Jin-ho juga berkata kalau kepalanya masih pusing karena mabuk jadi tidak bisa tidur.
Jin-ho kemudian mengambil remote dan berkata kalau sebaiknya mereka melihat yang lain saja. Tapi karena sudah malam, acaranya ya yang seperti itu.. hehe..
Kae-in dan Jin-ho jadi salting. Jin-ho akhirnya mematikan tv dan berkata kalau sebaiknya mereka tidur saja. Kae-in pun pura-pura sudah mengantuk. Dan mereka pun kembali kekamar masing-masing (wkwk).
Jin-ho stress, ia teringat saat insiden kontak lens dulu saat ia mellihat Kae-in yang hanya mengenakan handuk saja. Kae-in pun juga demikian ia teringat saat ia tidak sengaja melihat Jin-ho tanpa pakaian di kamar mandi dulu. Jin-ho mencoba mengalihakan pikirannya dengan membaca tapi tak bisa. Jin-ho putus asa dan memukul-mukul kepalanya dimeja (ekeke..). Kae-in pun demikian ia tiba-tiba merasakan gerah dikamarnya. Jin-ho dan Kae-in bersamaan keluar untuk mengambil minum. Mereka jadi salting. Jin-ho berkata kalau ia sudah tidak mabuk dan mau pergi. Kae-in dengan kaku mempersilahkannya.

Jin-ho kembali kekantornya. Ia tersenyum sendiri mengingat kejadian tadi. ia lalu mengeluarkan hadiah miniatur apel yang dulu pernah dikasih Kae-in dan meletakkannya di sebelah miniatur meja kursi pemberian Kae-in dulu.
Paginya Jin-ho bekerja sambil memperhatikan miniatur apelnya. Tiba-tiba Sang-joon datang, ia menggoda Jin-ho yang akan menikah dengan orang hebat, selain anak dari arsitek terkenal juga seseorang yang memiliki masa depan yang cerah. Jin-ho tanya apa maksud pembicaran Sang-joon. Sang-joon menjelaskan kalau ia kemarin bertemu dangen Kae-in dan telah mendengar tentang kontrak yang didapat Kae-in dari perusahaan Dongre. Ia juga bercerita kalau Kae-in kemungkinan akan meminjamkan uang kontrak itu. Tapi jin-ho berkata kalau itu tak akan terjadi, dan sebaiknya Sang-joon mengerjakan tugasnya saja. Sang-joon kesal dengan sikap Jin-ho, ia berkata kalau akan tetap menerima pinjaman itu. Sang-joon pergi sambil berkata kalau ia akan menelpon perusahaan Dongre dan mencari tahu berapa nilai kontrak Kae-in. Namun beberapa saat kemudian Sang-joon datang dengan muka murung ia berkata kalau perusahaan Dongre adalah perusahaan yang sedang beerja sama dengan perusahaan Chang-ryul. Jadi dengan kata lain chang-ryul lah yang membuat Kae-in bisa diterima diperusahaan itu. Jin-ho kesal mendengarnya dan segera pergi untuk menemui Chang-ryul.

Jin-ho dan Chang-ryul bertemu di bawah jembatan. Jin Ho bertanya apa maksud Chang-ryul, bukankah di pulau Jeju dulu chang-ryul berkata akan melepaskan Kae-in.
“Apakah karena merasa bersalah, sehingga kau membantunya diam-diam?” tanya Jin-ho.
“Kamu tidak usah mengalihkan topik lagi. Lebih baik kamu katakan intinya saja” kata Chang-ryul dingin.
“Perusahaan Dongre” kata Jin-ho.
Chang-ryul tertawa dan berkata “Kamu memang Jeon Jin-ho yang hebat. Berita seperti ini pun kau cepat mengetahuinya” kata Chang-ryul.
“Kamu dalang dibelakang ini kan? Apa maksud kamu sebenarnya?” tanya Jin-ho.
“Kamu seharusnya memikirkan masalahmu sendiri. Tempat kerja pun kamu sekarang tidak ada kan?” kata Chang-ryul.
Jin-ho terlihat kaget Chang-ryul mengetahui permasalahannya.
“Ah.. ternyata kamu masih belum tahu siapa pemilik baru gedung itu” kata Chang Ryul.
Jin ho mengerti sekarang dengan menahan kesal Jin-ho bertanya bukankah waktu itu Chang-ryul berkata tidak akan main kotor lagi. Chang Ryul berkata, itu akan ia lakukan jika Jin-ho juga bermain dengan adil. Jin ho tak mengerti maksud Chang Ryul.
“Apa kau berbuat begini untuk memisahkan kami lagi? Aku akan melarangnya menandatangi kontrak itu” kata Jin-ho.
“Aku akan menunggunya pelan-pelan ia kembali kesisiku. Lagipula jika kau melakukan itu, kau hanya akan menghancurkan hati Kae-in. Ini adalah pertama kalinya desain Kae-in diterima, jadi apakah kau akan tetap menghalanginya? Jeon Jin-ho kamu tahukah mengapa saya ingin mengejar kembali Ka-in? Itu karena kamu tidak bisa melakukan apapun untuknya” kata Chang-ryul sambil menepuk-nepuk pundak Jin-ho. Jin-ho kesal dan menghempaskan tangan Chang-ryul itu sambil berkata “Bocah hina”.
“Hina?” kata Chang-ryul kemudian tersenyum.
“Sebenarnya siapa yang hina? Kamu sendirilah yang paling tahu” kata Chang-ryul lagi.
“Saya memangnya sudah melakukan apa?” tanya Jin-ho.
"Kamu tanyakan diri kamu sendiri saja” kata Chang-ryul kemudian pergi dari sana.
“Aku tidak akan membiarkanmu memperalat Kae-in lagi. Tak peduli bagaimanapun caranya” gumam Chang-ryul sendiri.
Kae-in sedang mendapat telepon saat Jin-ho datang menemuinya. Setelah selesai telepon, Kae-in ingin mentraktir Jin-ho makan siang karena ia telah mendapat uang banyak.
“Kelihatannya, telepon tadi membuat kamu sangat senang?” tanya Jin-ho
“Ya. Mulai minggu depan aku sudah bisa bekerja di perusahaan Dongre. Tak sangka saat pekerjaan disini belum selesai sudah mendapat pekerjaan lain" kata Kae-in senang.
“Masalah perusahaan dongre” kata Jin-ho ingin mencoba mengungkapkan kebenaran.
“Kenapa apakah kau terlalu cemas? Mereka sudah mengatakan akan tanda tangan kontrak denganku” kata Kae-in.
“Walapun demikian seharusnya kau memikirkan...” kata Jin-ho.
Kae-in memotong dan berkata “Tidak perlu khawatir. Mereka suka dengan desain saya” kata Kae-in semangat.
“Dulu saya tidak pernah bisa membanggakan kemampuan saya didepan ayah saya, tapi kali ini saya bisa. Saya sangat senang karenanaya” kata Kae-in. Jin-ho terlihat bingung bagaimna mengatakan yang sebenarnya.
“Sebagai desainer yang memiliki karya sendiri, kamu pasti tahu bagaimna membanggakannya ini. Ini adalah pertama kalinya saya bisa melakukan hal yang dapat diakui oleh ayah" kata Kae-in senang.
Jin ho akhirnya tidak tega membuat hati Kae-in kecewa ia hanya bisa memberi semangat Kae-in untuk bekerja saja.

Jin Ho merenung di kantornya. Tiba-tiba Sang-joon datang bersama seorang tamu. Ternyata tamu itu adalah kontraktor dari proyek Jin-ho yang dulu. Ia datang karena mendengar permasalahan yang dihadapi perusahaan Jin-ho. Sang-joon berterima kasih atas perhatian kontrkator itu. Kontraktor itu tanya apa keadaan Jin-ho baik-baik saja. Jin-ho berkata kalau mereka masih bisa mengatasi. Tiba-tiba kontraktor itu mengenali gambar di belakang Jin-ho.
“Bukankah itu Sang Go Jae?” kata sang kontaktor.
“Ya. Apakah kau tahu tentang Sang Go Jae” tanya Jin-ho.
“Anda bagaimana bisa mengetahuinya?” tanya Sang-joon.
“Tentu saya mengenali Sang Go-jae. Dulu saya pernah ikut membangunnya” kata Sang kontraktor.
“Benarkah?” kata Jin-ho penasaran.
“Saat itu saya masih pemula jadi hanya bisa bantu-bantu saja. Tapi bagaimanapun itu adalah karya pertama saya jadi saya ingat betul” kata sang Kontraktor.
“Kalau begitu anda sangat memahami Sang Go Jae?” tanya Sang-joon.
“Ya bisa dikatakan demikian” kata Sang kotraktor.
“Kalau begitu apakah anda masih ingat dalam pembangunannya ada kesulitan atau tempat yang unik kah?” selidik Jin-ho

Jin Ho langsung ke Sang Go Jae. ia teringat perkataan sang kotraktor kalau ia pernah membuat ruang bawah tanah di Sang Go-jae. Jin-ho melihat sekeliling Sang Go-jae dan berhasil menemukan ruang bawah tanah itu di gudang dapur. Jin turun ke bawah yang ternyara adalah sebuah ruang kerja kuno . Jin-ho kemudian menemukan sebuah foto.

Jin-ho sedang membersih barang-barang ruang bawah saat Kae-in datang. Kae-in sangat senang melihat Jin-ho yang pulang ke Sang Go-jae dan sedang bersih-bersih.
“Kau memang pria cantik. Mau kucium?” kata Kae-in menggoda.
Tentu saja Jin-ho menolaknya. Lalu ia dengan semangat mengatakan kalau ia baru saja menemukan foto ibu Kae-in. Kae-in kaget mendengarnya. Jin-ho kemudian menunjukan ruang bawah tanah itu pada Kae-in.
Jin-ho menjelaskan ruang itu mungkin adalah ruang kerja ibu Kae-in dulu. Kae-in keheranan melihat ruang yang tak penah ia lihat itu. Jin-ho juga bercerita kalau kontraktor Sang Go Jae dulu berkata, kalau dulu ada kaca besar di atas ruang itu agar bisa memasukan cahaya saat cuaca cerah. Jin Ho naik ke atas meja dan menyinkirkan beberapa kayu diatas mereka. Sinar mentari masuk mengenai wajah Kae in.

Jin-ho masih menjelaskan mungkin saat itu ibu Kae-in bekerja sambil mengawasi Kae-in yang bermain di atasnya. Kae-in sendiri mulai teringat masa lalunya. ia ingat saat itu ia bermain diatas atap kaca itu, dan ibunya bekerja di bawah sambil tetap mengawasinya.

Jin Ho berkata desain ruangan seperti itu sangat unik di Korea. Kae-in masih melihat keatas, ingatannya kembali saat tiba-tiba kaca itu pecah.
“A....” teriak Kae-in ketakutan sambil menutup telinganya. Kae in pingsan dalam pelukan Jin ho.
”Kae-in, kamu kenapa? Kae-in ah... Park Kae-in” teriak Jin-ho.

BACA JUGA SINOPSIS LAINNYA



0 comments:

Post a Comment


Friend Link List